• Tidak ada hasil yang ditemukan

Warga kampung Padajaya dan Kampung Padajembar yang

BAB V KONSTRUKSI KEMISKINAN LOKAL

5.5 Mobilitas Sosial

5.5.1 Warga kampung Padajaya dan Kampung Padajembar yang

Apul (30 Tahun) adalah karyawan lepas perkebunan sebagai pemetik teh. Gaji Apul Rp 200.000,00 per bulan. Pekerjaan lain yang dilakukan oleh Apul selain memetik teh, yaitu mengurus kambingnya yang berjumlah dua ekor dengan mengambil rumput setiap habis memetik teh untuk kambing tersebut, selain itu Apul bekerja sambilan di sawah dengan luas tiga gedeng, yang dikerjakan setelah mengambil rumput, dan pada hari libur perkebunan yaitu hari minggu. Dari hasil memetik teh digunakan oleh Apul untuk resiko dapur, yaitu istilah dalam perkebunan untuk kredit sembako, yang langsung dipotong pada saat apul menerima gaji, sehingga gaji bersih yang didapatkannya per bulan Rp 50.000,00

yang digunakan untuk jajan anaknya, dari hasil memelihara kambing, digunakan oleh Apul untuk membiayai hal-hal yang diluar pengeluaran sehari-hari, seperti biaya melahirkan anak, nujuh bulan, dan slametan. Biaya ini didapatkan dari hasil jual anak kambing, yaitu Rp 100.000,00 per ekornya. Sedangkan dari hasil kerja sambilan disawah, hasil panen beras dapat digunakan untuk makan keluarga selama menunggu masa panen berikutnya.

Apul memiliki tanggungan istri, anak pertama (4,5 tahun), anak kedua (tiga bulan), istri tidak bekerja karena harus mengurus anak yang masih Balita. Apul memiliki rumah, sawah dan TV. Ketiganya didapat dari orangtua setelah Apul menikah, selain itu harta lain yang dimiliki Apul adalah ayam lima ekor dan dua kali ekor kambing milik sendiri.

Apul mulai bekerja di perkebunan sejak umur 12 tahun (tahun 1991). Tahun 2000, Apul pernah bekerja di kota, akan tetapi hanya bertahan paling lama dua bulan selama tiga kali keberangkatan ke kota. Apul di kota bekerja sebagai pembantu rumah tangga dengan gaji Rp 75.000,00 per bulan bersih, akan tetapi gaji ini tidak dapat ditabung karena hanya cukup untuk membeli keperluan Apul saja, sehingga tidak ada peningkatan ekonomi pada tahun tersebut. Pada Tahun 2004 Apul menikah. Pada tahun 2004 tersebut Apul bekerja sebagai pekerja perkebunan bagian perawatan yang menyemprot tanaman teh, akan tetapi hanya berlangsung satu setengah tahun, karena Apul terkena sakit, sehingga tidak diperbolehkan untuk menghirup semprotan pestisida. Gaji yang didapat dari penyemprotan tanaman teh ini lebih dari cukup untuk kebutuhan sehari-hari, sehingga Apul dapat menyisihkan uang yang digunakan untuk slametan anak nujuh bulan dan membeli kambing. Pertengahan tahun 2006, Apul kembali

menjadi pemetik teh. Pada tahun-tahun berikutnya apul merasa tidak ada perubahan dalam hidupnya, malah lebih sulit karena tanggungan bertambah lagi satu.

Apul, memiliki sawah dengan luas tiga gedeng yang merupakan warisan dari orangtuanya dan didapat setelah menikah. Hasil panen hanya cukup untuk menunggu sampai ke jarak panen selanjutnya. Apul tidak memperluas lahannya, karena tidak mampu mengurus dan tidak adanya modal, bila sawah diperluas, maka jam kerjanya akan meningkat, sedangkan Apul tidak sanggup bekerja sendirian dan tidak mempunyai cukup waktu bila harus bekerja di lahan yang lebih luas.

5.5.2 Warga Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar yang Jatuh Miskin

Tatang (31 tahun) bekerja di perkebunan sebagai karyawan lepas bagian pemetikan teh. Selain bekerja di perkebunan, Tatang juga bekerja sebagai pemelihara kambing yang diparo-paro oleh pemiliknya kepada Tatang. Sistem paro-paro kambing ini adalah sistem bagi hasil ternak, dimana pemilik ternak akan memberikan kambingnya untuk diurus kepada orang lain, dan orang tersebut akan memelihara kambing, bila kambing melahirkan, anak kambing akan dibagi dua antara pemilik dan pemeliharanya. Selain itu, Tatang juga bekerja sebagai buruh, buruh ini meliputi berbagai hal, dari memotong kayu, buruh di sawah, atau apapun yang disuruhkan kepada Tatang.

Gaji yang didapat Tatang dan istrinya dari perkebunan yaitu sebesar Rp 300.000,00. Istri Tatang ikut membantu memetik teh sebagai karyawan lepas

perkebunan. Hasil yang didapat Tatang lebih kecil dibandingkan karyawan lainnya karena Tatang sangat mematuhi peraturan dari perkebunan, Tatang tidak menggunakan sarung tangan pada saat memetik, agar tidak merusak tanaman teh yang akan dipanen selanjutnya, hal ini menyebabkan hasil yang didapatkan Tatang sedikit. Gaji dari perkebunan ini digunakan oleh Tatang untuk kebutuhan sehari-hari keluarganya, akan tetapi gaji ini tetap tidak cukup, sehingga Tatang harus berhutang kepada tetangganya dan dibayarkan dengan cara menjadi buruh mereka yaitu membantu bila masyarakat membutuhkan Tatang di sawah, ataupun memperbaiki rumah, dll. Hasil dari paro-paro kambing digunakan oleh Tatang untuk kebutuhan diluar keperluan sehari-hari seperti slametan, keperluan sekolah anak, dll.

Tahun 1993-1998, Tatang pergi dari kampungnya dan bekerja di Jakarta. Tatang kesulitan mencari pekerjaan di Jakarta, bila dapat pekerjaan, gaji yang didapat sangat sedikit dan hanya cukup untuk kebutuhannya sendiri, bahkan terkadang kurang. Hal ini mungkin dikarenakan kondisi fisik Tatang yang kecil, kurus dan ada luka di bagian matanya. Pada tahun 1998, Tatang kembali ke kampungnya dan mulai bekerja di perkebunan sebagai pemetik teh. Tahun 2000 Tatang menikah dan mempunyai anak. Pada tahun 2002, ayah Tatang meninggal dan tidak memberikan warisan pada Tatang dan tidak lagi memberikan bantuan ekonomi pada Tatang. Pada tahun ini Tatang diusir dari rumahnya dan tidak memiliki rumah lagi, tetangga dan seluruh masyarakat dari Kampung Padajembar membantu Tatang membuat rumah, mereka bergotong royong membuat rumah Tatang baik dari segi tenaga maupun bantuan uang, sehingga untuk membuat rumah yang sekarang Tatang tempati, Tatang hanya mengeluarkan uang Rp

100.000,00 sisa kebutuhan pembuatan rumahnya ditanggung bersama oleh masyarakat Kampung Padajembar. Pada tahun 2003 Tatang memiliki anak lagi, dan Tatang merasa hidupnya semakin sulit karena memiliki tambahan tanggungan tanpa adanya tambahan penghasilan.

Tanggungan Tatang yaitu istri, anak pertama (8 tahun), anak kedua (4 tahun), Tatang memiliki TV yang dibeli pada tahun 2007 dengan cara kredit. Tatang membeli TV walaupun tidak mampu, karena malu anaknya harus menonton di rumah tetangga sampai malam. Tatang tidak memiliki harta lainnya, termasuk sawah, karena ayah Tatang bangkrut sehingga tidak mewariskannnya apapun pada Tatang, selain itu ayah Tatang memiliki dua orang istri dan dari sebelum sampai akhirnya ayah Tatang bangkrut, semua harta ayahnya dikuasai oleh ibu tirinya. Rumah yang ditempati Tatang sekarang adalah rumah yang dibuat oleh masyarakat dengan cara bergotong-royong, baik dalam hal dana maupun tenaga. Tatang memiliki kambing yang diparo sebanyak lima ekor.

Perbedaan antara Apul dan Tatang yaitu, Apul memiliki orangtua yang dapat mewarisinya harta dan membantu perekonomian Apul pada saat kesulitan, sehingga Apul memiliki jaminan. Sedangkan Tatang tidak memiliki orangtua ataupun saudara yang memberikannya harta untuk modal dan membantu perekonomian Tatang pada saat kesulitan ekonomi. Begitupula dengan gaji, gaji yang diterima Tatang lebih besar Rp 100.000,00 dibandingkan Apul, akan tetapi Tatang tetap tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini dikarenakan Tatang tidak memiliki sawah, sehingga Tatang harus mengeluarkan uang untuk membeli beras, sedangkan Apul memiliki sawah, selain itu anak Tatang umurnya

lebih besar daripada anak Apul, sehingga kebutuhan anak juga lebih besar anak Tatang dibandingkan anak Apul yang masih Balita.

5.5.3 Warga Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar yang Tetap