• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN KARYA KONGREGASI ADM DI INDONESIA

D. Perkembangan Konstitusi

Pada bagian ini akan dibahas mengenai perkembangan konstitusi dalam

kongregasi. Hal ini penting untuk melihat sejauh mana konstitusi berkembang

mengikuti perkembangan jaman : 130

1). Konstitusi Pertama (untuk bagian isi konstitusi dicantumkan pada lampiran)

Suster-suster Amalkasih Darah Mulia yang didirikan tahun 1862 oleh Ibu

Seraphine masih mengikuti konstitusi kongregasi suster-suster St. Carolus

Borromeus di Maastricht yang dianggap sesuai dengan biara di Sittard yang

bernaung di bawah perlindungan St. Yusup.

2). Agar pedoman hidup atau konstitusi sesuai dengan komunitas di Sittard

(kongregasi yang baru didirikan), Sr. Yosephine sebagai pengganti Sr. Seraphine

menyusun konstitusi yang kemudian disetujui oleh Mgr. J.A. Paredis pada

tanggal 10 Oktober 1881. Dalam konstitusi ini dimasukkan

kekhususan-kekhususan kongregasi.

130

Pembahasan mengenai perkembangan Konstitusi dapat dilihat pada buku Devosi kepada Darah Mulia Sebagai Spiritualitas dan Kharisma Kongregasi Suster-Suster ADM karangan Sr. Herwida Sukmanajati, ADM, hlm. 59-63

3). Pada masa kepemimpinan Sr. Ludgera 1886. Konstitusi diperbaharui lagi dengan

memberikan penekanan pada tujuan kongregasi yaitu : hidup yang mendalam

sesuai dengan teladan Sang Penebus. Tanggal 24 September 1890 konstitusi

disetujui dan disahkan oleh tahta suci dengan misi khusus yaitu mempromosikan

atau mengembangkan devosi kepada Darah Mulia Tuhan kita Yesus Kristus.

Kongregasi juga diberi nama : Kongregasi Cinta Kasih Kristiani, Puteri-Puteri

dari Darah Mulia

4). Pada tanggal 26 Juni 1918, Roma mengeluarkan dekrit yang mengharuskan

semua konstitusi-konstitusi religius harus disesuaikan dengan Kitab Hukum

Kanonik yang baru tahun 1917. Maka konstitusi kongregasi segera diperbaharui

lagi, dan pada tanggal 15 April 1925, konstitusi kongregasi disahkan oleh takhta

suci.

5). Konstitusi diperbaharui lagi oleh Sr. Stephanie, dengan penekanan untuk

kembali lebih dekat pada semangat asli. Konstitusi yang sudah diperbaharui ini

dikirim ke Roma untuk mendapat pengesahan. Pengesahan diberikan oleh tahta

suci pada tanggal 3 Mei 1947. Pada kesempatan ini kongregasi juga diberi nama

definitif “Kongregasi Suster-Suster Amalkasih Darah Mulia” (ADM) nama ini

yang dipakai sampai sekarang.

6). Pada tahun 1962 – 1965, Konsili Vatikan II berlangsung salah satu keputusan

konsili adalah menugaskan kepada setiap ordo atau kongregasi untuk

memperbaiki dan memperbaharui konstitusi sebagai tanggapan atas hasil konsili

akan dievaluasi lagi pada kapitel umum tahun 1975. Pada kapitel ini konstitusi

direvisi, direfleksi, dan didalami lagi agar sesuai dengan kondisi dan situasi.

7). Pada kapitel umum 1981 hasil revisi/evaluasi final yang digunakan untuk

merumuskan konstitusi baru dikirim ke tahta suci untuk disahkan. Pada tanggal

10 Maret 1984, konstitusi disetujui dan disahkan oleh tahta suci. Konstitusi

tahun 1984 ini menjadi konstitusi definitif yang dipakai sampai sekarang.

Konstitusi ini sudah sesuai dengan anjuran Gereja yang tertuang dalam konsili.

Dengan melihat perkembangan konstitusi nampak bahwa perkembangan

kongregasi tidak hanya dalam hal perkembangan jumlah karya dan anggota, tapi

bagaimana kongregasi itu hidup sesuai dengan jamannya, salah satu wujudnya adalah

pembaharuan konstitusi yang dilakukan oleh para suster, karena di dalam konstitusi

itu memuat pedoman hidup para suster. Tidak menutup kemungkinan, praktek dan

perwujudan spiritualitas dapat berbeda, tapi semangat yang mendasarinya tetap sama.

Dalam usaha-usaha pembaharuan itu nampak, bahwa kongregasi sedang

menghayati peziarahan menuju kesatuan dengan Allah Bapa. Para suster mencoba

untuk memahami, memperdalam dan mengejawantahkan spiritualitas dan kharisma

khusus kongregasi dalam hidup kongkret dan masa yang berubah-ubah. Suatu

perkembangan dalam kongregasi adalah suatu perkembangan yang dinamik dan

berubah meskipun tidak selalu mengarah pada kemajuan, bagiamana spiritualitas itu

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan

Sebagai akhir dari penelitian ini, kesimpulan yang dapat ditulis:

1. Kongregasi ADM didirikan oleh Sr. Seraphine di kota Sittard. Pada awalnya Sr.

Seraphine adalah anggota kongregasi suster-suster St. Carolus Borromeus di

Maastricht, namun karena tugas perutusan membuat ia harus tinggal di Sittard,

dan melakukan karya cinta kasih; memberikan pelayanan pada mereka yang

menderita akibat perang. Perutusan ini sebenarnya adalah permintaan Pastor

Roesch, pastor paroki Sittard yang meminta Bunda Elisabeth di Maastricht untuk

mengirim susternya.

Situasi sulit yang dialami oleh Sr. Seraphine bersama teman-temannya

di Sittard, membuat Bunda Elisabeth merencanakan untuk menarik kembali

Sr. Seraphine ke Maastricht. Namun pastor paroki di Sittard tetap menginginkan

agar para suster tinggal di Sittard. Melihat kesulitan yang harus ditanggung oleh

Sr. Seraphine, Bunda Elisabeth tetap merencanakan untuk memanggil Sr.

Seraphine.

Dalam keadaan yang serba terdesak, pastor Roesch memberanikan diri

mengajukan usul, agar para suster yang ada di Sittard berdiri sendiri dan

meneruskan karyanya lepas dari Maastricht. Sejak ada keputusan dari Mgr.

Paredis, bahwa para suster tetap tinggal di Sittard, maka terpisahlah hubungan

antara para suster yang ada di Sittard dengan biara di Maastricht. Sejak saat itu

kongregasi ADM berdiri.

Dari berkat yang disampaikan oleh Mgr. Paradis, menjadi semakin jelas,

bahwa kehadiran para suster di Sittard tetap diharapkan. Mgr. Paredis tidak ingin

bila para suster meninggalkan mereka yang menderita dan yang telah dilayani.

Meskipun keputusan untuk tetap tinggal di Sittard membutuhkan pengorbanan

yang besar.

Ibu Seraphine dengan ketaatan kepada Bunda Elisabeth di Maastricht dan

kepada kehendak Allah sendiri, menerima keputusan itu. Ia pun tidak

memperhitungkan bagaimana kesulitan yang akan dialaminya.

Itulah mengapa kongregasi ADM berdiri, karena karya cinta kasih di Sittard

lebih membutuhkan kehadiran para suster untuk menolong mereka yang

menderita.

2. Kongregasi ADM yang berdiri pada tahun 1862 telah mengalami perkembangan

dan membuka beberapa cabang di Eropa.

Selama 70 tahun sejak berdirinya, kongregasi belum membuka

komunitas di tanah misi di Indonesia. Namun kesempatan itu akhirnya datang

ketika Mgr. Visser MSC, uskup Purwokerto pada waktu itu meminta supaya ada

suster dari kongregasi ADM datang menolong di tanah misi. Pada awalnya

kongregasi belum menyanggupi permintaan itu, namun akhirnya, pada masa

kepemimpinan Sr. Celestine Van Gorp, kongregasi bersedia mengirim 5 suster

perintis untuk datang ke Indonesia. Segala perlengkapan untuk keberangkatan

telash disiapkan, termasuk memilih suster-suster yang sekiranya cocok untuk di

tanah misi. Pada tanggal 17 Mei 1933, ditentukan hari keberangkatan ke tanah

para suster dapat masuk dan berkarya di Indonesia Mgr. Visser MSC yang

meminta para suster datang ke Indonesia. Melihat lebih jauh mengapa para

suster masuk ke Indonesia, atau dengan kata lain, mengapa pada akhirnya Sr.

Celestine Van Gorp menyanggupi permintaan Mgr. Visser untuk mengirim

tenaga susternya ke Indonesia. Sr. Celestine sangat menghayati spiritualitas

cinta kasih Kristus tersalib. Ia ingin memberi makna pada pencurahan darah

Yesus yang menyelamatkan dunia, maka ketika ada permintaan untuk berkarya

di tanah Misi yang dipikirkan hanyalah bagaimana makna penebusan itu dapat

dirasakan oleh semakin banyak orang, sehingga pada akhirnya beliau

menyanggupi permintaan Mgr. Visser mengirim tenaga susternya ke Indonesia.

3. Kongregasi ADM masuk ke Indonesia pada tahun 1933, karya awal yang

dipegang oleh para suster perintis adalah HIS dan HCS sekolah untuk anak Jawa

dan sekolah untuk anak-anak Cina. Dalam perjalanan waktu, tidak hanya 6

suster perintis yang datang, namun jumlah anggota suster bertambah, karena

karya yang ditangani oleh para suster yaitu pendidikan, juga mengalami

perkembangan dalam hal jumlah murid. Kondisi ini membuat para suster

membuka beberapa sekolahan lagi.

Diantara para suster yang datang, ada suster yang memiliki keahlian di

bidang kesehatan. Suster ini bekerja keluar masuk desa untuk memberikan

perawatan pada mereka yang sakit, yang pada akhirnya membuka sebuah

poliklinik kecil di susteran lama-kelamaan poliklinik ini juga berkembang.

Perkembangan yang dialami oleh kongregasi tidak hanya perkembangan di

menjadi suster. Inipun pada akhirnya juga mengalami perkembangan. Hal yang

sekiranya mendukung dalam perkembangan itu adalah spiritualitas atau

semangat yang dihidupi oleh para suster, yaitu bagaimana mewujudkan

penebusan itu pada setiap orang. Spiritualitas atau semangat, itulah yang

memotivasi para suster di dalam berkarya, sehingga hanya ada satu tujuan yang

ingin dicapai yaitu keselamatan bagi banyak orang. Sikap ini mendorong para

suster untuk melupakan diri dan mengesampingkan kepentingan pribadi.

Hal lain yang mendukung adalah kerjasama yang baik dengan semua

orang, para suster berinteraksi dengan baik dengan masyarakat sehingga

kehadirannya diterima dan didukung. Untuk melihat perkembangan karya dan

jumlah anggota, para suster senantiasa mengadakan kapitel, untuk melihat

kembali apakah hidup dan karya sudah dijalankan sesuai dengan asas

kongregasi. Dalam kapitel juga diadakan pembaharuan-pembaharuan, yang

disesuaikan dengan kebutuhan jaman. Begitulah perkembangan kongregasi,

senantiasa berjalan dari waktu ke waktu untuk mewujudkan karya penebusan

B. Saran

Bertitik tolak dari kesimpulan yang sudah ditulis, beberapa saran

disampaikan sebagai berikut :

1. Spiritualitas yang dihidupi oleh Sr. pendiri Ibu Seraphine dan yang pertama kali

diwariskan kepada 6 suster temannya, menjadi daya juang, semangat bagi para

suster penerusnya. Situasi awal yang dihadapi oleh Ibu Seraphine lebih sulit

dibandingkan dengan situasi sekarang yang dialami oleh para suster, maka

menimba terus-menerus kekuatan spiritualitas itu, menjadi sangat penting bagi

suster-suster muda di dalam berkarya lewat pendalaman. Rekoleksi tentang

spiritualitas para suster dapat menyegarkan kembali tenaga dan jiwanya dalam

berkarya.

2. Pada masa yang sulit, para suster pendahulu berani membuka komunitas baru

meskipun ada tantangan dan hambatan (anggota sedikit). Namun karena

didorong untuk mewartakan penebusan, para suster menyanggupi untuk

membuka komunitas, ketika ada tawaran membuka komunitas baru. Hal yang

sama kiranya juga demikian ketika para suster hendak membuka komunitas

baru; mewujudkan karya penebusan, supaya semakin banyak orang diselamatkan

khususnya di komunitas yang baru dibuka.

3. Kerjasama menjadi sangat penting di dalam perkembangan karya, baik

kerjasama dengan anggota komunitas maupun orang lain dibutuhkan kerjasama

yang baik dan saling menghargai, menganggap orang lain sebagai partner kerja.

Akhirnya, para suster baik sebagai pribadi maupun sebagai komunitas dan

anggota kongregasi adalah subyek/pelaku sejarah yang menentukan maju dan

untuk memelihara spiritualitas dan kharisma kongregasi dengan kesetiaan

menghayati dan mewujudkannya dalam hidup dan karya, karena dengan menghayati

dan mewujudkan spiritualitas dan kharisma kongregasi, maka Kongregasi

Suster-suster Amalkasih Darah Mulia akan tetap berdiri untuk ikut serta dalam karya