• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemeriksaan fisis

Dalam dokumen IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA 2011 PEDOMA (Halaman 66-71)

Penilaian status dehidrasi, status gizi, dan status perkembangan anak -

Edema mungkin menunjukkan adanya

- protein losing enteropathy yang merupakan

akibat sekunder dari inflammatory bowel disease, lymphangiektasia atau colitis. Perianal rash

- merupakan akibat dari diare yang memanjang atau merupakan tanda dari malabsorpsi karbohidrat karena feses menjadi bersifat asam.

Tanda-tanda malnutrisi seperti cheilosis, rambut merah jarang dan mudah dicabut, -

lidah yang halus, badan kurus, baggy pants.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan darah -

Pemeriksaan darah lengkap, hitung jenis lekosit, serum imunoglobulin untuk -

mengevaluasi adanya defisiensi imun, HIV testing, KED (Kecepatan Endap Darah),

CRP, albumin, ureum darah, elektrolit, tes fungsi hati, vitamin B12, vitamin A, D, dan E,

folat, kalsium, feritin, waktu protrombin (petanda untuk defisiensi vitamin K) untuk

mengevaluasi gangguan nutrisi akibat diare yang berkepanjangan. Pemeriksaan tinja

-

Kultur feses: patogen yang sering ditemukan pada diare persisten adalah

- E. coli

(EPEC), Salmonella, enteroaggregative E. Coli (EAEC), Klebsiella, Aeromonas, Amebiasis, Campylobacter, Shigella, Giardiasis dan Cryptosporidium (antigen testing), Rotavirus (Elisa).

Tes enzim pankreas seperti tes fecal elastase untuk kasus yang diduga sebagai -

insufisiensi pankreas. pH tinja < 5,5 atau adanya substansi yang mereduksi (glukosa,

fruktosa, laktosa) pada pemeriksaan tinja, membantu mengarahkan kemungkinan intoleransi laktosa.

Osmolalitas feses dan elektrolit feses untuk menghitung osmotik gap dapat -

gap dihitung dengan rumus: 290 – 2 (Na+ + K+). Osmotic gap > 50 mOsm

menunjukkan diare osmotik.

Pemeriksaan radiologi sedikit digunakan pada kasus diare persisten, barium meal -

dapat menunjukkan nodularitas, striktur dengan dilatasi proksimal usus yang bisa merupakan tempat small bacterial overgrowth yang dapat menyebabkan diare.

Endoskopi dapat digunakan untuk mengevaluasi beberapa kasus diare persisten. -

Endoskopi dan kolonoskopi dengan biopsi digunakan untuk mengevaluasi pasien yang dicurigai mengalami inflammatory bowel disease.

Breath hydrogen test

- atau pemberian susu bebas laktosa sementara waktu dapat dikerjakan pada pasien yang dicurigai intoleransi laktosa

Tata laksana

Diare persisten yang disertai dengan gangguan nutrisi harus selalu dianggap sebagai penyakit yang serius, dan terapi harus segera dimulai. Terapi dapat dibagi menjadi tindakan suportif umum, rehabilitasi nutrisi dan obat.

Kematian akibat diare paling sering disebabkan oleh dehidrasi, maka intervensi awal -

yang paling utama adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang. Rehidrasi paling baik dilakukan dengan cairan rehidrasi oral.

Rehabilitasi nutrisi sangatlah penting pada anak malnutrisi yang mengalami infeksi -

usus. Sejumlah kalori yang cukup harus selalu disediakan. Pemasukan kalori dinaikkan secara bertahap sampai 50% atau lebih di atas RDA (Recomended Daily Allowance) untuk umur dan jenis kelamin. Pemberian kalori dimulai dari 75 kkal/kgBB/hari dinaikkan bertahap sebesar 25 kkal/kgBB/hari sampai bisa mencapai 200 kkal/kgBB/ hari.

Untuk anak yang tidak dapat menerima volume makanan dalam jumlah yang banyak, kepadatan kalori dapat ditingkatkan dengan penambahan lemak atau karbohidrat, tetapi kapasitas absorpsi usus harus selalu dimonitor.

Anak dengan steatorrhea dapat diberikan

- medium-chain tryglicerides (MCT) karena

produk itu lebih mudah diabsorpsi.

Susu bebas laktosa sebaiknya diberikan pada semua anak dengan diare persisten -

yang tidak mendapat ASI (sesuai dengan algoritme terapi yang dibuat oleh WHO).

Eksklusi makanan biasanya diberikan dengan maksud untuk mengatasi intoleransi -

makanan, yang mungkin merupakan penyebab primer dari diare persisten atau sebagai komplikasinya. Rangkaian eliminasi diet harus dilakukan bertahap mulai dari diet yang masih mengandung sedikit sampai yang sama sekali tidak mengandung bahan yang dilarang, seperti misalnya cow’s milkprotein hydrolisat sampai amino acid- based formula, atau sebaliknya sesuai dengan kondisi pasien.

56 Diare Persisten

Bila tidak terdapat susu protein hidrolisat, dapat dipertimbangkan pemberian susu -

protein kedelai, walaupun dari konsensus menyatakan bahwa protein kedelai dapat menyebabkan alergi, tetapi beberapa penelitian memperlihatkan hasil yang baik tentang penggunaan susu kedele untuk kasus intoleransi protein.

Pada beberapa kasus, nutrisi klinik harus dipertimbangkan: hal ini meliputi enteral -

atau parenteral nutrisi. Enteral nutrisi dapat diberikan melalui selang nasogastrik atau gastrostomi. Hal ini diindikasikan untuk anak yang tidak dapat makan lewat mulut, baik karena penyakit primer di usus atau karena sangat lemah.

Continuous enteral nutrition

- efektif untuk anak dengan fungsi absorpsi yang menurun.

Dasar pemikiran dari continuous enteral nutrition adalah rasio dari waktu yang bertambah dibanding dengan fungsi absorpsi. Dengan menambah waktu fungsi permukaan yang berkurang akan meningkatkan absorpsi nutrisi setiap harinya Anak yang sangat kurus, nutrisi enteral mungkin tidak cukup. Pada beberapa kasus -

nutrisi parenteral adalah prosedur untuk menyelamatkan jiwa. Nutrisi parenteral harus dilakukan pada fase awal, segera setelah pendekatan nutrisi yang lebih sedikit invasif sudah dicoba tetapi tidak berhasil.Walaupun demikian harus diingat bahwa nutrisi parenteral mempunyai banyak risiko, sehingga merupakan pilihan terakhir, yaitu pada pasien dengan intoleransi terhadap hampir semua makanan, termasuk monosakarida.

Pemberian mikronutrien -

Vitamin A, asam folat, besi, vitamin B12, zinc bekerja pada mukosa intestinal dan respons imun sehingga harus diberikan pada pasien diare persisten. Pasien diare persisten rentan terhadap kekurangan mikronutrien, diakibatkan asupan nutrisi yang tidak adekuat dan pembuangan mikronutrien melalui defekasi. Suplementasi multivitamin dan mineral harus diberikan minimal dua RDA (Recommended Daily Allowances) selama dua minggu. Satu RDA untuk anak umur 1 tahun meliputi asam folat 50 mikrogram, zinc 10 mg, vitamin A 400 mikrogram, zat besi 10 mg, tembaga 1 mg dan magnesium 80 mg. WHO (2006) merekomendasikan suplementasi zinc

untuk anak berusia ≤6 bulan sebesar 10 mg dan untuk anak berusia >6 bulan sebesar

20 mg, dengan masa pemberian 10 – 14 hari. Terapi farmakologis

-

Terapi antibiotik rutin tidak direkomendasikan karena terbukti tidak efektif. Antibiotik diberikan hanya jika terdapat tanda-tanda infeksi baik infeksi intestinal maupun ekstra-intestinal. Jika dalam tinja didapatkan darah, segera diberikan antibiotik yang sensitif untuk shigellosis. Pilihan antibiotik metronidazol oral (50 mg/kgBB dalam 3 dosis terbagi) diberikan pada kondisi adanya trofozoit Entamoeba histolytica dalam feses, atau jika tidak didapatkan perbaikan klinis pada pemberian dua antibiotik berbeda yang biasanya efektif untuk shigella. Jika dicurigai penyebab adalah infeksi lainnya, antibiotik disesuaikan dengan hasil biakan tinja dan sensitivitas.

Probiotik dapat diberikan baik untuk diare akut maupun diare berkepanjangan -

mengungkapkan bahwa pemberian susu yang mengandung Lactobacillus casei, Lactobacillus acidophillus dan Saccharomyces boulardi pada penderita diare persisten selama 5 hari menurunkan jumlah tinja, durasi diare, dan durasi muntah yang menyertai. Dosis probiotik yang direkomendasikan adalah 108 – 1010

CFU, baik probiotik hidup ataupun yang telah mati. -

Pemantauan -

Pemantauan diperlukan untuk memantau tumbuh kembang anak sekaligus memantau perkembangan hasil terapi. Anak-anak yang tidak menunjukkan perbaikan dengan terapi diare persisten membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut untuk menyingkirkan kemungkinan diare intraktabel. Kegagalan manajemen nutrisi ditandai dengan adanya peningkatan frekuensi berak dan diikuti kembalinya tanda-tanda dehidrasi, atau kegagalan pertambahan berat badan dalam waktu 7 hari.

Ketika semua terapi telah dilakukan namun tidak ada perbaikan, maka satu-satunya pilihan adalah nutrisi parenteral atau pembedahan, termasuk transplantasi usus.

Kepustakaan

Persisten diarrhea in children in developing countries. Memorandum from a WHO meeting. Bull 1.

WHO. 1988;66:709-17.

Fauvean V, Henry FJ, Briend A, Yunus M, Chakraburty J. Persistent diarrhea as a cause of childhood 2.

mortality in rural Bangladesh. Acta Pediatr Suppl. 1992;381:12–14.

Victoria GG, Hutttly SR, Fuchs SC, Nobre LC, Barros FC. Deaths due to dysentery, acute and 3.

persistent diarrhoea among brazilian infants. Acta Pediatr Suppl. 1992;381;7–11.

Jacy AB, Andrade, Moreira C, Fagundes–Neto U. Persistent diarrhea. Journal de Pediatrica. 4.

2000;76:S119-26.

Bishop WP. Diarrhea. Dalam: Dawn RE, penyunting. Pediatric practice gastroenterology. New 5.

York:McGraw Hill Medica;2010. h.41 – 54.

Soeparto P, Djupri LS, Sudarmo SM, Ranuh IGM RG. Gangguan Absorpsi-Sekresi; Sindrom Diare. Seri 6.

Gramik Gastroenterology Anak Edisi 2. Surabaya:Graha Masyarakat Ilmiah Kedokteran (GRAMIK) Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSUD Dr. Soetomo;1999. h.154-242

Soenarto, SY. Diarrhea case management: using research finding directly for case management and 7.

teaching in a teaching hospital in Yogyakarta, Indonesia, Amsterdam. 1997

Soenarto Y. Diare kronis dan diare persisten. Dalam: Juffrie M, Soenarto Y, Oswari H, Arief S, Rosalina I, 8.

Mulyani NS, penyunting. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1. Cetakan Kedua. Jakarta:UKK Gastroenterologi-Hepatologi IDAI;2011 .h.121-36.

Shankar R, Singh SP , Tripathi CB. Persistent diarrhoea, approaches for the management among under 9.

five children. Indian J Drew Soc Med. 2004;35:3-4.

Guarino A, De Marco G. Persistent Diarrhea. Walker’s Pediatric Gastrointestinal Disease. Volume 10.

One. BC Decker Inc Hailton;2008. h.265-74.

World Heath Organization. Evaluation of an algorithm for the treatment of persistent diarrhea : A 11.

multicenter study, International Working Group on persistent diarrhea. World Health Organ Bull. 1996;74:479-89 .

58 Diare Persisten

Bellemare S, Harting L, Wiebe N. Oral rehydration versus intravenous therapy for threating 12.

dehydration due to gastroenteritis in children. A meta-analysis of randomized controlled trials. BMC Med. 2004;15:2-11.

Berni Canani R, Cirillo P, Terrin G,. Probiotics the treatment of acute gastroenteritis: A randomized 13.

clinical trial with five different preparations. BMJ. 2007;335:60

Gaon D, Garcia H, Winter L. Effect of Lactobacillus strains and Saccharomyces boulardii on persistent 14.

diarrhea in children. Medicina (B Aires). 2003;63;293-8.

Powell GK. Milk and soy induced enterocolitis of infancy. J Pediatr .1978;93:553-60. 15.

Dalam dokumen IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA 2011 PEDOMA (Halaman 66-71)