• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembelajaran Matematika Realistik untuk Mengembangkan Keterampilan Abad 21 Siswa SD

Alik Ghufron

SDN Maitan 03 Kabupaten Pati Jawa Tengah

ghufronpati@gmail.com Abstrak

Dinamika perkembangan di kawasan regional maupun global telah membawa dampak perubahan dalam bidang pendidikan di Indonesia. Dimana pendidikan diarahkan agar mampu membekali lulusannya siap memasuki abad 21 dengan keterampilan abad 21. Artikel ini ditulis untuk menyajikan kajian pembelajaran matematika realistik, pembelajaran abad 21 dan pembelajaran matematika realistik untuk mengembangkan keterampilan abad 21. Keterampilan abad 21 dalam pembelajaran difokuskan pada pengembangan kreativitas dan inovasi, berpikir kritis dan pemecahan masalah, komunikasi, serta kolaborasi. Untuk membekali keterampilan tersebut maka diwujudkan dalam pembelajaran matematika realistik, karena pembelajaran matematika realistik memiliki karakteristik berangkat dari masalah nyata dalam kehidupan siswa, penggunaan model atau media pembelajaran dan multi cara untuk menyelesaikan masalah, memaksimalkan interaksi belajar antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan sumber belajar, dan mengaitkan materi matematika dengan topik matematika lainnya dalam pembelajaran yang menyenangkan dan demokratis. Berdasarkan hasil studi literatur maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran matematika realistik dapat dijadikan salah satu model pembelajaran untuk mengembangkan keterampilan abad 21 siswa SD.

Kata kunci: Pembelajaran Matematika Realistik; keterampilan abad 21; pembelajaran abad 21

Pendahuluan

Dinamika perkembangan ekonomi dan peradaban di kawasan regional maupun internasional semakin cepat. Hal ini berdampak pada penyiapan generasi penerus pada suatu bangsa dengan cara meningkatkan kualitas pendidikan di negara tersebut. Lebih khusus lagi, pada akhir-akhir ini mulai terjadi pergeseran cara dan macam pekerjaan sebagai sumber penghasilan masyarakat. Sebagian profesi masyarakat mulai bergeser dari model konvensional menjadi berbasis digital, ada pula jenis profesi masyarakat yang mulai menghilang seiring dengan perkembangan dunia pada abad 21 ini. Sebagai contoh perdagangan konvensional di pasar-pasar mulai bergeser pada perdagangan berbasis digital dengan maraknya toko online yang dengan mudah bisa akses dari gawai yang ada di genggaman tangan. Tanpa harus bersusah-payah kita datang ke pasar, barang yang kita inginkan sudah sampai di rumah. Di bidang pendidikan pembelajaran teacher centered dan textbook sudah bergeser menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan ditandai dengan siswa aktif mencari informasi dan penggunaan buku elektronik yang dapat diakses dari gawai siswa tanpa harus membawa setumpuk buku berat, yang kita kenal dengan

188

pembelajaran berbasis elektronik (e-learning). Di sini, peran guru lebih kepada fasilitator bagi siswa dalam belajar.

Sebagai bagian dari masyarakat dunia, bangsa Indonesia juga mempersiapkan generasi penerus agar adaptif dengan perkembangan dunia yang semakin cepat ini. Hal ini telah tertuang pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 21 tahun 2016. Termasuk juga mempersiapkan pendidikan agar para siswa siap memasuki peradaban abad 21 yang serba digital. Berdasarkan pengamatan penulis selama mengajar 3 tahun terakhir di kelas 6 di SD Maitan 03 kabupaten Pati mulai tahun pelajaran 2015/2016 sampai dengan tahun pelajaran 2017/2018, siswa SD sudah terbiasa dengan gawai dalam kehidupan sehari-harinya. Bahkan, siswa SD saat ini lebih mahir mengoperasikan gawai dibanding dengan guru-guru yang merupakan generasi tua. Hal ini membuktikan bahwa saat ini kita sudah memasuki era digital peradaban abad 21.

Hasil kajian penulis terhadap sejumlah artikel ilmiah terkait dengan keterampilan abad 21 dan pembelajaran abad 21 adalah sebagai berikut. Partnership for for 21st Century learning (P21) mengemukakan kunci kesuksesan pekerjaan dan kehidupan dari kelulusan siswa pada abad 21 yaitu keterampilan, pengetahuan, dan keahlian siswa. Sementara pembelajaran dan keterampilan inovasi difokuskan pada kreativitas dan inovasi, berpikir kritis dan pemecahan masalah, komunikasi, dan kolaborasi yang dikenal sebagai keterampilan 4C. Sedangkan prinsip pokok pembelajaran abad 21 menurut Zubaidah (2016) pembelajaran berpusat pada siswa, bersifat kolaboratif, kontekstual, dan terintegrasi dengan masyarakat.

Pembelajaran yang mendukung pembentukan keterampilan abad 21 dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan dan model. Salah satunya dengan pembelajaran matematika realistik. Keunggulan dari pembelajaran matematika realistik menurut Johar (2010) antara lain menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dengan mengubah paradigma mengajar menjadi paradigma belajar serta menghasilkan pembelajaran yang demokratis.

Pertanyaan yang muncul dari kesenjangan antara kualitas pembelajaran saat ini dengan perkembangan keterampilan abad 21 antara lain: bagaimanakah pembelajaran matematika realistik pada siswa SD sesuai dengan tingkat perkembangannya? Bagaimanakah pembelajaran abad 21? Bagaimana pembelajaran matematika realistik dapat mendukung perkembangan keterampilan abadi 21?

Tujuan kajian ilmiah ini adalah untuk menyajikan pemahaman tentang karakteristik pembelajaran matematika realistik disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa SD,

189

deskripsi pembelajaran abad 21, dan pembelajaran matematika realistik untuk mengembangkan keterampilan abad 21 siswa SD berdasarkan kajian sejumlah literatur.

Kajian teori

Pembelajaran matematika realistik bermula dari ide Profesor Hans Freudenthal (Johar, 2010), seorang ahli pendidikan matematika Belanda yang memberi nama Realistic Mathematics Education (RME) dengan ciri-ciri: 1. Mengawali pembelajaran dari masalah pada kehidupan nyata, 2. Menggunakan model penyelesaian masalah yang dibangun sendiri oleh siswa dengan bimbingan guru, 3. Menggunakan multi cara untuk menyelesaikan permasalahan, 4. Memaksimalkan interaksi belajar antara siswa-siswa, siswa-guru, dan siswa-sumber belajar, dan 5. Mengaitkan materi matematika dengan topik matematika lainnya (intertwin). Berdasarkan karakteristik tersebut, RME memiliki kemiripan dengan pembelajaran kontekstual (CTL), yaitu pembelajaran dengan menggunakan konteks kehidupan nyata. Namun, memiliki satu ciri khusus yang dapat membedakan RME dengan CTL yaitu terletak pada adanya lintasan belajar (learning trajectory), menurut Johar (2010) pembelajaran dimulai dari masalah nyata, kemudian siswa menemukan solusi informal berupa model/gambar/sketsa/pola, selanjutnya siswa memperoleh kemampuan matematika yang lebih tinggi yaitu mampu mengambil kesimpulan dalam bentuk rumus maupun pengertian. Karakteristik RME juga sejalan dengan prinsip pembelajaran yang berpusat pada siswa (Santrock, 2011:414-415) yaitu 1. Karakteristik proses pembelajaran, 2. Tujuan proses pembelajaran, 3. Membangun pengetahuan, 4. Pemikiran strategis, 5. Berpikir tentang hasil sebuah pemikiran, 6. Pembelajaran kontekstual, 7. Motivasi dan pengaruh emosional pada pembelajaran, 8. Motivasi intrinsik untuk belajar, 9. Pengaruh motivasi pada upaya belajar, 10. Pengaruh perkembangan pada pembelajaran, 11. Pengaruh sosial pada pembelajaran, 12. Perbedaan individual pada pembelajaran, 13. Pembelajaran dan keragaman, dan 14. Standar dan asesmen.Sesuai dengan karakteristik RME menurut Freudenthal, pembelajaran matematika realistik memaksimalkan interaksi belajar antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan sumber belajar. Hal ini, dapat meningkatkan komunikasi efektif siswa karena siswa akan berinteraksi aktif dengan sesama siswa dan guru dalam rangka menyelesaikan masalah. Hal ini sejalan dengan pendapat Wijaya (2012:72) yang menyatakan bahwa pemahaman siswa tentang suatu konsep akan berkembang ketika mereka mengomunikasikan strategi atau metode penyelesaian masalah yang mereka gunakan. Interaksi siswa dengan sumber belajar (buku, internet, dan lingkungan) dapat membangun

190

literasi siswa terhadap buku, teknologi informasi, dan sosial. Blumm dan Leiss dalam Wijaya (2012:50) mengembangkan model pembelajaran matematika realistik dengan tujuh tahapan, yaitu: 1. Pemahaman; 2. Penyederhanaan; 3. Matematisasi; 4. Penyelesaian secara matematis; 5. Interpretasi; 6. Validasi; dan 7. Penyajian hasil.

Karakteristik RME lainnya adalah penggunaan model atau media pembelajaran dan cara penyelesaian masalah. Konsep matematika adalah hal yang abstrak bagi siswa SD, sehingga perlu pemodelan untuk menjembatani pemikiran siswa SD agar lebih mudah memahami konsep-konsep abstrak dalam matematika. Cara yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan pun beragam, karena siswa SD memiliki tingkat pemahaman yang berbeda-beda karena faktor perbedaan individual. Berdasar pada pengalaman penulis selama mengajar di kelas 6 selama 5 tahun terakhir, kecepatan berpikir siswa untuk memahami materi sangat beragam. Jadi penggunaan model atau media pembelajaran akan sangat membantu siswa yang memiliki kecepatan belajar yang rendah dalam memahami konsep matematika.

Di Indonesia RME dikenal dengan nama PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia) yang diprakarsai oleh matematikawan dan ahli pendidikan matematika di Indonesia dengan dukungan dari Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) bersama konsultan dari Belanda. Pada tahun 2001 PMRI telah diujicobakan pada sejumlah SD/MI di Surabaya, Yogyakarta, dan Bandung, kemudian pada tahun 2008 telah disosialisasikan pada guru-guru SMP (Johar, 2010).

Pembelajaran di SD harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif siswa SD. Tingkatan perkembangan kognitif menurut Piaget dalam Santrock (2010:174) antara lain: tahap sensorimotor (lahir sampai usia 2 tahun), tahap praoperasional (usia 2 hingga 7 tahun), tahap operasional konkret (usia 7 hingga 11 tahun), dan tahap operasional formal (usia 11 tahun ke atas). Siswa usia sekolah dasar berada pada usia 7 sampai 11 tahun, sehingga sesuai pendapat Piaget, siswa SD dapat dikategorikan pada tahap operasional konkret. Pada tahapan operasional konkret siswa belajar dengan memanipulasi benda-benda konkret di sekitarnya untuk membangun pemahaman konsep yang bersifat abstrak, sesuai dengan karakteristik pembelajaran matematika realistik yang menggunakan model atau media pembelajaran untuk membangun pemahaman siswa. Siswa belajar menjumlah dengan menggabungkan beberapa benda, mengurang dengan mengambil beberapa benda dari sekumpulan benda, mengalikan dengan menggabungkan berulang beberapa benda, dan

191

membagi dengan mengurangkan berulang dari sekumpulan benda. Pemahaman mendasar ini yang menjadi bekal dan akan terbawa sepanjang hayat oleh siswa.

Keterampilan abad 21 berkaitan dengan kompetensi yang harus dimiliki lulusan dalam memasuki abad 21. Pentingnya keterampilan abad 21 karena siswa membutuhkan keterampilan dan pengetahuan untuk kesuksesannya dalam bekerja serta kehidupan dan berkewarganegaraan. Zubaidah (2016) mencirikan pekerjaan di abad 21 bersifat lebih internasional, multikultural, dan saling berhubungan. Pengetahuan mendasar yang harus dikuasai siswa dalam mempersiapkan kehidupan abad 21 menurut Partnership for for 21st Century learning (P21) antara lain: kemampuan berbahasa inggris, seni, matematika, ekonomi, sains, geografi, sejarah, kewarganegaraan, dan pemerintahan. Guru SD memiliki tugas pokok mendidik dan mengajar siswa SD pada materi pengetahuan mendasar seperti yang dikemukakan P21 tersebut dalam bentuk pembelajaran tematik sebagai bekal siswa dalam menghadapi kehidupan di abad 21.

Untuk mengembangkan keterampilan abad 21 dalam pembelajaran dan inovasi yang dikenal sebagai 4C (creativity and innovation, critical thinking and problem solving, communications, collaboration) maka pembelajaran harus dirancang dengan prinsip pembelajaran yang berpusat pada siswa, bersifat kontekstual, kolaboratif, komunikatif, terintegrasi dengan masyarakat, menyenangkan, dan demokratis. Pembelajaran diarahkan untuk memecahkan permasalahan dengan cara berpikir kritis, kreatif, dan inovatif. Selain itu juga diperlukan kerja sama dan gotong royong antar siswa untuk melatih kebersamaan dan kepedulian siswa terhadap sesama dan lingkungan. Pembelajaran abad 21 dapat dilakukan dengan model pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, penemuan terbimbing, pendekatan saintifik, pembelajaran kontekstual, termasuk juga melalui pembelajaran matematika realistik.

Hasil dan pembahasan

Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang pertama adalah mengawali pembelajaran dari kehidupan nyata siswa. Hal ini sesuai untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah. Melalui masalah yang dihadirkan oleh guru maupun hasil temuan siswa sendiri, maka siswa dilatih untuk menganalisis masalah dan berpikir kritis, manakah masalah yang harus segera dicarikan solusinya, mengapa demikian, dan bagaimana cara memecahkan masalah tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Dickinson, Eade, Gough, dan Hough (2010) pada artikelnya yang berjudul ”Using Realistic Mathematics

192

Education with Low to Midlle Attaining Pupils in Secondary School” menunjukkan peningkatan kemampuan berpikir siswa SMP melalui penerapan pembelajaran matematika realistik. Hasil penelitian penerapan pendekatan matematika realistik pada pembelajaran matematika di sekolah Amerika, Belanda, dan Inggris menunjukkan siswa lebih mudah menyelesaikan masalah matematika dengan caranya sendiri dari pada harus menghafalkan rumus-rumus. Pembelajaran matematika realistik lebih disukai karena menggunakan masalah kontekstual, menggunakan model, dan menerapkan berbagai strategi penyelesaian masalah.

Karakteristik pembelajaran matematika menurut Freudenthal yang kedua dan ketiga adalah penggunaan model atau media pembelajaran dan multi cara untuk menyelesaikan masalah. Langkah ini dapat meningkatkan kreativitas dan inovasi siswa dalam menyelesaikan masalah dengan menggunakan model maupun bantuan media pembelajaran yang dapat mengkonstruksi pemahaman mereka tentang konsep abstrak matematika dengan cara mereka sendiri baik secara mandiri maupun berkelompok. Pembelajaran berkelompok juga membantu siswa mengembangkan kemampuannya berkolaborasi dengan teman sekelompoknya. Sesuai dengan hasil penelitian Huda (2013) dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan jenis penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) berhasil menumbuhkan kreativitas siswa, interaktivitas antara siswa dan guru, serta siswa merasakan pembelajaran yang dilakukan tidak kaku dan berorientasi pada realita dalam pembelajaran kubus dan balok pada siswa siswa MTs Miftahul Ulum Desa Kropak kecamatan Bantaran Kabupaten Probolinggo.

Memaksimalkan interaksi pembelajaran antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan sumber belajar dapat meningkatkan keterampilan komunikasi siswa. Dalam pembelajaran matematika realistik, setelah siswa melakukan percobaan untuk memecahkan masalah dengan model dan cara mereka sendiri, siswa kemudian mengomunikasikan hasil temuannya kepada teman sekelompoknya maupun kepada teman sekelasnya. Penelitian yang mendukung pendapat tersebut dilakukan oleh Rahmawati (2013). Hasil penelitian menunjukkan siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan matematika realistik mengalami peningkatan kemampuan komunikasi matematis dibandingkan siswa yang mendapat pembelajaran secara konvensional. Kemampuan komunikasi yang diases dalam penelitian Rahmawati adalah komunikasi tertulis siswa. Pada kelas eksperimen yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik skor rata-rata pra tes adalah 61,9. Skor rata-rata akhir pasca tes yang diperoleh siswa adalah 71,9, selisih skor rata-rata pra tes–pasca tes pada kelas eksperimen adalah 10,05. Terjadi

193

peningkatan secara signifikan pada perolehan skor rata-rata pada saat pra tes dan pasca tes. Sedangkan pada kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional (ekspositori) skor rata-rata pra tes adalah 63,2. Pada saat pasca tes skor rata-rata yang diperoleh adalah 63,4. Selisih skor rata-rata pra tes–pasca tes adalah 0,17. Peningkatan yang terjadi pada kelas kontrol tidak signifikan apabila dibandingkan dengan kelas eksperimen. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pendekatan pendidikan matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan komunikasi siswa. Hubungan pembelajaran matematika realistik dengan pengembangan keterampilan abad 21 disajikan dalam bagan berikut.

Gambar 1. Bagan hubungan karakteristik matematika realistik dan keterampilan abad 21

Simpulan

Pembelajaran matematika realistik memiliki karakteristik pembelajaran berangkat dari masalah dalam kehidupan nyata dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah. Penggunaan model atau media pembelajaran dan multi cara untuk menyelesaikan masalah dapat meningkatkan kreativitas dan inovasi serta kolaborasi siswa, memaksimalkan interaksi pembelajaran antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan sumber belajar dapat meningkatkan keterampilan komunikasi siswa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika realistik dapat mengembangkan keterampilan abad 21 siswa SD.

Berdasarkan kajian ilmiah tentang pembelajaran matematika realistik untuk mengembangkan keterampilan abad 21 siswa SD maka direkomendasikan pembelajaran matematika realistik sebagai model pembelajaran dalam pelaksanaan pembelajaran kurikulum 2013 karena dapat mengembangkan keterampilan abad 21 siswa SD. Sama halnya dengan model pembelajaran lain seperti pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, penemuan terbimbing sehingga menambah khasanah model pembelajaran yang inovatif, menyenangkan, dan demokratis. Sebaiknya dilakukan kajian ilmiah yang lebih mendalam terkait dengan model-model pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan abad 21.