• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

4. Pembelajaran Inovatif

a. Hakikat Pembelajaran Inovatif

Pembelajaran inovatif pada saat ini banyak diburu oleh guru untuk dipelajari dan diterapkan kepada siswa. Terutama pada Kurikulum 2013 pendidik dituntut untuk membuat siswa aktif serta memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran inovatif menjadi salah satu solusinya. Tujuan pembelajaran inovatif yaitu agar siswa dalam pembelajaran tidak mudah bosan karena pembelajaran yang efektif serta melibatkan siswa dalam pembelajaran secara aktif.

Menurut Suyatno (2009: 6), kata inovatif dimaknai sebagai beberapa gagasan dan teknik yang baru. Jadi menurut Suyatno (2009: 6), pembelajaran inovatif merupakan pembelajaran yang dikemas guru atas dorongan gagasan baru untuk melakukan langkah-langkah belajar dengan metode atau model baru sehingga memperoleh kemajuan hasil belajar. Sedangkan Nurdin dan Hamzah (2015: 106) berpendapat bahwa pembelajaran inovatif merupakan suatu proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga berbeda dengan pembelajaran pada umumnya yang dilakukan oleh guru (konvensional).

Pembelajaran inovatif juga mengandung arti pembelajaran yang dikemas oleh guru yang merupakan wujud gagasan atau teknik yang dipandang baru agar mampu memfasilitasi siswa untuk memperoleh kemajuan dalam proses dan hasil belajar (Suyatno 2009: 6). Apapun

38

fasilitas yang ditujukan untuk memfasilitasi siswa dan siapapun fasilitator yang akan menemani siswa belajar, seyogyanya berorientasi pada tujuan belajar siswa (Suyatno, 2019: 8).

Berdasarkan pendapat para ahli, pembelajaran inovatif merupakan pembelajaran yang dikemas oleh guru sedemikian rupa sebagai wujud gagasan atau teknik baru dengan langkah-langkah pembelajaran yang menunjang kemajuan proses dan hasil kegiatan pembelajaran.

b. Karakteristik Pembelajaran Inovatif

Berikut beberapa karakteristik pembelajaran inovatif. 1) Berpusat pada siswa

Student centered atau berpusat pada siswa mengandung pengertian pembelajaran menerapkan strategi pedagogi yang mengorientasikan siswa kepada situasi yang bermakna, kontekstual, dunia nyata, dan menyediakan sumber belajar, bimbingan, petunjuk bagi pembelajar ketika mereka mengembangkan pengetahuan tentang materi pelajaran yang dipelajarinya sekaligus keterampilan memecahkan masalah (Suyatno, 2009: 8). Dahulunya pembelajaran berpusat pada guru atau pendidik, tetapi pola tersebut harus diubah menjadi pembelajaran berpusat kepada siswa, agar pembelajaran lebih bermakna dan efektif bagi siswa.

2) Berbasis masalah

Pembelajaran hendaknya dimulai dari masalah-masalah aktual, autentik, relevan, dan bermakna bagi peserta didik, misalnya masalah yang diambil dari kehidupan sehari-hari peserta didik (Suyatno, 2009: 9). Pembelajaran yang berbasis materi ajar biasanya kurang menarik bagi siswa karena siswa juga merasa tidak tertantang dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran yang dibangun berdasarkan materi ajar seringkali

39

terlepas dari keadaan maupun kejadian aktual atau nyata di masyarakat. Pendidik dapat memberikan masalah berdasarkan dari pengalaman siswa atau masalah yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Gagne dalam (Suyatno, 2009: 9) mengatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan hasil belajar yang paling tinggi.

3) Terintegrasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, integrasi memiliki arti yaitu pembaharuan hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat. Suyatno (2009: 10), di dalam inovasi pembelajaran pendekatan terintegrasi lebih diharapkan daripada pendekatan disiplin ilmu. Kelemahan pendekatan disiplin ilmu adalah siswa tidak dapat melihat sistem, mereka akan terkotak pada satu disiplin ilmu.

4) Berbasis masyarakat

Masyarakat adalah sumber belajar yang paling kaya. Suyatno (2009: 10) mengatakan, di masyarakat, segala bahan pembelajaran tersedia dari ilmu sosial sampai pada ilmu eksakta. Masyarakat juga merupakan cermin pembaharuan karena masyarakat mengikuti perkembangan zaman. Jadi, pembelajaran inovatif tentunya harus berbasis masyarakat. Pendidik mengajak siswa untuk mengimplementasikan apa yang sudah dipelajari dari sekolah ke konteks masyarakat atau sebaliknya mengambil masalah-masalah yang ada di lingkungan masyarakat sebagai bahan untuk belajar keterampilan dan pengetahuan yang lebih dalam merupakan proses pembelajaran yang bermakna bagi peserta didik.

5) Memberikan pilihan

Setiap peseta didik memiliki cara atau gaya belajar, kecepatan belajar, pusat perhatian, dan sebagainya yang berbeda-beda. Menyamaratakan peserta didik mungkin saja akan

40

berdampak pada hasil belajar peserta didik. Pembelajaran inovatif memberikan perhatian pada keragaman karakteristik peserta didik tersebut. Pembelajaran akan dilakukan bukan seperti yang diinginkan guru melainkan lebih kepada apa yang diinginkan peserta didik. Pembelajaran harus meyediakan alternatif yang dipilih oleh peserta didik. Menurut Suyatno (2014: 10), keharusan menyediakan pilihan juga berkaitan dengan karakteristik substansi ilmu yang disampaikan dan pengaruh strategi yang digunakan terhadap retensi siswa. Keterampilan kognitif, keterampilan psikomotorik, keterampilan sosial, keterampilan memecahkan serta sikap masalah memiliki strategi yang berbeda-beda untuk mencapai tujuannya masing-masing.

6) Tersistem

Menurut Suyatno (2014: 12), materi tertentu membutuhkan pengetahuan lain sebagai prasyarat yang harus dikuasai terlebih dahulu sebelum seseorang dapat mempelajari materi tersebut. Begitu pula keterampilan-keterampilan yang harus melalui langkah-langkah prosedural. Pengetahuan prosedural mustahil dapat dilakukan tanpa dilaksanakan secara berurutan. Setiap langkah pengetahuan prosedural merupakan prasyarat bagi langkah berikutnya.

7) Berkelanjutan

Setiap proses pembelajaran yang dilakukan meletakkan dasar bagi pembelajaran berikutnya. Setiap konsep yang diperoleh pada pembelajaran sebelumnya harus dirangkai secara kontinyu dengan konsep baru yang diperoleh sehingga membentuk jalinan konsep di dalam benak seseorang (Suyatno, 2014: 12). Materi yang sudah diterima oleh peserta didik dan dipelajari oleh peserta didik akan berguna untuk mempelajari materi yang selanjutnya karena saling berhubungan.

41

Pembelajaran inovatif berorientasi pada pembelajaran yang berkelanjutan sampai pada tingkat kedalaman dan keluasan materi.

c. Keunggulan Pembelajaran Inovatif

Saat ini, model pembelajaran yang sedang digalakkan adalah model pembelajaran inovatif. Hal ini tentu saja bukan tanpa alasan, pembelajaran inovatif memiliki beberapa keunggulan, antara lain sebagai berikut.

1) Pembelajaran inovatif lebih mengarah pada pembelajaran yang berpusat pada siswa;

2) Proses pembelajaran dirancang, disusun, dan dikondisikan untuk siswa agar belajar;

3) Menuntut kreativitas guru dalam mengajar;

4) Hubungan antara guru dan siswa menjadi hubungan yang saling belajar dan saling membangun;

5) Bersifat menyenangkan atau rekreatif dan membutuhkan kreativitas guru dalam proses pembelajaran untuk dapat membuat siswa agar aktif selama pembelajaran berlangsung sehingga lebih efektif dalam pencapaian tujuan pembelajaran; 6) Siswa adalah penerima informasi secara aktif;

7) Pengetahuan dibangun dengan penemuan terbimbing; 8) Pembelajaran lebih konkret dan praktis;

9) Perilaku dibangun atas pengalaman belajar; 10)Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik.

42

d. Berbagai Model Pembelajaran Inovatif yang Digunakan dalam Pengembangan Perangkat Pembelajaran

Menurut Prastowo (2015: 239), pengertian model pembelajaran sendiri merupakan acuan pembelajaran yang dilaksanakan berdasarkan pola-pola pembelajaran tertentu secara sistematis. Pengertian model pembelajaran menurut Trianto (2011: 29), model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik dan dapat diajarkan dengan pola kegiatan bertahap. Sedangkan Fathurrohman (2015: 29) menjelaskan bahwa model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan pembelajaran.

Berdasarkan pendapat para ahli, model pembelajaran merupakan acuan atau pedoman pembelajaran yang dirancang untuk mendukung proses kegiatan pembelajaran peserta didik yang dirancang secara sistematis.

Model-model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis, berkolaborasi, berkomunikasi dan berpikir kreatif sangat dibutuhkan dalam era pendidikan abad 21. Peneliti mengembangkan enam perangkat pembelajaran dengan menggunakan dua model pembelajaran inovatif yaitu model Cooperative Learning tipe Snowball Throwing dan Problem Based Learning (PBL).

1) Cooperative Learning Tipe Snowball Throwing

Hosnan (2014: 234) memberikan pengertian, cooperative

learning merupakan suatu model pembelajaran yang

mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Fathurrohman (2015: 44) memberikan pengertian yang hampir sama, pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerja sama di antara siswa untuk mencapai

43

tujuan pembelajaran. Rusman (2013: 202) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam siswa dengan struktur kelompok yang berifat heterogen.

Berdasarkan pendapat para ahli, pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang peserta didiknya akan belajar dan bekerja dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Setiap kelompok beranggotakan peserta didik yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda-beda dan jika memungkinkan berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta tidak hanya peserta didik laki-laki tetapi juga peserta didik perempuan. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama antar anggota kelompok dalam menyelesaikan masalah. Menurut Hosnan (2014: 234), tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial. Sedangkan menurut Fathurrohman (2015: 48), tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi ketika keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Siswa juga tidak hanya terpaku belajar pada guru, tetapi juga dengan sesama siswa.

Model pembelajaran kooperatif dirancang untuk menekankan sikap gotong royong atau kerja sama dalam pembelajaran sebagai upaya terbentuknya hubungan antara peserta didik yang satu dengan peserta didik lainnya. Pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk melatih kompetensi sikap, sosial, dan kepekaan terhadap orang lain,

44

serta juga kolaborasi dengan orang lain (Fathurrohman 2015: 45). Banyak sekali macam-macam atau tipe-tipe dari model pembelajaran kooperatif salah satunya yang digunakan oleh peneliti, yaitu model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing.

Menurut Saminanto (2010: 37) “Model cooperative

learning tipe snowball throwing disebut juga model

pembelajaran gelundungan bola salju”. Model cooperative learning tipe snowball throwing ini melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari siswa lain dalam bentuk bola salju yang terbuat dari kertas, dan menyampaikan pesan tersebut kepada teman dalam satu kelompok. Peneliti akan menerapkan di kelas II, maka pertanyaan dibuat oleh guru.

Karakteristik model cooperative learning tipe snowball throwing menurut (Trianto, 2010: 6) diantaranya:

a) Peserta didik bekerja dalam kelompok kooperatif;

b) Siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan untuk melatih pemahaman siswa seputar materi;

c) Penilaian yang diberikan dalam pembelajaran kooperatif didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari bahwa sebenarnya prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa;

d) Siswa belajar bekerja sama, siswa juga harus belajar bagaimana membangun kepercayaan diri;

e) Sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada individu.

45

Menurut Aris Shimin (2014: 175) adapun langkah-langkah pembelajaran snowball throwing sebagai berikut:

Tabel 2.3 Sintaks atau langkah-langkah model cooperatif learning tipe snowball throwing

Fase Tingkah Laku Siswa Fase 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Siswa mendengarkan guru menyampaikan seluruh tujuan dalam pembelajaran dan siswa diberikan motivasi oleh guru.

Fase 2

Menyajikan informasi

Siswa mendengarkan guru menyajikan informasi tentang materi pembelajaran yang dipelajari.

Fase 3 Mengorganisasikan

siswa ke dalam kelompok-kelompok

belajar

- Siswa mendengarkan informasi tentang prosedur pelaksanaan pembelajaran snowball throwing.

- Siswa dibagi kedalam kelompok yang terdiri dari 4 sampai 6 orang siswa.

Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dan

belajar

- Ketua kelompok dan mendengarkan penjelasan materi serta pembagian tugas kelompok.

- Ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing untuk mendiskusikan tugas yang diberikan guru dengan anggota kelompok.

- Siswa dalam kelompok menuliskan pertanyaan sesuai

46

Fase Tingkah Laku Siswa

dengan materi yang dijelaskan guru pada selembar kertas. - Setiap kelompok untuk

menggulung dan melempar pertanyaan yang telah ditulis pada kertas kepada kelompok lain.

- Setiap kelompok menuliskan jawaban atas pertanyaan yang didapat dari kelompok lain pada kertas lembar kerja tersebut. Fase 5

Evaluasi

Setiap kelompok membacakan jawaban atas pertanyaan yang diterima dari kelompok lain.

Fase 6

Memberikan penilaian atau penghargaan

Penilaian terhadap hasil kerja kelompok.

Bentuk pujian dan penghargaan berdasarkan hasil kerja kelompok didasarkan pada pembelajaran individual semua anggota kelompok sehingga dapat meningkatkan pencapaian siswa dan memiliki pengaruh positif pada hasil yang dikeluarkan. Jadi ada enam fase dalam model cooperative learning tipe snowball throwing yaitu menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa, menyajikan informasi, mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar, membimbing kelompok bekerja dan belajar, evaluasi, memberikan penilaian atau penghargaan.

47

2) Problem Based Learning (PBL)

Salah satu karakteristik pembelajaran abad ke-21 yaitu menciptakan pembelajaran dalam situasi nyata dan konteks yang sebenarnya, jadi pendidikan pada abad ke-21 berhubungan dengan permasalahan baru yang ada di dunia nyata. Hosnan (2014: 298), Problem Based Learning (PBL) merupakan pembelajaran yang menggunakan masalah nyata (autentik) yang tidak terstruktur (ill-structured) dan bersifat terbuka sebagai konteks bagi peserta didik untuk mengembangkan keterampilan menyelesaikan masalah dan berpikir kritis serta sekaligus membangun pengetahuan baru bagi peserta didik.

Sedangkan menurut Tan dalam (Rusman, 2013: 232), pembelajaran berbasis masalah merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada. Fathurrohman (2015: 113) memberikan pengertian,

Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu model

pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga peserta didik dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah serta berpikir kritis.

Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk memecahkan suatu masalah yang nyata sehingga peserta didik mampu mengembangkan keterampilan dalam menyelesaikan masalah, berpikir kritis dalam mempelajari pengetahuan yang baru.

Margetson dalam (Rusman, 2013: 230) mengungkapkan bahwa kurikulum PBM (Pembelajaran Berbasis Masalah)

48

membantu untuk meningkatkan perkembangan keterampilan belajar sepanjang hayat dalam pola pikir yang terbuka, reflektif, kritis, dan belajar aktif. Hosnan (2014: 298) menjelaskan bahwa tujuan PBM adalah membantu peserta didik agar memperoleh berbagai pengalaman dan mengubah tingkah laku peserta didik, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Perubahan perilaku yang dimaksud meliputi pengetahuan, keterampilan dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku peserta didik.

Karakteristik pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut (Rusman, 2013: 232).

a) Permasalahan menjadi starting point atau poin pertama dalam pembelajaran;

b) Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata atau berdasarkan kehidupan sehari-hari; c) Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple

perspective);

d) Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar;

e) Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama;

f) Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM;

g) Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif; h) Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan

masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan;

49

i) Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar; dan

j) PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah terdiri atas 5 sintaks atau langkah. Langkah-langkah pembelajaran tersebut disajikan dalam tabel sebagai berikut (Hosnan, 2014: 302).

Tabel 2.4 Sintaks atau langkah-langkah PBL Tahap Aktivitas Peserta Didik Tahap 1

Mengorientasikan peserta didik terhadap masalah.

Siswa mendengarkan guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan sarana atau logistik yang dibutuhkan. Siswa diberikan untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah nyata yang dipilih atau ditentukan.

Tahap 2

Mengorganisir peserta didik untuk belajar.

Siswa dibantu oleh guru mendefinisikan dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang sudah diorientasikan pada tahap sebelumnya.

Tahap 3 Membimbing

penyelidikan individual maupun kelompok.

Siswa dibimbing untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan kejelasan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah.

Tahap 4

Mengembangkan dan

Siswa berbagi tugas dan merencanakan atau menyiapkan

50

Tahap Aktivitas Peserta Didik menyajikan hasil karya. karya yang sesuai sebagai hasil

pemecahan masalah dalam bentuk laporan, video, atau model.

Tahap 5

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Siswa bersama guru melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses pemecahan masalah yang dilakukan.

Dokumen terkait