• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETENTUAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA ILLEGAL FISHING

A. Ruang Lingkup Illegal Fishing

3. Tindak Pidana Dibidang Perikanan (Illegal Fishing)

Bilamana dicermati Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, maka undang-undang perikanan tersebut termasuk ruang lingkup hukum administrasi, hal ini antara lain terlihat ketentuan yang bersifat administratif.

57

Dari ketentuan pidana yang diatur dalam ketentuan Pasal 84 sampai dengan pasal 104 Undang-Undang Perikanan tersebut dapat digolongkan ke dalam beberapa bagian, yakni sebagai berikut :64

1. Tindak pidana yang menyangkut penggunaan bahan yang dapat membahayakan kelestarian sumber daya ikan / lingkungannya (Pasal 84 Undang-Undang Perikanan).

2. Tindak pidana sengaja menggunakan alat penangkap ikan yang mengganggu dan merusak sumber daya ikan di kapal perikanan (Pasal 85 Undang-Undang Perikanan).

3. Tindak pidana yang berkaitan dengan pencemaran / kerusakan sumber daya ikan / lingkungannya (Pasal 86 Ayat (1) Undang-Undang Perikanan).

4. Tindak pidana yang berhubungan dengan pembudidayaan ikan (Pasal 86 Ayat (2), Ayat (3), Ayat (4) Undang-Undang Perikanan).

5. Tindak pidana yang berhubungan dengan merusak plasma nutfah (Pasal 87 Undang-Undang Perikanan).

6. Tindak pidana yang menyangkut pengelolaan perikanan yang merugikan masyarakat (Pasal 88 Undang-Undang Perikanan).

7. Tindak pidana yang berkaitan dengan pengolahan ikan yang tidak memenuhi syarat (Pasal 89 Undang-Undang Perikanan).

64 Gatot Supramono, Hukum Acara Pidana dan Hukum Pidana di Bidang Perikanan, (Jakarta:

PT. Rineka Cipta, 2011), Hlm 154.

58

8. Tindak pidana yang berhubungan dengan pemasukan / pengeluaran hasil perikanan dari / ke wilayah negara RI tanpa dilengkapi sertifikat kesehatan (Pasal 90 Undang-Undang Perikanan).

9. Tindak pidana yang berkaitan dengan penggunaan bahan / alat yang membahayakan manusia dalam melaksanakan pengolahan ikan (Pasal 91 Undang-Undang Perikanan).

10. Tindak pidana yang berkaitan dengan melakukan usaha perikanan tanpa SIUP (Pasal 92 Undang-Undang Perikanan).

11. Tindak pidana melaksanakan penangkapan ikan tanpa memiliki SIPI (Pasal 93 Undang-Undang Perikanan).

12. Tindak pidana melakukan pengangkutan ikan tanpa memiliki SIKPI (Pasal 94 Undang-Undang Perikanan).

13. Tindak pidana memalsukan SIUP, SIPI, dan SIKPI (Pasal 94 A Undang-Undang Perikanan).

14. Tindak pidana membangun, mengimpor, memodifikasi kapal perikanan tanpa izin (Pasal 95 Undang-Undang Perikanan).

15. Tindak pidana tidak melakukan pendaftaran kapal perikanan (Pasal 96 Undang-Undang Perikanan).

16. Tindak pidana yang berkaitan dengan pengoperasian kapal perikanan asing (Pasal 97 Undang-Undang Perikanan).

17. Tindak pidana tanpa memiliki surat persetujuan berlayar (Pasal 98 Undang-Undang Perikanan).

59

18. Tindak pidana melakukan penelitian tanpa izin pemerintah (Pasal 99 Undang-Undang Perikanan).

19. Tindak pidana melakukan usaha perngelolaan perikanan yang tidak memenuhi ketentuan yang ditetapkan UU Perikanan (Pasal 100 Undang-Undang Perikanan).

20. Tindak pidana yang dilakukan oleh nelayan / pembudidaya ikan kecil (Pasal 100 B Undang-Undang Perikanan).

21. Tindak pidana melanggar kebijakan pengelolaan sumber daya ikan yang dilakukan oleh nelayan / pembudidaya ikan kecil (Pasal 100 C Undang-Undang Perikanan).

Dari beberapa hal tersebut di atas, dapat dilihat bahwa dalam tindak pidana di bidang perikanan tersebut ada beberapa hal yang termasuk ke dalam ruang lingkup administrasi, seperti halnya masalah perizinan usaha perikanan, izin penangkapan ikan, dan izin kapal pengangkut ikan. Meskipun aturan-aturan yang bersifat administrasi tersebut telah dibuat sedemikian rupa tidaklah serta merta setiap orang akan mentaatinya, tetap saja ada terjadi pelanggaran-pelanggaran atas ketentuan-ketentuan tersebut. Untuk penguatan dan pentaatan berlakunya ketentuan-ketentuan-ketentuan-ketentuan yang bersifat administrasi tersebut maka dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dimuat ancaman pidana yang merupakan suatu kebijakan dalam hukum pidana (penal policy).

60 Sudarto menyatakan:65

“Penal policy” merupakan usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan pidana yang baik, yang sesuai dengan keadaan pada waktu tertentu dan untuk masa yang akan datang.

Secara singkat dapatlah dikatakan, bahwa pidana di bidang perikanan merupakan suatu perbuatan di bidang perikanan yang memuat larangan-larangan, yang bilamana perintah-perintah dan larangan-larangan tersebut dilanggar (tidak ditaati) maka pelakunya (individu atau korporasi) diancam dengan suatu pidana (stelsel pidana kumulatif).

Adanya ancaman pidana kumulatif dalam undang-undang di bidang perikanan (Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan) tidaklah berarti dengan serta merta illegal fishing dapat dicegah dan dibasmi sampai ke akar-akarnya.

Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa penal policy merupakan usaha untuk mewujudkan peraturan perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan situasi pada suatu waktu dan untuk masa datang. Berkaitan dengan itu pemerintah telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dimana dalam undang-undang tersebut memuat ancaman pidana.

Penggunaan sanksi hukum pidana dalam mengatur dan mengendalikan masyarakat melalui perundang-undangan pada dasarnya merupakan bagian dari suatu langkah kebijakan.

65 Sudarto, Hukum Dan Hukum Pidana, (Bandung: Penerbit Alumni Bandung, 2010), hlm. 159

61

Untuk itu pula penanganan kasus illegal fishing harus dilakukan tidak hanya dengan upaya penal juga harus pula disandingkan dengan upaya non penal.

Berhubung dengan hal tersebut menurut G.P. Hoefnagel dalam bukunya Barda Nawawi Arief, maka upaya penanggulangan kejahatan dengan penal dan non penal dapat ditempuh dengan jalan:66

1. Penerapan hukum pidana (Criminal Law Application);

2. Pencegahan tanpa pidana (Prevention without punishment);

3. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan melalui media massa.

Secara garis besarnya ada 2 (dua) penanggulangan kejahatan:

a. Jalur penal (hukum pidana)

Lebih menitikberatkan pada sifat represif (penumpasan, pemberantasan, penindasan) sesudah kejahatan terjadi.

b. Jalur non penal (diluar hukum pidana)

Lebih menitikberatkan pada sifat preventif (pencegahan, penangkalan, pengendalian) sebelum kejahatan terjadi.

Namun harus pula diingat tindakan represif pada dasarnya dapat juga dilihat sebagai tindakan preventif dalam arti luas.

Jalur non penal adalah:

1. Pencegahan tanpa pidana;

66 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung: Penerbit PT.

Citra Aditya Bakti, 2005), hlm. 42

62

2. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media massa.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa pencegahan dan penanggulangan tindak pidana perikanan (illegal fishing) tidak dapat hanya dengan penal policy, juga harus dengan non penal policy.