• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

B. Landasan Teori

6. Pendidikan Sekolah Dasar

a. Pengertian Pendidikan Sekolah Dasar

Pendidikan Sekolah Dasar adalah bagian dari Pendidikan Dasar 9 tahun yang berlangsung selama 6 tahun di Sekolah Dasar dan 3 tahun di Sekolah Menengah Pertama. Tugas utama SD seperti yang dikatakan Samana (1994:176) adalah menjamin perkembangan anak usia SD (6-12 tahun) secara utuh- wajar- berkeutamaan- berkecakapan (fisik–mental) dan berpengetahuan yang layak untuk

melanjutkan ke SMP dan untuk bersosialisasi di masyarakat sesuai dengan taraf perkembangannya.

Pendidikan Sekolah Dasar berlangsung selama 6 tahun, yang dibagi ke dalam kelas sehingga terdapat kelas I sampai dengan kelas VI. (Juklak Sisdiknas, 2003:21)

b. Tujuan Penyelenggaraan Sekolah Dasar

Adapun tujuan penyelenggaraan Sekolah Dasar adalah agar siswa memiliki kemampuan dasar baca, tulis, hitung, pengetahuan, dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya, serta mempersiapkan siswa untuk melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP). (Juklak Sisdiknas, 2003:20)

c. Kurikulum Pendidikan Dasar dan Sekolah Dasar

Menurut Pasal 37 UU Sisdiknas 2003, kurikulum pendidikan dasar wajib memuat sekurang-kurangnya bahan kajian dan mata pelajaran sebagai berikut: 1. Pendidikan Agama

2. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

3. Bahasa Indonesia (membaca, menulis/mengarang, berbicara, mendengarkan, dan apresiasi sastra, dengan menggunakan tata bahasa Indonesia Baku)

4. Matematika (berhitung, ukuran timbangan dan takaran serta penggunaan matematika dalam praktek kehidupan sehari-hari/aritmatika sosial)

5. Ilmu Pengetahuan Alam (termasuk pengantar sains dan teknologi)

6. Ilmu Pengetahuan Sosial (termasuk Ilmu Bumi, Sejarah, Ekonomi/Koperasi) 7. Kerajinan Tangan dan Kesenian (termasuk menggambar)

8. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan

9. Muatan Lokal/Muatan Institusional (Juklak Sisdiknas 2003:20-21).

d. Standar Kompetensi Siswa SD

Menurut Juklak Sisdiknas 2003, Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi dapat dikenali melalui sejumlah hasil belajar dan indikatornya yang dapat diukur dan diamati. Kompetensi dapat dicapai melalui pengalaman belajar dan yang dikaitkan dengan bahan kajian dan bahan pelajaran secara kontekstual.

Standar kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa SD adalah: 1. Akhlak dan budi pekerti yang luhur.

2. Pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku.

3. Kecerdasan, kesehatan jasmani dan rohani.

4. Kemampuan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (Juklak Sisdiknas, 2003:20).

e. Pengajaran di Sekolah Dasar

Sesuai dengan teori perkembangan kognitif Piaget (Suparno, 2001)), siswa Sekolah Dasar berada pada tahap berpikir operasi konkret. Dikatakan operasi konkret sebab berpikir logisnya didasarkan atas manipulasi fisik dari obyek-obyek konkret. Yang dipikirkan anak masih terbatas pada hal-hal yang berhubungan dengan sesuatu yang konkret, suatu realitas secara fisik, benda-benda sacara

nyata. Benda-benda atau kejadian-kejadian yang tidak ada hubungannya secara jelas dan konkret dengan realitas, masih sulit dipikirkan anak.

Anak pada tingkat perkembangan ini senang sekali memanipulasi benda-benda konkret untuk membuat model, membuat alat mekanis, dan lain-lainnya. Dengan demikian pada tahap ini merupakan saat yang tepat untuk menyediakan beranekaragam benda yang dapat dimanipulasi untuk memperkaya pengalaman anak, sehingga kreativitasnya tumbuh dengan subur. Dengan banyak pengalaman yang mereka miliki maka semakin cepat pula anak mengalami proses kematangan dalam proses berpikirnya.

Lebih lanjut Piaget menjelaskan karena siswa SD masih berada pada tahap operasi konkret maka dalam mengajar di SD terutama untuk konsep-konsep awal (dasar), siswa perlu mendapatkan pengalaman-pengalaman konkret. Untuk itu pada masa perkembangan ini, media pembelajaran atau alat peraga mempunyai peranan penting yang ikut menentukan keberhasilan proses pembelajaran.

Berkaitan dengan pengalaman-pengalaman konkret dalam pembelajaran di SD maka anak dapat belajar melalui dunia nyata dengan memainkan benda-benda nyata sebagai perantaranya.

Jadi alat peraga dan permainan merupakan bagian penting dalam pembelajaran Sains dengan metode realita. Anak bepikir melalui penalaran yang konkret. Untuk itu dalam pelajaran Sains harus diusahakan agar konsep-konsep yang disajikan dikembalikan ke dalam model-model situasi nyata. Dalam hal ini anak harus berpartisipasi secara aktif bukan hanya menginterpretasikan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh guru.

Dalam proses belajar mengajar tentunya guru sangat berpengaruh didalamnya. Dengan kata lain guru adalah pengelola proses belajar siswa. Dalam mengelola proses belajar siswa sebaiknya guru menggunakan cara yang bervariasi serta memperhatikan inteligensi siswanya. Banyak guru mengajar sesuai dengan inteligensi yang menonjol yang ia miliki. Misalnya, kalau guru itu mempunyai inteligensi linguistik menonjol, ia akan menjelaskan semua mata pelajaran dengan model linguistik, kalau guru menonjol dengan inteligensi matematis-logis, ia akan mengajar dengan metode lebih rasional dengan perhitungan matematis. Namun, inteligensi yang menonjol pada guru sering kali berbeda dengan inteligensi yang menonjol pada siswa. Maka, sering kali pengajaran guru tidak mengena dan tidak membantu siswa mengerti lebih dalam. Secara psikologis siswa menjadi tidak senang belajar dan akhirnya malas untuk belajar (Suparno, 2004). Jadi dalam praktek pembelajaran guru tidak hanya menggunakan inteligensi yang menonjol pada dirinya atau inteligensi yang sesuai dengan pelajaran tetapi harus memperhatikan inteligensi yang dimiliki siswa.

Pada umumnya, siswalah yang dituntut untuk memperbaiki cara pandang mereka terhadap suatu pelajaran, cara mereka belajar, tujuan-tujuan mereka dalam belajar (idealnya, agar lebih berhasil dari yang sudah-sudah) padahal sebenarnya gurupun perlu memperbaiki kinerjanya melalui pemahaman konsep tentang kecerdasan ganda yang dimiliki oleh masing-masing siswa, agar pembelajaran yang dilakukan dapat tepat dan berhasil guna. Dalam penelitiannya, Gardner (2002) menemukan bahwa meskipun siswa hanya menonjol pada beberapa inteligensi, mereka dapat dibantu lewat pendidikan dan bantuan guru

Jadi uraian di atas menggambarkan pentingnya pendekatan-pendekatan konkret (suatu yang nyata) untuk diterima dalam pemikiran bagi mereka yang masih berada dalam tahap berpikir operasi konkret. Sebab pada tahap ini pemikiran anak masih terbatas pada benda atau situasi-situasi nyata yang dijumpai dari pengalaman-pangalaman langsung.

Dokumen terkait