• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI MASALAH AGRARIA

7.5 Pemerataan Akses

Pemerataan akses bagi warga masyarakat Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar merupakan hal yang paling utama dalam implementasi reforma akses agraria di dua kampung ini. Tanpa adanya pemerataan yang

memperhatikan kondisi struktur sosial, akan terjadi ketimpangan sosial yang lebih tajam di dua kampung tersebut. Perlu adanya perbedaan dalam implementasi reforma akses agraria di dua kampung tersebut, agar yang menikmati kegiatan kegiatan reforma akses agraria tidak hanya masyarakat yang memiliki luas sawah yang luas, akan tetapi juga masyarakat berlahan sempit dan masyarakat tidak bertanah, yang karena kondisi kemiskinannya tidak dapat mengakses kegiatan reforma agraria yang ditujukan padanya.

Perbedaan dalam pemberian akses kepada warga masyarakat di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar membutuhkan hal-hal berikut: kemudahan mengakses kegiatan reforma akses agraria bagi seluruh warga masyarakat, pemberian akses-akses khusus kepada warga masyarakat yang dikhawatirkan tidak dapat menjangkau program-program pengelolaan tanah yang telah disediakan dan diharapkan pemberian program ini langsung diberikan pada masyarakat yang membutuhkan oleh pemerintah secara langsung dengan pengawasan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang netral dan tidak memihak, agar tidak terjadi lagi ketimpangan penghasilan karena adanya lembaga yang melakukan KKN dalam penyalurannya seperti Forum Empat Desa.

Warga di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar rata-rata tidak memiliki sawah yang sebarannya dapat dilihat pada Gambar 19. Pada tangga kehidupan miskin, jumlah masyarakat yang tidak memiliki sawah yaitu 20 orang, dan masyarakat yang memiliki sawah dengan luas dibawah empat gedeng sejumlah dua orang. Seluruh masyarakat di tangga kehidupan ini semuanya tidak memiliki lahan yang mencukupi untuk dikomersilkan hasil pertaniannya. Akan tetapi pada tangga ini, warga masyarakatnya adalah masyarakat yang sudah lanjut

usia, dengan pemberian akses agraria ataupun pemberian tanah kepada masyarakat tidak akan menaikkan pendapatan dari warga di tangga kehidupan fakir miskin ini. Pada tangga ini, yang dibutuhkan adalah penguatan modal sosial, baik dalam ranah keluarga maupun ranah masyarakat, sehingga masyarakat pada tangga kehidupan fakir miskin mendapatkan bantuan dari masyarakat sekitarnya, karena mereka sudah tidak dapat menghidupi hidupnya sendiri. Selain itu, butuh bantuan pemerintah pada warga di tangga kehidupan fakir miskin yang dapat diberikan dalam bentuka Bantuan Tunai Langsung. Pemberian tanah bagi masyarakat pada tangga kehidupan ini tidak akan efektif meningkatkan penghasilan warsga. Karena warga pada tangga kehidupan fakir miskin tidak dapat menggunakan tanah dan mengakses agraria akibat kondisi fisik yang semakin lemah dikarenakan usia yang sudah lanjut.

Seluruh warga pada tangga kehidupan fakir tidak memiliki lahan pertanian. Warga pada tangga ini sudah mengalami penurunan kesehatan, sehingga untuk mengolah tanah yang luas, warga tidak mampu untuk mengolahnya secara maksimal. Akan tetapi pada tangga ini, masyarakat tetap membutuhkan tanah dan akses terhadap agraria untuk mencukupi kebutuhan pangannya sehari-hari, sehingga tidak menambah beban keluarga ataupun tetangga mereka.

Pada tangga kehidupan miskin, warga yang tidak memiliki sawah yaitu 25 orang, sedangkan warga yang memiliki lahan pertanian dibawah empat gedeng yaitu 19 orang dan warga yang memiliki lahan pertanian di atas empat gedeng yaitu enam orang. Warga masyarakat yang tidak memiliki tanah pada tangga kehidupan sedang yaitu 22 orang, warga yang memiliki tanah dengan luas dibawah empat gedeng yaitu empat orang, dan warga yang memiliki lahan diatas empat gedeng yaitu lima orang. Pada tangga kehidupan standar, masyarakat yang tidak memiliki lahan 13 orang, masyarakat yang memiliki lahan dengan luas dibawah empat gendeng yaitu delapan orang, dan masyarakat yang memiliki lahan dengan luas diatas empat gedeng yaitu lima orang. Terakhir masyarakat pada tangga kehidupan mampu, warga yang tidak memiliki lahan pertanian memiliki jumlah yang hampir sama dengan jumlah masyarakat pada tangga kehidupan standar yaitu 12 orang, masyarakat yang memilki lahan dengan luas dibawah empat gedeng yaitu satu orang dan masyarakat yang tidak memiliki lahan pertanian diatas empat gedeng yaitu tiga orang.

Dari data ini, warga masyarakat pada tangga kehidupan miskin dan lebih banyak yang memiliki sawah dibandingkan masyarakat pada tangga kehidupan

lainnya. Akan tetapi jumlah lahan yang dimiliki masyarakat pada tangga kehidupan miskin dan sedang lebih merata luasnya, dan pada tangga kehidupan standar dan mampu, masyarakat yang memiliki sawah sedikit dan luas lahannya tergolong cukup besar.

Pada tangga kehidupan miskin, sedang dan standar, warga tidak dapat naik tangga kehidupan yang lebih tinggi yaitu dikarenakan tidak adanya modal, bertambahnya tanggungan dan tidak memiliki warisan. Warga dapat naik ketangga berikutnya bila warga masyarakat tersebut melakukan mobilitas keluar kampung dan mendapatkan dua penghasilan (yaitu melalui hasil panen). Mobilitas masyarakat diperlukan agar masyarakat dapat mengakumulasikan modal dari luar dan pengetahuan yang didapat semakin luas.

Perlu pemberian tanah dan akses agraria pada warga di tangga kehidupan miskin. Melalui pemberian tanah, masyarakat pada tangga ini dapat memberikan warisan kepada anak mereka, sehingga warga dapat naik tangga kehidupan, dan pemberian tanah dapat meningkatkan penghasilan masyarakat, sehingga masyarakat dapat menabung dan meningkatkan produktifitas pertaniannya melalui pembelian faktor-faktor produksi lainnya. Luas lahan yang diberikan kepada masyarakat harus diperhitungkan dulu sebelumnya. Pembagian tanah harus disesuaikan dengan kemampuan warga dalam mengelola tanah dan disesuaikan dengan luas tanah yang dimiliki oleh masyarakat sekarang. Pembagian tanah bagi masyarakat yang tidak memiliki tanah, masyarakat yang memiliki sawah dibawah empat gedeng dan masyarakat yang memiliki sawah diatas empat gedeng harus disesuaikan masing-masing, sehingga tidak ada masyarakat yang mendapatkan total tanah (luas tanah awal ditambah pemberian tanah yang baru) lebih besar

dibandingkan masyarakat lainnya, yang dapat menyebabkan ketimpangan pada masyarakat semakin melebar. Pemberian tanah kepada masyarakat juga harus disesuaikan dengan kemampuan warga dalam mengelola tanah, sehingga tanah yang diberikan dapat digunakan sebaik-baiknya dan tidak ditelantarkan.

BAB VIII