• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemerintahan Abdurrahman Wahid yang Dirundung Masalah

LATAR BELAKANG MEGAWATI SOEKARNOPUTRI DIANGKAT SEBAGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

B. Latar Belakang Megawati Soekarnoputri Diangkat menjadi Presiden 1.Situasi Politik Indonesia 1.Situasi Politik Indonesia

2. Pemerintahan Abdurrahman Wahid yang Dirundung Masalah

a. Keterlibatan Abdurrahman Wahid dalam kasus Bullogate dan Brunneigate.

Ditinjau dari sudut pembentukannya, legitimasi pemerintahan Abdurrahman Wahid sangat kuat. Ia dipilih sebagai Presiden RI yang keempat melalui SU MPR 1999, yang dianggap paling demokratis sepanjang sejarah RI. Ini sangat berbeda dengan legitimasi B.J Habibie, yang sampai menjelang kejatuhannya masih diributkan.

Tetapi kuatnya legitimasi Abdurrahman Wahid, tidak berarti tidak ada masalah lagi. Justru sebaliknya, meskipun problem-problem itu tidak seluruhnya baru, ada warisan rezim lama, ada yang baru yang boleh jadi hanya merupakan reaksi atas berlakunya pola kehidupan politik atau pemikiran lama yang dirasakan menghambat atau mengganggu aktualisasi reformasi.

Sejak diangkat menjadi Presiden Abdurrahman Wahid sudah bersikap seenaknya, cuek, nyeleneh, dan ceplas-ceplos. Gaya yang demikian ini sudah dirajutnya sejak berkecimpung dalam discourse

pemikiran pada awal tahun 1970-an. Sikap yang demikian ini dapat dibilang wajar, akan tetapi dapat menjadi kontroversial karena Gus Dur dinilai telah berani untuk berbeda dan diluar batas kelaziman.61 Dengan sikap yang nyeleneh demikian masyarakat menyadari pemerintahan yang

61

Al-Brebesy, Ma’mun Murod, 1999, Menyikap Pemikiran Politik Gus Dur dan Amien RAis Tentang Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 86-87.

dipegang oleh Presiden Abdurrahman Wahid ternyata memberikan implikasi yang buruk bagi situasi politik Indonesia waktu itu.

Masalah yang sangat kontroversial adalah keterlibatan beliau dalam kasus Yanatera Bulog dan Bantuan Sultan Brunei yang dikenal dengan istilah Buloggate dan Brunneigate. Istilah Buloggate dan

Brunegate ini di inspirasi dari sebuah peristiwa di Amerika Serikat, yaitu

Watergate. Watergate merupakan skandal politik yang dilakukan oleh Presiden Richard Nixon pada tahun 1972-1974, yang berujung pengunduran diri oleh Presiden Richard Nixo n pada tanggal 8 Agustus 1974. Istilah Watergate ini diambil dari sebuah hotel di Washington DC dimana tempat terjadinya skandal politik tersebut.62

Dalam kasus Buloggate, Abdurrahman Wahid terlibat dalam penyelewengan dana Yayasan Bina Kesejahteraan (Yanatera) Badan Urusan Logistik (Bulog) sebesar Rp 35 Miliar pada tanggal 7 Januari 2000.63 Letak keterlibatannya Abdurrahman Wahid dalam kasus ini adalah beliau telah menyalahgunakan kekuasaan dan menekan pejabat bulog agar mengeluarkan dana bulog sebesar Rp 35 miliar tanpa mau mengeluarkan keppres. Alasan Abdurrahman Wahid tidak mau mengeluarkan keppres karena akan lebih panjang urusannya.64 Bahkan Abdurrahman Wahid mengetahui dengan persis kish pembobolan dana

62 ”Dibalik Watergate” dalam http:// www.Riaupos.com/v2/content/view/1821/103/ tanggal 23 Mei 2008.

63 ..., 2001, ” Dicari: Komisi Pelumat Korupsi”, Tempo, No. 43, Tahun XXIX, edisi 7 Januari, hal. 36-37.

64

……., 2000, “ Skandal Bulog dan Kredibilitas Presiden”, Tempo, No.35., Tahun XXIX, edisi 5 November, hal. 25.

Yanatera dan ikut menerima sebagian dana tersebut, yaitu beliau telah memberikan cek senilai 5 miliar dari laci mejanya kepada Siti Farika teman dekatnya. Cek tersebut berasal dari Bulog. Abdurrahman Wahid mengakui telah melakukan suatu tindakan yang sudah terlanjur dan dan dinilai fatal.65Sedangkan dalam kasus Bruneigate , yaitu Abdurrahman Wahid telah menerima bantuan sosial dari Sultan Brunei sebesar US $ 2 juta. Bantuan sosial tersebut diterima oleh Abdurrahman Wahid sebagai bantuan secara pribadi dan tidak dilaporkan dalam keuangan Negara. Bantuan tersebut diberikan kepada sejumlah LSM dan anggota mahasiswa di Aceh, Maluku dan Irian Jaya. Menurut Abdurrahman Wahid bantuan tersebut sifafnya pribadi dan pengelolaan dan penyaluran dana tersebut tidak di masukkan ke lembaga kepresidenan. Akan tetapi melihat tujuan dari penyaluran dana tersebut untuk kemanusiaan di Aceh, Maluku dan Irian Jaya yang notabene permasalahan negara, maka dana tersebut haruslah di administrasikan dalam lembaga kepresidenan. Disamping itu jumlahnya sangat besar untuk ukuran dana sumbangan. Kesalahan Abdurrahman Wahid adalah beliau menerima sumbangan sebesar US $ 2 juta yang menurutnya pribadi, tetapi dana tersebut dialokasikan untuk kemanusiaan di beberapa daerah yang notabene permasalahan negara. Sementara itu dana tersebut di kelola sendiri tanpa melaporkan keuangan kepada negara.

65

…….., 2000, “ Rusdihardjo: Presiden adalah tersangka”, Tempo, No.40., Tahun XXIX, edisi 10 Desember, hal. 22.

Dalam kaitannya kasus Buloggate dan Bruneigate, Abdurrahman Wahid telah melanggar UUD 1945 yaitu Pasal 7A, yang berbunyi:

Presiden dan Wakil Presiden dapat diberhentikan dari masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana erat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden.66

Berdasarkan isi pasal tersebut Abdurrahman Wahid telah melakukan hukum berupa korupsi. Sebagai tindak lanjut, DPR membuat Pansus untuk menyelidiki kasus Yanatera Bulog dan Bantua n dari Sultan Brunei. Kerja Pansus ini disetujui dan diterima oleh mayoritas Fraksi besar di Dewan Perwakilan Rakyat. Hal ini sesuai dengan Keputusan DPR Nomor XXXVI tanggal 1 Februari 2001.

Tindak lanjut dari keputusan tersebut adalah berdasarkan Ketetapan MPR Nomor III/MPR/1978 Pasal 767, DPR pada tanggal 1 Februari 2001 menyampaikan memorandum untuk mengingatkan bahwa Presiden Abdurrahman Wahid sungguh melanggar Haluan Negara, yaitu melanggar pasal 9 UUD 1945 tentang sumpah jabatan dan ketetapan MPR No XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN. Sebaliknya Presiden Abdurrahman Wahid menolak memorandum pertama, karena menurut hematnya tidak memenuhi alasan

66 Lihat UUD 1945 Pasal 7A.

67 Ketetapan MPR No.III/MPR/1978 Ayat 2 disebutkan, Apabila DPR menganggap Presiden sungguh melanggar Negara, maka DPR menyampaikan memorandum untuk mengingatkan presiden. Dalam Ayat 3 disebutkan, Apabila dalam waktu tiga bulan presiden tidak memperhatikan memorandum DPR tersebut pada ayat 2 pasal ini, maka DPR akan menyampaikanmemorandum kedua.

konstitusional dan tidak terbukti bahwa presiden sungguh melanggar haluan negara.

Meskipun memorandum pertama ditolak, akan tetapi DPR mempunyai kewenangan untuk menilai kinerja presiden Abdurrahman wahid selama tiga bulan setelah dikeluarkannya memorandum pertama. Apabila DPR menilai dalam waktu tiga bulan tidak ada indikasi bahwa presiden sungguh-sungguh memperhatikan memorandum pertama, DPR dapat mengeluarkan memorandum kedua.

Berkaitan dengan jawaban presiden Abdurrahma n Wahid terhadap memorandum pertama, DPR menilai bahwa Abdurrahman Wahid tidak memperhatikan memorandum tersebut. Untuk itu DPR pada tanggal 30 April 2001 mengeluarkan memorandum kedua terhadap presiden Abdurrahman Wahid. Memorandum kedua ini didukung oleh mayoritas Fraksi di DPR, dengan pertimbangan demi keselamatan bangsa dan negara yang tengah mengalami krisis multidimensional. Memorandum kedua inipun tidak diindahkan oleh presiden Abdurrahman Wahid.

Langkah selanjutnya adalah melaksanakan Sidang Istimewa MPR untuk meminta pertanggungjawaban presiden. Ketidakhadiran dan penolakan presiden Abdurrahman Wahid untuk memberikan pertanggungjawaban dalam Sidang Istimewa MPR dan penerbitan Maklumat presiden tanggal 23 Juli 2001 sungguh melanggar haluan negara. Untuk itu melalui Sidang Istimewa tahun 2001 yang

diselenggarakan pada tanggal 21-26 Juli 2001 presiden Abdurrahman Wahid secara resmi diberhentikan dari jabatannya.

b. Abdurrahman Wahid tidak mendapat dukungan di Parlemen

Alasan kedua mengapa Presiden Abdurrahman Wahid dapat diturunkan dari jabatannya adalah tidak ada dukungan dalam parlemen. Pada pemilu 1999, Abdurrahman Wahid memperoleh suara terbanyak nomor dua dibawah Megawati Soekarnoputri. Akan tetapi pada tingkat parlemen Abdurrahman Wahid mendapat dukungan dari sebagian Fraksi yang berada di parlemen sehingga beliau menjabat sebagai presiden.

Seiring dengan perjalanannya dalam memerintah bangsa Indonesia, terjadi konflik antara presiden dan DPR yang menyangkut masalah ketatanegaraan RI. Dijatuhkannya memorandum pertama oleh DPR, yang kemudian disusul memorandum kedua untuk meminta pertanggujawaban presiden, membuktikan terjadi perseteruan antara presiden dan DPR.

Langkah- langkah yang diambil DPR dalam menyampaikan memorandum pertama mengenai kasus Bullogate dan Brunneigate, mendapat dukungan dari sebagian fraksi di DPR, antara lain F-PDIP, F-G, F-PP, F-R, F-TNI, F-PBB, F-KKI. Untuk selanjutnya seluruh fraksi tersebut mendukung untuk dikeluarkan memorandum kedua terhadap Abdurrahman Wahid sebagai tindak lanjut terhadap memorandum pertama yang tidak diperhatikan. Bahkan berdasarkan votting rapat paripurna DPR menunjukkan mayoritas anggota DPR menginginkan pelaksanaan Sidang Istimewa. Dari 408 anggota dewan yang mengikuti votting, 365

diantaranya setuju meminta MPR melaksanakan Sidang Istimewa. Kecilnya dukungan terhadap presiden dari kalangan fraksi di DPR berdampak pada hilangnya jabatan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden RI. Karena pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, presiden tidak diangkat secara langsung oleh rakyat melainkan oleh lembaga Legislatif. Apabila mayoritas wakil rakyat ya ng berada di Legislatif tidak mendukung maka seorang presiden dapat dijatuhkan dari jabatannya.

3. Jalannya Politik Sidang Istimewa MPR 2001 a. Sidang Istimewa MPR

Sidang Istimewa dipilih untuk menyelesaikan konflik politik, karena ini yang konstitusiona l dan lebih baik dibandingkan dengan cara pemaksaan atau kekerasan. Sidang Istimewa MPR dapat diselenggarakan dengan alasan, yaitu:

1. Atas permintaan Presiden dan atau DPR untuk memilih wakil presiden apabila wakil presiden berhalangan tetap68.

2. Bila presiden dan wakil presiden berhalangan tetap maka MPR dalam waktu selambat- lambatnya satu bulan setelah presiden dan wakil presiden berhalangan tetap sudah menyelenggarakan SI-MPR untuk memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden yang masa

68 Ketatapan MPR No. VII/MPR/1973 tentang Keadaan presiden dan/atau wakil presiden Republik Indonesia berhalangan, Pasal 4 ayat (1). Ketetapan MPR No.III/MPR/1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/ atau Antar Lembaga-lembaga Tinggi Negara,pasal 6.

jabatannya berakhir sesuai dengan masa jabatan presiden dan wakil presiden yang digantikan.69

3. Atas permintaan DPR untuk meminta pertanggungjawaban Presiden apabila DPR mengangggap presiden telah melanggar UUD 1945 dan Haluan Negara. Disini, DPR hanya dapat meminta SI MPR setelah memberikan dua kali memorandum.70

Memorandum DPR tidak harus berakhir dengan sidang istimewa MPR, hal ini tergantung dari respon Presiden. Jika respon presiden tidak memuaskan DPR, maka Memorandum pertama DPR akan disusul dengan memorandum kedua DPR. Bila memorandum kedua DPR juga tidak me ndapat perhatian dari presiden maka DPR meminta MPR menyelenggarakan SI MPR untuk meminta pertanggungjawaban Presiden.

DPR menyampaikan memorandum kepada presiden apabila DPR mengganggap Presiden talah melanggar UUD 1945 dan Haluan Negara. Dikatakan melanggar UUD 1945 apabila presiden dalam menjalankan pemerintahan dan kebijakannya tidak sesuai atau bahkan bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UUD 1945. Sementara yang dimaksud dengan melanggar haluan negara adalah menjalankan kebijakan-kebijakan tetapi menyimpang dari haluan negara atau tidak menjalankan haluan negara. Yang dimaksud haluan negara adalah seluruh ketetapan-ketetapan MPR, baik

69

Ketetapan MPR No. VII/MPR/1973,pasal 5 ayat (1) 70

ketetapan MPR secara khusus mengatur Garis-garis Besar Haluan Negara maupun ketetapan-ketetapan MPR lainnya.71

Keterlibatan Presiden Abdurrahman Wahid dalam percairan dana Yanatera bulog dan dana bantuan dari sultan Brunnei membuat DPR untuk mengeluarkan Memorandum kepada Presiden untuk mengingatkan Presiden. Akan tetapi memorandum yang dikeluarkan DPR ini diabaikan oleh Presiden, sehingga DPR mengeluarkan memorandum untuk yang kedua kalinya untuk meminta pertanggungjawaban presiden kepada MPR. Kedua memorandum inipun tidak diindahkan oleh presiden karena dianggap tidak konstitusional. Bahkan presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan dekrit sebagai bentuk perlawanan terhadap DPR. Atas dasar inilah, DPR meminta MPR untuk menyelenggarakan Sidang Istimewa dan meminta pertanggujawaban presiden. Seluruh fraksi di MPR sepakat menggelar Sidang Istimewa MPR untuk mengatasi persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia. Setidaknya ada lima fraksi yang mendukung diselenggarakannya Sidang Istimewa, mereka menyatakan bahwa tidak adanya perubahan sikap dan kinerja presiden Abdurrahman Wahid sejak dikeluarkannya Memorandum I dan II. Presiden dianggap melanggar sumpah jabatan dan meremehkan parlemen. Di samping itu, presiden dinilai tidak serius dalam memberantas KKN bahkan cenderung melawan DPR.72 Atas desakan dari beberapa fraksi, diantaranya F. PDIP, F.

71 Kusnardi, Moh, dan Bintan R. Saragih, 1978, Susunan Pembagian Kekuasaan Menurut Sistem

Undang-Undang Dasar 1945, PT. Gramedia, Jakarta, hal 20.

72

……”Dari Senayan: Tiada Kompromi, tiada maaf lagi” Tempo, Vol.XXX, No. 9., Edisi 30 April-6 Mei 2001, hal. 22., lihat, “Presiden akan Jawab Memorandum I 29 Maret” dalam, http://www.kompas.com/kompas-cetak/0103/23/utama/pres01htm.23 Maret 2001.

PG, F. PPP, F. Reformasi, F. PBB, maka Sidang Istimewa MPR untuk dipercepat menjadi tanggal 21-26 Juli 2001.

b. Agenda Utama Sidang Istimewa MPR

Sidang Istimewa yang akan diselenggarakan pada tanggal 1-7 Agustus 2001 dipercepat menjadi tanggal 21-26 Juli 2001, hal ini dilakukan atas desakan beberapa fraksi, seperti F. PDI-P, F. PPP, F. Reformasi dan F, Partai Bulan Bintang. SI MPR dipercepat dengan alasan hari- hari menjelang diselenggarakannya SI MPR Presiden Abdurrahman Wahid masih mengambil langkah-langkah berbahaya yang mengancam keamanan dan keselamatan bangsa serta melanggar haluan negara. Misalnya, tindakan Gus Dur selama ini banyak nyeleneh, masalah pemilihan ketua MA dan kegagalannya menjalankan pemerintahannya. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pertikaian diberbagai daerah seperti di Ambon, Aceh dan Sampit.73

Dipercepatnya Sidang Istimewa ini dengan alasan bahwa apabila kinerja presiden sebelum Sidang Istimewa justru menunjukkan situasi ekonomi dan politik yang memburuk. Dengan asumsi bahwa menjaga keutuhan bangsa dan negara berlandaskan konstitusi lebih utama jika dibandingkan dengan menjaga kepentingan orang per orang atau golongan.74

Berdasarkan hasil votting rapat paripurna DPR menunjukkan mayoritas anggota DPR menginginkan pelaksanaan sidang istimewa. Dari 408 anggota dewan yang mengikuti votting, 365 diantaranya setuju meminta MPR

73

………, “Riskan Desak Gus Dur Mundur”, Suara Karya, edisi. 19 Maret 2001. 74

melaksanakan sidang istimewa setelah presiden dianggap tidak mengindahkan peringatan DPR melalui memorandum.

Langkah MPR menggelar Sidang Istimewa ini dibalas oleh presiden dengan memberlakukan dekrit, tanggal 23 Juli dini hari, tetapi dekrit ini ditolak oleh MPR melalui voting, karena dinilai melanggar haluan negara. Demikian pula fatwa MA menegaskan dekrit itu tidak konstitusional.75Dekrit itu sendiri merupakan tindakan yang kontroversial karena disamping tidak ada dasar konstitusinya, juga tidak efektif sama sekali karena tidak mendapat dukungan dari kekuatan-kekuatan politik yang ada, termasuk TNI dan Polri. Ini berbeda dengan Dekrit 5 Juli 1959 yang mendapat dukungan dari TNI dan Partai politik. 76

Diawali dengan penolakan Presiden atas Memorandum I dan II DPR, SI MPR akhirnya diselenggarakan, untuk meminta pertanggungjawaban Presiden Abdurrahman Wahid. Alasan kedua melakukan percepatan sidang istimewa ini , didasarkan pada kebijakan presiden mengeluarkan Maklumat. Sebelumnya, Presiden telah melakukan langkah- langkah politik untuk melawan lawan- lawan politiknya yaitu dengan mengeluarkan maklumat 28 Mei 2001. Kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan maklumat 28 Mei 2001 menimbulkan kemarahan MPR. Sebab menurut UUD 1945, Presiden harus tunduk kepada MPR dan karena itu tidak selayaknyalah presiden membekukan MPR yang merupakan atasannya. Disamping itu, dikeluarkannya maklumat tersebut ada maksud tertentu yang mendasarinya.

75

M. Taufiq “Fatwa MA tentang Dekrit”, Koran Tempo,edisi 24 Juli 2001. 76

Salah satu hal yang melatarbelakangi kebijakan tersebut adalah munculnya anggapan dari presiden bahwa telah terjadi kekacauan pelaksanaan konstitusi. Dalam hal ini terjadi ketidakselarasan antara praktek pelaksanaan ketatanegaraan dengan tatanan politik, masing- masing berjalan sendiri-sendiri.77 Didasarkan pada kedua alasan tersebut akhirnya MPR mempercepat Sidang Istimewa. Terselenggaranya SI MPR ini berarti pula usai sudah kepemimpinan Aburrahman Wahid yang kemudian digantikan oleh Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri.

Inti dari bab II, latar belakang Megawati Soekarnoputri terpilih sebagai presiden Republik Indonesia yang ke- lima, yang pertama ia merupakan tokoh yang memiliki kharisma dan seorang demokrat yang mempunyai banyak pendukung terutama ”wong cilik”. Hal ini tampak pada pemilu 1999 dimana Megawati Soekarnoputri memperoleh suara terbanyak. Selain itu Megawati Soekarnoputri merupakan anak dari Presiden pertama yaitu Soekarno, maka oleh sebagian masyarakat Indonesia percaya bahwa beliau dapat mewarisi mendiang ayahnya sebagai pemimpin bangsa. Latar belakang kedua adalah kondisi dan situasi politik Indonesia yang tidak stabil. Latar belakang kedua adalah pemerintahan Abdurrahman Wahid sudah tidak mendapat dukungan di parlemen terkait kasus Buloggate dan Bruneigate yang berakibat dikeluarkan Memorandum I, II dan Sidang Istimewa sehingga Abdurrahman Wahid di berhentikan sebagai presiden yang keempat dan digantikan oleh wakil presiden Megawati Soekarnoputri.

77

72 BAB III

KEBIJAKAN-KEBIJAKAN MEGAWATI SOEKARNOPUTRI