• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan Nasional dan Pendidikan Islam Transnasional: Kontestasi Ideolog

31 ―Selain sebagai upaya reintegrasi keilmuan dalam pendidikan Islam, kurikulum

D. Pendidikan Nasional dan Pendidikan Islam Transnasional: Kontestasi Ideolog

Kelahiran SIT dan LIPIA di Indonesia memang tidak lepas dari perkembangan gerakan salafisme di Indonesia. Menurut catatan BIN (Badan Intelejen Nasional), gerakan salafi tidak selalu disertai dengan kekerasan, karena gerakan ini terbagi menjadi dua, yaitu salafi jihadi dan salafi dakwah. Salafi Jihadi merupakan kolaborasi Wahhabi dan Ikhwanul Muslimin yang cenderung menggunakan kekerasan dalam penyebaran ideologinya. Mereka didukung oleh pengikut Darul Islam (DI), khususnya jaringan Pesantren Ngruki dan alumni Afganistan dan Maroko. Lembaga mereka yang eksis di Indonesia adalah Jamaah Islamiyah dan Majlis Mujahidin Indonesia. Adapun Salafi Dakwah adalah gerakan Wahhabi internasional yang berkembang melalui jaringan guru-muridnya, terutama melalui alumni LIPIA. Yang menjadi tokoh sentral mereka adalah Bin Baaz, Nashruddin al-Albany, dan Syaikh Muqbil. Gerakan salafi dakwah ini menyebarkan paham-paham ideologi mereka yang tekstual dengan memurnikan akidah, bersifat apolitik, dan tidak disertai kekerasan fisik. Gerakan ini banyak disebarkan di pesantren-pesantren yang pendirinya merupakan alumni LIPIA atau Timur Tengah, khususnya dari daerah Saudi Arabia (Ubaidillah, 2012: 43).

Sementara itu, Irham (2016: 7) lebih suka membagi gerakan salafi Indonesia dalam tiga tipologi, yaitu salafi puris, salafi haraki dan salafi jihadi. Di Indonesia, tipe salafi yang dominan adalah salafi puris, yang ini selalu menyuarakan kembali pada al-Qur‘an dan al-Hadis, tidak mentolerir praktik-

praktik keagamaan yang berbau syirik, bid‘ah, khurafat, dan tahayul. Tipe salafi ini terbagi atas tiga aliran, yakni rejeksionis, kooperatif dan tanzimi. Gerakan salafi puris-rejeksionis lebih eksklusif, menolak untuk berorganisasi maupun berpartai. Kemudian gerakan salafi puris-kooperatif karakternya lebih inklusif, terbuka dengan masyarakat Muslim di luar kelompoknya, dapat bergabung dengan partai, dan menerima kebijakan pemerintah. Sedangkan salafi puris- tanzimi lebih suka mewujudkan dirinya dalam bentuk ormas Islam, seperti Wahdah Islamiyyah di Makassar, Sulawesi Selatan dan Harakah Sunniyah untuk Masyarakat Islam (HASMI) di Bogor, Jawa Barat. Adapun salafi haraki hanya bersifat gerakan pemikiran, tidak melakukan penyerangan atau pemberontakan. Tipe ini juga memiliki karakter purifikasi, meski tetap

34

berpaham ideologi negara berbasis syariat Islam. Selanjutnya tipe ketiga adalah salafi jihadi, yaitu kelompok salafi yang sama dengan tipe haraki, namun mengesahkan segala tindakan pemberontakan atau penyerangan yang dinilainya tidak sesuai syariat Islam, seperti melakukan pemboman (radikalisme) atas nama jihad dalam rangka menegakkan negara berdasarkan syariat, serta memerangi orang kafir dan memandang kafir kelompok di luar dirinya.

Apapun tipologi salafinya, semuanya memiliki tiga strategi

pengembangan, yaitu pengembangan jaringan dakwah, pengembangan kelompok jamaah, dan pengembangan institusi pendidikan. Pengembangan jaringan dakwah dilakukan dengan menyuarakan dakwah salafi melalui radio, TV, majalah, publikasi buku, media sosial, surat kabar dan media internet. Kemudian pengembangan kelompok jamaah dilakukan dengan membuat organisasi, partai, atau jamaah pengajian. Sedangkan pengembangan lembaga pendidikan dilakukan dengan mendirikan pesantren-pesantren salafi, sekolah Islam terpadu (SIT), atau perguruan tinggi seperti LIPIA (Irham, 2016: 8).

Telah disebutkan bahwa manakala sebuah lembaga pendidikan berbasis masyarakat dalam praktik penyelenggaraannya mengikuti aturan sebagaimana Pasal 55 UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003, dan juga berdasarkan pada 8 standar nasional pendidikan sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan juga Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, maka secara otomatis masuk dalam katagori pendidikan berbasis masyarakat tradisional, karena ia

menjadi ―deputi‖ bagi kebijakan-kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan. Sebaliknya, ketika lembaga pendidikan berbasis masyarakat itu tidak mengikuti standar nasional pendidikan sebagaimana diamanatkan UU Sisdiknas, dalam artian lembaga ini memiliki otonomi dan kemandirian dalam mengatur dan menentukan segala kebijakan kependidikannya, maka lembaga pendidikan semacam ini, masuk dalam katagori pendidikan berbasis masyarakat organik. Hal ini karena lembaga pendidikan ini betul-betul memiliki keberpihakan terhadap masyarakat pendukungnya, yang dibuktikan dengan kemandirian dan otonomi dalam mengelola pendidikannya sendiri.

Kasus SIT dan LIPIA merupakan di antara bukti adanya pendidikan berbasis masyarakat organik yang berasal dari organisasi transnasional di Indonesia. Secara ideologis, keduanya memiliki ideologi pendidikan tersendiri sesuai organisasi induknya di luar negeri. Oleh karena ideologi induknya secara pasti bukan berbasis pada ideologi Pancasila, maka sangat dimungkinkan lembaga pendidikan yang dinaunginya juga memiliki ideologi yang bukan berdasarkan Pancasila. Kalaupun secara resmi tertulis bahwa kedua lembaga pendidikan itu menyebut Pancasila sebagai dasar pendidikannya, maka hal ini dilakukan hanya berdasar pertimbangan pragmatis, sehubungan keberadaan lembaga ini di wilayah Indonesia. Di sini tentu saja tengah terjadi kontestasi ideologi antara pendidikan nasional dengan pendidikan Islam transnasional, yang ke depannya dapat menjadi gangguan dan ancaman bagi keberadaan ideologi pendidikan Pancasila.

35

Analisis ideologi pendidikan terhadap SIT dan LIPIA, khususnya dari sisi tujuan dan kurikulumnya telah memperlihatkan ada nuansa ideologis di dalam kedua lembaga tersebut. Sedangkan untuk kurikulum tersembunyi, kedua lembaga tersebut belum memperlihatkannya secara pasti. Hal ini karena untuk melihat kurikulum tersembunyi dalam sebuah lembaga pendidikan diperlukan observasi terlibat (partisipatory observation), di mana seorang peneliti hidup dan tinggal bersama untuk waktu yang lama di dalam lembaga tersebut. Penulis belum melakukan itu, karena keterbatasan waktu dan tenaga.

E. Kesimpulan

Keberadaan pendidikan berbasis masyarakat organik secara teoritis merupakan wujud dari demokratisasi pendidikan. Oleh karena itu, keberadaannya tidak dapat dinafikan dalam sebuah negara demokrasi semisal Indonesia. Permasalahan akan muncul manakala ideologi lembaga pendidikan berbasis masyarakat organik itu berbeda, dan bahkan berseberangan dengan ideologi pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila.

Kasus SIT dan LIPIA, dua lembaga pendidikan berbasis masyarakat organik transnasional, menunjukkan bahwa kedua lembaga ini memiliki ideologi sesuai organisasi induknya, yang dapat saja menjadi ancaman dan gangguan bagi ideologi pendidikan nasional. Analisis ideologi pendidikan kiranya merupakan hal penting yang harus dilakukan. Analisis ini mencoba mengungkap dan menelanjangi ideologi yang tersembunyi di balik penyelanggaraan pendidikan oleh lembaga pendidikan berbasis masyarakat organik transnasional. Di sini, tujuan pendidikan, kurikulum pendidikan, dan kurikulum tersembunyi dalam lembaga pendidikan berbasis masyarakat organik transnasional perlu mendapat penekanan serius, karena tiga wilayah pendidikan ini merupakan tempat bersemainya sebuah ideologi dalam ranah pendidikan.

Analisis ideologi pendidikan terhadap SIT dan LIPIA, khususnya dari sisi tujuan dan kurikulumnya, telah memperlihatkan adanya nuansa-nuansa ideologis di dalam kedua lembaga tersebut. Sedangkan untuk kurikulum tersembunyi, kedua lembaga tersebut belum memperlihatkannya secara pasti. Hal ini karena untuk melihat kurikulum tersembunyi dalam sebuah lembaga pendidikan diperlukan observasi terlibat, di mana seorang peneliti hidup dan tinggal bersama untuk waktu yang lama di dalam lembaga tersebut.

Namun demikian, tulisan ini telah menunjukkan bahwa tujuan dan kurikulum pendidikan yang ada di SIT dan LIPIA mengandung nuansa-nuansa ideologis, yang perlu menjadi perhatian bagi pemangku kebijakan di Indonesia. Untuk menjaga keberlangsungan pendidikan nasional berdasarkan Pancasila, pemerintah perlu waspada dan berhati-hati terhadap pendidikan model ini. Kajian ini menjadi warning bagi pemerintah untuk serius melakukan analisis ideologi, terutama dari sisi kurikulum tersembunyi, terhadap lembaga pendidikan berbasis organik yang berasal dari pendidikan Islam transnasional.

36

Daftar Pustaka

―al-Ru‘yah wa al-Risalah‖. (2016) dalam http://lipia.org/index.php/ct-menu- item-3/ct-menu-item-7 (diakses pada 28 Juni 2016).

Apple, Michael W. (2004). Ideology and Curriculum, edisi III, New York:

Routledge Falmer.

Arnold, Thomas W. (1985). Sejarah Da‘wah Islam, alih bahasa A. Nawawi

Rambe, cet. III, Jakarta: Widjaya.

Dewey, John. (1964). Democracy and Education, cet. IV, New York: The

Macmillan Company.

Fealy, Greg dan Anthony Bubalo. (2007). Jejak Kafilah: Pengaruh Radikalisme Timur Tengah di Indonesia, alih bahasa Akh. Muzakki, cet. I; Bandung: Lowy Institute-Mizan.

Gutek, Gerald L. (1988). Philosophical and Ideological Perspectives on Education, New Jersey: Pentice-Hal.

Hasan, Noorhaidi. (2008). Laskar Jihad: Islam, Militansi, dan Pencarian Identitas di Indonesia Pasca-Orde Baru, cet. I, Jakarta: LP3ES-KITLV.

International Crisis Group. (2008). ―Indonesia: Industri Penerbitan Jemaah Islamiyah‖, Crisis Group Asia Report, No. 147, 28 Pebruari 2008.

Irham. (2016). ―Pesantren Manhaj Salafi: Pendidikan Islam Model Baru di

Indonesia‖, Ulul Albab, Volume 17, No.1 Tahun 2016.

Kovacs, Amanda. (2014). ―Saudi Arabia Exporting Salafi Education and

Radicalizing Indonesia‘s Muslims‖, GIGA Focus, Number 7, 2014.

Lovat, Terence J. dan Smith, David R. (2006). Curriculum: Action on Reflection,

Edisi IV; Victoria: Thomson Social Science Press.

Mufid, Ahmad Syafi‘i (ed.). (2011). Perkembangan Paham Keagamaan Transnasional di Indonesia, Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama.

Muhadjir, Noeng. (2003). Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pendidikan Pelaku Sosial Kreatif, cet. II, Edisi V, Yogyakarta: Rake Sarasin.

Nasution, S. (1982). Asas-Asas Kurikulum, Edisi VI, Bandung: Jemmars.

Pratte, Richard. (1977). Ideology and Education. New York: David McKay

Company.

Rahmat, M. Imdadun. (2007). Arus Baru Islam Radikal: Transmisi Revivalisme Islam

Timur Tengah ke Indonesia, cet. I, Jakarta: Erlangga.

Sastrapratedja, M. (1991). ―Pancasila sebagai Ideologi dalam Kehidupan

Budaya‖, dalam Oetojo Oesman dan Alfian (eds.), Pancasaila sebagai Ideologi dalam Berbagai Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara, Jakarta: BP-7 Pusat.

Suharto, Toto. (2011). ―Pesantren Persatuan Islam 1983-1997 dalam Perspektif

Pendidikan Berbasis Masyarakat‖, Disertasi pada Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Suharto, Toto. (2012a). ―Sekolah sebagai Pilihan Ideologis‖, Solopos, Selasa, 19 Juni 2012.

37

Suharto, Toto. (2012b). Pendidikan Berbasis Masyarakat: Relasi Negara dan

Masyarakat dalam Pendidikan, cet. I, Yogyakarta: LKiS.

Suharto, Toto. (2013a). Pendidikan Berbasis Masyarakat Organik: Pengalaman

Pesantren Persatuan Islam, cet. I, Surakarta: FATABA Press.

Suharto, Toto. (2013b). ―Epistemologi Pendidikan Islam: Studi Kurikulum

SMA MTA Surakarta‖, Jurnal Pendidikan Islam, Vol. II, No. 2, Desember 2013/1435.

Suharto, Toto. (2014). ―Gagasan Pendidikan Muhammadiyah dan NU sebagai Potret Pendidikan Islam Moderat di Indonesia‖, Islamica: Jurnal Studi Keislaman, Vol. 9, No. 1, September 2014.

Suharto, Toto. (2015). Organik Community-Based Education: Pesantren Persatuan Islam 1983-1997, cet. I, Sukoharjo: FATABA Press.

Suyanto dan Hisyam, Djihad. (2000). Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III, cet. I, Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Suyatno. (2013). ―Sekolah Islam Terpadu: Filsafat, Ideologi, dan Tren Baru Pendidikan Islam Indonesia‖, Jurnal Pendidikan Islam, Vol. II, No. 2, Desember 2013/1435.

Tilaar, H.A.R. (2009). Kekuasaan dan Pendidikan: Manajemen Pendidikan Nasional dalam Pusaran Kekuasaan. cet. I, Jakarta: Rineka Cipta.

Tim PUSHAM UII. (2009). Bersama Bergerak: Riset Aktivis Islam di Dua Kota,

Yogyakarta: PUSHAM UII.

Ubaidillah. (2012). ―Global Salafism dan Pengaruhnya di Indonesia‖, Thaqafiyyat, Vol. 13, No. 1, Juni 2012, hlm, 42-43.

38

IMPLEMENTASI INTEGRASI KONSELING DAN