• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Dalam dokumen TAP.COM - PROSIDING_JAMBI. (19268 KB ) - ISEI (Halaman 143-150)

EKONOMI ASEAN (MEA) 2015 Dr. Muhammad Ridwansyah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

iberlakukannya kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015 telah menimbulkan banyak reaksi dan bahkan kontroversi dalam masyarakat. Mereka menilai Indonesia cenderung tidak siap menghadapinya karena bergabungnya Indonesia dalam komunitas perdagangan bebas regional ini akan berimplikasi terhadap perekonomian domestik Indonesia baik jangka pendek maupun jangka panjang khususnya untuk sektor-sektor domestik yang belum bisa bersaing secara keseluruhan. Produk-produk dari negara ASEAN dapat masuk dengan mudah ke Indonesia karena sudah tidak diberlakukannya lagi bea, bersaing secara langsung dan bebas dengan produk-produk lokal yang sejenis yang ada di Indonesia.World Economic Forum (WEF) 2012, menempatkan Indeks Daya Saing Indonesia berada pada urutan ke-5 dengan skor 50 jauh di bawah Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam dan Thailand, selengkapnya disajikan dalam Tabel berikut ini.

Negara-negara ASEAN yang mengalami kenaikan indeks daya saing terbesar sejak 2008 adalah Kambodia (24 tingkat), Brunei Darussalam (11), Filipina (6), Indonesia (5) dan Singapura (3). Sedangkan Malaysia, Thailand, Vietnam dan Timor Leste mengalami penurunan peringkat daya saing selama 2008-2012.

Pro daan kontra terus bergulir, banyak pengamat/ekonom yang berpandangan bahwa keadaan perdagangan Indonesia setelah MEA sesungguhnya masih sulit diprediksi. Dikhawatirkan bagi pelaku ekonomi yang tidak mampu bersaing, akan sulit mempertahankan kelangsungan usahanya sehingga akan menimbulkan banyak pengangguran. Dari kalangan industri dan para pelaku usaha di sektor jasa bereaksi paling keras dengan menuntut pemerintah melakukan penundaan terhadap kesepakatan tersebut.

Pada sisi yang lain, sejumlah pelaku ekonomi justru menyambut baik perjanjian MEA ini. Mereka optimistis MEA dapat memberikan keuntungan karena membuka peluang terutama bagi industri hilir pertanian lebih berkembang. Dengan keberadaan bahan baku dan tenaga kerja yang melimpah, MEA lebih menjanjikan keuntungan karena masa depan ekspor Indonesia akan meningkat karena membuka pasar yang lebih besar.

Kendatipun demikian, keikutsertaan Indonesia dalam perjanjian ini tidak dapat dicegah ataupun dibatalkan. Lazimnya di dalam kesepakatan perjanjian perdagangan bebas, terdapat klausul-klausul yang memberi kesempatan para pihak memodifikasi dan penundaan konsesi sementara dalam rangka memperbaiki posisi daya saingnya. Dalam pembicaraan ulang pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan, telah menyampaikan surat kepada Sekjen ASEAN, yang isinya mengenai Indonesia akan tetap melaksanakan komitmen (FTA) sesuai jadwal, tetapi terdapat sektor industri tertentu yang menghadapi ancaman pelemahan daya saing.

Tabel 1. Indeks Daya Saing Negara-negara ASEAN 2012

No. Negara 2008 2012 Perubahan

1 Singapura 5 2 3 2 Malaysia 21 25 -4 3 Brunei Darussalam 39 28 11 4 Thailand 34 38 -4 5 Indonesia 55 50 5 6 Filipina 71 65 6 7 Vietnam 70 75 -5 8 Kambodia 109 85 24 9 Timor-Leste 129 136 -7

Sumber : World Economic Forum (WEF) 2012

Berkaitan dengan dimulainya era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2015, salah satu upaya Pemerintah Indonesia untuk menghadapinya adalah mengembangkan program produk unggulan. Penerapannya digunakan untuk meningkatkan kualitas dan akses pasar industri kecil dan menengah (IKM), tidak hanya meliputi IKM kerajinan, tapi juga makanan dan minuman, produk herbal, dan interior, dan lain-lain ke tingkat global serta diproduksi secara kontinyu dan konsisten. Kementerian Koperasi dan UKM memperluas produk unggulan daerah di 100 titik di 33 provinsi berbasiskan peningkatan mutu dan daya saing agar produk unggulan itu bernilai tambah melalui industri pengolahan/processing (value chain), pengepakan, perluasan jaringan pemasaran secara integrasi dan lain-lain hingga tahun 2014 (www.depkop.go.id).

1.2. Tujuan

Paper ini bertujuan untuk menyajikan gagasan penguatan produk unggulan sektor industri kecil dan menengah (IKM)di Provinsi Jambiguna memberikan solusi bagi peningkatan daya saing daerah dalam menghadapi tantangan dan peluang di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2015 mendatang.

1.3. Metode

Pengumpulan data dan informasi mengenai produk unggulan sektor industri Provinsi Jambi diperoleh dari hasil review terhadap hasil penelitian terdahulu terutama yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi tahun 2012. Review dikonsentrasikan untuk megidentifikasi produk olahan sektor industri di Provinsi Jambi.

Upaya penguatan produk sektor industri tersebut, menggunakan skema Triple Helixmelalui sinergi fungsi dari pemerintah, intelektual dan kalangan IKM. Peran dari ketiga stakeholdertersebut adalah sebagai agent of exchange dalam proses perluasan pemasaran, meningkatkan penjualan produk lokal, sampai pada peningkatan geliat wirausaha di dalamnya, maupun peningkatan penyerapan tenaga kerja di daerah.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Penetapan produk unggulan daerah umumnya menggunakan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) yang merupakan suatu alat analisis, didukung oleh pendekataan matematika sederhana, yang dapat dipergunakan untuk memecahkan permasalahan ‘decision making’ seperti pengambilan kebijakan atau penyusunan prioritas. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi ( 2012) menggunakan AHP dengan kriteria penetapan produk unggulan kabupaten/kota sebagaimana disajikan dalam Tabel berikut ini.

Tabel 2 Kriteria penetapan produk unggulan kabupaten/kota di Provinsi Jambi

1.

2.

3.

4.

5.

Tenaga Kerja Terampil (skilled)

Bahan Baku (manufacturing)

Modal

Sarana Produksi/Usaha

Teknologi

Tingkat Pendidikan

Pelatihan yang pernah diikuti

Pengalaman kerja

Jumlah lembaga/ sekolah ketrampilan/ pelatihan

Ketersediaan/kemudahan bahan baku

Harga perolehan bahan baku

Parishability bahan baku (mudah tidaknya rusak)· Kesinambungan bahan baku

Mutu bahan baku

Kebutuhan investasi awal

Kebutuhan modal kerja

Aksesibilitas terhadap sumber pembiayaan

Ketersediaan/ kemudahan memperoleh

Harga

Kebutuhan teknologi

Kemudahan (memperoleh teknologi)

Analisis Triple Helix pertama kali diungkapkan oleh Henry Etzkowitz dan Loet Leydesdorff, dan kemudian diulas lebih lanjut oleh Gibbons et al (1994) dalam The New Production of Knowledge dan Nowotny et al (2001) dalam Re-Thinking Science. Konsep Triple Helix selain digunakan untuk menjelaskan hubungan ketiga elemen (business, intellectuals, and government), model ini juga dapat memberikan gambaran mengenai koordinat dari simbiosis (irisan) dari masing-masing elemen. Dalam Triple Helix, masing elemen merupakan entitas yang berdiri sendiri, memiliki perannya masing-masing meskipun mereka bersinergi dan mendukung satu dengan yang lainnya atau yang disebut dengan “Reflexivity”.

Dalam ekonomi kreatif, sistem “Triple Helix” menjadi payung yang menghubungkan antara Akademis (Intellectuals), Bisnis (Business), dan Pemerintah (Government) dalam kerangka bangunan ekonomi kreatif. Di mana ketiga helix tersebut merupakan aktor utama penggerak lahirnya kreativitas, ide, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang vital bagi tumbuhnya industri kreatif. Hubungan yang erat, saling menunjang, dan bersimbiosis mutualisme antara ke-3 aktor tersebut dalam kaitannya dengan landasan dan pilar-pilar model ekonomi kreatif akan menentukan pengembangan ekonomi kreatif yang kokoh dan berkesinambungan. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

Sosial Budaya (faktor endogen) Manajemen Usaha Ketersediaan Pasar Harga Penyerapan TK Sumbangan terhadap perekonomian wilayah

Ciri khas lokal

Penerimaan Masyarakat

Turun temurun

Kemudahan untuk memanage

Jangkauan/wilayah pemasarn

Kemudahan mendistribusikan

Stabilitas harga

Kemampuan menyerap TK

Jumlah jenis usaha yang terpengaruh karena

keberadaan usaha ini (Backward & Forward Lingkages) Sumber: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi (2012)

Sumber : OECD, 1999

Bangunan ekonomi dipayungi oleh interaksi triple helix yang terdiri dari Academic (Intelektual), Business (Swasta), dan Government (Pemerintah) sebagai para aktor utama penggerak industri kreatif. Academic, kaum intelektual yang berada pada institusi pendidikan formal, informal dan non formal yang berperan sebagai pendorong lahirnya ilmu dan ide yang merupakan sumber kreativitas dan lahirnya potensi kreativitas insan Indonesia.Business, pelaku usaha yang mampu mentransformasi kreativitas menjadi bernilai ekonomis. Government, pemerintah selaku fasilitator dan regulator agar industri kreatif dapat tumbuh dan berkembang.

Darma (2012) yang meneliti produk unggulan dengan pendekatan One Village One Product (OVOP) melaporkan bahwa produk uggulan yang tercipta di Indonesia umumnya adalah UKM yang konsisten menjalin kerjasama dengan perusahaan-perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan terus mendapat bimbingan serta aneka bantuan dari pemerintah. Hal ini berkaitan dengan produk yang dihasilkan mewakili identitas daerah bahkan negara. Produk tersebut dapat meningkatkan pendapatan bagi daerahnya, melalui kunjungan turis, membuka lapangan pekerjaan, dan meningkatkan ketrampilan SDM. Di Indonesia terdapat sekitar 74.000 desa yang memiliki keunikan atau ciri khas. Dimana mayoritas atau sekitar 65 persen penduduknya masih tergolong miskin, berpendapatan rendah. Dan mayoritas desa-desa tersebut eksis disektor pertanian atau agrikultur.

Triple Helix merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyebutkan peran serta dan kerja sama tiga elemen pembangunan yaitu pemerintah, pengusaha, dan intelektual (Abiyoso, 2008 : 1). Triple Helix, terkesan merupakan sebuah istilah baru, padahal istilah ini sudah cukup lama berkembang. Namun konsep ini kurang populer jika dibandungkan konsep lain dalam terminologi administratsi publik, seperti misalnya good governance. Serupa dengan good governance, yang menitikberatkan pada tiga sektor, namun perbedaannya terletak pada sektor terakhir yaitu masyarakat, namun pada triple helix sektor yang terakhir yaitu intelektual.

Setiap potensi yang dimilki oleh IKM difasilitasi oleh pemerintah, didorong bisnis dan kewirausahaannya oleh pihak swasta, serta meningkatkan kualitas produk oleh pihak intelektual sehingga produk-produk lokal Indonesia dapat lebih dikenal, dipercaya dan dipilih oleh masyarakat (Ayip, 2008). Berikut ini skema interaksi dalam jejaring komunitas UKM:

Gambar 2. Skema Interaksi Antar UKM

Mendorong Terciptanya Produk Baru

S K I L L I N O V A S I Semangat Kebersamaan UKM Bidang B UKM Bidang B UKM Bidang B UKM Bidang B UKM Bidang B UKM Bidang B UKM Bidang B UKM Bidang A UKM Bidang A UKM Bidang A UKM Bidang A UKM Bidang A UKM Bidang A UKM Bidang A Berbagi Gagasan Networking Toleran Sinergi Berbagi Pengetahuan Berbagi Pengalaman Dialog Terbuka

Skema pada gambar diatas, menunjukan bahwa dalam jejaring komunitas UKM harus terus terdapat (1) berbagi gagasan; (2) dialog terbuka; (3) berbagi pengalaman; (4) berbagi pengetahuan; (5) networking; (6) toleran,serta; (7) saling bersinergi. Kegiatan ini bertujuan untuk mendorong terciptanya produk-produk baru, mendorong inovasi, memupuk semangat kebersamaan serta terus mengembangkan skill dalam melakukan peningkatan kualitas produk agar mampu bersaing. Dengan adanya skema interaksi tersebut, UKM-UKM dalam jejaring komunitas akan dapat terus berkembang secara optimal. Secara berkesinambungan diperlukan peran Triple Helix untuk mendukung perkembangan UKM tersebut.

III. PEMBAHASAN

Identifikasi Produk Unggulan Daerah Jambi

Dalam skema MP3EI, pembangunan koridor ekonomi di Indonesia dilakukan berdasarkan potensi dan keunggulan masing-masing wilayah yang tersebar di seluruh Indonesia, dan Jambi termasuk di dalam Koridor Ekonomi Sumatera, yang memiliki tema pembangunan sebagai “Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional”. Secara umum, Koridor Ekonomi Sumatera berkembang dengan baik di bidang ekonomi dan sosial dengankegiatan ekonomi utama seperti perkebunan kelapa sawit, karet serta batubara yang memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi mesin pertumbuhan ekonomi koridor.

Provinsi Jambi memiliki keunggulan komparatif sebagai daerah yang berbasis kepada perkebunan, terutama karet, kelapa sawit, kelapa dalam dan kulit manis (cassiavera). Awal tahun 1990 dimulainya pembangunan perkebunan, sehingga sampai saat ini luas perkebunan karet lebih dari 650.000 ha, perkebunan kelapa sawit lebih dari 600.000 ha, kemudian kelapa dalam mencapai lebih dari 150.000 ha, sementara kulit manis lahannya terus mengecil karena berbatasan dengan hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).

Subsektor perkebunan adalah penghasil komoditi ekspor non migas yang cukup potensial dan peranannya dalam sektor perdagangan luar negeri sangat besar. Minyak kelapa sawit (CPO) merupakan salah satu komoditas perkebunan penyumbang devisa negara dan juga penyerap banyak tenaga kerja. Demikian juga di Provinsi Jambi, pada tahun 2012 Sektor Pertanian masih menjadi sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja yaitu 783,5 ribu orang (55,04 persen dari penduduk yang bekerja,) atau lebih dari setengah penduduk yang bekerja berada di Sektor Pertanian.

Berdasarkan penelitian terdahulu yang pernah dilakukan, Provinsi Jambi telah menetapkan beberapa komoditi unggulan yang cukup potensial untuk dikembangkan. Berdasarkan perhitungan Indeks Spesialisasi Perdagangan, produk CPO dan karet memiliki nilai yang lebih dari 1, yang berarti bahwa untuk komoditi tersebut Provinsi Jambi berlaku sebagai eksportir yang mempunyai daya saing yang relatif baik dibandingkan komoditi ekspor lainnya.

Berdasarkan Indeks Konsentrasi Pasar, produk CPO dan Karet serta Produk Ikan Olahan juga memiliki nilai yang cukup signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun produk tersebut cukup potensial, namun perlu peningkatan jumlah pasar sasaran, sehingga tidak lagi tertuju hanya pada satu atau dua pasar. Jika tujuan ekspor komoditi tersebar ke banyak negara, komoditi tersebut relatif tahan terhadap gangguan (disturbance) yang terjadi dalam perdagangan internasional. Eksportir komoditi unggulan Provinsi Jambi perlu melakukan strategi pengembangan pasar secara terus menerus guna menjaga stabilitas nilai ekspor.

Berdasarkan Indeks RCA Provinsi Jambi memiliki keunggulan komparatif untuk komoditi karet alam olahan dan karet remah. Oleh karena itu, strategi revitalisasi karet rakyat masih menjadi prioritas pembangunan pertanian di Provinsi Jambi agar keunggulan komparatif tersebut masih dapat dipertahankan. Sementara komoditi CPO meskipun cukup potensial, namun sedikit berfluktuasi diakibatkan infrastruktur yang belum memadai serta pengaruh krisis global terhadap permintaan dari CPO tersebut. Untuk itu, kebijakan infrastruktur terutama pembangunan jalan dan jembatan serta pembangunan kawasan Ekonomi Ujung Jabung terus diupayakan.

Bank Indonesia Jambi (2012) dalam laporannya menyajikan komoditas/produk unggulan Provinsi Jambi. Khusus mengenai produk unggulan sektor Provinsi Jambi disajikan dalam Lampiran 1. PenguatanProduk Unggulan Provinsi Jambi melalui Peran Triple Helix

Ada tiga hal yang diperlukanuntuk implementasi produk unggulan melalui sinergi dalam Triple Helix, yaitu (a) mengidentifikasi desa-desa yang potensial sekaligus penduduknya, (b) menyeleksi produk-produk competitive yang berasal dari bahan-bahan lokal dengan menggunakan kearifan lokal (shared value) danketerampilan yang unik untuk menghasilkan produk-produk asli yang ditujukan untuk pasar domestik maupun global dan, (c)komitmen dan campur tangan pemerintah pusat dan daerah. Efektivitas dan keberhasilan pelaksanaan produk unggulantidak lepas dari enam kunci sukses pelaksanaannya, yaitu: kesadaran dan pemahaman SDM tentang produk unggulan, menggali potensi yang tersembunyi dari masing-masing desa/wilayah. Selain memperhatikan produk-produk yang memiliki nilai tambah lebih tinggi, melanjutkan riset dan usaha-usaha yang terus-menerus, membangun pasar dan saluran distribusi serta pembinaan bakat dan kreativitas SDM.

Dalam tahap implementasinya, produk unggulan tidaklah dapat berjalannya dengan sendirinya tanpa 3 (tiga) pihak dan stakes holder lainya yang dinamakan sebagai Triple Helix, yang mengedepankan peran serta dan kerja sama tiga elemen pembangunan yaitu pemerintah, pengusaha, dan intelektual (Abiyoso, 2008 : 1), dengan pembagian peran sebagai berikut:

1) Peran PemerintahDaerah

Pemerintah daerah (Kabupaten/Kota)harus mampu memanfaatkan semua potensi yang ada di daerahnya masing-masing melalui langkah-langkah berikut: (1) melakukan koordinasi dengan aparat sampai tingkat bawah (desa) untuk mendiskusikan konsep produk unggulan; (2) pejabat berwenang langsung turun lapangan untuk memberikan pemahaman mengenai konsep produk unggulan kepada masyarakat setempat; (3) memanfaatkan media massa khususnya TV untuk membangkitkan pelaksanaan produk unggulan; (4) pemda mempersiapkan berbagai lembaga kajian dan laboratorium untuk mendukung upaya promosi produk yang khas desa. Dalam tahap inilah produk unggulan desa dikaji bersama para pakar untuk menetapkan fokus pengembangan produk yang ada di desa.; (5) membentuk pusat latihan di beberapa tempat untuk menghasilkan yang menjadi pelopor dan penggerak produk unggulan daerah. Produk unggulan desa yang telah dijadikan fokus disini terus didalami agar semakin dapat memunculkan citra daerahnya; (6) pemda berusaha memperkenalkan dan menginformasikan produk-produk khas desa kepada masyarakat di dalam dan luar wilayah; dan (7) pemda memberikan penghargaan terhadap orang atau kelompok yang berusaha sukses melaksanakan produk unggulan.

2) Pelaku Ekonomi

Peran pelaku ekonomi adalah sebagai pihak pemacu gerak IKM agar bertumbuh dan berkembang serta mampu menghasilkan produk-produk yang dapat bersaing. Pihak swasta yang terlibat diantaranya: (1) Investor, disini berperan sangat penting dalam meningkatkan skala usaha melalui aliran pendanaan yang diberikan kepada UKM yang menerapkan konsep produk unggulan; (2) Distributor, disini berperan dalam hal penyaluran produk-produk hasil UKM untuk dapat dipasarkan ke area yang lebih luas. Dengan adanya kerjasama dengan pihak distributor besar, maka produk UKM akan lebih mudah disebar di pasar yang luas dan akan mudah dikenal secara global; (3) Supplier, disini supplier adalah pihak yang telah bergerak dalam penyediaan bahan baku tertentu dalam jumlah besar.

3) Peran Intelektual

Cara-cara konkrit yang dapat dilakukan oleh para intelektual adalah dengan mengadakan pelatihanpengembangan potensi-potensi IKM daerah dan mengadakan riset mengenai pengembangan sektor-sektor produk potensi lokal agar bisa terus berinovasi dan bersaing di pasar asing. Para intelektual dianggap memiliki pengetahuan dan pandangan yang luas mengenai pengambangan suatu produk yang dimiliki daerah masing-masing, dan juga tentang perkembangan bahan baku yang dibutuhkan dengan harga yang dapat ditekan sehingga dari segi harga produk nantinya dapat lebih bersaing lagi.

Triple Helix dalam disain Pengembangan Produk Unggulan di Provinsi Jambi, secara tersirat menggambarkan upaya ketiga stakeholder tersebut untuk mengembangkan IKM di Provinsi Jambi dengan menggunakan skema sebagaimana terlihat pada Gambar 3. Di setiap kecamatan terdiri dari beberapa masyarakat yang tinggal di desa-desa yang menghasilkan produk olahan.Pemerintah Daerah Kabupaten memfasilitasi mereka bersatu dalam suatu wadah BUMDes. Selanjutnya BUMDes dan BUMN/S melakukan perjanjian kerjasama yang difasilitasi oleh pemerintah daerah dimana dalam perjanjian ini akan diatur pengembangan Sistem Agribisnis. Pada Sub Sistem Input, hal yang mendasar adalah alokasi sumberdaya dimana BUMN/S akan menyediakan teknologi dan manajemen yang baik. Selanjutnya pada Sub Sistem Produksi, BUMN/ S berfungsi sebagai operator yang akan menjadi mitra BUMDes dalam pengelolaan sumberdaya alam. BUMN/S mendapat dukungan pembiayaan dari Bank yang dialokasikan untuk pengembangan produk unggulan secara modern dan pengolahan hasil serta untuk keperluan pembiayaan ekspor.

BUMN/S akan membangun industri pengolahan sebagai wadah yang dapat memberikan kepastian harga dan menampung komoditas unggulan, sehingga diperoleh pengetahuan, perlindungan, peningkatan kualitas produk dan harga yang pantas serta peningkatan kesejahteraan petani. Dilain pihak, suplai bahan baku untuk kebutuhan industri lebih terjamin serta meningkatkan kualitas produksi. Jika produk olahan lebih baik serta tingkat harga domestik lebih murah, maka akan mendorong peningkatan produk unggulan.

IV. PENUTUP

Dalam dokumen TAP.COM - PROSIDING_JAMBI. (19268 KB ) - ISEI (Halaman 143-150)