• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penanganan Limbah

Dalam dokumen Disusun dengan huruf Times New Roman, 11 pt (Halaman 127-152)

Penanganan limbah merupakan salah satu upaya untuk meminimalkan dampak dari pencemaran limbah dengan cara menghilangkan atau mengurangi zat-zat yang tidak diinginkan (kontaminan) dari limbah. Penanganan limbah dilakukan agar bahan-bahan pencemar atau polutan tidak melebihi baku mutu. Proses penanganan limbah dapat dilakukan dalam berbagai cara tergantung pada jenis dan sifat limbah.

1. Penanganan Limbah Cair

Daerah pemukiman atau perkotaan juga idealnya memiliki Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) yang dapat menangani limbah domestik. Di IPAL, limbah cair diolah melalui berbagai proses untuk menghilangkan atau mengurangi bahan-bahan pencemar (polutan) yang terkandung dalam limbah sehingga tidak melebihi baku mutu. Setelah melalui proses pengolahan, air limbah diharapkan dapat dibuang ke lingkungan dengan aman. Limbah cair dengan kandungan polutan yang berbeda kemungkinan akan membutuhkan proses pengolahan yang berbeda pula. Proses-proses pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara keseluruhan, berupa kombinasi beberapa proses, atau hanya salah satu. Proses pengolahan tersebut juga dapat dimodifikasi, sesuai dengan kebutuhan atau faktor finansial.

Sumber : http://www.harapanrakyat.com/

Gambar 3.10. Instalasi Pembungan Air Limbah (IPAL) di kawasan pabrik tahu a. Pengolahan Primer

Tahap pengolahan primer limbah cair sebagian besar adalah berupa proses pengolahan secara fisika. Ada beberapa metode yang bisa digunakan pada pengelolaan primer ini, diantaranya:

1) Metode penyaringan

Merupakan metode yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan-bahan padat berukuran besar dari air limbah. Limbah yang telah disaring kemudian

118 disalurkan ke suatu tangki atau bak untuk memisahkan pasir dan partikel padat tersuspensi lain yang berukuran relatif besar. Cara kerjanya adalah dengan memperlambat aliran limbah sehingga partikel-partikel pasir jatuh ke dasar tangki sementara air limbah terus dialirkan untuk proses selanjutnya. Tahap ini disebut juga dengan tahap pengolahan awal (pretreatment). Kemudian limbah cair akan dalirkan ke tangki atau bak pengendapan.

Sumber : https://iwanhtn.wordpress.com/

Gambar 3.11. Pengelolaan limbah sistem filter

2) Metode pengendapan

Merupakan metode pengolahan utama dan yang paling banyak digunakan pada proses pengolahan primer limbah cair. Di tangki pengendapan, limbah cair didiamkan agar partikel-partikel padat yang tersuspensi dalam air limbah dapat mengendap ke dasar tangki. Endapan partikel tersebut akan membentuk lumpur yang kemudian akan dipisahkan dari air limbah ke saluran lain untuk diolah lebih lanjut.

Sumber : https://cindypuspitasarii.wordpress.com/

119 3) Metode pengapungan (flotation).

Metode ini efektif digunakan untuk menyingkirkan poiutan berupa minyak atau lemak. Proses pengapungan dilakukan dengan menggunakan alat yang dapat menghasilkan gelembung-gelembung udara berukuran kecil (± 30 – 120 mikron). Gelembung udara tersebut akan membawa partikel-partikel minyak dan lemak ke permukaan air limbah, sehingga kemudian dapat disingkirkan. Bila limbah cair hanya mengandung polutan yang telah dapat disingkirkan melalui proses pengolahan primer, maka limbah cair yang telah mengalami pengolahan primer tersebut dapat langsung dibuang ke lingkungan (perairan). Namun, bila limbah tersebut mengandung polutan lain yang sulit dihilangkan melalui proses di atas, misalnya agen penyebab penyakit atau senyawa organik dan anorganik terlarut, maka limbah tersebut perlu disalurkan ke proses pengolahan selanjutnya.

b. Pengolahan Sekunder (Secondary Treatment)

Tahap pengolahan sekunder merupakan proses pengolahan secara biologis, yang melibatkan mikroorganisme pengurai untuk menguraikan atau mendegradasi bahan organik. Mikroorganisme yang digunakan umumnya adalah bakteri aerob. Pada pengolahan sekunder ini terdapat tiga metode pengolahan yang sering digunakan yaitu metode penyaringan dengan tetesan (trickling filter), metode lumpur aktif (activated sludge), dan metode kolam perlakuan (treatment ponds/lagoons).

1) Metode trickling filter

Pada metode ini, bakteri aerob yang digunakan untuk mendegradasi bahan organik melekat dan tumbuh pada suatu lapisan media kasar, biasanya berupa serpihan batu atau plastik, dengan ketebalan ± 1-3 m. Limbah cair kemudian disemprotkan ke permukaan media dan dibiarkan merembes melewati media tersebut. Selama proses perembesan, bahan organik yang terkandung dalam limbah akan didegradasi oleh bakteri aerob. Setelah merembes sampai ke dasar lapisan media, limbah akan menetes ke suatu wadah penampung dan kemudian disalurkan ke tangki pengendapan. Dalam tangki pengendapan, limbah kembali mengalami proses pengendapan untuk memisahkan partikel padat tersuspensi dan mikroorganisme dari air limbah. Endapan yang terbentuk akan mengalami proses pengolahan Iebih lanjut, sedangkan air

120 limbah akan dibuang ke lingkungan atau disalurkan ke proses pengolahan selanjutnya jika masih diperlukan.

Sumber : http://agungcahyawiguna-tricklingfilter.blogspot.co.id/

Gambar 3.13.Trickling Filter

2) Metode activated sludge

Pada metode activated sludge atau lumpur aktif, limbah cair disalurkan ke sebuah tangki dan di dalamnya limbah dicampur dengan lumpur yang kaya akan bakteri aerob. Proses degradasi berlangsung di dalam tangki tersebut selama beberapa jam, dibantu dengan pemberian gelembung udara untuk aerasi pemberian oksigen). Aerasi dapat mempercepat kerja bakteri dalam mendegradasi limbah. Selanjutnya, limbah disalurkan ke tangki pengendapan untuk mengalami proses pengendapan, sementara lumpur yang mengandung bakteri disalurkan kembali ke tangki aerasi. Seperti pada metode trickling filter, limbah yang telah melalui proses ini dapat dibuang ke lingkungan atau diproses lebih lanjut jika masih diperlukan.

Sumber : http://www.sanitasi.or.id/

121 3) Metode treatment ponds/lagoons

Metode treatment ponds/lagoons atau kolam perlakuan merupakan metode yang murah namun prosesnya berlangsung relatif lambat. Pada metode ini, limbah cair ditempatkan dalam kolam-kolam terbuka. Algae yang tumbuh di permukaan kolam akan berfotosintesis menghasilkan oksigen. Oksigen tersebut kemudian digunakan oleh bakteri aerob untuk proses penguraian degradasi bahan organik dalam limbah. Pada metode ini, terkadang kolam juga diaerasi. Selama proses degradasi di kolam, limbah juga akan mengalami proses pengendapan. Setelah limbah terdegradasi dan terbentuk endapan di dasar kolam, air limbah dapat disalurkan untuk dibuang ke lingkungan atau diolah.

Sumber : http://www.lacsd.org/ Gambar 3.15. Metode Water Treatment

c. Pengolahan Tersier (Tertiary Treatment)

Pengolahan ini dilakukan apabila setelah pengolahan primer dan sekunder masih terdapat zat tertentu dalam limbah cair yang dapat berbahaya. Pengolahan tersier bersifat khusus, artinya pengolahan ini disesuaikan dengan kandungan zat yang tersisa dalam limbah cair/air limbah. Pengolahan tersier sering disebut juga pengolahan lanjutan (advanced treatment). Pengolahan ini meliputi berbagai rangkaian proses kimia dan fisika. Contoh metode pengolahan secara tersier yang dapat digunakan adalah metode saringan Dash (sand filter), saringan multimedia, precoal filter, microstaining, vacum filter, penyerapan (adsorption) dengan karbon aktif, pengurangan besi, mangan, dan osmosis bolak-balik. Metode pengolahan tersier jarang diaplikasikan pada fasilitas

122 pengolahan limbah. Hal ini disebabkan biaya yang diperlukan untuk melakukan proses pengolahan tersier cenderung tinggi sehingga tidak ekonomis.

Sumber : http://www.lacsd.org/

Gambar 3.16. Tertiary Treatment

d. Desinfeksi (Desinfection)

Desinfeksi atau pembunuhan kuman bertujuan untuk membunuh atau mengurangi mikroorganisme patogen (penyebab penyakit) yang ada dalam limbah cair/air limbah. Mekanisme desinfeksi dapat secara kimia, yaitu dengan menambahkan senyawa/zat tertentu, atau dengan perlakuan fisik.Dalam menentukan senyawa/zat untuk membunuh mikroorganisme, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti daya racun zat, waktu kontak yang diperlukan, efektivitas zat, kadar dosis yang digunakan, tidak boleh bersifat toksik (racun) terhadap manusia dan hewan, tahan terhadap air, biayanya murah.

Contoh mekanisme desinfeksi pada limbah cair adalah penambahan klorin (kiorinasi), penyinaran dengan sinar ultraviolet (UV), atau dengan ozon (03). Proses disinfeksi pada limbah cair biasanya dilakukan setelah proses pengolahan limbah selesai, yaitu setelah pengolahan primer, sekunder, atau tersier, sebelum limbah dibuang ke lingkungan.

e. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment)

Merupakan lumpur dari hasil pengolahan limbah cair, baik primer, sekunder, maupun tersier, akan menghasilkan endapan polutan berupa lumpur. Lumpur tersebut tidak dapat dibuang secara langsung namun perlu diolah terlebih dahulu agar tidak membahayakan. Endapan lumpur hasil pengolahan limbah biasanya akan diolah dengan cara diurai/dicerna secara anaerob (anaerob digestion), kemudian disalurkan ke beberapa

123 alternatif, yaitu dibuang ke laut atau ke lahan pembuangan (landfill), dijadikan pupuk kompos, atau dibakar (incinerated).

Sumber : https://cindypuspitasarii.wordpress.com/

Gambar 3.17. Pengolahan Limbah Lumpur

2. Penanganan Limbah Padat

Berikut beberapa metode pengolahan limbah padat (sampah) yang telah umum diterapkan.

a. Penimbunan

Terdapat dua cara penimbunan sampah yang umum dikenal, yaitu metode penimbunan terbuka (open dumping) dan metode sanitary landfill.

1) Metode penimbunan terbuka (Open dumping). Pada metode ini sampah

dikumpulkan dan ditimbun begitu saja dalam lubang yang dibuat pada suatu lahan.

2) Metode sanitary landfill. Pada metode sanitary landfill, sampah ditimbun

dalam lubang yang dialasi lapisan lempung dan lembaran plastik untuk mencegah perembesan limbah ke tanah. Sampah yang ditimbun dipadatkan, kemudian ditutupi dengan lapisan tanah tipis setiap hari. Hal ini akan mencegah tersebarnya gas metan yang dapat mencemari udara dan berkembangbiaknya berbagai agen penyebab penyakit.

Sumber: http://www.ilmusipil.com/

124 b. Insinerasi

Insinerasi merupakan metode pembakaran sampah/Iimbah padat menggunakan suatu alat yang disebut insinerator. Namun tidak semua jenis limbah padat dapat dibakar dalam insinerator. Jenis limbah padat yang cocok untuk insinerasi di antaranya adalah kertas, plastik, dan karet, sedangkan contoh jenis limbah padat yang kurang sesuai untuk insinerasi adalah kaca, sampah makanan, dan baterai.

Sumber: http://science-in-blog.blogspot.co.id/

Gambar 3.19. Skema Sistem Insinerasi

c. Pembuatan Kompos

Kompos adalah pupuk yang terbuat dari sampah organik, seperti sayuran, daun dan ranting, serta kotoran hewan, melalui proses degradasi/penguraian oleh mikroorganisme tertentu. Kompos dan humus merupakan pupuk organik dari hasil pelapukan jaringan atau bahan-bahan tanaman atau limbah organik. Penampilan atau sifat fisik kompos dan humus tidak berbeda. Perbedaannya terletak pada proses terbentuknya kompos. Kompos terbentuk dengan adanya campur tangan manusia, sedangkan humus terbentuk secara alami. Kompos mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan antara lain:

a) Memperbaiki struktur tanah berlempung sehingga menjadi ringan. b) Memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga tanah tidak berderai. c) Memperbesar daya ikat air pada tanah.

d) Memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah. e) Mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara.

f) Mengandung hara yang lengkap, walaupun jumlahnya sedikit (tergantung dari bahan pembuatnya).

g) Membantu proses pelapukan bahan mineral.

h) memberi ketersediaan bahan makanan bagi mikroba. i) Menurunkan aktifitas mikroorganisme yang merugikan.

125 Pembuatan kompos merupakan saIah satu cara terbaik untuk mengurangi timbunan sampah organik. Cara ini sangat cocok diterapkan di Indonesia, karena cara pembuatannya relatif mudah dan tidak membutuhkan biaya yang besar. Selain itu, kompos dapat dijual untuk memberikan pemasukan tambahan atau bahkan menjadi alternatif mata pencaharian. Berdasarkan bentuknya, kompos ada yang padat dan cair. Pembuatan kompos dapat dilakukan dengan menggunakan kompos yang telah jadi, kultur mikroorganisme, atau cacing tanah. Contoh kultur mikroorganisma yang telah banyak dijual di pasaran dan dapat digunakan untuk membuat kompos adalah EM4 (Effective Microorganism 4). EM4 merupakan kultur campuran mikroorganisma yang dapat meningkatkan degradasi limbah/sampah organik, menguntungkan dan bermanfaat bagi kesuburan tanah maupun pertumbuhan dan produksi tanaman, serta ramah lingkungan.

Sumber : https://kabartani.com/

Gambar 3.20. Hasil pengolahan limbah menjadi kompos

d. Daur Ulang

Berbagai jenis limbah padat dapat diolah untuk dijadikan produk baru. Proses daur ulang sangat berguna untuk mengurangi timbunan sampah karena bahan buangan diolah menjadi bahan yang dapat digunakan kembali. Contoh beberapa jenis limbah padat yang dapat didaur ulang adalah kertas, kaca, logam (seperti besi, baja, dan alumunium), plastik, dan karet. Bahan-bahan yang didaur ulang dapat dijadikan produk baru yang jenisnya sama atau produk jenis lain. Contohnya, limbah kertas bisa didaur ulang menjadi kertas kembali. Limbah kaca dalam bentuk botol atau wadah bisa didaur ulang menjadi botol atau wadah kaca kembali atau dicampur dengan aspal untuk menjadi bahan pembuat jalan. Kaleng alumunium bekas bisa didaur ulang menjadi kaleng alumunium lagi.

126 Sumber : http://www.mongabay.co.id/

Gambar 3.21. Hasil daur ulang limbah menjadi produk baru

3. Penanganan Limbah Gas

Penanganan limbah sangat penting dilakukan sebab memiliki potensi mencemari udara. Berikut akan dijelaskan beberapa cara menangani pencemaran udara oleh limbah gas dan materi partikulat yang terbawa bersamanya.

a. Mengontrol Emisi Gas Buang

Gas-gas buang seperti sulfur oksida, nitrogen oksida, karbon monoksida, dan hidrokarbon dapat dikontrol pengeluarannya melalui beberapa metode. Gas sulfur oksida dapat dihilangkan dari udara hasil pembakaran bahan bakar dengan cara desulfurisasi menggunakan filter basah (wet scrubber). Gas nitrogen oksida dapat dikurangi dari hasil pembakaran kendaraan bermotor dengan cara menurunkan suhu pembakaran. Produksi gas karbon monoksida dan hidrokarbon dari hasil pembakaran kendaraan bermotor dapat dikurangi dengan cara memasang alat pengubah katalitik (catalytic converter) untuk menyempurnakan pembakaran.

Sumber : http://pusattraining.com/

127 .

b. Menghilangkan Materi Partikulat dari Udara Pembuangan 1) Filter udara

Filter udara merupakan alat yang digunakan untuk menghilangkan materi partikulat padat, seperti debu, serbuk sari, dan spora, dari udara. Alat ini terbuat dari bahan yang dapat menangkap materi partikulat sehingga udara yang melewatinya akan tersaring dan keluar sebagai udara bersih (bebas dari materi partikulat). Filter udara dapat digunakan pada ventilasi ruangan atau bangunan, mesin atau cerobong pabrik, mesin kendaraan bermotor, atau pada area lain yang membutuhkan udara bersih.

2) Pengendap siklon

Pengendap siklon atau Cyclone Separator merupakan alat yang berfungsi sebagai pengendap materi partikulat dalam gas atau udara buangan. Prinsip kerjanya adalah dengan memanfaatkan gaya sentrifugal dari udara/gas buangan yang sengaja dihembuskan melalui tepi dinding tabung siklon sehingga partikel yang relatif berat akan jatuh ke bawah. Ukuran materi partikulat yang bisa diendapkan oleh alat ini adalah antara 5-40u. Makin besar ukuran partikel, makin cepat partikel tersebut diendapkan.

3) Filter basah

Filter basah (wet scrubber) memiliki cara membersihkan udara yang kotor dengan cara menyalurkan udara ke dalam filter, kemudian menyemprotkan air ke dalamnya. Saat udara kontak dengan air, materi partikulat padat dan senyawa lain yang larut air akan ikut terbawa air turun ke bagian bawah, sedangkan udara bersih dikeluarkan dari filter. Contoh senyawa atau materi partikulat yang dapat dibersihkan dari udara dengan menggunakan filter basah adalah debu, sulfur oksida, amonia, hidrogen klorida, dan senyawa asam atau basa lain.

4) Pengendap sistem gravitasi

Alat ini memiliki cara kerja yang sederhana, yaitu udara yang kotor dialirkan ke dalam alat yang dapat memperlambat kecepatan gerak udara. Saat terjadi perubahan kecepatan secara tiba-tiba (speed drop), materi partikulat akan jatuh terkumpul di bagian bawah alat akibat gaya beratnya sendiri (gravitasi). Alat pengendap sistem gravitasi hanya dapat digunakan untuk membersihkan

128 udara yang mengandung materi partikulat dengan ukuran partikel relatif besar, yaitu sekitar 50p atau lebih.

5) Pengendap elektrostatik

Alat ini digunakan untuk membersihkan udara yang kotor dalam jumlah (volume) yang relatif besar dan pengotor udara umumnya adalah aerosol atau uap air. Cara kerjanya adalah udara yang kotor disalurkan ke dalam alat dan elektroda akan menyebabkan materi partikulat yang terkandung dalam udara mengalami ionisasi. Ion-ion kotoran tersebut akan ditarik ke bawah sedangkan udara bersih akan terhembus keluar.

6) Penanganan Limbah B3

(a) yang dimaksud dengan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun didefinisikan sebagai bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahkluk hidup lainnya.

(b) limbah B3 ialah setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia.

(c) menurut OSHA (Occupational Safety and Health of the United State Government) B3 adalah bahan yang karena sifat kimia maupun kondisi fisiknya sangat berpotensi menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia, kerusakan properti dan atau lingkungan.

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) memerlukan perlakuan khusus karena mengandung bahan yang dapat membahayakan manusia dan makhluk hidup lain. Limbah B3 perlu diolah lagi lebih jauh baik secara fisik, biologi, maupun kimia sehingga menjadi tidak berbahaya atau berkurang daya racunnya. Setelah diolah, limbah B3 masih memerlukan metode pembuangan yang khusus untuk mencegah risiko terjadi pencemaran. Beberapa metode penanganan limbah B3 yang umum diterapkan adalah sebagai berikut:

129 1. Metode Pengolahan secara Kimia, Fisik, dan Biologi

Proses pengolahan limbah B3 dapat dilakukan secara kimia, fisik, atau biologi. Proses yang umum dilakukan adalah stabilisasi/solidifikasi. Stabilisasi/solidifikasi merupakan proses pengubahan bentuk fisik dan/atau sifat kimia dengan cara menambahkan bahan pengikat atau senyawa pereaksi tertentu untuk memperkecil/membatasi kelarutan, pergerakan, atau penyebaran daya racun limbah, sebelum dibuang, contoh bahan yang dapat digunakan untuk proses stabilisasi/solidifikasi adalah semen, kapur (CaOH2), dan bahan termoplastik.

Metode insinerasi (pembakaran) dapat diterapkan untuk memperkecil volume limbah B3. Namun saat melakukan pembakaran perlu dilakukan pengontrolan ketat agar gas beracun hasil pembakaran tidak mencemari udara.

Proses pengolahan limbah B3 secara biologi yang telah cukup berkembang saat ini dikenal dengan istilah bioremediasi dan fitoremediasi. Bioremediasi merupakan penggunaan bakteri dan mikroorganisme lain untuk mendegradasi/mengurai limbah B3, sedangkan fitoremediasi adalah dengan menggunakan tumbuhan untuk mengabsorbsi dan mengakumulasi bahan-bahan beracun dari tanah. Kedua proses ini sangat bermanfaat dalam mengatasi pencemaran oleh limbah B3 dan biaya yang diperlukan lebih murah dibandingkan metode kimia atau fisik. Namun, proses ini juga masih memiliki kelemahan. Proses bioremediasi dan fitoremediasi merupakan proses alami sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama untuk membersihkan limbah B3, terutama dalam skala besar. Selain itu, karena menggunakan makhluk hidup, proses ini dikhawatirkan dapat membawa senyawa-senyawa beracun ke dalam rantai makanan di ekosistem.

2. Metode Pembuangan Limbah B3

a. Sumur dalam/sumur injeksi (deep well injection)

Cara kerjanya adalah dengan memompakan limbah tersebut melalui pipa ke lapisan batuan yang dalam, di bawah lapisan-lapisan air tanah dangkal maupun air tanah dalam. Secara teori, limbah B3 ini akan terperangkap di lapisan itu sehingga tidak akan mencemari tanah maupun air. Namun kelemahan dari metode ini adalah adanya kemungkinan terjadi kebocoran atau korosi pipa, atau pecahnya lapisan batuan akibat gempa sehingga limbah merembes ke lapisan tanah.

130 b. Kolam penyimpanan (surface impoundments)

Metode ini adalah dengan menampung limbah pada kolam-kolam khusus untuk limbah B3. Kolam-kolam ini dilapisi lapisan dengan pelindung yang berfungsi untuk mencegah perembesan limbah. Ketika air limbah menguap, senyawa B3 akan terkonsentrasi dan mengendap di dasar. Kelemahan metode ini adalah memakan lahan karena limbah akan semakin tertimbun dalam kolam, ada kemungkinan kebocoran lapisan pelindung, dan ikut menguapnya senyawa B3 bersama air limbah sehingga mencemari udara.

c. Landfill untuk limbah B3 (secure landfills)

Proses penimbunan limbah B3 pada landfill harus dengan pengamanan tinggi. Pada metode ini limbah B3 ditempatkan dalam drum atau tong-tong, kemudian dikubur dalam landfill yang didesain khusus untuk mencegah pencemaran limbah B3. Landfill ini harus dilengkapi peralatan monitoring untuk mengontrol kondisi limbah B3 dan harus selalu dipantau. Metode ini jika diterapkan dengan benar dapat menjadi cara penanganan limbah B3 yang efektif. Namun, metode secure landfill merupakan metode yang memiliki biaya operasi tinggi, masih ada kemungkinan terjadi kebocoran, dan tidak memberikan solusi jangka panjang karena limbah akan semakin menumpuk.

Sumber : http://pekanbaru.tribunnews.com/ Gambar 3.23. Landfill limbah B3

Identifikasi limbah B3

1. Limbah B3 diidentifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu: a. Berdasarkan sumber

b. Berdasarkan karakteristik

2. Kategori limbah B3 yang berdasarkan sumber dibagi menjadi tiga yaitu : a. Limbah B3 dari sumber spesifik

131 c. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan dan

buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi

3. Limbah B3 yang berdasarkan karakteristik ditentukan dengan 15 kategori yaitu :

a. mudah meledak, i. berbahaya,

b. pengoksidasi, j. korosif,

c. sangat mudah sekali menyala, k. bersifat iritasi,

d. sangat mudah menyala, l. berbahaya bagi lingkungan, e. mudah menyala, m. karsinogenik,

f. amat sangat beracun, n. teratogenik,

g. sangat beracun, o. mutagenik.

h. beracun,

Pengelolaan Limbah B3

Pengelolaan limbah B3 bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar, sehingga sesuai dengan fungsinya kembali. Setiap kegiatan/usaha yang berhubungan dengan B3, baik penghasil, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah dan penimbun B3, harus memperhatikan aspek lingkungan dan menjaga kualitas lingkungan tetap pada kondisi semula. Apabila terjadi pencemaran akibat tertumpah, tercecer dan rembesan limbah B3, harus dilakukan upaya optimal agar kualitas lingkungan kembali kepada fungsi semula.

Pengelolaan dan Pengolahan Limbah B3

Pengelolaan limbah B3 meliputi kegiatan pengumpulan, pengangkutan, pemanfatan, pengolahan dan penimbunan. Setiap kegiatan pengelolaan limbah B3 harus mendapatkan perijinan dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan setiap aktivitas tahapan pengelolaan limbah B3 harus dilaporkan ke KLH. Untuk aktivitas pengelolaan limbah B3 di daerah, aktivitas kegiatan pengelolaan selain dilaporkan ke KLH juga

Dalam dokumen Disusun dengan huruf Times New Roman, 11 pt (Halaman 127-152)

Dokumen terkait