• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PELANGGARAN YANG DILAKUKAN NASABAH ATAS

C. Pencegahan Yang Dilakukan Bank Sumut Syariah Cabang

Sedia payung sebelum hujan adalah ungkapan yang layak diberikan kepada setiap orang untuk mencegah timbulnya suatu kerugian, dan hal inilah yang harus

124Hasil wawancara dengan Pimpinan Capem Bank Sumut Syariah Cabang Medan Marelan, Bapak Yuna Teruna pada tanggal 8-9Desember 2016

125Hasil wawancara dengan Pimpinan Capem Bank Sumut Syariah Cabang Medan Marelan, Bapak Yuna Teruna pada tanggal 8-9Desember 2016

dilakukan pihak Bank Sumut Syariah Cabang Marelan Raya untuk mencegah adanya pelanggaran atau tidak dilaksanakannya syarat-syarat akad yang dilakukan oleh nasabah.

Pencegahan yang dilakukan sebenarnya adalah suatu bentuk dari manajemen risiko yang mana setiap bank harus melaksanakannya termasuk Bank Sumut Syariah Cabang Marelan Raya. Manajemen risiko yang dilakukan Bank Sumut Syariah Cabang Marelan Raya bertujuan agar aktivitas usaha yang dilakukan bank tidak menimbulkan kerugian atau yang dapat menganggu kelangsungan usaha bank.

Penerapan manajemen risiko yang baik dapat membantu Bank Sumut Syariah Cabang Marelan Raya dalam menyusun rencana strategis serta mengoptimalkan peluang bisnis dan pengalokasian sumber daya yang ada.

Secara pengertian, Pasal 1 angka 6 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 65/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah menyebutkan bahwa manajemen risiko adalah serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha Bank.

Penerapan manajemen risiko yang dilakukan oleh bank adalah hal-hal yang berkaitan dengan risiko seperti:

1. Risiko kredit atau pembiayaan

Risiko kredit diartikan sebagai risiko yang timbul akibat kegagalan pihak lawan (counterparty) memenuhi kewajibannya atau risiko kerugian yang berhubungan dengan kemungkinan bahwa suatu counterparty akan gagal untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya ketika jatuh tempo.

2. Risiko Pasar (Market Risk)

Risiko yang muncul disebabkan oleh adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) dari portofolio yang dimiliki yang dapat merugikan bank. Variabel pasar dalam hal ini adalah suku bunga dan nilai tukar termasuk derivasi dari kedua jenis risiko pasar tersebut yaitu perubahan option.

3. Risiko Operasional

Risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistim, atau adanya problem eksteernal yang mempengaruhi opersional bank. Risiko operasional melekat pada setiap aktivitas fungsional bank, seperti kegiatan pengkreditan, treasury dan investasy, operasional dan jasa, pembiayaan perdagangan, pendanaan dan instrument utang, tekhnologi sistim informasi dan sistim informasi manajemen dan pengelolaan sumber daya manusia.

4. Risiko Likuiditas (liquidity risk)

Risiko yang antara lain disebabkan karena bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh waktu.

5. Risiko Hukum (Legal Risk)

Risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. Kelemahan ini antara lain disebabkan oleh adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan, seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak dan pengikatan agunan yang tak sempurna.

6. Risiko Reputasi (Reputation Risk)

Risiko yang disebabkan oleh adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau persepsi negatif dari masyarakat terhadap bank.

7. Risiko Strategik (Strategic Risk)

Risiko yang disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan eksternal.

8. Risiko Kepatuhan(Compliance risk)

Risiko yang disebabkan karena tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan atau ketetapan lain yang berlaku. Didalam prakteknya risiko kepatuhan melekat pada risiko bank yang terkait dengan peraturan perundang-undangan.126

Di dalam kaitannya dengan pencegahan agar tidak terjadinya pelanggaran syarat akad, maka Bank Sumut Syariah Cabang Marelan Raya melakukan manajemen risiko pembiayaan dengan cara risk reduction atau disebut juga dengan riskmitigation

126Veithzal Rivai Dkk, Bank and Financial Institution, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 35

yang memiliki arti metode yang mengurangi kemungkinan terjadinya suatu risiko ataupun mengurangi dampak kerusakan yang dihasilkan oleh suatu risiko.127

Mitigasi risiko pembiayaan yang dilakukan oleh Bank Sumut Syariah Cabang Marelan Raya adalah dengan melaksanakan prinsip kehati-hatian (Prudential Banking Principles) dalam menyalurkan pembiayaannya. Hal ini didasarkan karena risiko yang sangat tinggi dalam melakukan pemberian pembiayaan sebagai usaha utama bank. Selain itu kegagalan di bidang pembiayaan dapat berakibat pada terpengaruhnya kesehatan dan kelangsungan usaha bank sendiri. Penerapan prinsip kehati-hatian (Prudential Banking Principles) dalam seluruh kegiatan perbankan merupakan salah satu cara untuk menciptakan perbankan yang sehat.128

Prinsip kehati-hatian merupakan prinsip utama bank dalam memberikan kredit atau pembiayaan. Apa yang dimaksud prinsip kehati-hatian, Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sama sekali tidak menjelaskan, baik pada bagian ketentuan maupun dalam penjelasannya. Prinsip kehati-hatian adalah suatu asas atau prinsip yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati-hati (prudent) dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan kepadanya.129

127Hasil wawancara dengan Pimpinan Capem PT. Bank Sumut Syariah Cabang Medan Marelan, Bapak Yuna Teruna pada tanggal 8-9Desember 2016

128Hasil wawancara dengan Pimpinan Capem Bank Sumut Syariah Cabang Medan Marelan, Bapak Yuna Teruna pada tanggal 8-9Desember 2016

129Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001), hal. 18

Terdapat satu pasal dalam Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yang secara eksplisit mengandung substansi prinsip kehati-hatian, yaitu Pasal 29 ayat 2, 3 dan 4130, yaitu:

1. Pasal 29 Ayat 2 Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan menyebutkan bahwa bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.

2. Pasal 29 Ayat 3 Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan menyebutkan bahwa dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank

3. Pasal 29 Ayat 4 Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan menyebutkan bahwa untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank

Penjelasan prinsip kehati-hatian dari beberapa ayat di atas adalah:131

1. Pada ayat 2 mengandung arti bahwasannya bank wajib untuk menjalankan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Dalam arti, bank wajib untuk selalu memelihara tingkat kesehatannya, menjaga kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas dan aspek lainnya yang berhubungan dengan usaha bank

130Etty Mulyati, Kredit Perbankan: Aspek Hukum dan Pengembangan Usaha Mikro Kecil dalam Penbangunan Perekonomian Indonesia, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2016), hal. 80

131Ibid, hal. 81

2. Pada ayat 3 mengandung arti bahwa pentingnya prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah kepada nasabah debitur

3. Ketentuan Pasal 29 ayat 2 dan 3 berhubungan erat dengan ketentuan Pasal 29 ayat 4 karena bertujuan untuk melindungi kepentingan nasabah penyimpan dan simpanannya.

Kewajiban untuk menerapkan prinsip kehati-hatian, khususnya dalam pemberian kredit terncantum dalam Pasal 8 Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, yaitu “(1) Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. (2) Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.”

Berdasarkan penjelasannya, sesuai yang tercantum dalam Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan:

“Kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dalam arti

keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dana prospek usaha dari Nasabah Debitur. Mengingat bahwa agunan sebagai salah satu unsure pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan Nasabah Debitur mengembalikan utangnya, agunan hanya dapat berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum, dan lain-lain yang sejenis dapat digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan agunan tambahan. Di samping itu, bank dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah harus pula memperhatikan hasil Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) bagi perusahaan yang berskala besar dan atau risiko tinggi agar proyek yang dibiayai tetap menjaga kelestarian lingkungan.”

Prinsip kehati-hatian yang dikenal dengan prudential banking principles diimplementasikan dengan The Five C’s of Credit Analysis (Prinsip 5 C), yaitu:132 1. Character (watak). Watak atau kepribadian debitur merupakan suatu unsure

penting dalam pemberian kredit. Yang dimaksudkan dengan watak adalah pribadi yang baik dari calon debitur, yaitu mereka yang selalu menepati janjinya dan berupaya mencegah perbuatan yang tercela. Debitur yang demikain mampu untuk mengembalikan kredit seperti yang diperjanjian. Di samping itu, calon debitur harus memiliki lingkungan yang baik, tidak terlibat tindakan criminal, bukan merupakan penjudi, pembauk atau tindakan tidak terpuji lainnya

2. Capacity (kemampuan). Di dalam mengelola usahanya harus diketahui secara pasti oleh pihak dari kemampuan manajemennya dan sumber daya manusianya, apakah mampu berproduksi dengan baik yang dapat dilihat dari kapasitas produksinya.

Kemampuan mengembalikan pinjaman tepat waktu sesuai dengan perjanjian dilihat berdasarkan perhitungan penghasilan bersih, perputaran usaha, situasi keuangan dan modal kerja yang dimilikinya

3. Capital (modal kerja). Untuk memperoleh kredit atau pembiayaan calon debitur harus memiliki modal terlebih dahulu, jumlah dan struktur modal calon debitur harus dapat diteliti dan diketahui tingkat rasio dan solvabilitasnya. Bank tidak dapat memberikan kredit kepada pengusaha tanpa modal sama sekali. Permodalan

132Ibid, hal. 83-84

dan kemampuan keuangan dari debitur akan mempunyai korelasi langsung dengan tingkat kemampuan membayar kredit atau pembiayaan

4. Collateral (jaminan). Jaminan dalam isitlah perbankan disebut objek jaminan.

Jaminan biasanya diartikan dengan harta benda milik debitur yang dijadikan jaminan atas piutangnya. Kredit atau pembiayaan senantiasa dibayangi oleh risiko, untuk berjaga-jaga timbulnya risiko ini diperlukan benteng untuk menyelamatkan, yaitu jaminan sebagau sarana pengaman atas risiko yang mungkin timbul atas cedera janjinya nasabah di kemudian hari

5. Condition of economy (kondisi ekonomi). Kondisi atau situasi yang memberikan dampak positif atau situasi yang memberikan dampak positif kepada usaha calon debitur atau sebagaimana disebutkan dalam Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yaitu hubungan factor ekonomi makro terhadap risiko produknya. Kondisi ekonomi secara umum serta kondisi pada sektor usaha si pemohon kredit atau pembiayaan perlu mendapat perhatian dari pihak bank untuk memperkecil risiko yang mungkin timbul akibat kondisi ekonomi. Kondisi ini dapat terpengarug oleh keadaan social, politik dan ekonomi dari suatu periode tertentu dan perkiraan yang akan terjadi pada waktu mendatang.

Pimpinan Capem Bank Sumut Syariah Cabang Marelan Raya berpendapat bahwa character memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap pelaksanaan syarat akad yang dilakukan oleh nasabah terlebih lagi terhadap adanya pembiayaan bermasalah. Implikasi dari character ini terlihat dari kejujuran, ketulusan, kecerdasan, kesehatan, kebiasaan, temperamental, membanggakan diri secara berlebihan dan sebagainya. Pada prinsipnya penilaian karakter nasabah ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana itikad baik dan kemauan debitur untuk mengikuti syarat akad serta melunasi kewajibannya sesuai dengan yang disepakati dalam akad pembiayaan. Hal ini untuk menjaga kemungkinan-kemungkinan yang tidak diinginkan.133

133Hasil wawancara dengan Pimpinan Capem Bank Sumut Syariah Cabang Medan Marelan, Bapak Yuna Teruna pada tanggal 8-9Desember 2016

Capacity merupakan gambaran mengenai kemampuan debitur atau nasabah untuk memenuhi kewajibannya, kemampuan membayar tersebut diketahui dari kegiatan usaha dan kemampuannya melakukan pengelolaan atas usaha yang dibiayai dengan pembiayaan. Dari pengalaman yang ada menunjukkan bahwa nasabah yang mengalami pembiayaan bermasalah sehingga tidak mampu untuk mengembalikan pembiayaan tepat waktu disebabkan oleh kurang mampunya debitur atau nasabah dalam mengelola usahanya, sehingga pendapatan yang diterima reltif menurun dan mengakibatkan pembayaran pembiayaan kurang lancar atau terlambat.134

Capital dapat diketahui dari kondisi kekayaan atau keuangan nasabah.

Penyebab nasabah yang mengalami pembiayaan bermasalah antara lain nasabah tidak memiliki cukup simpanan sebagai biaya hidupnya. Nasabah memiliki kredit di bank lain seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Capital nasabah dititik beratkan terhadap kondisi keuangan nasabah dengan cara melakukan pengecekan standar melalui BI checking, apakah nasabah yang bersangkutan sudah mempunyai fasilitas kredit yang berjalan di bank lain atau belum, apakah status kredit lancer atau tidak, agar pembayaran kredit berjalan dengan lancar.135

Collateral merupakan suatu jaminan yang bisa memperkuat tingkat keyakinan bank bahwa nasabah dengan bisnsinya atau dengan penghasilannya baik tetap maupun tidak akan mampu melunasi pembiayaan. Nasabah yang mempunyai

134Hasil wawancara dengan Pimpinan Capem Bank Sumut Syariah Cabang Medan Marelan, Bapak Yuna Teruna pada tanggal 8-9Desember 2016

135Hasil wawancara dengan Pimpinan Capem Bank Sumut Syariah Cabang Medan Marelan, Bapak Yuna Teruna pada tanggal 8-9Desember 2016

pembiayaan di Bank Sumut Syariah Cabang Marelan Raya memiliki jaminan sebagai agunan atau jaminan sebagai alat pengaman dari ketidakpastian pada waktu yang akan datang pada saat pembiayaan harus dilunasi. Artinya jaminan tersebut bisa disita apabila ternyata debitur benar-benar tidak bisa memenuhi kewajibannya.136

Bank Sumut Syariah Cabang Marelan Raya selalu mempertimbangkan pengajuan permohonan pembiayaan nasabah dengan mengkaitkan jaminan yang diberikan oleh calon nasabah. Collateral ini diperhitungkan paling akhir artinya bilamana masih ada suatu kesangsian dari empat pertimbangan yang lain seperti;

character, capacity, capital dan condition maka dapat menilaia harta yang mungkin bisa dijadikan jaminan. Jaminan dibutuhkan untuk berjaga-jaga seandainya nasabah tidak dapat mengambalikan pembiyaannya. Biasanya nilai jaminan atau agunan lebih tinggi dari jumlah pembiayaan.137

Condition merupakan kondisi yang timbul akibat dari suatu kondisi yang tidak menguntungkan yan membuat hilangnya kemampuan nasabah untuk membayar kewajibannya. Bank Sumut Syariah Cabang Marelan Raya mempertimbangkan pengajuan pembiayaan dari segi condition. Walaupun condition tidak memberikan pengaruh terkait adanya pelanggaran syarat yang dilakukan oleh nasabah apalagi sampai kepada pembiayaan bermasalah.138

136Hasil wawancara dengan Pimpinan Capem Bank Sumut Syariah Cabang Medan Marelan, Bapak Yuna Teruna pada tanggal 8-9Desember 2016

137Hasil wawancara dengan Pimpinan Capem Bank Sumut Syariah Cabang Medan Marelan, Bapak Yuna Teruna pada tanggal 8-9Desember 2016

138Hasil wawancara dengan Pimpinan Capem Bank Sumut Syariah Cabang Medan Marelan, Bapak Yuna Teruna pada tanggal 8-9Desember 2016

Penerapan 5C sebagai bentuk dari kehati-hatian dalam melakukan pembiayaan kepada nasabah tidak dapat dilepaskan juga kaitannya dengan penerapan mengetahui nasabah (Know Your Costumer). Bank harus mampu untuk melihat secara jauh bahkan dapat mendeteksi segala yang berkaitan dengan nasabah. Oleh karena itu, penerapan 5C harus didukukung dengan penerapan prinsip Know Your Costumer saat ini lebih dikenal dengan istilah Customer Due Diligence (CDD).

Customer Due Dilligence yaitu kegiatan berupa identifikasi, verifikasi, dan pemantauan yang dilakukan bank untuk memastikan bahwa transaksi tersebut sesuai dengan profil nasabah. Berdasarkan pengertian tersebut, Customer Due Dilligence terdiri dari 3 (tiga) macam kegiatan oleh bank, yaitu identifikasi, verifikasi, dan pemantauan. Untuk lebih jelas, penulis menguraikannya sebagai berikut:

1. Identifikasi

Adanya kewajiban bagi bank untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan calon nasabah atau nasabah ke dalam kelompok perseorangan, perusahaan, atau Benerficial Owner.139Dalam kegiatan identifikasi ini, Bank wajib untuk meminta informasi calon nasabah.

a. Bagi calon nasabah perorangan140

Adanya mewajibkan bank untuk meminta Informasi calon nasabah perorangan yang paling kurang mencakup:

1) Identitas nasabah yang membuat

a) Nama lengkap termasuk alias apabila ada;

b) Nomor dokumen identitas yang dibuktikan dengan menunjukkan dokumen dimaksud;

c) Alamat tempat tinggal yang tercantum pada kartu identitas;

d) Alamat tempat tinggal terkini termasuk nomor telepon apabila ada;

e) Tempat dan tanggal lahir

139Pasal 12 Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum

140Pasal 13 Ayat 1 huruf a Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum

f) Kewarganegaraan;

g) Pekerjaan

h) Jenis kelamin; dan i) Status perkawinan

2) Identitas Beneficial Owner, apabila nasabah mewakili Beneficial Owner 3) Sumber dana

4) Rata-rata penghasilan

5) Maksud dan tujuan hubungan usaha atau transaksi yang akan dilakukan calon nasabah dengan bank; dan

6) Informasi lain yang memungkinkan bank untuk dapat mengetahui profil calon nasabah.

b. Bagi calon nasabah perusahaan selain bank141

Adanya kewajiban bagi bank untuk meminta informasi dari calon nasabahperusahaan selain bank yang paling kurang mencakup

1) Nama perusahaan;

2) Nomor izin usaha dari instansi berwenang;

3) Alamat kedudukan perusahaan;

4) Tempat dan tanggal pendirian perusahaan;

5) Bentuk badan hukum perusahaan;

6) Identitas Beneficial Owner, apabila Nasabah mewakili Beneficial Owner;

7) Sumber dana;

8) Maksud dan tujuan hubungan usaha atau transaksi yang akan 9) dilakukan calon Nasabah perusahaan dengan Bank; dan 10) Informasi lain yang diperlukan.

c. Bagi nasabah bank142

Nasabah perusahaan berupa bank, dokumen yang disampaikan paling kurang:

1) Akte pendirian/anggaran dasar bank;

2) Izin usaha dari instansi yang berwenang; dan

3) Spesimen tanda tangan dan kuasa kepada pihak-pihak yangditunjuk mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas namabank dalam melakukan hubungan usaha dengan Bank

d. Bagi calon nasabah berupa yayasan143

Adanya persyaratan dokumen yang disampaikan paling kurang berupa:

1) izin bidang kegiatan/tujuan yayasan;

2) Deskripsi kegiatan yayasan;

141Pasal 13 Ayat 1 huruf b Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum

142Pasal 15 Ayat 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum

143Pasal 16 Ayat 2 huruf a Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum

3) Status pengguna yayasan; dan

4) Dokumen identitas anggota pengurus yang berwenang mewakiliyayasan untuk melakukan hubungan usaha dengan Bank.

e. Bagi nasabah berupa perkumpulan144

Adanya persyaratan dokumen yan disampaikan paling kurang berupa:

1) Bukti pendaftaran pada instansi yang berwenang;

2) Nama penyelenggara; dan

3) Pihak yang berwenang mewakili perkumpulan dalam melakukan hubungan usaha dengan Bank

f. Untuk calon nasabah berupa Lembaga Negara/Pemerintah, lembagainternasional, dan perwakilan negara asing

Bank wajib meminta informasimengenai nama dan alamat kedudukan lembaga atau perwakilan.145Informasi tersebut wajib didukung dengandokumen sebagai berikut:146

1) Surat penunjukan bagi pihak-pihak yang berwenang mewakililembaga atau perwakilan dalam melakukan hubungan usahadengan bank, dan

2) Spesimen tanda tangan g. Beneficial Owner147

Mengenai syarat dokumen yangwajib disampaikan oleh Beneficial Owner perusahaan, yayasan atauperkumpulan. Bagi Beneficial Owner perorangan paling kurangberupa:

1) Dokumen identitas sebagaimana persyaratan bagi calon nasabahperorangan;

2) Hubungan hukum antara calon nasabah atau Walk In Customerdengan Beneficial Owner yang ditunjukkan dengan surat penugasan, surat perjanjian, surat kuasa atau bentuk lainnya; dan

3) Pernyataan dari calon nasabah atau Walk in Customer 2. Verifikasi

Kegiatan verifikasi dalam Customer Due Dilligence merupakan kewajiban bankdengan cara meneliti kebenaran dokumen pendukung dan melakukan verifikasi terhadap dokumen pendukung yang memuat informasi calon nasabah dan berdasarkan dokumendan/atau sumber informasi lainnya yang dapat dipercaya dan independen serta memastikan bahwa data tersebut adalah data terkini. Bank dapat melakukan wawancara dengan calon nasabah untuk meneliti dan meyakini

144Pasal 16 Ayat 2 huruf b Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum

145Pasal 17 Ayat 1 Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum

146Pasal 17 Ayat 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum

147Pasal 19 Ayat 1 Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum

keabsahan dan kebenaran dokumen tersebut. Apabila terdapat keraguan, bank wajib meminta kepada calon nasabah untuk memberikan lebih dari satu dokumen

keabsahan dan kebenaran dokumen tersebut. Apabila terdapat keraguan, bank wajib meminta kepada calon nasabah untuk memberikan lebih dari satu dokumen