• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBELAJARAN IPS TERPADU TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERMAKNA PADA SISWA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PEMBELAJARAN IPS TERPADU TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERMAKNA PADA SISWA."

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBELAJARAN IPS TERPADU TERHADAP

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN

BERMAKNA PADA SISWA

(Penelitian Eksperimen Kuasi di SMP Negeri 4 Cianjur)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Oleh:

YUYUN KURNIASARI

1204762

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I

Prof. Dr. H. Dadang Supardan, M.Pd

NIP. 19570408 198403 1003

Pembimbing II

Prof. Dr. H. Bunyamin Maftuh, M.Pd., M.A.

NIP. 19620702 198601 1002

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Prof. Dr. H. Bunyamin Maftuh, M.Pd., M.A.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

tesis yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan

Kemampuan Berpikir Kritis dan Bermakna pada Siswa”.

Tesis ini disusun untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh

gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Sosial, Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan pengetahuan,

khususnya dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan bermakna

pada siswa melalui proses pembelajaran IPS Terpadu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya tesis ini tidak lepas

dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih

dan penghargaan yang tulus ikhlas kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Bunyamin Maftuh, M.Pd., M.A. sebagai Ketua Prodi

Pendidikan IPS sekaligus sebagai pembimbing II yang dengan tulus

memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dan kemudahan kepada penulis

dalam penyusunan Tesis ini.

2. Bapak Prof. Dr. H. Dadang Supardan, M.Pd. sebagai pembimbing I dan

Pembimbing Kajian Mandiri yang telah memberikan bimbingan, arahan,

dan masukan serta motivasi kepada penulis demi kelancaran pembuatan

Tesis ini.

3. Direktur dan asisten direktur Sekolah Pascasarjana UPI yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti studi di Sekolah

(4)

4. Direktur P2TK Kemdikbud yang telah memfasilitasi penulis untuk dapat

mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana UPI Bandung

5. Kepala SMP Negeri 4 Cianjur beserta dewan guru dan staf Tata Usaha yang

telah memberikan bantuan dan izin kepada penulis dalam melaksanakan

penelitian.

6. Suami tercinta, Jaja Sutarja, M.Pd. dan anak-anak tersayang: Muhammad Azka Mubarok, Qurrotu’Aini Zahran dan Fadhilla Ramadhani atas doa, motivasi, pengertian dan pengorbanan yang telah diberikan kepada penulis.

7. Seluruh keluarga besar: Ibunda alm, ayahanda, kakak dan adik atas inspirasi,

doa dan motivasinya yang tiada henti kepada penulis

8. Sahabat dan rekan yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala

bantuan dan perhatian kepada penulis.

Semoga segala kebaikan, bantuan dan dorongan yang diberikan menjadi

amal yang mendapat balasan lebih baik dari Allah SWT. Aamiin. Akhirnya,

penulis menyadari bahwa tesis ini tidak luput dari kekurangan dan kelemahan

sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun

sehingga tesis ini dapat bermanfaat.

Bandung, Januari 2014

Penulis,

(5)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRACT

The Influence of Integrated Social Studies Learning on the Increase of Critical Thinking Skills and Meaningful Learning to Students ( Quasi- Experimental Research in SMP Negeri 4 Cianjur ). Yuyun Kurniasari, NIM 1204762.

Supervisor I Prof. Dr.. H.Dadang Supardan, M.Pd. Supervisor II Prof. Dr.. H. Bunyamin Maftuh, M.Pd., M.A.

This research is motivated by the implementation of the learning process of

social studies in school which is not optimally in developing critical thinking

skills and meaningful learning to students. The implementation of Social Studies

learning has still carried out separately as the field of geography, sociology,

history, and economics study. The aim of this research is to determine the

influence of Integrated Social Studies learning on the increase of critical thinking

skills and meaningful learning to students. The method used quasi-experimental

research with Nonequivalent Control Group Design. One class was chosen as the

experimental class with Integrated learning Social Studies implementation and the

other as control class with separated learning social studies implementation. The

techniques of data collection used tests supported by observation and

questionnaire. The techniques of data analysis to test the research hypothesis used

SPSS 16 version with analysis tools: normality test, homogeneity test, parametric

analysis by t test, and gain. The results of the research showed that the Integrated

Social learning influences the increased critical thinking skills and meaningful

learning to students. Integrated Social learning is recommended as an alternative

to learning that can improve critical thinking skills and meaningful learning to

students .

(6)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan

Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa (Penelitian Eksperimen Kuasi di SMP

Negeri 4 Cianjur). Yuyun Kurniasari, NIM 1204762. Pembimbing I

Prof. Dr. H.Dadang Supardan, M.Pd. Pembimbing II Prof. Dr. H. Bunyamin

Maftuh, M.Pd., M.A.)

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pelaksanaan proses pembelajaran IPS di

sekolah yang kurang optimal dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis

dan belajar bermakna pada siswa. Pelaksanaan pembelajaran IPS juga masih

dilaksanakan secara terpisah sesuai bidang kajian geografi, sosiologi, sejarah, dan

ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran IPS

Terpadu terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis dan bermakna pada

siswa. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian eksperimen

kuasi dengan desain Nonequivalent Control Group Design. Satu kelas dipilih

sebagai kelas eksperimen dengan pembelajaran IPS Terpadu dan satu kelas

kontrol dengan pembelajaran IPS secara terpisah. Teknik pengumpulan data yang

digunakan berbentuk hasil tes yang didukung oleh observasi dan angket. Teknik

analisa data tes untuk menguji hipotesis penelitian menggunakan SPSS versi 16

dengan alat analisis: uji normalitas, uji homogenitas, analisis parametris dengan

uji t, serta gain . Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran IPS Terpadu

berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis dan bermakna pada

siswa. Pembelajaran IPS Terpadu ini direkomendasikan sebagai alternatif

pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan bermakna

(7)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(8)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang

ilmu-ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum,dan

budaya. Wesley (Zevin, 2007: 5) menyatakan bahwa “the social studies are the social sciences simplified for pedagogical purposes”. Definisi tersebut menunjukkan bahwa ilmu-ilmu sosial adalah yang membentuk inti dari mata

pelajaran IPS. Kompetensi Dasar IPS di tingkat Sekolah Menengah Pertama

(SMP), meliputi bahan kajian: sosiologi, sejarah, geografi, dan ekonomi. Bahan

kajian itu menjadi mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).

IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang yang mengkaji seperangkat

peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial.

Permendiknas RI No. 22 tahun 2006 (Sapriya, 2012: 201) memuat tujuan IPS

SMP adalah agar anak didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (a) mengenal

konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya;

(b) memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,

inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial; (c)

memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan;

dan (d) memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi

dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Menurut Numan Somantri (2001:44), pengembangan pendidikan IPS untuk

kalangan sekolah menengah, dimaksudkan untuk: (1) menekankan tumbuhnya

nilai kewarganegaraan, moral ideologi negara dan agama; (2) menekankan pada

isi dan metode berfikir ilmuwan sosial; (3) menekankan reflective inquiry; dan (4)

mengambil kebaikan dari butir 1,2, dan 3 di atas.

Pendidikan IPS berusaha mengintegrasikan materi dari berbagai ilmu sosial

(9)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pendidikan IPS merupakan aspek penting dari ilmu-ilmu sosial yang dipilih dan

diadaptasikan untuk digunakan dalam pembelajaran di sekolah. Dalam

pembelajaran IPS siswa dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap, dan

kepekaan untuk menghadapi hidup dengan tantangan-tantangannya. Selanjutnya

diharapkan bahwa mereka kelak mampu bertindak secara rasional dalam

memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Sumaatmaja (1980:20) menyatakan

bahwa mata pelajaran IPS bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik

agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap

mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil

mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya

sendiri maupun yang menimpa kehidupan masyarakat.

Pembelajaran IPS merupakan wadah yang tepat untuk mengembangkan

kemampuan sosial. Melalui pembelajaran IPS siswa diajarkan dan dididik untuk

memahami lingkungan dan fenomena sosial sehari-hari agar mampu untuk

merespon secara efektif. Tujuan idealnya, pendidikan IPS akan menjadi jalan bagi

kehidupan yang lebih bermakna bagi siswa dan membuat siswa mampu untuk

membuat kehidupan sosial lebih baik pada saat ini dan nanti.

Dalam upaya mewujudkan tujuan ideal Pendidikan IPS tersebut di

atas,maka diperlukan kemampuan berpikir kritis. Implikasinya dalam pendidikan

adalah bahwa dalam proses pembelajaran harus dilakukan suatu pendekatan yang

dapat mendorong siswa mengembangkan kemampuan berpikirnya. Al Muchtar

(2013) menegaskan bahwa kemampuan berpikir merupakan proses keterampilan

yang dapat dilatihkan melalui penciptaan suasana pembelajaran yang kondusif

yang akan merangsang siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir.

Guru sebagai ujung tombak pendidikan, dituntut untuk dapat memberikan

kesempatan kepada siswa untuk berpikir, yang akan membantu siswa aktif

(10)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

berlangsung, guru harus mengajak dan mengkondisikan siswa untuk berpikir” sehingga siswa dapat mengoptimalkan kemampuan berpikirnya.

Hal senada, dikemukakan oleh Wiriaatmadja (2002: 307-308) yang

menyatakan bahwa proses belajar mengajar ilmu-ilmu sosial akan tangguh

apabila melakukan banyak kegiatan aktif seperti:

1. Belajar mengajar aktif harus dengan berpikir reflektif dan pengambilan keputusan selama kegiatan berlangsung, karena proses pembelajaran berlangsung dengan cepat dan peristiwa dapat berkembang tiba-tiba.

2. Melalui proses belajar aktif, peserta didik lebih mudah mengembangkan dan memahami pengetahuan baru mereka.

3. Proses belajar aktif membangun kebermaknaan pembelajaran yang diperlukan agar peserta didik dapat mengembangkan pemahaman sosialnya. 4. Peran guru secara bertahap bergeser dari berbagai sumber pengetahuan atau

model kepada peranan yang tidak menonjol untuk mendorong peserta didik agar mandiri dan disiplin.

5. Menekankan proses pembelajaran dengan kegiatan aktif di lapangan untuk mempelajari kehidupan nyata dengan menerapkan bahan untuk keterampilan yang ada di lapangan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diperoleh pemahaman yang jelas bahwa

pembelajaran IPS yang mendorong siswa belajar aktif, disamping memfasilitasi

agar siswa dapat mengoptimalkan kemampuan berpikirnya, juga akan

membangun kebermaknaan belajar bagi siswa itu sendiri dalam upaya

mengembangkan pemahaman sosial.Belajar akan bermakna jika anak mengalami

langsung apa yang dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak indera

daripada hanya mendengarkan penjelasan guru.

Fink (dalam Alexon, 2009: 7-8) menyatakan bahwa pengalaman belajar

bermakna mempunyai karakteristik dari sisi proses dan hasil. Pembelajaran

bermakna dari sisi proses, harus berorientasi pada pembelajaran yang

diselenggarakan sambil melakukan (bekerja) dengan keterlibatan siswa secara

(11)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pada siswa setelah mengikuti proses pembelajaran atau setelah siswa tersebut

tamat dalam jenjang pendidikan tertentu. Apa yang dipelajari siswa berpotensi

untuk dimanfaatkan dalam kehidupan siswa, baik kehidupan pribadi, masyarakat,

atau mempersiapkan untuk masuk dunia kerja.

Kenyataan di lapangan, menunjukkan bahwa terdapat masalah dalam proses

pembelajaran IPS di sekolah-sekolah dewasa ini. Hasil penelitian Numan

Somantri (2001:39) diperoleh indikasi dan kesimpulan bahwa:

1. Pendekatan ekspositori sangat menguasai keseluruhan proses belajar-mengajar. Kalaupun ada diskusi dalam proses belajar-mengajar, hal itu tidak ada hubungannya dengan prosedur berpikir ilmuwan sosial

2. Hierarki belajar hampir tidak ditemui baik dalam penyusunan satuan pelajaran, proses belajar, konstruksi tes

3. Tingkat pengetahuan sebagian besar siswa berada pada fakta dan konsep. Generalisasi hampir tidak digunakan baik dalam proses pembelajaran, evaluasi, maupun buku pelajaran.

4. Penyebaran tujuan pembelajaran IPS tidak memungkinkan siswa untuk belajar aktif, apalagi mengalami proses pengkajian tingkat kebenaran suatu generalisasi, suatu pengalaman yang sangat diperlukan untuk membiasakan dalam proses berpikir ilmu sosial maupun berpikir, bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang baik.

5. Mata pelajaran sejarah dan ilmu-ilmu sosial lainnya sangat membosankan dan kurang membantu dalam pemanfaatannya dalam kehidupan bermasyarakat

Dari hal tersebut di atas, dapat diperoleh gambaran bahwa pembelajaran IPS

di sekolah-sekolah dewasa ini kurang mendorong terhadap pengembangan

berpikir kritis siswa. Pembelajaran IPS kurang mendorong terhadap kemampuan

berpikir kritis siswa karena pada proses pembelajaran siswa hanya “menerima”

saja. Proses pembelajaran sebagian besar masih menjadikan siswa tidak bisa,

menjadi bisa. Kegiatan belajar berupa kegiatan menambah pengetahuan, kegiatan

menghadiri, mendengar dan mencatat penjelasan guru, serta menjawab secara

(12)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

diimplementasikan pada tataran proses menyampaikan, memberikan, mentransfer

ilmu pengetahuan dari guru kepada siswa.

Perlunya mengembangkan kemampuan berpikir kritis di sekolah diakui oleh

sejumlah ahli pendidikan. Terdapat beberapa alasan yang menjadi pertimbangan

mengapa berpikir kritis merupakan suatu yang penting dalam pendidikan modern.

Tilaar (2011:17) menemukan sedikitnya ada empat alasan pentingnya berpikir

kritis, yaitu:

1. Mengembangkan berpikir kritis di dalam pendidikan, berarti kita memberikan penghargaan kepada peserta didik sebagai pribadi (respect as person).

2. Berpikir kritis merupakan tujuan yang ideal dalam pendidikan karena mempersiapkan peserta didik untuk kehidupan kedewasaannya.

3. Pengembangan berpikir kritis dalam proses pendidikan merupakan suatu cita-cita tradisional.

4. Berpikir kritis merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan di dalam kehidupan demokratis.

Masalah lain yang dihadapi dalam pembelajaran IPS adalah pembelajaran

menjadi kurang bermakna karena IPS dipandang sebagai “mata pelajaran hafalan”

sehingga siswa pasif dan membosankan. Ausubel (1961:501) berpendapat bahwa

guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar

bermakna. Mereka yang berada pada tingkat pendidikan dasar, akan lebih

bermanfaat jika siswa diajak beraktifitas, dilibatkan langsung dalam kegiatan

pembelajaran. Sedangkan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi, akan lebih

efektif jika menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram dan

ilustrasi. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari kegiatan mengajar ditandai oleh

terjadinya hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi

baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa.

Ahmadi (2011:1) menyatakan bahwa “proses belajar tidak sekedar

menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi lebih merupakan

(13)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah

dilupakan.

Hal senada dinyatakan oleh Yani (2010: 9) bahwa “belajar dengan cara dihafal selain tidak menarik juga akan mudah dilupakan dan tidak memiliki

makna bagi siswa”. Menurut Yani, infomasi baru yang diterima oleh siswa dapat dikatakan tidak bermakna karena tidak dihubungkan dengan pengetahuan yang

telah diketahui siswa sebelumnya.

Menurut Mukhayat (dalam Yani, 2010: 11), belajar dengan menghafal tidak

akan menuntut aktivitas berpikir siswa, bahkan akan berakibat buruk pada

perkembangan mental siswa. Dalam belajar, siswa cenderung akan mencari

gampangnya saja. Anak kehilangan sense of learning, kebiasaan yang membuat

siswa bersikap pasif atau menerima begitu saja apa adanya. Hal ini akan

mengakibatkan siswa tidak terbiasa untuk berpikir kritis.

Dengan kata lain, belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami langsung

apa yang dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya

mendengarkan orang/guru menjelaskan. Jadi, Informasi mengenai peristiwa, fakta,

konsep, dan generalisasi dalam Pendidikan IPS tidak diterima begitu saja dari

guru tetapi merupakan hasil dari aktivitas belajar siswa itu sendiri.

Pembelajaran yang lebih banyak menuntut aktivitas belajar siswa, bukan

hanya menerima saja, akan mendorong perkembangan kemampuan berpikir kritis

siswa itu sendiri. Kemampuan berpikir kritis perlu dengan sengaja dikembangkan

agar kemampuan berpikir siswa itu dapat berkembang mencapai kapasitas optimal

sehingga kecenderungan siswa bersikap pasif selama proses pembelajaran, hanya

menerima begitu saja setiap informasi yang diperolehnya dapat dihindari.

Disamping kurang mendorong kemampuan berpikir kritis siswa dan kurang

bermakna, pembelajaran IPS masih memiliki kelemahan lainnya. IPS merupakan

integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial yang mengisyaratkan adanya penerapan

pendekatan interdisipliner/terpadu dalam pembelajaran, tetapi dalam

(14)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

masih dilaksanakan secara terpisah. Pencapaian Standar Kompetensi dan

Kompetensi Dasar mata pelajaran IPS masih dilakukan sesuai dengan bidang

kajian masing-masing yang meliputi bidang kajian sosiologi, sejarah, geografi,

dan ekonomi tanpa ada keterpaduan di dalamnya. Hal ini tentu saja menghambat

ketercapaian tujuan IPS itu sendiri yang dirumuskan atas dasar realitas dan

fenomena sosial yang membutuhkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek

dan cabang-cabang ilmu sosial, yaitu sosiologi, sejarah, geografi, dan ekonomi.

Belum adanya keterpaduan dalam pembelajaran IPS ini disebabkan antara

lain : (1) kurikulum IPS itu sendiri tidak menggambarkan satu kesatuan yang

terintegrasi, melainkan masih terpisah-pisah antarbidang ilmu-ilmu sosial; (2)

latar belakang guru yang mengajar merupakan guru disiplin ilmu seperti geografi,

sejarah, ekonomi, dan sosiologi, antropologi sehingga sangat sulit untuk

melakukan pembelajaran yang memadukan antardisiplin ilmu tersebut; serta (3)

terdapat kesulitan dalam pembagian tugas dan waktu pada masing-masing guru

”mata pelajaran” untuk pembelajaran IPS secara terpadu. (4) meskipun

pembelajaran terpadu bukan merupakan hal yang baru namun para guru di sekolah

tidak terbiasa melaksanakannya sehingga ”dianggap” hal yang baru

(Depdiknas:2006).

Idealnya, konsep-konsep ilmu sosial yang diseleksi dan diadaptasi ke dalam

Pendidikan IPS ini dipelajari secara terpadu menjadi satu kesatuan sebagaimana

dinyatakan oleh Sapriya (2012:12) bahwa Pendidikan IPS merupakan “seleksi dan integrasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan disiplin ilmu-ilmu lain yang relevan,

dikemas secara psikologis, ilmiah, pedagogis, dan sosio-kultural untuk tujuan

pendidikan”. Implikasi dari pernyataan tersebut, maka pembelajaran IPS

merupakan integrasi dari disiplin ilmu sosial dan disiplin ilmu lain yang relevan.

Numan Somantri (2001:111) secara lebih tegas lagi menyatakan bahwa IPS

merupakan suatu synthetic discipline, yaitu mengkaji hubungan interdisipliner

antara disiplin ilmu-ilmu sosial dan disiplin ilmu-ilmu pendidikan untuk tujuan

(15)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Masih menurut Sapriya (2012:13) bahwa “Pendidikan IPS memiliki kekhasan dibandingkan dengan mata pelajaran lain sebagai disiplin ilmu, yaitu

kajian yang bersifat terpadu (integrated), interdisipliner, multidimensional bahkan

cross-disipliner”. Karakteristik ini terlihat dari perkembangan Pendidikan IPS sebagai mata pelajaran di sekolah yang cakupan materinya semakin meluas

seiring dengan semakin kompleks dan rumitnya permasalahan sosial yang

memerlukan kajian secara terintegrasi dari berbagai disiplin ilmu sosial, ilmu

pengetahuan alam, teknologi, humaniora, lingkungan, bahkan sistem kepercayaan.

Model pembelajaran terpadu merupakan salah satu model implementasi

kurikulum yang dianjurkan untuk diaplikasikan pada semua jenjang pendidikan,

mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD/MI) sampai dengan Sekolah Menengah

Atas (SMA/MA). Pemerintah terus berupaya melakukan penyempurnaan

kurikulum. Kurikulum 2013 adalah kurikulum terbaru yang merupakan

pengembangan dari kurikulum sebelumnya untuk merespon berbagai tantangan

tantangan internal dan eksternal, secara terbatas mulai dilaksanakan tahun 2013

pada sekolah-sekolah yang memenuhi persyaratan dan ditetapkan secara selektif.

Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar mata pelajaran IPS pada Kurikulum 2013

berasal dari struktur keilmuan geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi, yang

dikemas sedemikian rupa sehingga dapat dikembangkan menjadi pokok bahasan

atau topik (tema) tertentu. Model pembelajaran terpadu pada hakikatnya

merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik

baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan

menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik (Depdikbud,

2013:12).

Melalui pembelajaran terpadu peserta didik dapat memperoleh pengalaman

langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan

memproduksi kesan-kesan tentang hal-hal yang dipelajarinya. Dengan demikian,

peserta didik terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang

(16)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pengalaman belajar yang dirancang guru sangat berpengaruh terhadap

kebermaknaan pengalaman bagi para peserta didik.

Berdasarkan pengalaman penulis selama bertugas di SMP Negeri 4 Cianjur,

pembelajaran IPS masih dilaksanakan guru secara terpisah menurut bidang kajian

yang meliputi geografi, sosiologi, sejarah, dan ekonomi. Padahal pada jenjang

SMP, mata pelajaran IPS disampaikan melalui pendekatan interdisipliner. Hal ini

tentu saja berpengaruh pada pola pikir siswa yang memandang suatu

permasalahan hanya dari satu sisi saja. Pendekatan ekspositorik dalam proses

pembelajaran IPS masih tetap dilaksanakan. Pembelajaran IPS yang berlangsung

di sekolah masih berpola belajar menghafal (rote learning), sehingga

pembelajaran menjadi tidak menarik, mudah dilupakan, dan tidak bermakna bagi

siswa.

Siswa juga hanya menerima apa yang disampaikan oleh guru selama proses

pembelajaran berlangsung. Partisipasi siswa dalam proses pembelajaran sangat

kurang. Hal ini dimungkinkan karena pembelajaran yang disajikan kurang

menarik, atau kemampuan siswa untuk berpikir kritis sangat terbatas.

Hal ini tentu saja tidak bisa dibiarkan. Guru dituntut agar dapat melakukan

inovasi dalam proses pembelajaran sehingga pada akhirnya proses pembelajaran

menjadi bermakna. Di sisi lain, kemampuan berpikir kritis siswa juga perlu

dikembangkan secara optimal dalam proses pembelajaran.

Dari latar belakang tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan

Kemampuan Berpikir Kritis dan Bermakna Pada Siswa ( Penelitian Eksperimen

Kuasi di SMP Negeri 4 Cianjur)

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Masalah pembelajaran IPS tersebut di atas, tidak muncul oleh karena satu

penyebab. Banyak faktor yang menyebabkan masalah pembelajaran yang kurang

(17)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sudah dinyatakan pada latar belakang masalah, pada intinya masalah tersebut

berada pada faktor guru dan proses pembelajaran.

Masalah yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini adalah pengaruh

pembelajaran IPS Terpadu terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis dan

bermakna pada siswa SMP. Secara lebih khusus, penelitian ini akan mengkaji

mengenai pengaruh pembelajaran IPS terpadu terhadap peningkatan kemampuan

berpikir kritis siswa, pengaruh pembelajaran IPS terpadu terhadap peningkatan

pembelajaran bermakna, dan pengaruh pembelajaran IPS terpadu terhadap

peningkatan kemampuan berpikir kritis dan bermakna pada siswa SMP.

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam identifikasi masalah, maka

permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah ada pengaruh yang signifikan pembelajaran IPS Terpadu terhadap

peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa di SMP Negeri 4 Cianjur?

2. Apakah ada pengaruh yang signifikan pembelajaran IPS Terpadu terhadap

peningkatan pembelajaran bermakna pada siswa di SMP Negeri 4 Cianjur ?

3. Apakah ada pengaruh yang signifikan pembelajaran IPS Terpadu terhadap

peningkatan kemampuan berpikir kritis dan bermakna pada siswa di SMP

Negeri 4 Cianjur ?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran

mengenai peningkatan kompetensi berpikir kritis siswa dan bermakna pada

pembelajaran IPS terpadu. Secara khusus, penelitian ini bertujuan:

1. Menganalisis pengaruh pembelajaran IPS Terpadu terhadap peningkatan

kemampuan berpikir kritis siswa.

2. Menganalisis pengaruh pembelajaran IPS Terpadu terhadap peningkatan

pembelajaran bermakna pada siswa.

3. Menganalisis pengaruh pembelajaran IPS Terpadu terhadap peningkatan

(18)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

D. Manfaat/Signifikansi Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat,

yaitu:

a. Manfaat Teoritis

Memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya peningkatan

pembelajaran IPS. Hasil temuan dalam penelitian ini diharapkan menjadi

bahan kajian dan diskusi mengenai pengembangan pembelajaran IPS Terpadu

dalam upaya mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan bermakna pada

siswa. Dewasa ini, Pendidikan IPS dihadapkan pada tantangan untuk berperan

dalam meningkatkan kemampuan dan optimalisasi potensi berpikir.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan

1. Memberikan kontribusi pemikiran dalam optimalisasi pengembangan

kompetensi guru IPS dalam melaksanakan pembelajaran, terutama yang

berkaitan dengan pelaksanaan IPS Terpadu. Diharapkan juga bagi

peneliti lainnya dapat bermanfaat dan memberi masukan bagi peneliti

selanjutnya dalam melakukan penelitian yang sama.

2. Memberikan pengalaman baru bagi siswa dengan penerapan pendekatan

terpadu dalam pembelajaran IPS sehingga pembelajaran menjadi

bermakna, dan diharapkan dapat menumbuhkan kemampuan

memecahkan masalah, kemampuan bekerjasama, dan kemampuan

berkomunikasi yang dapat melatih serta merangsang siswa untuk

mengembangkan daya nalar secara kritis

E. Struktur Organisasi Tesis

Tesis ini terdiri dari lima bab. Bab I merupakan pendahulan yang terdiri dari

latar belakang masalah, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat/signifikansi penelitian, dan struktur organisasi tesis.

Latar belakang masalah membahas mengenai alasan perlu ditelitinya

(19)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tersebut baik secara teoritis maupun empiris. Identifikasi dan perumusan masalah

berisi mengenai rumusan dan analisis masalah bedasarkan paparan yang terdapat

pada latar belakang penelitian. Tujuan penelitian menyajikan hasil yang ingin

dicapai setelah penelitian selesai dilakukan sesuai dengan paparan yang terdapat

pada rumusan masalah. Manfaat penelitian merupakan manfaat yang ingin

diperoleh setelah penelitian selesai dilakukan. Struktur organisasi tesis berisi

rincian tentang urutan penulisan dari setiap bab dan bagian bab dalam tesis mulai

dari Bab I sampai Bab terakhir.

Bab II terdiri dari kajian pustaka. Kajian pustaka dalam tesis ini secara garis

besar merupakan kajian teoritik yang menjelaskan mengenai pengertian dan

indikator berpikir kritis, pengertian dan tahapan pembelajaran bermakna,

pengertian dan karakteristik, serta model pembelajaran terpadu dalam IPS,

pendekatan terpadu dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan

bermakna. Dalam bab ini diuraikan juga mengenai hasil penelitian terdahulu yang

relevan, kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian.

Bab III berisi metode penelitian yang digunakan penulis,meliputi lokasi dan

sampel penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional,

instrument penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data,

dan analisis data. Lokasi dan sampel penelitian adalah lokasi/tempat

dilakukannnya penelitian. Definisi operasional adalah rumusan setiap variabel

penelitian yang meliputi definisi operasional pembelejaran IPS terpaadu, berpikir

kritis dan belajar bermakna. Proses pengembangan instrumen antara lain meliputi

pengujian validitas, reliabilitas, daya beda, tingkat kesukaran. Analisis data berisi

laporan secara rinci tahap-tahap analisis data, serta teknik yang digunakan dalam

analisis data.

Bab IV memaparkan hasil penelitian dan pembahasan. Terdiri dari analisis

data untuk menghasilkan temuan berkaitan dengan masalah penelitian, pertanyaan

penelitian, hipotesis, tujuan penelitian dan pembahasan atau analisis temuan.

(20)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Bab V berisi kesimpulan dan saran. Pada bab ini dipaparkan kesimpulan

dari hasil penelitian dan pembahasan. Kesimpulan berhubungan dengan rumusan

masalah yang dipaparkan dalam Bab I. Saran atau rekomendasi ditujukan kepada

para pembuat kebijakan, kepada para pengguna hasil hasil penelitian, dan kepada

(21)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian

Penelitian dilakukan di SMP Negeri 4 Cianjur yang beralamat di Jl.

Adi Sucipta No. 2 Cianjur Kabupaten Cianjur – Jawa Barat. Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 4 Cianjur semester 1 Tahun

Pelajaran 2013/2014 sebanyak 835 orang. Terdiri dari kelas VII yang

berjumlah 316 orang (delapan kelas), kelas VIII berjumlah 276 orang (enam

kelas) , dan kelas IX berjumlah 243 orang (enam kelas).

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan

teknik purposive sampling, sebanyak 2 kelas dari 20 kelas yang ada di SMP

Negeri 4 Cianjur. Sugiyono (2009:124) menyatakan bahwa, “Sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu”.

Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII D dan VII G. Kelas VII D

sebagai kelompok eksperimen dan kelas VII G sebagai kelompok kontrol..

Pemilihan dua kelas tersebut didasarkan pada kriteria kelas unggulan yang

ditetapkan oleh sekolah.

Tabel 3.1. Perhitungan Pengambilan Sampel

Kelas Jumlah Sampel

VII D 40

VII G 39

Jumlah 79

B. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain Nonequivalent Control Group

(22)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

penelitian pendidikan karena peneliti menggunakan kelompok yang sudah

ditentukan. Dalam penelitian ini diambil dua kelompok siswa, yaitu

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan pembelajaran yang

berbeda. Kelompok yang satu merupakan kelompok eksperimen, yaitu

kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran IPS dengan pendekatan

terpadu. Sedangkan kelompok lain adalah kelompok kontrol yang tidak diberi

perlakuan seperti kelompok eksperimen, tetapi menggunakan pembelajaran

IPS yang masih terpisah antara kajian geografi, sosiologi, sejarah, dan

ekonomi. Kedua kelompok diberikan pretest dan posttest, dengan

menggunakan instrumen tes yang sama. Pada tahap selanjutnya adalah

membandingkan perbedaan skor rerata antara kelompok eksperimen dengan

kelompok kontrol. Desain penelitian tersebut berbentuk:

Tabel 3.2 Desain Penelitian

Kelompok Pretes Perlakuan Posttest

Eksperimen O X O

Kontrol O - O

Sumber: diadaptasi dari Sugiyono(2009:116)

Keterangan:

O : Tes awal (sebelum perlakuan)/tes akhir (setelah perlakuan)

pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

X : Perlakuan dengan melaksanakan pembelajaran IPS Terpadu

di kelas eksperimen.

Desain proses pembelajaran IPS pada kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol secara lebih jelas digambarkan pada tabel 3.3 sebagai

(23)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tabel 3.3

Desain Proses Pembelajaran

Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

- Pretest

3. Siswa belajar IPS Terpadu dengan melakukan diskusi kelompok

4. Latihan soal dan evaluasi sesuai tema

3. Siswa belajar IPS secara terpisah dengan melakukan diskusi kelompok

4. Latihan soal dan evaluasi melalui LKS

5. Guru menutup pembelajaran -Posttest

- Kuesioner

C. Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian

eksperimen kuasi, karena mengujicobakan perlakuan pembelajaran IPS

Terpadu di dalam kelas. Dalam penelitian ini, unsur manipulasi perlakuan

yaitu pelaksanaan pembelajaran IPS Terpadu yang dilakukakn peneliti untuk

mengetahui seberapa jauh pengaruh pembelajaran IPS Terpadu dalam

meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan pembelajaran bermakna pada

(24)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Penelitian ini menggunakan eksperimen kuasi karena penelitian yang

dilakukan tidak memungkinkan untuk meneliti semua variabel bebas yang

mempengaruhi variabel terikat karena keterbatasan waktu maupun biaya.

D. Definisi Operasional

Sesuai dengan judulnya, maka variabel yang akan diteliti adalah

pendekatan terpadu dalam pembelajaran IPS, berpikir kritis dan pembelajaran

bermakna. Berikut akan diuraikan definisi operasional yang terkait dengan

variabel-variabel penelitian yang akan diteliti.

1. Pembelajaran IPS Terpadu

Pembelajaran IPS Terpadu pada hakikatnya merupakan suatu sistem

pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual

maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta

prinsip-prinsip secara holistik dan otentik (Kemdikbud, 2013:126).

Pada pembelajaran IPS Terpadu, program pembelajaran disusun dari

berbagai cabang ilmu dalam rumpun ilmu sosial. Pengembangan

pembelajaran terpadu, dalam hal ini, dapat mengambil suatu topik dari suatu

cabang ilmu tertentu, kemudian dilengkapi, dibahas, diperluas, dan

diperdalam dengan cabang-cabang ilmu yang lain. Kompetensi Dasar IPS di

tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), meliputi bahan kajian: sosiologi,

sejarah, geografi, dan ekonomi. Bahan kajian itu menjadi mata pelajaran Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS).

2. Berpikir Kritis

Menurut Ennis (1992), berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir

yang terjadi pada seseorang serta bertujuan untuk membuat

keputusan-keputusan yang rasional mengenai sesuatu yang dapat ia yakini

kebenarannya. Keterampilan-keterampilan berpikir kritis merupakan

kemampuan-kemampuan pemecahan masalah yang menghasilkan

(25)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Indikator kemampuan berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian

ini adalah indikator kemampuan berpikir kritis yang dikembangkan oleh

Ennis. Dari duabelas indikator dipilih sebanyak tujuh indikator, yaitu (1)

memfokuskan pertanyaan; (2) bertanya dan menjawab pertanyaan tentang

suatu penjelasan dan menantang; (3) mendefinisikan istilah; (4) membuat

induksi dan mempertimbangkan hasil deduksi; (5) membuat dan

mempertimbangkan nilai keputusan; (6) mengobservasi dan

mempertimbangkan hasil observasi; dan (7) menentukan suatu tindakan

3. Pembelajaran Bermakna

Titik tolak pembelajaran bermakna adalah pandangan Ausubel dan

Robinson (Dahar, 2011: 95), yang menyatakan bahwa proses pertama dalam

belajar bermakna adalah pemilahan (subsumption), di mana materi baru

berhubungan dengan gagasan yang relevan dan telah dimiliki seseorang

dalam struktur kognitifnya. Ahmad Yani (2011), menyatakan bahwa dalam

proses subsumption, makna diperoleh melalui pengorganisasian pengetahuan

yang telah dimiliki oleh siswa sebelumnya untuk kemudian dihubungkan

dengan pengetahuan baru. Dengan demikian, suatu pembelajaran dikatakan

bermakna jika siswa dapat menerima kebermaknaan secara logis dari apa

yang dipelajarinya dengan gagasan yang ada dalam struktur kognitifnya.

Indikator belajar bermakna yang digunakan dalam penelitian ini adalah

indikator belajar bermakna yang dikembangkan Yani (2011) dengan merujuk

pada Ausubel, yaitu: (1) menyebutkan sejumlah konsep dari tema tertentu

yang dipelajari; (2) menghubungkan antara dua konsep atau lebih dari tema

tertentu yang dipelajari; dan (3) menarik kesimpulan makna tentang sesuatu

hal yang dipelajari.

E. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya

Untuk memperoleh data yang refresentatif digunakan dua jenis

(26)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kemampuan berpikir kritis dan pembelajaran bermakna, dan IPS Terpadu,

sedangkan instrumen non tes yaitu lembar observasi selama proses

pembelajaran untuk mengetahui aktivitas guru dan peserta didik, angket,

untuk mengetahui respon guru dan siswa terhadap proses pembelajaran IPS

Terpadu.

1. Tes

Instrumen ini dikembangkan melalui beberapa tahap, yaitu: tahap

pembuatan instrumen dan tahap uji coba instrumen(untuk tes kemampuan

berpikir kritisdan pembelajaran bermakna yang disusun secara terpadu).

a. Tahap Pembuatan Instrumen

Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes buatan guru yang

berbentuk soal uraian. Tes tertulis ini disusun berdasarkan indikator

kompetensi dasar pada materi pelajaran IPS Kelas VII semester ganjil yang

dibuat juga berdasarkan indikator berpikir kritis dan pembelajaran bermakna

yang akan dicapai siswa. Kompetensi dasar tersebut diambil dari Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 karena kurikulum tersebut masih

digunakan di SMP Negeri 4 Cianjur.

Langkah-langkah dalam membuat tes adalah:

1) Menentukan tujuan tes

2) Menentukan acuan yang akan dipakai dalam tes (acuan kriteria atau

acuan norma)

3) Membuat kisi-kisi

4) Membuat soal sesuai kisi-kisi

b. Tahap Uji Coba Instrumen

Instrumen yang telah dibuat, diujicobakan terlebih dahulu agar dapat

diketahui validitas dan reliabilitasnya. Uji coba dilaksanakan pada siswa kelas

(27)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mendapatkan materi tersebut pada waktu kelas VII. Analisis hasil uji coba

instrumen meliputi uji validitas, uji reliabilitas, analisis tingkat kesukaran,

dan analisis daya pembeda. Analisis hasil uji coba instrumen ini dilakukan

dengan menggunakan Anates ver 4.0.

1) Validitas

Item butir soal yang sudah diujicobakan, dihitung validitasnya dengan

cara menghitung korelasi antara skor tiap butir soal (x) dengan skor total (y).

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen tersebut dapat

digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono,

2009:173). Hasil uji validitas kemudian diinterpretasikan seperti berikut ini:

Tabel 3.4

Interpretasi Validitas Item Soal

No Tingkat Hubungan Interval

1 Sangat Kuat 0.80-1,00

2 Kuat 0,60-0,79

3 Sedang 0,40-0,59

4 Rendah 0,20-0,39

5 Sangat Rendah 0,00-0,19

Diadaptasi dari Sugiyono (2009:257)

2) Uji Reliabilitas

Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa

kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama .

Hasil uji reliabilitas kemudian diinterpretasikan seperti berikut ini:

Tabel 3.5

(28)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Batasan Kategori

0,80<ri≤1,00 Tinggi

0,60<ri≤0,80 Cukup

0,40<ri≤0,60 Agak Rendah

0,20<ri≤0,40 Rendah

<ri≤0,20 Sangat Rendah 3) Daya Pembeda

Daya Pembeda sebuah soal merupakan kemampuan suatu soal untuk

membedakan siswa yang belajar dengan siswa yang tidak belajar. Soal yang

memiiki daya pembeda baik bila siswa yang belajar dapat menyelesaikan soal

dengan baik, dan siswa yang tidak belajar tidak dapat menyelesaikan soal

dengan baik. Klasifikasi daya pembeda yang digunakan adalah:

Tabel 3.6

Klasifikasi Daya Pembeda

Rentang Kategori

0,70<DP≤1,00 Sangat Baik

0,40<DP≤0,70 Baik

0,20<DP≤0,40 Cukup 0,00<DP≤0,20 Jelek

Diadaptasi dari Suherman (Ariani, 2013:54)

4) Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran suatu soal menunjukkan bahwa soal tersebut

termasuk kategori sukar, sedang atau mudah, dengan kriteria sebagai berikut:

(29)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Klasifikasi Tingkat Kesukaran

Rentang Kategori

0,70≤TK≤1,00 Mudah

0,31≤TK≤0,70 Sedang

0,00≤TK≤0,30 Sukar

2. Format Observasi

Observasi dilakukan tiap pertemuan dalam pembelajaran terhadap

aktivitas guru dan siswa. Data observasi dicatat dalam lembar observasi.

Instrumen ini digunakan untuk mengetahui aktivitas guru dan siswa yang

menjadi subjek penelitian selama pembelajaran IPS Terpadu. Data yang

diperoleh dari observasi dijadikan sumber kesimpulan penelitian.

Observasi dilaksanakan untuk melihat apakah pembelajaran IPS

Terpadu ini efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan

bermakna. Format observasi yang dibuat disesuaikan dengan indikator yang

akan diukur melalui rentangan antara nilai 1 sampai 4. Skor dihitung dengan

rumus:

(Jumlah Skor yang diperoleh : Skor ideal) x 100%

Skala yang digunakan adalah skala Likert, dengan kriteria interpretasi

skor sebagai berikut:

Tabel 3.8

Kriteria Interpretasi Skor

Persentase Kategori

0% - 20% Sangat Lemah

21% - 40% Lemah

41% - 60% Cukup

(30)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

81% - 100% Sangat Kuat

Diadaptasi dari Riduan (2010:88)

3. Angket/Kuesioner

Penelitian ini juga menggunakan angket sebagai alat pengumpul

datanya, maka yang menjadi sumber data adalah responden. Responden

penelitian ini adalah siswa kelas VII D SMP Negeri 4 Cianjur sebagai

sumber data primer dan guru sebagai sumber data sekunder.

Menurut Sugiyono (2009:199), angket merupakan teknik pengumpulan

data yang dilakukan dengan cara member seperangkat pertanyaan atau

pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Dalam penelitian

ini, penulis menggunakan pertanyaan terbuka (untuk guru) dan pertanyaan

tertutup (untuk siswa). Pertanyaan-pertanyaan tersebut terutama berkaitan

dalam hal tanggapan guru dan siswa terhadap pembelajaran IPS terpadu

kaitannya dengan upaya peningkatan berpikir kritis dan belajar bermakna

pada siswa. Skor yang diperoleh dari angket siswa dihitung dengan rumus:

(Jumlah Skor yang diperoleh : Skor ideal) x 100%

Skala yang digunakan adalah skala Guttman, karena pertanyaan yang

diajukan menghendaki jawaban tegas yaitu setuju atau tidak setuju. Tafsiran

persentasinya (Warsito, 1992:10-11) adalah sebagai berikut:

0% = tidak satupun

1% - 25 % = sebagian kecil

26% - 49% = hampir setengahnya

50% = setengahnya

51% - 75% = sebagian besar

76% - 99% = hampir seluruhnya

100% = seluruhnya

(31)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dalam penelitian ini data diperoleh dari hasil pretest dan pottest,

observasi, dan wawancara mengenai proses pembelajaran IPS Terpadu.

Untuk memperoleh data tersebut, penulis melakukan serangkaian

langkah, yaitu melakukan pretes, posttes, wawancara dan observasi terhadap

sampel yang sudah ditentukan, baik sampel yang mendapat perlakuan

pembelajaran IPS Terpadu (kelompok eksperimen), maupun terhadap sampel

yang tidak mendapat perlakuan (kelompok kontrol). Secara keseluruhan,

teknik pengumpulan data dapat dilihat pada tabel 3.9.

Tabel 3.9

1. Siswa Pembelajaran IPS Terpadu, Keterampilan

(32)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Penghitungan dan analisis data dalam suatu penelitian dimaksudkan

untuk mengetahui makna dari data yang diperoleh dalam rangka memecahkan

masalah penelitian. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data adalah

sebagai berikut:

1. Menyeleksi data hasil tes, baik pretes maupun posttes, hasil observasi

dan hasil wawancara yang terkumpul. Proses ini dilakukan karena

mungkin saja terdapat perbedaan antara jumlah peserta tes dengan jumlah

yang terkumpul, atau terdapat jawaban yang tidak diisi oleh siswa.

2. Memberikan skor pada tiap-tiap butir soal dalam data hasil tes sesuai

dengan kriteria penilaian yang telah ditentukan.

3. Memasukkan atau melakukan input data dari skor tersebut pada program

komputer Microsoft Excel 2007.

4. Selanjutnya data tersebut diolah dan dianalisis dengan statistik dengan

tujuan dapat memperoleh kesimpulan penelitian.

Analisis data dilaksanakan dengan menggunakan program Statistical

Product and Service Solution (SPSS) ver 16 dengan tahapan sebagai berikut:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas data dilaksanakan dengan tujuan agar dapat memperoleh

informasi apakah data berdistribusi normal atau tidak dengan menggunakan

Korelasi Product Moment. Kondisi normalitas menjadi syarat pengujian

hipotesis dengan ststistik parametrik. Selain itu, uji normalitas data juga akan

menentukan langkah yang harus ditempuh selanjutnya, yaitu analisis statistik

apa yang harus digunakan, apakah statistik parametrik atau non-parametrik.

Jika hasil uji tidak normal dan tidak homogen, dilakukan uji non parametrik.

Langkah yang dilakukan adalah dengan menginput dan menganalisa

menggunakan SPSS ver 16.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas data dilaksanakan setelah uji normalitas data. Tujuan

(33)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dari sampel atau populasi yang homogen atau tidak. Selain itu juga untuk

menentukan jenis analisis statistik apa yang selanjutnya digunakan dalam uji

hipotesis data. Karena syarat dari uji statistik parametrik, data penelitian

harus berdistribusi normal dan homogen.

Melakukan Uji Homogenitas untuk menguji kesamaan (homogen)

beberapa bagian sampel. Dalam peneilitian ini perhitungan homogenitas

menggunakan teknik Uji statistic Lavene dibantu dengan program Statistical

Product and Service Solution (SPSS) ver 16 yang membandingkan nilai hasil

pretest dan postest dengan ketentuan jika hitung lebih besar dari taraf

signifikansi 0,05 maka nilai tes tersebut tidak memiliki perbedaan varian/

homogen.

3. Uji Hipotesis penelitian

Uji Hipotesis dalam penelitian ini dihitung dengan uji –t untuk

mengetahui nilai rata-rata dari kedua kelompok tersebut memiliki perbedaan

yang signifikan atau tidak. Jenis analisis statistik yang digunakan untuk

melakukan uji hipotesis dalam rangka mencari kesimpulan ditentukan oleh

hasil uji normalitas dan homogenitas data. Dalam uji hipotesis ini penulis

membandingkan hasil pretes dan posttes kelompok eksperimen

(Pembelajaran IPS Terpadu) dengan kelompok kontrol (Pembelajaran IPS

secara terpisah). Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah ada

pengaruh yang signifikan penggunaan IPS Terpadu terhadap peningkatan

(34)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Berpikir Kritis

1. Definisi dan Indikator Berpikir Kritis

Definisi berpikir kritis mengalami perkembangan seiring pengetahuan yang

bertambah mengenai unsur – unsur penyusun kemampuan berpikir kritis.

Perkembangan definisi berpikir kritis ini dapat diketahui dari sejumlah definisi

yang dirumuskan berikut:

John Dewey (dalam Fisher, 2008:2) menggunakan istilah „berpikir reflektif‟ dan mendefinisikannya sebagai:

Pertimbangan yang aktif , persistent (terus menerus), dan teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dipandang dari sudut alasan – alasan yang mendukungnya dan kesimpulan – kesimpulan lanjutan yang menjadi kecenderungannya.

Edward Glaser salah seorang penulis Watson-Glaser Critical Thinking

Appraisal mengembangkan gagasan Dewey dengan menambahkan komponen

pengetahuan tentang metode – metode pemeriksaan dan penalaran yang logis dan

keterampilan untuk menerapkan metode – metode tersebut dalam upaya keras

untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan bukti

pendukungnya dan kesimpulan – kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya.

Glaser (dalam Fisher, 2008:3), mendefinisikan berpikir kritis sebagai:

(1)suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang; (2) pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis, dan (3) semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut. Berpikir kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya.

(35)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

on deciding what to believe or do”. Menurut pendapat Ennis bahwa berpikir kritis

adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan

apa yang mesti dipercaya atau dilakukan.

Definisi berpikir kritis yang dikembangkan oleh Ennis ini lebih menekankan

pada bagaimana seseorang membuat keputusan atau pertimbangan-pertimbangan.

Selanjutnya Ennis (dalam Sapriya, 2012:144) telah melakukan identifikasi lima

kunci unsur berpikir kritis, yaitu praktis, reflektif, rasional, terpercaya, dan berupa

tindakan. Dengan didasari pemikiran inilah, Ennis merumuskan definisi berpikir

kritis sebagai aktivitas berpikir secara reflektif dan rasional yang difokuskan pada

penentuan apa yang harus diyakini atau dilakukan.

Beberapa ahli mendefinisikan berpikir kritis sebagai bentuk pemikiran

tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills). Berpikir tingkat tinggi terjadi ketika

seseorang mengambil informasi yang tersimpan dalam memori dan saling

terhubungkan atau menata kembali dan memperluas informasi ini untuk mencapai

tujuan atau menemukan jawaban yang mungkin dalam situasi membingungkan

(Al Muchtar, 2013).

Terdapat enam unsur dasar dalam berpikir kritis menurut Ennis (1995: 4-8),

yaitu focus (focus), alasan (reasons), kesimpulan (inference), situasi (situation),

kejelasan (clarity), dan pemeriksaan secara menyeluruh (overview). Penjelasan

mengenai enam unsur dasar tersebut adalah sebagai berikut:

a. Fokus ( focus), merupakan hal pertama yang harus dilakukan untuk

mengetahui informasi. Untuk fokus terhadap permasalahan,diperlukan

pengetahuan. Semakin banyak pengetahuan dimiliki oleh seseorang akan

semakin mudah mengenali informasi.

b. Alasan (reason), yaitu mencari kebenaran dari pernyataan yang akan

dikemukakan. Dalam mengemukakan suatu pernyataan harus disertai dengan

alasan-alasan yang mendukung pernyataan tersebut.

c. Kesimpulan (Inference), yaitu membuat pernyataan yang disertai dengan

(36)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

d. Situasi (situation), yaitu kebenaran dari pernyataan tergantung pada situasi

yang terjadi. Oleh karena itu perlu mengetahui situasi atau keadaan

permasalahan.

e. Kejelasan (clarity), yaitu memastikan kebenaran suatu pernyataan dari situasi

yang terjadi.

f. Pemeriksaan secara menyeluruh (overview), yaitu melihat kembali sebuah

proses dalam memastikan kebenaran pernyataan dalam situasi yang ada

sehingga bisa menentukan keterkaitan dengan situasi lainnya.

Menurut Ennis (dalam Rante, 2008) ada 12 indikator keterampilan berpikir

kritis yang dikelompokkan dalam 5 kelompok keterampilan berpikir seperti pada

tabel 2.2.

Tabel 2.2. Indikator Berpikir Kritis

Berpikir Kritis Sub Berpikir Kritis

1. Memberikan

3. Bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan dan tantangan

1. Membangun keterampilan dasar (basic support)

4. Mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber

5. Mengobservasi dan mempertimbangka hasil observasi

2. Kesimpulan (inference)

6. Membuat deduksi dan

mempertimbangkan hasil deduksi

7. Membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi

(37)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5. Strategi dan taktik (strategi and tactic)

11. Memutuskan suatu tindakan

12. Berinteraksi dengan orang lain

Beyer (Sapriya, 2009:146) menegaskan bahwa ada seperangkat

keterampilan berpikir kritis yang dapat digunakan dalam studi sosial atau untuk

pembelajaran disiplin ilmu-ilmu sosial. Keterampilan-keterampilan tersebut

adalah:

(1)Membedakan antara fakta dan nilai dari suatu pendapat; (2) menentukan reliabilitas sumber; (3) menentukan akurasi fakta dari suatu pernyataan; (4) membedakan informasi yang relevan dari yang tidak relevan; (5) mendeteksi penyimpangan; (6) mengidentifikasi asumsi yang tidak dinyatakan; (7) mengidentifikasi tuntutan dan argumen yang tidak jelas atau samar-samar; (8) mengakui perbuatan yang keliru dan tidak konsisten; (9) membedakan antara pendapat yang tidak dan dapat dipertanggungjawabkan; dan (10) menentukan kekuatan argumen.

Menurut Beyer, sepuluh kunci keterampilan yang ditampilkan di atas

merupakan hasil konsensus dari sejumlah pakar studi sosial, hasil penelitian

dalam proses belajar mengajar, dan pengalaman di ruang kelas. Semua

keterampilan ini telah digunakan di dalam penelitian sebagai indikator dalam

observasi dan penelitian kemampuan berpikir kritis yang diterapkan oleh para

guru studi sosial.

Indikator kemampuan berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini

adalah indikator kemampuan berpikir kritis yang dikembangkan oleh Ennis. Dari

duabelas indikator dipilih sebanyak tujuh indikator, yaitu (1) memfokuskan

pertanyaan; (2) bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan dan

menantang; (3) mendefinisikan istilah; (4) membuat induksi dan

mempertimbangkan hasil deduksi; (5) membuat dan mempertimbangkan nilai

keputusan; (6) mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi; dan (7)

menentukan suatu tindakan.

(38)

Yuyun Kurniasari, 2014

Pengaruh Pembelajaran IPS Terpadu Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Bermakna Pada Siswa

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pembelajaran adalah proses berpikir. Sanjaya (2008: 219) menyatakan

bahwa ”belajar berpikir menekankan kepada proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antara individu dengan lingkungan”. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa pembelajaran berpikir dalam proses pendidikan di

sekolah tidak hanya menekankan kepada akumulasi pengetahuan materi pelajaran,

akan tetapi yang diutamakan adalah kemampuan siswa untuk memperoleh

pengetahuannya sendiri (self regulated).

Asumsi yang mendasari pembelajaran berpikir adalah bahwa pengetahuan

itu tidak datang dari luar, tetapi dibentuk oleh individu itu sendiri dalam struktur

kognitif yang dimilikinya. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran bukanlah

memindahkan pengetahuan dari guru kepada siswa, melainkan suatu aktivitas

yang memungkinkan siswa dapat membangun sendiri pengetahuannya. Menurut

Battencourt (dalam Sanjaya, 2008: 219), proses pembelajaran dalam pembelajaran berpikir adalah ”berpartisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan

mengadakan justifikasi”.

Pengembangan kemampuan berpikir, berkait dengan anggapan bahwa

berpikir merupakan potensi manusia yang perlu secara sengaja dikembangkan

untuk mencapai kapasitas optimal. Menurut Suwarma Al Muchtar (2007:277)

konsep pendidikan berpikir sebagai pendekatan dalam pengembangan pendidikan

lahir atas perlunya pendidikan diperankan untuk mengembangkan kemampuan

berpikir.

Perlunya mengembangkan kemampuan berpikir kritis di sekolah diakui oleh

sejumlah ahli pendidikan. Preston dan Herman (dalam Sapriya, 2012: 145) menyatakan bahwa “inquiri dan keterampilan berpikir kritis tumbuh subur di kelas ketika guru menilai pemikiran-pemikiran yang berbeda dan mendorong siswa untuk berpikir secara bebas”.

Gambar

Tabel 3.1. Perhitungan Pengambilan Sampel
Tabel 3.2 Desain Penelitian
Tabel 3.3 Desain Proses Pembelajaran
Tabel 3.4 Interpretasi Validitas Item Soal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa ciri khas dari pembelajaran tematik antara lain: 1) Pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar;

Proses pelaksanaan penerapan pendekatan saintifik dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran IPS mengalami peningkatan dan perkembangan

Berdasarkan teori model pembelajaran treffinger dan penelitian terdahulu yang relevan, kemampuan berpikir kreatif pembelajaran matematika serta tahap perkembangan siswa

Selain di SMK Widya Bhakti Ruteng, Flores, di tempat-tempat lain, di mana berdasarkan kajian hasil penelitian yang relevan terkait model pembelajaran berbasis masalah (PBM),

Berdasarkan teori model pembelajaran treffinger dan penelitian terdahulu yang relevan, kemampuan berpikir kreatif pembelajaran matematika serta tahap perkembangan siswa

memiliki ciri khas, antara lain: 1)Pengalaman dan kegiatan belajar relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia TK; 2.)Kegiatan-kegiatan

Pendidikan perlu menumbuhkan minat siswa terhadap pelajaran, kemudian memperkenalkan materi pelajaran yang akan diajarkan sembari pembentukan kelompok untuk menilai

Dengan demikian, sebagai guru harus betul-betul memahami karakteristik anak dalam menanamkan pengetahuan konsep dan pengetahuan prosedural, karena anak SD dalam satu kelas tentu