• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyu hijau yang berstatus endangered species dan beresiko punah dalam waktu dekat IUCN Red Book. Isu kepunahan spesies merupakan the global

common (yakni : hilangnya satu dari keanekaragaman hayati di bumi) menjadi

untuk mengawasi penangkapan dan perdagangan penyu hijau di seluruh dunia telah dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab negara-negara penanda tangan CITES (Convention on International Trade in Endangered Species). Efektivitas kesepakatan internasional ini tergantung pada efisiensi pengawasan dan kebijakan yang berkaitan dengan penangkapan, pengumpulan, perburuan dan perdagangan penyu, baik secara individu maupun kolektif.

Populasi penyu hijau yang berada di perairan laut dapat disebut sebagai

common-pool resource. Menurut Ostrom (1999) common-pool resource dapat

dipandang sebagai pusat/ inti sumberdaya yang mengalirkan unit-unit sumberdaya sepanjang waktu. Common-pool resources terdiri dari sistem sumberdaya dan aliran unit sumberdaya dari sistem sumberdaya (Blomquist dan Ostrom, 1985).

Vincent dan Ostrom (1977) dalam McCay (1996) menyebutkan bahwa penggunaan istilah common pool digunakan untuk sumberdaya yang mengalami permasalahan sulitnya menentukan batas sumberdaya termasuk di dalamnya ada pengaruh aktivitas seseorang yang dapat mengurangi kepentingan orang lain. Dalam aktivitas ekonomi, common-pool resource memiliki ciri khusus, yakni: Kesulitan untuk membatasi penggunaan dengan membangun batas secara fisik atau penerapan hukum karena memerlukan biaya yang tinggi, Manfaat yang diperoleh seseorang akan mengurangi manfaat yang diperoleh orang lain (Ostrom et al, 1994).

Common-pool resources dapat dimiliki oleh negara, propinsi/ kabupaten, masyarakat setempat, secara individu atau gabungan diantaranya (Feeny et al.

1990). Untuk memahami isu-isu common diperlukan pengetahuan tentang corak sumberdaya dan cara yang dipilih manusia mendapatkan sumberdaya (McCay B.J, 1996).

Umumnya permasalahan common-pool resources berkisar pada permasalahan common propertyresources yakni: kemampatan, pengunaan secara berlebihan, kecenderungan rusak jika pengguna tidak mempertimbangkan keterbatasannya. Sebagai satwa buruan yang bernilai ekonomi tinggi, jika tidak ditangkap orang hari ini akan ditangkap orang lain di lain hari. Pada situasi the commons dilemma demikian ini akan sulit mengharapkan insentif dari pengguna untuk melakukan konservasi (Berkes et al. 2001).

Demikian halnya di laut lepas penyu hijau berada digolongkan sebagai sumberdaya open access. Hal ini dibenarkan dalam Troeng dan Drews (2004) bahwa kebiasaan penyu bermigrasi jauh ini menjadikan penyu hijau sebagai sumberdaya open access. Open access diterangkan sebagai situasi tidak ada hak kepemilikan secara sah untuk membatasi siapa pun memanfaatkan sumberdaya (Ciriacy-Wantrup, 1968).

Eksploitasi manusia secara berlebihan di berbagai lokasi di bumi ini menyebabkan terjadinya the tragedy of the commons (Morriss, 1994). Dalam rekomendasinya Hardin mengemukakan penanganan the tragedy of the commons

yang bersifat mendua, yakni : no technological solution dan a political solution

dengan penetapan hak kepemilikan atas sumberdaya. Rekomendasi pengalokasian sumberdaya sebagai private property untuk solusi the tragedy of the commons

tidak secara tegas dikemukan oleh Hardin (Simth R.J, 1981). Pembatasan memperoleh sumberdaya dengan pembentukan kepemilikan secara individu (private property) merupakan usulan dari Gordon (McCay, 1996).

Menurut Berkes et al. (2001) the tragedy of the commons di pesisir dan laut merupakan permasalahan perikanan yang berkaitan dengan aktivitas masyarakat secara individu dan kolektif. Solusi dari the tragedy of the commons dengan mengelola manusia (management people) dimana masyarakat dapat mempertahankan sumberdaya yang secara ekologis agar tidak hancur dalam jangka waktu yang panjang. Lebih lanjut Berkes menjelaskan bahwa the tragedy of the commons dapat ditangani dengan penyelesaian dua permasalahan, yakni:

the exclution problem dengan mengontrol pengguna untuk memperoleh

sumberdaya dan the substrability problem dengan menyusun dan menerapkan aturan/ peraturan agar menurunkan dampak aktivitas pengguna sumberdaya terhadap pengguna lainnya.

Usulan Berkes et al. (2001) the exclution problem dapat diselesaikan dengan mengalokasikan hak kepemilikan sumberdaya pada kepemilikan negara (state property); kepemilikan secara individu (private property); kepemilikan secara komunal (communal property) atau kombinasi diantara ketiganya. Jika ketiga hak kepemilikan sumberdaya dialokasikan pada wilayah pesisir dan laut maka dapat diperiksa pada Gambar 15 berikut.

Gambar 15. Ilustrasi jika ketiga hak kepemilikan sumberdaya dialokasikan di wilayah pesisir dan laut

(Sumber : Berkes et al, 2001)

Setelah pengalokasian hak kepemilikan sumberdaya maka dibentuk aturan penggunaan sumberdaya yang akan memberi karakteristik pengelolaan yang berbeda-beda, antara lain : Aturan ditetapkan oleh pemerintah jika hak kepemilikan sumberdaya oleh negara (state property); Aturan mengikuti makanisme pasar jika hak kepemilikan sumberdaya secara individual (private

property); Aturan ditetapkan oleh masyarakat setempat jika hak kepemilikan

sumberdaya oleh masyarakat (communal property) serta kombinasi dari ketiganya (Berkes et al. 2001).

(1) Pengalokasian kepemilikan negara (state property)

Untuk mengontrol sumberdaya di lautan akan mendapat kesulitan dalam penetapan batas sumberdaya. Seperti yang diusulkan Hardin, sumber daya dialokasikan sebagai kepemilikan negara (Smith, 1981). Pembentukan Marine

Protected Area merupakan perlindungan spesies-spesies langka dan terancam kepunahan sebagai contoh pengalokasian sumberdaya pesisir dan laut pada kepemilikan negara (state property).

Kepemilikan oleh pemerintah dinyatakan paling efektif dalam pengawasan terhadap sumberdaya sementara tipe kepemilikan lain (secara individu, secara komunal dengan hanya satu kelompok masyarakat) tidak mampu mengatasi the exclution problem (Berkes et al, 2001).

Pengelolaan sumberdaya oleh pemerintah yang umumnya bersifat sentralistik dengan kebijakan yang bersifat top down. Dalam konteks perlindungan sumberdaya alam, pemerintah akan membatasi masuknya masyarakat lokal untuk memanfaatkan sumberdaya alam dengan penerapan Peraturan Pemerintah.

Umumnya pemerintah di negara berkembang memiliki dana terbatas dan kekurangan tenaga pengawas, kondisi ini menyebabkan pengelolaan sumberdaya alam tidak efektif. Sumberdaya alam yang secara de facto berada dibawah regim common property tetap dikuasai oleh masyarakat lokal bahkan akan mengarah pada situasi open-access walaupun secara de jure berada pada kepemilikan pemerintah. Namun demikian jika masyarakat lokal dilibatkan dalam pengawasan sumberdaya yang dilindungi maka pengelolaan oleh pemerintah akan lebih efektif (Ostrom, 1999).

(2) Pengalokasian kepemilikan individu (private property)

Umumnya kepemilikan satwa liar berada di bawah otoritas pemerintah, tidak demikian halnya di negara-negara Afrika Bagian Selatan. Keberhasilan ekonomi Zimbagwe selama dua dekade dengan membangun private property

pada pengelolaan satwa liar. Kepemilikan satwa liar dengan membangun budidaya secara komersial, padang pengembalaan di lahan-lahan penduduk semakin meluas di negara sekitarnya seperti: Afika Selatan, Namibia dan Bostwana (Child, 1995).

Demikian halnya dengan budidaya penyu yang dikembangkan Cayman

Turtle Farm, Ltd. di Caribbean pada tahun 1968 digolongkan sebagai

dimaksudkan untuk memenuhi permintaan pasar dan mengurangi penangkapan penyu dari laut dan memberikan insentif bagi pihak pemilik/ pengelola (Smith, 1981).

Dalam Ross (1999) budidaya penyu dalam bentuk ranching atau captive

breeding tidak memberi manfaat bagi upaya konservasi bahkan menurunkan

populasi penyu di alam. Selain memerlukan pengetahuan/ teknologi tinggi dan biaya yang sangat mahal, budidaya penyu tidak memberi jaminan secara ekonomi. Beberapa pakar ekologi seperti Archie Carr, David Ehrenfeld dan Myers justru menentang budidaya penyu secara komersil, selain mencari keuntungan dari alam juga telah memicu perdagangan penyu (Smith,1981). (3) Pengalokasian kepemilikan masyarakat (communal property)

Proyek konservasi penyu di Cuc Phuong di Vietnam merupakan model penyelamatan penyu di kawasan Asia Tenggara untuk masa depan. Proyek dikembangkan dari aktivitas pendidikan konservasi yang berbasis masyarakat, dimana 35 sekolah, 15 kelompok masyarakat, kelompok peneliti bidang sosial- ekonomi-biologi. Proyek Cuc Phuong berhasil menangani ancaman perdagangan penyu secara ilegal akibat permintaan pasar di China sejak dekade 90-an (jvanabbema@nytts.org)