• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

B. Pembelajaran Bermakna.

Ausubel, Novak, dan Hanesian (dalam Suparno, 1997: 54) menyatakan bahwa terdapat dua jenis belajar: (1) belajar bermakna (meaningful learning) dan (2) belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna merupakan suatu proses belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Belajar bermakna terjadi bila pelajar mencoba menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Ini terjadi melalui belajar konsep, dan perubahan struktur konsep yang telah ada, yang akan mengakibatkan pertumbuhan dan perubahan struktur yang telah dipunyai si pelajar.

Menurut Ausubel, belajar bermakna akan terjadi bila si pembelajar dapat mengaitkan informasi yang baru diperolehnya dengan konsep-konsep (dikenal sebagai subsumer-subsumer) relevan yang terdapat dalam struktur kognitif si pembelajar tersebut. Akan tetapi, bila si pembelajar hanya mencoba menghafalkan informasi baru tadi tanpa menghubungkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya tersebut, kondisi ini dikatakan sebagai belajar hafalan.

Suatu proses pembelajaran akan lebih mudah dipelajari dan dipahami siswa jika para guru mampu dalam memberi kemudahan bagi siswanya sedemikian rupa sehingga para siswa dapat mengaitkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Itulah inti dari belajar bermakna (meaningful learning) yang telah digagas David P. Ausubel.

Ausubel menyatakan bahwa bahan pelajaran yang akan dipelajari harus bermakna (meaningfull). Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif adalah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa.

Menurut Ausubel (dalam Yani, 2010: 39-40), pembelajaran bermakna terdiri dari empat tahapan, yaitu:

(a) Derivative subsumption, yaitu proses yang berusaha menguraikan konsep umum menjadi bagian-bagian lebih kecil.

(b) Correlative subsumption, yaitu proses akomodasi terhadap konsep baru yang dipelajari siswa

(c) Superordinate learning, yaitu merupakan belajar tahap tinggi. Dalam tahap ini, siswa menemukan sendiri konsep/materi baru melalui identifikasi dan proses inquiri.

(d) Combinatorial learning, yaitu suatu proses belajar dengan cara analogi. Suparno (1997) mengatakan pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran bermakna (Meaningfull learning) merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Belajar bermakna merujuk pada konsep bahwa belajar pengetahuan (sebuah fakta) sepenuhnya dipahami oleh individu dan bahwa individu mengetahui bagaimana fakta yang spesifik berkaitan dengan fakta-fakta yang tersimpan lain atau tersimpan dalam otak.

Jonassen (2011) Menyebutkan ciri pembelajaran bermakna, yaitu (1) active (manipulant/observant); (2) constructive (articulative/reflective); (3) intentional (goal-directed/regulatory); (4) authentic (complex/contextual); dan (5) cooperative (collaborative/conversational.

Ciri yang pertama pembelajaran bermakna adalah aktif melakukan manipulasi. Dalam pembelajaran bermakna berlangsung aktivitas untuk mengamati lingkungan dan mengamati pengaruh dari perilaku manusia terhadap lingkungan. Konstruktif mengandung pengertian bahwa siswa harus mampu membangun pengetahuannya sendiri, melakukan refleksi terhadap aktivitas yang dilakukannya sebagai pengalaman belajar yang bermakna. Intensional merujuk

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pada pengertian bahawa pembelajaran harus disengaja dan atau dirancang dengan baik sehingga siswa mampu mengartikulasikan mereka sendiri terhadap tujuan yang akan mereka capai. Autentik artinya konsep yang sedang dipelajari benar- benar memiliki arti dan ada faktanya. Pembelajaran akan bermakna bila dihubungkan dengan kehidupan nyata. Koperatif dimaksudkan bahwa pembelajaran bermakna memerlukan suatu komunikasi dan tukar pengalaman bersama kelompok belajarnya.

Dahar (2011: 99) mengemukakan dua prasyarat terjadinya belajar bermakna, yaitu (1) materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial, dan (2) anak yang akan belajar harus bertujuan belajar bermakna. Kebermaknaan potensial materi pelajaran bergantung kepada dua faktor, yaitu (1) materi itu harus memiliki kebermaknaan logis, dan (2) gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa. Materi yang memiliki kebermaknaan logis merupakan materi yang serupa dengan apa yang telah diketahui siswa dan materi yang dapat dinyatakan dalam berbagai cara tanpa mengubah artinya.

Langkah-langkah kegiatan yang mengarah pada timbulnya pembelajaran bermakna menurut Koswara (2011) adalah sebagai berikut: (1) orientasi mengajar tidak hanya pada segi pencapaian prestasi akademik, melainkan juga diarahkan untuk mengembangkan sikap dan minat belajar serta potensi dasar siswa; (2) topik-topik yang dipilih dan dipelajari didasarkan pada pengalaman anak yang relevan; (3) metode mengajar yang digunakan harus membuat anak terlibat dalam suatu aktivitas langsung dan bersifat bermain yang menyenangkan; (4) dalam proses belajar perlu diprioritaskan kesempatan anak untuk bermain dan bekerjasama dengan orang lain; (5) bahan pelajaran yang digunakan hendaknya bahan yang konkret; dan (6) dalam menilai hasil belajar siswa, para guru tidak hanya menekankan aspek kognitif dengan menggunakan tes tulis, tetapi harus mencakup semua domain perilaku anak yang relevan dengan melibatkan sejumlah alat penilaian.

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pembelajaran bermakna sebagai hasil dari kegiatan pembelajaran yang ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekedar menghafal konsep-konsep atau fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk mendapatkan atau menghasilkan pemahaman yang utuh sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Dengan demikian, agar terjadi pembelajaran bermakna maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki oleh peserta didik dan membantu memadukannya secara harmonis dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan National Council for the Social Studies (1994: 169) yang menyatakan bahwa:

Students develop new understanding through a process of active construction. They do not passively receive or copy curriculum content; rather, they actively process it by relating it to what they already know (or think they know) about the topic.

Pernyataan NCSS tersebut membawa implikasi kepada guru bahwa dalam proses pembelajaran guru dituntut memiliki kemampuan membuat perencanaan pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar secara aktif bukan hanya sekedar hafalan, tetapi mendorong siswa agar memahami apa yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya.

C. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial