• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA IILEGAL FISHING

A. Proses Hukum Illegal Fishing

4. Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

Setelah surat dakwaan selesai disusun selanjutnya penuntut umum melimpahkan perkara ke pengadilan negeri dengan permintaan agar segera mengadili perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan.83 Selanjutnya setelah pengadilan negeri menerima pelimpahan tersebut pengadilan mengeluarkan penetapan mengenai majelis hakim, hari, waktu, dan ruang sidang serta mengeluarkan penetapan penahanan guna proses persidangan.

82 Gatot Supramono, Op.Cit, Hlm.77

83 Ibid, Hlm. 108

87

Selanjutnya penuntut umum menghadirkan terdakwa ke depan persidangan sesuai dengan hari, waktu dan ruang sidang sebagaimana yang telah ditetapkan oleh hakim. Untuk proses persidangan yang pertama dilakukan ialah pembacaan surat dakwaan oleh penuntut umum. Sebelum penuntut umum membacakan surat dakwaan terlebih dahulu ketua majelis memeriksa identitas terdakwa sebagaimana yang tercantum dalam surat dakwaan. Setelah selesai pembacaan surat dakwaan maka ketua majelis akan menanyakan kepada terdakwa mengenai ada tidaknya keberatan mengenai surat dakwaan tersebut, apabila tidak ada keberatan dari terdakwa atau penasihat hukum terdakwa, maka acara dilanjutkan dengan pemeriksaan alat bukti.

Yang dimaksud dengan alat bukti ialah alat-alat yang digunakan untuk pembuktian dalam suatu proses persidangan. Dalam Undang-Undang Perikanan tidak mengatur mengenai alat-alat bukti apa saja yang harus diajukan di persidangan. Menurut Pasal 184 KUHAP, alat-alat bukti yakni :

a. Keterangan saksi b. Keterangan ahli c. Surat

d. Petunjuk

e. Keterangan terdakwa.

Dari kelima alat bukti tersebut, keterangan saksi merupakan hal yang utama dalam pembuktian perkara pidana, karena saksi sebagai alat bukti adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan

88

peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri (Pasal 1 angka 26 KUHAP).

Pengadilan perikanan awalnya hanya ada di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Medan, Pontianak, Bitung dan Tual. Sedangkan Sulawesi Selatan dan Barat ketika itu belum ada Pengadilan perikanan. Maka berdasarkan Pasal 106 dan 107 yang pada intinya bahwa selama belum dibentuk pengadilan perikanan selain pengadilan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3), terhadap perkara tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di luar daerah hukum pengadilan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3), tetapi diperiksa, diadili, dan diputus oleh Pengadilan Negeri yang berwenang dengan menggunakan Hukum Acara yang diatur dalam Undang-Undang ini termasuk penyidikan dan penuntutannya. Artinya semua Pengadilan Negeri yang ada dalam wilayah Hukum Pengadilan, apabila ada tindak pidana Perikanan maka Pengadilan Negeri yang bersangkutan dalam wilayah hukumnya berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tersebut dan sudah dilaksanakan dalam praktik Peradilan selama ini.84

Setiap pengadilan negeri mempunyai wilayah hukum yang merupakan kompetensi relatif untuk menyidangkan suatu perkara. Pada umumnya wilayah hukum pengadilan negeri sama dengan wilayah administratif pemerintah kabupaten/kota. Untuk kompetensi relatif pengadilan perikanan mengikuti wilayah hukum pengadilan negeri. Ketentuan pasal 71 ayat (4) UU Perikanan disebutkan

84Pasal 106 dan 107 Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan

89

wilayah hukum pengadilan perikanan sesuai dengan wilayah hukum pengadilan negeri yang bersangkutan.

Di dalam Pasal 108 Undang-Undang Perikanan, menyatakan bahwa pada saat undang-undang ini mulai berlaku:

a. perkara tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di daerah hukum pengadilan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3) yang masih dalam tahap penyidikan atau penuntutan tahap diberlakukan hukum acara yang berlaku tetap sebelum berlakunya undang-undang ini;

b. perkara tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di daerah hukum pengadilan perikanan terjadi di daerah hukum pengadilan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3) yang sudah dilimpahkan ke pengadilan negeri tetapi belum mulai diperiksa dilimpahkan kepada pengadilan perikanan yang berwenang;

c. perkara tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di daerah hukum pengadilan perikanan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3) yang sudah dilimpahkan ke pengadilan negeri tetapi belum mulai diperiksa, dilimpahkan kepada pengadilan perikanan yang berwenang.

Pemeriksaan di sidang pengadilan diatur dalam Pasal 77 sampai 83 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 jo Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.

Pasal 77 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyatakan bahwa pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana di

90

bidang perikanan dilakukan berdasarkan hukum acara berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini.

Pasal 78 menyatakan bahwa:

(1) Hakim pengadilan perikanan terdiri atas hakim karier dan hakim ad hoc.

(2) Susunan majelis hakim terdiri atas 2 (dua) hakim ad hoc dan 1 (satu) hakim karier.

(3) Hakim karier sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung.

(4) Hakim ad hoc sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung.

Pasal 78 A Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan menyatakan bahwa:

(1) Setiap pengadilan negeri yang telah ada pengadilan perikanan, dibentuk subkepaniteraan pengadilan perikanan yang dipimpin oleh seorang panitera muda.

(2) Dalam melaksanakan tugasnya, panitera muda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh beberapa orang panitera pengganti.

(3) Panitera muda dan panitera pengganti pengadilan perikanan berasal dari lingkungan pengadilan negeri.

(4) Ketentuan mengenai persyaratan, tata cara pengangkatan, dan pemberhentian panitera muda dan penitera pengganti pengadilan perikanan serta susunan organisasi, tugas, dan tata kerja subkepaniteraan

91

pengadilan perikanan diatur dengan peraturan Mahkamah Agung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 79 menyatakan bahwa pemeriksaan di sidang pengadilan dapat dilaksanakan tanpa kehadiran terdakwa.

Majelis hakim dalam melakukan pemeriksaan terhadap terdakwa pelaku tindak pidana perikanan berwenang melakukan penahanan paling lama 20 (dua puluh) hari. Apabila persidangan belum selesai penahanan tersebut dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri/Perikanan paling lama 10 (sepuluh) hari.

Jika waktu 30 (tiga puluh) hari telah berakhir terdakwa harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum walaupun perkaranya belum diputus oleh majelis hakim (Pasal 80 ayat (1), Pasal 81 ayat (1,2,3) UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.