BAB III PEMIKIRAN AHMAD DAHLAN MENGENAI MASYARAKAT
3.2 Pemikiran Ahmad Dahlan Mengenai Masyarakat Jawa dan
Yogyakarta, sehingga hal ini pun menjadi pertimbangan dalam men-syiar-kan agama Islam dalam kegiatan-kegiatan yang ada kemudian.
3.2 Pemikiran Ahmad Dahlan Mengenai Masyarakat Jawa dan
menyampaikan akan sejauh mana mereka bertindak dan bekerja, sehingga mulai dari situlah terlihat bahwa keinginan Ahmad Dahlan dalam menyejahterakan serta menghidupkan umat Islam secara perlahan dapat tercapai dan terlaksana melalui orang-orang yang telah dipilih sebagai penerus cita-citanya dalam memajukan Muhammadiyah.
Gambar 6. Bestuur dan Pengarang Taman Pustaka Muhammadiyah
Sumber: https://suaramuhammadiyah.id/2016/05/11/taman-pustaka- muhammadiyah-dan-dakwah-komunitas/ (diakses pada 12 Oktober 2022)
Muhammadiyah pada era Ahmad Dahlan lebih banyak melakukan aksi atau program yang ditujukan untuk masyarakat. Beberapa realisasi dari pemikirannya dalam Muhammadiyah yaitu dalam bidang kesehatan, ia sempat mendirikan Rumah Sakit PKO Muhammadiyah pada 1923. Dalam bidang dakwah salah satunya terekam dalam iklan koran De Nieuwe Vorstenlanden tahun 1920. Iklan tersebut berisi ajakan untuk orang-orang dapat mendengarkan diskusi dan ceramah dari Ahmad Dahlan yang akan berlangsung pada Sabtu, 24 Januari 1920 pukul setengah 9 malam dan bertempat di Gedung Pondok, Surakarta. Topik yang akan dibahas mengenai persatuan umat yang dalam konteks ini membahas pula “agama
perdamaian” dan orang yang hadir diperbolehkan menyanggah atau memberi usulan dan pendapat mereka pada saat itu.46
Dari berbagai kegiatan dan realisasi tersebut, ia kemudian dikenal sebagai man of action meskipun pemikirannya juga sangat penting dan jarang disadari atau bahkan diketahui orang lain pada saat itu. Setidaknya, usahanya tidak sia-sia, karena di kemudian hari organisasi Muhammadiyah bisa lebih dikenal. Pada saat itu organisasi politik menjadi begitu tenar karena akan berhubungan langsung dengan pemerintah kolonial, berbanding terbalik dengan Muhammadiyah. Dengan keterlibatan Ahmad Dahlan di berbagai kegiatan dan kepengurusan organisasi pergerakan seperti Boedi Oetomo dan Sarekat Islam, beberapa cita-citanya pun mulai terwujud, seperti yang telah dipaparkan di atas.
Beberapa perubahan mulai tampak dalam diri Muhammadiyah. Kegiatan yang telah ia rintis pada awal kepemimpinannya seperti majalah Suara Muhammadiyah tetap berlanjut bahkan setelah era kepemimpinan Ahmad Dahlan berakhir. Tercatat pula dalam suatu surat keputusan pemerintah Hindia Belanda mengenai perubahan beberapa pasal, yaitu Pasal 2 Anggaran Dasar pada 1920 dan Pasal 4, 5, dan 7 Anggaran Dasar Muhammadiyah pada 1921.47 Namun, pada arsip tahun 1921 tidak tertanda atas nama Ahmad Dahlan, melainkan sekretarisnya yaitu Djojosoegito.
46 “Advertentien: Lezing” (3801) dalam De Nieuwe Vorstenlanden, 08 Januari 1920.
47 Uittreksel uit het Register der Besluiten van den Gouverneur Generaal van Nederlandsch-Indie, 16 Agustus 1920 dan 2 September 1921.
Organisasi Muhammadiyah yang awalnya hanya berkembang di Yogyakarta, nampaknya mau tak mau harus ikut arus zaman. Tuntutan untuk memperluas cabang hingga keluar Yogyakarta semakin kuat dan hal itu kemudian ditanggapi oleh Ahmad Dahlan dengan mengajukan permohonan kepada pemerintah kolonial Belanda pada 7 Mei 1921 untuk dapat mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Hal itu pun akhirnya disetujui pemerintah kolonial pada 2 September 1921.48
Gambar 7. Salah satu Bagian Tulisan dalam Nieuwe Tilburgsche Courant, 19 April 1922
Sumber: www.delpher.nl
Dalam Nieuwe Tilburgsche Courant yang terbit pada 19 April 1922, dijelaskan bahwa organisasi Muhammadiyah semakin dikenal di berbagai wilayah dan hal itu pun mendapat perhatian dari organisasi Sarekat Islam yang pada waktu
48 Nurhayati, d.k.k., op. cit., hlm. 12.
itu cukup sering ditulis dalam beberapa koran berbahasa Belanda.49 Organisasi Islam semakin mendapatkan tempatnya di dalam masyarakat. Kemudian yang menjadi suatu pertanyaan yaitu apakah konsep pembaharuan agama, khususnya Islam, ini mengalami pertumbuhan dari segi dukungan atau malah semakin mendapatkan penolakan dalam masyarakat.
Telah dipaparkan pula dalam bab sebelumnya mengenai dinamika Ahmad Dahlan yang harus menghadapi berbagai silang pendapat mengenai apa yang menurut agama, boleh dan tidak boleh dilakukan sejauh masih dapat ditoleransi.
Dalam Bataviaasch Nieuwsblad yang terbit di tahun 1922 juga sempat dibahas mengenai pembaharuan Islam yang memang diperlukan atau tidak dan segala kontroversinya. Dalam bagian berjudul “Moehammadijah”, penulis memaparkan bahwa agama memiliki suatu kemampuan untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman dan konsep “modernisasi” juga dapat dianggap sebagai bagian dari proses adaptasi dari suatu agama, khususnya Islam.50 Jika tidak demikian, kemungkinan agama Islam justru akan hilang secara perlahan karena tidak bisa mengikuti arus zaman yang pada abad ke-19 dan abad ke-20 terjadi perubahan yang cukup besar seperti revolusi Islam di Timur Tengah dan munculnya para tokoh pembaharu Islam di sana yang pada akhirnya berpengaruh ke Hindia Belanda dan ke Ahmad Dahlan secara khusus.
49 Nieuwe Tilburgsche Courant, 19 April 1922.
50 “Moehammadijah” dalam Eerste Blad, Bataviaasch Nieuwsblad, No. 84, 10 Maret 1922.
Salah satu pidato Ahmad Dahlan pada Kongres di Cirebon tahun 1922 yang sempat terekam dalam suatu tulisan yang berjudul “Tali Pengikat Hidup” menjadi salah satu sumber yang dapat menggambarkan Ahmad Dahlan sebagai seorang pemimpin yang mengayomi anggota dan masyarakat. Pidato ini ditujukan kepada seluruh pemimpin, secara khusus pemimpin agama, berisi gambaran seorang pemimpin yang seharusnya. Secara garis besar, Ahmad Dahlan ingin menunjukkan betapa pentingnya menggunakan akal secara penuh dan pengabdian kepada ilmu pengetahuan harus terus dilakukan, meski harus mengorbankan waktu bahkan harta sekalipun. Pemimpin sejati tidak bersifat egois, mau menang sendiri, tetapi justru mengetahui apa yang dibutuhkan masyarakat serta anggotanya dan kemudian melakukan hal untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Ahmad Dahlan ingin menegaskan pula pentingnya persatuan, bahkan di antara para pemimpin sekalipun. Ia pun memaparkan beberapa sebab pokok permasalahan yang terjadi di antara para pemimpin, tidak hanya bangsa Indonesia tetapi juga di seluruh dunia, seperti:51
1. Kurangnya pemahaman dan pengetahuan di antara segenap pemimpin yang kemudian tidak bisa saling memahami pendapat yang berbeda.
51“Tali Pengikat Hidup” dalam Abdul Munir Mulkhan dan Sukrianta Ar, Perkembangan Pemikiran Muhammadiyah Dari Masa Ke Masa, Yogyakarta: Dua Dimensi, 1985, hlm. 2.
2. Banyak pemimpin yang bekerja dengan tidak totalitas. Artinya, mereka lebih banyak bersuara, tetapi kurang dalam aksi nyata. Kurang memperhatikan rakyat dan masyarakatnya.
3. Para pemimpin, khususnya pemimpin suatu organisasi, lebih mementingkan kaum atau golongannya dan tidak terlalu peduli pada masalah yang menyangkut orang banyak.
Selain itu, Ahmad Dahlan juga menjelaskan berbagai permasalahan terkait dengan akal dan kebenaran. Berikut ini kutipan mengenai penyebab seseorang tidak menerima kebenaran.
“Apakah yang menyebabkan orang mengabaikan atau menolak kebenaran? Disebabkan karena:
1. Bodoh, ini yang banyak sekali
2. Tidak setuju kepada orang yang ketempatan (membawa) kebenaran 3. Sudah mempunyai kebiasaan sendiri dari nenek-moyangnya 4. Khawatir tercerai dengan sanak-saudara dan teman-temannya dan 5. Khawatir kalau berkurang atau kehilangan kemuliaan, pangkat, kebesaran, kesenangannya dan sebagainya.”52
Poin 1, 2, 4, dan 5 nampaknya cukup relevan sampai hari ini, melampaui zaman Ahmad Dahlan. Mengenai hal pintar dan bodoh pun juga pada pidato ini tidak luput dicantumkan oleh Ahmad Dahlan. Orang pintar dan bodoh akan terlihat ketika mereka berkumpul dan sudah barang tentu jika orang pintar akan kuat secara akal dan gagasannya sedangkan orang bodoh akan terlihat goyah dan seolah kehabisan kata-kata. Poin kedua memiliki keterkaitan dengan poin pertama, karena sudah barang tentu jika mayoritas orang bodoh akan tetap berpegang pada
52 Ibid., hal. 4-5.
keyakinan dan akalnya, meski ia tahu bahwa ia tidak akan dapat bertahan melawan orang yang pintar dan pandai akalnya. Poin keempat dan kelima memiliki hubungan dengan sikap egois dalam diri manusia yang dalam hal ini adalah para pemimpin bangsa di dunia. Sikap egois dalam diri seorang pemimpin membuatnya merasa terikat dengan hal-hal duniawi, seperti kekuasaan, jabatan, harta, status, dan sebagainya yang sedang ia jalani.
Lebih lanjut mengenai kebutuhan manusia, Ahmad Dahlan memaparkan demikian:
“Sesungguhnya pengajaran yang berguna dalam mengisi akal itu lebih dibutuhkan oleh manusia daripada makanan yang mengisi perutnya, sebab pengajaran itu lebih cepat menambah besarnya akal daripada makanan yang membesarkan badan.”53
Ilmu mengenai logika dan akal sudah menjadi ciri khas dalam pengajaran Ahmad Dahlan seperti yang telah diterangkan dalam bagian sebelumnya. Dalam berbagai sumber yang telah dikutip sebelumnya pun mengatakan hal demikian. Hal ini menjadi satu faktor yang kemudian Muhammadiyah bisa berkembang seterusnya melampaui zaman pendirinya, Ahmad Dahlan.
Tali Pengikat Hidup hanyalah satu gambaran tertulis saja mengenai Ahmad Dahlan. Ia memang tidak bisa serta merta dipahami lewat tulisan tersebut. Namun, naskah pidato tersebut memang memiliki relevansi dengan apa yang diperjuangkan Ahmad Dahlan dalam hidupnya, khususnya dalam membangun Muhammadiyah hingga kokoh melintasi zaman. Pendidikan menjadi suatu kunci untuk dapat membangun bangsa yang lebih baik dan tentunya pengembangan akal perlu
53 Ibid., hal. 7.
ditingkatkan secara bersamaan. Itulah kiranya yang ingin disampaikan Ahmad Dahlan dalam Kongres yang diadakan di Cirebon tahun 1922 kepada para pemimpin, baik di Hindia Belanda maupun di mancanegara.