• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN KARYA KONGREGASI ADM DI INDONESIA

C. Perkembangan Kepemimpinan dalam Kongregasi

1. Para Pemimpin Umum di dalam Kongregasi

Berikut para pemimpin umum di dalam kongregasi, untuk selanjutnya akan

dilihat para pemimpin di Indonesia.

a. Sr. Seraphine Spickerman tahun 1862 – 1876

Sebagai pendiri kongregasi, wafat pada tanggal 17 Agustus 1876.

(pembahasan mengenai kepemimpinan Ibu Seraphine dapat dilihat pada Bab II

berdirinya Kongregasi; Kepemimpinan Ibu Seraphine).

b. Sr. Yosephine Frank tahun 1876 – 1886

Pada masa kepemimpinan Sr. Yosephine Frank sebagai pengganti Sr.

Seraphine, beliau memindahkan kepemimpinan dari Sittard ke Koningsbosch pada

tahun 1887. Pada masa kepemimpinan beliau pula kongregasi membuka cabang di

Goirle. Konstitusi untuk kongregasi juga mulai disusun disesuaikan dengan

komunitas di Sittard, sehingga para suster tidak menggunakan lagi konstitusi dari

Paredish pada tanggal 10 Oktober 1881. Dalam kesulitan tugas-tugasnya beliau

mencari kekuatan dalam doa. “Tuhan tidak pernah meninggalkan kita dalam hal-hal

yang kita kerjakan atas perintah-Nya. “

c. Sr. Ludgera Schweers tahun 1886 – 1920

Pada kepemimpinan selanjutnya Sr. Ludgera Schweers, (1890-1962),

memperkenalkan kongregasi dan konstitusi kepada takhta suci. Ia mengadakan

pertemuan untuk kapitel umum, guna meninjau kembali, memperbaiki dan

merumuskan kembali konstitusi, untuk diperkenalkan kepada takhta suci agar

mendapatkan persetujuan. Dengan rekomendasi dari Dr. Felix Rudolf Fels, penasehat

rohani kongregasi dan rekomendasi dan otoritas gereja setempat yaitu Uskup

Roermond, Uskup Denbosch dan Uskup Agung Utrecht, konstitusi diperkenalkan

kepada takhta suci.

Pada tanggal 24 September 1890, konstitusi tersebut disetujui dan

disahkan oleh takhta suci untuk jangka waktu 10 tahun dengan penyerahan misi

khusus oleh Paus Leo XIII untuk mempromosikan devosi kepada “Darah Mulia

Tuhan kita Yesus Kristus”. Untuk pertama kalinya kongregasi diberi nama:

Kongregasi Cinta Kasih Kristiani, Puteri-puteri dari Darah Mulia, yang kemudian

berubah nama menjadi kongregasi Suster-suster Amalkasih Darah Mulia, perubahan

ini terjadi pada tanggal 3 Mei 1947 saat pengesahan konstitusi tahun 1947 oleh

takhta suci, nama itulah yang tetap dipakai sampai sekarang.

d. Sr. Kostka Ressing tahun 1920 – 1932

Pada masa kepemimpinannya Sr. Kostka Ressing bersama para suster

Dewan Umum berusaha menyusun konstitusi yang disesuaikan dengan Codex Iuris

takhta suci. Konstitusi yang baru ini diterima dan diakui oleh takhta suci pada

tanggal 15 April 1925. Secara ringkas konstitusi yang baru ini berisi tujuan

kongregasi yaitu menyembah Darah Mulia Tuhan kita Yesus Kristus, semangat

penyerahan diri dalam pengabdian kepada Allah dan sesama, pengungkapan iman

dalam bentuk latihan-latihan rohani, sasaran pengabdian kepada orang miskin,

menderita, dan tersisihkan. Kelihatan di sini, bahwa Sr. Kostka Ressing, ingin

menegaskan kembali semangat dasar yang dimiliki oleh Ibu Seraphine. Sr. Kostka

Ressing mengakhiri kepemimpinannya pada tahun 1932

e. Sr. Celestine Van Gorp tahun 1932 – 1938

Sr. Kostka Ressing diganti oleh Sr. Celestine Van Gorp yang menjabat

sebagai pemimpin umum 1932 – 1938. Pada masa kepemimpinannya, Sr. Celestine

masih mengikuti konstitusi kongregasi 1925. Pada masa kepemimpinan beliau pula

kongregasi mengutus suster-susternya untuk berkarya di tanah misi di Indonesia.

f. Sr. Stephanie Puth tahun 1938 – 1945

Sr. Stephanie Puth memimpin kongregasi pada masa yang sulit yaitu Perang

Dunia II. Sebagai pemimpin umum, beliau pernah mengunjungi para suster Misi di

Indonesia (Kutoarjo). Dengan kunjungan ini beliau semakin mengenal

persoalan-persoalan misi dan berusaha menemukan jalan keluarnya. Di tengah situasi sulit

tersebut, Sr. Stepanie tetap berusaha membangun tubuh kongregasi sesuai dengan

tuntutan situasi dan kebutuhan para suster saat itu, beliau mempersiapkan rumusan

baru untuk konstitusi kongregasi. Dalam kapitel 1945, terpilih Sr. Loyola Back

g. Sr. Loyola Boch tahun 1945 – 1951

Sr. Loyola Boch terpilih sebagai pemimpin umum, pada saat sesudah

perang. Selama kepemimpinan, beliau konsentrasi pada upaya menanggapi

kebutuhan umat atau paroki yang situasinya memprihatinkan lebih-lebih di Jerman.

Beliau mendirikan dua komunitas di Jerman yaitu di Waldfeveht dan di Rippolasau.

Pada tahun 1949 tahta suci memberi ijin untuk membuka novisiat di Rippoldsau, dan

di Jawa pada tahun 1949. Sesuai dengan situasi pada waktu itu setelah Perang Dunia

II, maka mereka yang sakit, lemah, cacat dan lanjut usia menjadi perhatian atau

sasaran pengabdian Sr. Loyola Back. Selain itu juga pengasuhan dan pendidikan

anak; memberikan asuhan kecerdasan pada pemuda-pemudi.

h. Sr. Theonita Schmeitz tahun 1951 – 1963

Masa kepemimpinan Sr. Loyola Boch berakhir pada tahun 1951, beliau

digantikan oleh Sr. Theonita Schmeitz yang memimpin kongregasi dari tahun 1951 –

1963, sampai tahun 1961 bentuk kepemimpinan masih sentralisasi, pemimpin umum

dan dewannya langsung berhubungan dengan para pemimpin rumah atau pemimpin

misi, baru pada tahun 1961 beberapa komunitas di Jerman dan di Indonesia

bergabung menjadi Regio. “Pemimpin umum dengan persetujuan dewannya dapat

menggabungkan beberapa rumah, dijadikan satu regio, lalu mengangkat seorang

pemimpin regio yang didampingi oleh dua orang suster sebagai anggota dewan

pimpinan regio” (Kons. 84 No. 222) jadi regio adalah gabungan beberapa komunitas

menjadi satu dan dipimpin oleh seorang pemimpin regio dan dewan regio. Untuk

Indonesia pemimpin regio pertama adalah Sr. Patricia Mohren. Perubahan struktur

dan karya yang ada di kongregasi. Pada masa kepemimpinan beliau, kongregasi

mengalami perkembangan besar, baik di Eropa maupun di daerah misi. Sr. Theonita

mengakhiri masa jabatannya sebagai pemimpin umum pada tahun 1963. Tahun

dimana Konsili Vatikan II berlangsung.

i. Sr. Immaculata Van Rijn tahun 1963 – 1969

Sr. Immaculata Van Rijn menjabat sebagai pemimpin umum dari tahun

1963 – 1969. Karya pelayanan kongregasi terus berkembang. Regio Jerman

membuka rumah perawatan orang tua di Broichweiden dan diberi nama Huize

Seraphine. Sr. Immaculata mulai merintis pembaharuan-pembaharuan yang

diserukan oleh Konsili Vatikan II : berbagai eksperimen dibuat dan upaya untuk

berusaha kembali kepada semangat awal kongregasi dicoba; inti hidup religus

diperjelas, kembali ke sumber hidup Kristiani dan sumber inspirasi dari sejarah awal.

Pembaharuan yang telah dirintis oleh Sr. Immaculata dilanjutkan oleh Sr. Aquinata

Gerats yang terpilih sebagai pemimpin umum tahun 1969 – 1981.

j. Sr. Aquinata Gerats tahun 1969 – 1981

Untuk secara resminya sebagai tanggapan atas hasil Konsili Vatikan II,

kongregasi mengadakan kapitel umum tahun 1969 dan 1970. Dalam kapitel ini

sekaligus diadakan pemilihan pemimpin umum dan dewan umum. Sr. Aquinata

Geraths terpilih sebagai pemimpin umum menggantikan Sr. Immaculata Van Rijn.

Dibawah pimpinan Sr. Aquinata, kongregasi melanjutkan

pembaharuan-pembaharuan yang telah dirintis oleh Sr. Immaculata. Selama 12 tahun

kepemimpinannya, Sr. Aquinata mengupayakan pembaharuan yang serasi dalam

Dalam keputusan kapitel umum yang diselenggarakan tahun 1969 ditegaskan

kembali mengenai sifat-sifat pokok dalam hidup membiara yaitu :

− Menjalankan hidup keperawanan, agar dapat membaktikan diri seutuhnya bagi kerajaan Allah.

− Berbagi rasa dalam menggunakan harta kekayaan bersama.

− Hidup patuh terhadap pimpinan dan terhadap sesama guna mengabdikan diri kepada kepentingan kerajaan Allah.

Pada masa kepemimpinan Sr. Aquinata Gerats juga terjadi perubahan

struktur dalam kepemimpinan, yaitu status dari Regio-regio menjadi Provinsi.

(Provinsi Nederland tanggal 18 Juli 1970, Jerman 1 Mei 1971 dan Provinsi Indonesia

17 Maret 1972, sampai sekarang ini kongregasi ADM terdiri dari tiga provinsi.

k. Sr. Patricia Mohren tahun 1981 – 1987

Sr. Patricia Mohren memimpin kongregasi pada tahun 1981 – 1987 Beliau

pernah menjadi pemimpin misi di Indonesia, pemimpin Regio dan akhirnya

pemimpin provinsi Indonesia pada tahun 1972 – 1975 selama kepemimpinan Sr.

Patricia Mohren sebagai pemimpin umum, konstitusi terbaru tahun 1984 disetujui

oleh tahta suci. Konstitusi inilah yang dipakai sampai sekarang. Sr. Patricia Mohren

mengakhiri kepemimpinannya pada tahun 1987, dan digantikan oleh Sr. Materna.

l. Sr. Materna Wehrens tahun 1987 - …

Sr. Materna Wehrens menjabat sebagai pemimpin umum pada tahun 1987.

Sampai sekarang kongregasi masih dipegang oleh Sr. Materna. Sebagai pemimpin

umum beliau memberikan perhatian khusus pada Konstitusi 1984 no. 135-136, yang

utama adalah menghidupkan spiritualitas dalam kongregasi sesuai semangat pendiri

Sr. Seraphine. Cintanya kepada Kristus tersalib dan kepada semangat pendiri,

mendorongnya untuk membagikan buah refleksi dan renungan yang mendalam

kepada para anggota kongregasi. Ia mewujudkan cinta dan perhatiannya itu dengan

mengadakan visitasi ke komunitas-komunitas.

Nampak bahwa para pemimpin senantiasa mengadakan

pembaharuan-pembaharuan sesuai dengan pekembangan jaman. Hal ini dimaksudkan agar

kongregasi senantiasa berkembang dan hidup sesuai jamannya, tanpa menghilangkan

semangat dasar atau spiritualitas.