• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELAJARAN TENTANG MAGNET UNTUK KELAS V SD YANG DIKEMBANGKAN BERDASARKAN TEORI KECERDASAN GANDA (MULTIPLE INTELLIGENCES): Fokus Pada Inteligensi Linguistik dan Spasial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PEMBELAJARAN TENTANG MAGNET UNTUK KELAS V SD YANG DIKEMBANGKAN BERDASARKAN TEORI KECERDASAN GANDA (MULTIPLE INTELLIGENCES): Fokus Pada Inteligensi Linguistik dan Spasial"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

DIKEMBANGKAN BERDASARKAN TEORI KECERDASAN GANDA

(MULTIPLE INTELLIGENCES): Fokus Pada Inteligensi Linguistik dan Spasial (Sebuah Studi Pengembangan Model Pembelajaran)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Sapto Purnomo 011424007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

Saat menghadapi masalah. Jangan diperbuat dengan pikiran sendiri.

Anggap masalah adalah permainan yang PASTI ada jalan

Keluarnya.

Bukan kecerdasan saja yang membawa sukses, tapi juga hasrat

untuk sukses, komitmen untuk bekerja keras, dan keberanian untuk

percaya akan dirimu sendiri.

Jangan membiarkan masa sulit menjatuhkanmu. Belajarlah dari

masa itu dan jangkaulah masa gembira.

Kupersembahkan karya ini untuk:

Tuhan Yesus Kristus Penolongku

Bunda Maria Pelindungku

Bapak dan Simbok tercinta

Segenap Keluargaku

(5)

(6)

vi

Sapto Purnomo, Pembelajaran Tentang Magnet Untuk Kelas V SD Yang Dikembangkan Berdasarkan Teori Kecerdasan Ganda (Multiple Intelligences): Fokus Pada Inteligensi Linguistik dan Spasial (Sebuah Studi Pengembangan Model Pembelajaran)

Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta (2007).

Penelitian ini bertujuan mengembangkan pembelajaran tentang magnet yang dapat memfasilitasi perkembangan berbagai kecerdasan siswa (kecerdasan linguistik dan kecerdasan spasial). Pengembangan ini meliputi: bagaimana merancang bentuk pembelajarannya, bagaimana pelaksanaan rancangan pembelajarannya, serta bagaimana hasil pembelajaran dari rancangan pembelajaran tersebut, dan untuk mengetahui bagaimana tanggapan siswa terhadap pelaksanaan rancangan pembelajaran tentang magnet yang dikembangkan berdasarkan teori kecerdasan ganda.

Penelitian dilaksanakan di SD Negeri Daratan, Sleman, dengan subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas V yang berjumlah 11 siswa. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2006 pada materi magnet.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian pengembangan model pembelajaran yang sifatnya deskriptif dan instrumen yang dipergunakan meliputi: rancangan pembelajaran, lembar pengamatan, dokumentasi foto kegiatan pembelajaran dan angket tanggapan siswa.

(7)

vii

ABTRACT

Purnomo, Sapto. A study of Magnetic for fifth grade students developed based on Multiple Intelligences: Focus on Linguistik and Spatial Intelligences (A learning model development).

Physic Education Study Program. Department of Science and Math Education. Faculty of Teachers Training and Education. Sanata Dharma University. (2007)

This research aims to develop the magnetic learning that can facilitate the development of students intelligences (including linguistic and spatial intelligences). The development includes: how to design the learning types, how to implement the design, how is the result of the design, and to know how the students react towards the application of the magnetic design which is developed based on Multiple Intelligences.

The research was conducted in SD Negeri Daratan (Daratan Public Elementary School), Sleman and as the subjects of the research are 11 fifth grade students. The research was conducted in November 2006 on magnetic materials.

The research is a descriptive learning development research and the instruments used are: lesson plans, observation sheets, photos of learning activities, and students’ questionnaires.

(8)

viii

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala anugerah dan kesempatan yang telah diberikan-Nya selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul:“Pembelajaran Tentang Magnet Untuk Kelas V

SD Yang Dikembangkan Berdasarkan Teori Kecerdasan Ganda (Multiple Intelligences): Fokus Pada Inteligensi Linguistik dan Inteligensi Spasial

(Sebuah Studi Pengembangan Model Pembelajaran)”. Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan baik moral maupun spiritual dan dukungan yang berupa bimbingan, dorongan, sarana maupun fasilitas dari berbagai pihak. Untuk itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D selaku Dosen Pembimbing atas bimbingan, bantuan, dan pengarahan selama awal sampai akhir penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas waktu yang bapak berikan untuk memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran, masukan, bantuan, dorongan yang tak kenal lelah serta yang senantiasa mengingatkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Drs. Domi Severinus, M.Si, selaku Ketua Program Studi Pendidikan

(9)

ix

Sanata Dharma atas keramahan, bantuan, dan pelayanannya untuk kelancaran studi.

4. Bapak Miri Sumaryanto, selaku Kepala Sekolah SD Negeri Daratan, Sendang Arum atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di SD tersebut.

5. Ibu Yuli Suswati selaku guru kelas V SD Daratan, atas segala penerimaan, saran, nasehat, dan semangatnya.

6. Bapak dan Simbok atas doa, cinta, kasih sayang, perhatian, dukungan, dorongan, semangat yang tak pernah habis, dan materi yang diberikan.

7. Kakak-kakakku tersayang makasih atas segala doa dan supportnya.

8. “Victricia” terima kasih untuk kasih sayang, cinta, perhatian, dan dukungannya yang selama ini aku rasakan dan hari-hari yang semakin indah ini.

9. Sahabatku Hari, Deni, Yanti, Deasy, Tyas, Maran,Grace, Ida, Sri, Wawan terima kasih atas hari-hari yang selalu menyenangkan

10.Semua pihak-pihak lain yang dalam kesempatan ini belum penulis sebutkan. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyelesaian skripsi ini sehingga segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pembaca pada khususnya serta ilmu pengetahuan pada umumnya.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak yang membutuhkan.

Yogyakarta, Juli 2007

(10)

x

Halaman:

JUDUL... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN……… iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK... vi

ABSTRACT... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR... xv

DAFTAR DIAGRAM……….. xvii

DAFTAR LAMPIRAN... xviii

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Landasan Teori ... 4

1. Kecerdasan... 4

2. Kecerdasan Ganda……….. 6

a. Arti kecerdasan ganda……….. 6

b. Perbedaan pengukuran inteligensi dengan inteligensi ganda... 16

3. Dampak Teori Kecerdasan Ganda Pada Pembelajaran... 17

(11)

xi

a. Pengertian Belajar……… 21

b. Pengertian Mengajar………. 23

6. Pendidikan Sekolah Dasar……….. 24

a. Pengertian Pendidikan Sekolah Dasar……….. 24

b. Tujuan Penyelenggaraan Sekolah Dasar……….. 25

c. Kurikulum Pendidikan Dasar dan Sekolah Dasar……… 25

d. Standar Kompetensi Siswa SD………. 26

e. Pengajaran di Sekolah Dasar……… 26

7. Magnet……… 28

a. Gaya Tarik Magnet Dapat Menembus Benda……….. 29

b. Magnet Mempunyai Dua Kutub………... 29

c. Medan Magnet……….. 29

d. Gaya Tolak dan Gaya Tarik Magnet……… 29

e. Magnet Alam dan Magnet Buatan……… 30

f. Pembelajaran Materi Magnet Menurut Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004………... 30

8. Pembelajaran Berdasarkan Teori Kecerdasan Ganda untuk Mencapai Tujuan Pembelajaran Sains……… 31

C. Perumusan Masalah ... 35

D. Pembatasan Masalah……… 36

E. Tujuan Penelitian ... 37

BAB II. METODOLOGI PENELITIAN... 38

A. Jenis Penelitian ... 38

(12)

xii

D. Desain Penelitian……….. 39

1. Tahap Perencanaan………. 40

2. Tahap Pelaksanaan………. 41

3. Pengamatan……… 41

4. Refleksi……….. 42

E. Instrumen Penelitian ... 42

E.I. Instrumen untuk mengungkap pelaksanaan pembelajaran……… 42

1. Rancangan Pembelajaran………. 42

2. Lembar Pengamatan………. 46

3. Dokumentasi foto kegiatan pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan teori kecerdasan ganda………… 46

E.I. Instrumen untuk mengumpulkan data……… 47

1. Angket Tanggapan……… 47

F. Validitas ... 47

G. Metode Analisis Data... 48

1. Lembar Pengamatan ... 48

2. Analisis Dokumentasi Foto Kegiatan Pembelajaran yang Dikembangkan Berdasarkan Teori Kecerdasan Ganda ... 48

3. Tanggapan Siswa... 50

BAB III. DATA DAN PEMBAHASAN ... 51

A. Rancangan Pembelajaran ... 51

1. Dasar Pembuatan Rancangan Pembelajaran……….. 51

(13)

xiii

1. Persiapan Penelitian……… 63

2. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian……… 64

3. Pelaksanaan Pembelajaran……….. 65

C. Hasil Pembelajaran ... 92

D. Tanggapan Siswa ... 97

E. Rangkuman Aktivitas dan Perkembangan Kecerdasan Linguistik dan Spasial Siswa Didalam Pembelajaran... 100

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN ... 106

A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... 110

(14)

xiv

Halaman:

Tabel 1:

Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004 untuk materi magnet... 31

Tabel 2:

Sub topik pelajaran, media yang digunakan siswa, dan alokasi waktu .. 54

Tabel 3:

Jadwal pemberian pembelajaran... 66

Tabel 4:

Uraian tanggapan siswa ... 97

Tabel 5:

(15)

xv

Halaman:

Gambar 1:

Siswa serius mendengarkan cerita tentang asal-usul penemuan magnet 69

Gambar 2:

Semua siswa menikmati kegiatan menggambar ... 70

Gambar 3:

Hasil gambar cerita siswa ... 71

Gambar 4:

Siswa mengamati percobaan... 73

Gambar 5:

Media percobaan... 73

Gambar 6:

Siswa antusias melihat jarum kompas ... 76

Gambar 7:

Siswa terlihat berkemauan melakukan percobaan ... 78

Gambar 8:

Kegiatan siswa menuliskan jawaban ... 79

Gambar 9:

Siswa melakukan percobaan dengan seksama... 81

Gambar 10:

Media percobaan... 81

Gambar 11:

(16)

xvi

Hasil gambar siswa ... 85

Gambar 13:

Siswa antusias mengikuti percobaan ... 86

Gambar 14:

Media percobaan... 86

Gambar 15:

Hasil gambar pola yang terbentuk dari serbuk besi ... 87

Gambar 16:

Siswa mengerjakan permainan jigzaw puzzle... 88

Gambar 17:

Media permainan jigzaw puzzle... 88

Gambar 18:

Siswa menikmati kegiatan menggambar kembali ... 89

Gambar 19:

Hasil gambar siswa ... 89

Gambar 20:

Siswa terlihat antusias menggambar... 90

Gambar 21:

(17)

xvii

Halaman:

Diagram 1:

(18)

xviii

Halaman :

Lampiran A:

Lampiran A.1

Lembar Observasi ... 113 Lampiran A.2

Lembar Angket Tanggapan Siswa ... 115

Lampiran B:

Lampiran B.1

Hasil Pengamatan Pembelajaran Kegiatan I ... 116 Lampiran B.2

Hasil Pengamatan Pembelajaran Kegiatan II... 118 Lampiran B.3

Hasil Pengamatan Pembelajaran Kegiatan III ... 120 Lampiran B.4

Hasil Pengamatan Pembelajaran Kegiatan IV ... 122 Lampiran B.5

Hasil Pengamatan Pembelajaran Kegiatan V ... 124

Lampiran C:

Lampiran C.1

(19)

xix

Lampiran D.1

Surat Keterangan Penelitian... 128 Lampiran D.2

(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini dunia pendidikan semakin dituntut untuk menciptakan manusia-manusia yang berkualitas, kreatif dan aktif dalam segala bidang. Hal ini kiranya perlu dimulai dari pendidikan Sekolah Dasar karena merupakan tahap awal anak-anak mulai belajar. Jenjang pendidikan di Sekolah Dasar merupakan tempat yang strategis untuk menyiapkan sumber daya manusia yang handal. Di bangku Sekolah Dasar inilah dibentuk dasar utama dan pertama untuk menanamkan pengetahuan, keterampilan, kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional dan menghadapi lingkungan secara efektif, serta menanamkan nilai-nilai moral guna membentuk pribadi dan jati diri anak sedini mungkin. Maka boleh dikatakan bahwa inilah tahap-tahap yang strategis bagi guru atau pendidik untuk membantu anak didiknya untuk berkembang dalam segala kecerdasan yang mereka miliki. Oleh karena itu, kualitas pendidikan di Sekolah Dasar perlu ditingkatkan sebab kualitas pendidikan di Sekolah Dasar yang baik pasti mempengaruhi kualitas pendidikan di atasnya.

(21)

target sesuai dengan keinginan kita, pendidikan di sekolah-sekolah, dalam hal ini SD, juga cenderung berat sebelah, hanya menitikberatkan pada segi intelektualistik bahkan verbalistik.

Menurut Gardner (2003) dalam bukunya Multiple Intelligences kecerdasan tidak hanya berupa satu angka IQ yang kita kenal selama ini. Kecerdasan merupakan kumpulan kepingan kemampuan yang ada di beragam bagian otak. Semua kepingan itu saling berhubungan, tetapi juga bekerja sendiri-sendiri. Dan yang terpenting mereka tidak statis atau ditentukan saat lahir. Dalam konteks

Multiple Intelligence yang dikenalkan Gardner, inteligensi seseorang bukan hanya dapat diukur dengan tes tertulis, melainkan lebih cocok dengan bagaimana orang itu memecahkan persoalan dalam hidup nyata. Setiap anak memiliki kecerdasan ganda yang kadarnya berbeda-beda, sehingga optimalnya juga berbeda-beda.

Penelitian yang dilakukan oleh psikolog Howard Gardner dan rekan-rekannya di Harvard University telah menunjukkan bahwa setiap anak mempunyai banyak cara berbeda untuk menjadi pandai: melalui kata-kata, angka, gambar, musik, ekspresi fisik, pengalaman dengan alam, interaksi sosial, dan pemahaman diri sendiri (Armstrong, 2002).

(22)

untuk mengembangkan inteligensi yang lain, sehingga dapat digunakan dalam mengembangkan hidup yang lebih menyeluruh (Paul Suparno, 2004:15).

Sehubungan dengan hal yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pembelajaran tentang magnet untuk kelas V SD yang dikembangkan berdasarkan teori kecerdasan ganda (multiple intelligences) (sebuah studi pengembangan model pembelajaran).

B. Landasan Teori 1. Kecerdasan

Kesadaran akan pentingnya masalah kecerdasan atau inteligensi anak, sering kali tidak dibarengi dengan kejelasan pemahaman tentang apa itu kecerdasan. Arti cerdas (inteligensi) menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia

(1976:201), secara leksikal berarti: sempurna perkembangan akal budinya (pandai, tajam pikiran dan sebagainya). Kecerdasan berarti kesempurnaan perkembangan akal budi (seperti kepandaian, ketajaman pikiran dan sebagainya). Dalam kamus yang sama (1994:276) cerdas berarti: pandai sekali, pintar, dapat menggunakan akal secara sempurna dalam berpikir, dan kecerdasan berarti, kepandaian, kepintaran, ketajaman pikiran.

(23)

Vernon dan Freeman (dalam Fudyartanta, 2002:86,89) telah mencoba untuk merumuskan definisi-definisi kecerdasan. Vernon menggolongkan menjadi tiga kategori, yaitu:

1. Kecerdasan ditinjau secara biologis. Pendekatan biologis, mengutamakan atau menekankan, bahwa manusia pada dasarnya adalah makhluk yang dapat menyesuaikan diri. Menurut pendekatan ini kecerdasan adalah kemampuan dasar (kapasitas) untuk menyesuaikan diri pada alam sekitar.

2. Kecerdasan ditinjau secara psikologis. Pendekatan ini menunjukkan adanya pengaruh-pengaruh relatif keturunan atau hereditas dan lingkungan sekitar terhadap perkembangan kecerdasan.

3. Kecerdasan ditinjau secara operasional, kecerdasan diberi definisi kecerdasan dalam pelaksanaan dalam aplikasi secara operasional. Kecerdasan secara operasional itu terlihat dalam kualitas perilaku orang dalam menyelesaikan tugas yang sukar dan kompleks.

Sedangkan Freeman (2000) memandang kecerdasan itu sebagai suatu kesanggupan atau abilitas, dan dibagi menjadi tiga abilitas yakni:

1. Kemampuan adaptasi atau penyesuaian, yakni kemampuan seseorang untuk menyesuaikan dengan alam sekitar. Orang dikatakan cerdas, jika ia dapat menyesuaikan kepada situasi-situasi dan problema baru secara mudah, efektif dan mempunyai variasi-variasi tingkah laku.

(24)

3. Kemampuan berpikir abstrak, ialah kemampuan seseorang untuk menggunakan konsep-konsep dan simbol-simbol guna menghadapi situasi-situasi atau persoalan-persoalan, terutama diwujudkan dalam pemecahan masalah dengan memakai simbol-simbol verbal dan bilangan.

Arti lain dari inteligensi adalah kemampuan untuk belajar, jumlah pengetahuan yang telah diperoleh seseorang, dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan baik terhadap situasi-situasi baru dan terhadap lingkungan pada umumnya (Robonson& Robinson dalam M. Dimyati Mahmud, 1990:109).

Jadi dapatlah dikatakan bahwa inteligensi pada umumnya berkaitan dengan kemampuan kognitif seseorang, dimana ia dapat berperan, berpikir, menganalisa sesuatu untuk menyelesaikan masalah-masalah dan menyesuaikan diri dengan situasi-situasi baru.

2. Kecerdasan Ganda a. Arti kecerdasan ganda

Kata “ganda”, dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1976:621) berarti:

tidak tunggal; terjadi dari beberapa bagian yang merupakan kesatuan.

Berdasarkan arti tersebut di atas maka kecerdasan ganda dapat diartikan sebagai suatu kemampuan atau potensi umum yang dimiliki oleh individu yang menggejala ke dalam berbagai dimensi dan merupakan kesatuan.

(25)

menyikapi dan menyiasati keadaan yang terjadi di sekitarnya. Jadi kecerdasan itu dapat berupa kecerdasan musik, kecerdasan bahasa, kecerdasan matematis, kecerdasan emosi, kecerdasan interpersonal, spiritual, dan lain-lain.

Teori kecerdasan ganda ( multiple intelligences atau MI ) ini ditemukan dan dikembangkan oleh Howard Garder, seorang ahli psikologi perkembangan dan professor pendidikan dari Graduate School of Education, Harvard University, Amerika Serikat. Ia menuliskan gagasannya tentang kecerdasan ganda dalam bukunya Frames of Mind pada tahun 1983. Pada tahun 1993 ia mempublikasikan bukunya berjudul Multiple Intelligences, setelah melakukan banyak penelitian tentang implikasi teori inteligensi ganda di dunia pendidikan. Teori ini dilengkapi

lagi dengan terbitnya buku Intelligence Reframe pada tahun 2000 (Suparno, 2004: 17).

Gardner mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu seting yang

bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata (dalam Suparno, 2004: 17). Gardner menemukan ada sembilan inteligensi pada manusia, yaitu:

1. Inteligensi Linguistik (Linguistic Intelligence)

(26)

ini antara lain mencakup retorika (penggunaan bahasa untuk mempengaruhi orang lain melakukan tindakan tertentu), hafalan (penggunaan bahasa untuk mengingat informasi), eksplanasi (penggunaan bahasa untuk memberi informasi), dan meta bahasa (penggunaan bahasa untuk membahas bahasa itu sendiri).

Kegiatan atau usaha yang cocok bagi orang yang mempunyai inteligensi linguistik tinggi adalah penulis puisi, novel, cerita, berita, dan sejarah. Pekerjaan sebagai wartawan, jurnalis, editor, kritikus sastra, ahli sastra, cocok juga bagi orang yang mempunyai inteligensi linguistik yang tinggi. Mereka baik juga menjadi pembicara, termasuk para pencerita di depan banyak orang, seperti orator, tukang kampanye, penjual jamu di depan umum. Mereka cocok menjadi penceramah, pemandu tamu asing, dan bekerja di kantor berita, radio dan televisi. Sebagai pribadi mereka juga dapat menjadi penikmat hasil karya tertulis atau lisan seperti dalam membaca dan menjadi pendengar yang baik ( Suparno, 2004: 27 ).

Guru yang inteligensi linguistiknya menonjol akan merasa senang jika mengajar Sains dengan menggunakan metode ceramah, metode debat, bercerita atau mendongeng. Guru senang menceritakan pemikirannya kepada orang lain.

(27)

2. Inteligensi Matematis-logis (Logical-Mathematical Intelligence)

Menurut Gardner (Suparno, 2004), inteligensi matematis-logis merupakan kemampuan menggunakan angka dengan baik (misalnya ahli matematika, akuntan pajak, ahli statistik) dan melakukan penalaran yang benar (misalnya sebagai ilmuwan, pemrogram komputer, atau ahli logika). Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada pola dan hubungan logis, pernyataan dalil (jika-maka, sebab-akibat), fungsi logis dan abstraksi-abstraksi lain. Proses yang digunakan dalam kecerdasan matematis-logis ini antara lain: kategorisasi, klasifikasi, pengambilan kesimpulan, generalisasi, penghitungan, dan pengujian hipotesis.

Orang yang kuat dalam inteligensi matematis-logis secara menonjol dapat melakukan tugas memikirkan sistem-sistem yang abstrak, seperti matematika. Orang yang berinteligensi matematis-logis mudah belajar berhitung, kalkulus, dan bermain dengan angka. Bahkan, ia dengan senang menggeluti simbol angka dalam buku matematika daripada kalimat yang panjang-panjang. Silogismenya kuat sehingga mudah dimengerti dan mudah mempelajari persoalan yang analitis (Suparno, 2004: 29-30).

Guru yang inteligensi matematis-logisnya menonjol senang mengajar dengan menggunakan latihan soal, mengajar dengan cara yang sistematis atau berurutan, senang menggunakan bagan atau skema, senang menganalisis persoalan sehingga memunculkan suatu kerangka berpikir yang berguna bagi anak didiknya.

(28)

persoalan yang timbul pada saat pelajaran berlangsung, pemikiran siswa rasional dan logis. Siswa kurang suka dengan pelajaran yang banyak menggunakan cerita yang panjang.

3. Inteligensi Spasial (Spatial Intelligence)

Bagi Gardner (Suparno, 2004), inteligensi spasial merupakan kemampuan mempersepsi dunia spasial-visual secara akurat (misalnya sebagai pemburu, pemandu) dan mentransformasi persepsi dunia spasial-visual tersebut (misalnya dekorator interior, arsitek, seniman). Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada warna, garis, bentuk, ruang dan hubungan antar unsur tersebut. Kecerdasan ini meliputi kemampuan membayangkan, mempresentasikan ide secara visual atau spasial, dan mengorientasikan diri secara tepat dalam matriks spasial.

Guru yang inteligensi spasialnya menonjol senang mengajar dengan menggunakan gambar, grafik, diagram, senang berdemonstrasi di dalam kelas untuk memperkenalkan cara kerja suatu benda atau alat dan menjelaskan bagaimana benda tersebut dapat berubah.

(29)

4. Inteligensi Kinestetik-badani (Bodily-Kinesthetic Intelligence)

Inteligensi kinestetik-badani menurut Gardner (Suparno, 2004) merupakan keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan (misalnya sebagai perajin, pematung, ahli mekanik, dokter bedah). Kecerdasan ini meliputi kemampuan fisik yang spesifik, seperti koordinasi, keseimbangan, ketrampilan, kekuatan, ketentuan, dan kecepatan maupun kemampuan menerima rangsangan (proprioceptive) dan hal yang berkaitan dengan sentuhan (tactile dan haptic).

Guru yang inteligensi kinestetik-badaninya menonjol senang mengajar dan mengungkapkan pelajaran, senang mengadakan kegiatan percobaan di dalam kelas supaya anak didiknya bisa ikut serta mencoba alat-alat percobaan selama pelajaran berlangsung.

Siswa yang inteligensi kinestetik-badaninya menonjol tidak pernah diam jika berada di dalam kelas, suka bergerak kesana kemari, suka belajar sains dengan menggunakan alat-alat percobaan lalu mencoba alat-alat tersebut dan kadang-kadang suka menggangu temannya ketika pelajaran berlangsung.

5. Inteligensi Musikal (Musical Intelligence)

(30)

Guru yang inteligensi musikalnya menonjol suka mengajar dengan menggunakan nyanyian atau lagu, alat musik, guru sangat mudah mengungkapkan pemikiran mereka ke dalam bentuk musik, guru dengan sekreatif mungkin menjadikan suatu materi pelajaran sains menjadi bait-bait lagu dan ia akan senang sekali jika anak didiknya bisa bernyanyi dengan baik.

Siswa yang menonjol inteligensi musikalnya akan mudah memahami suatu materi jika materi pelajaran sains dibawakan dalam bentuk musik dan lagu, senang jika belajar diiringi musik, mampu bernyanyi dengan baik dan penuh semangat.

6. Inteligensi Interpersonal (Interpersonal Intelligence)

Menurut Gardner (Suparno, 2004), inteligensi interpersonal merupakan kemampuan meresapi dan membedakan suasana hati, maksud, serta perasaan orang lain. Kecerdasan ini merupakan kepekaan pada ekspresi wajah, suara, gerak-isyarat, kemampuan membedakan berbagai macam tanda interpersonal, dan kemampuan menanggapi secara efektif tanda tersebut dengan tindakan pragmatis tertentu (misalnya mempengaruhi sekelompok orang untuk melakukan tindakan tertentu). Secara umum inteligensi interpersonal berkaitan dengan kemampuan orang untuk menjalin relasi dan komunikasi dengan berbagai orang. Inteligensi ini banyak dipunyai oleh para komunikator, fasilitator, dan penggerak masa.

(31)

Siswa yang inteligensi interpersonalnya menonjol senang belajar sains dengan cara berdiskusi dengan teman-temannya, kurang suka jika belajar seorang diri, senang mengadakan belajar kelompok, jika diberi tugas oleh gurunya ia akan cepat mencari teman untuk diajak bekerja sama, senang belajar di kelas dengan model presentasi.

7. Inteligensi Intrapersonal (Intrapersonal Intelligence)

Inteligensi intrapersonal menurut Gardner (Suparno, 2004), adalah kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman tersebut. Kecerdasan ini meliputi kemampuan memahami diri yang akurat (kekuatan dan keterbatasan diri); kesadaran akan suasana hati, maksud, motivasi, temperamen, dan keinginan, serta kemampuan berdisiplin diri, memahami dan menghargai diri.

Siswa yang menonjol dalam inteligensi intrapersonal sering kelihatan pendiam, lebih suka termenung di kelas. Bila ada waktu istirahat, kalau teman-teman lain bermain, ia kadang lebih suka sendirian berefleksi atau berpikir. Ia lebih suka bekerja sendiri. Bila guru memberikan tugas bebas, siswa ini kadang diam lama merenungkan tugas itu sebelum mengerjakan sendiri. Ia tidak tertarik

bahwa teman-temannya mengerjakan tugas itu berkelompok (Suparno, 2004: 41).

(32)

Siswa yang inteligensi intrapersonalnya menonjol senang belajar sendiri, kurang suka dan kurang tertarik dengan diskusi dan belajar kelompok, senang menyendiri dan berpikir tentang pelajaran yang didapat dengan cara seperti orang yang sedang melamun atau merenung di kelas tetapi ia mudah berkonsentrasi dengan baik.

8. Inteligensi Lingkungan (Naturalist Intelligence)

Inteligensi lingkungan menurut Gardner (Suparno, 2004) merupakan keahlian mengenali dan mengkategorikan spesies flora dan fauna di lingkungan sekitar. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada fenomena alam lainnya (misalnya formasi awan dan gunung-gunung) dan bagi mereka yang dibesarkan di lingkungan perkotaan, kemampuan membedakan benda tak hidup, seperti mobil, sepatu karet dan sampul kaset CD. Siswa yang mempunyai inteligensi lingkungan tinggi kiranya dapat dilihat pada kemampuan mengenal, mengklasifikasi, dan menggolongkan tanaman-tanaman, binatang, serta alam mini yang ada di sekolah. Barangkali kepada siswa dapat diberikan banyak tanaman dan mereka diminta menggolongkan secara teratur untuk dapat menjelaskan.

Guru yang inteligensi lingkungannya menonjol senang mengajar sains di luar kelas, senang menciptakan suasana belajar seperti benar-benar berada di suatu alam dan senang mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari, memberikan benda-benda yang berhubungan dengan sains supaya siswanya bisa menggolongkan benda-benda tersebut dan menjelaskannya.

(33)

lingkungannya, senang bila diajak gurunya belajar di museum sains, mampu mengenal, mengklasifikasi dan menggolongkan benda-benda yang diperlihatkan dan diajarkan oleh gurunya.

9. Inteligensi Eksistensial (Existential Intelligence)

Gardner (Suparno, 2004) menambahkan satu inteligensi lagi, yaitu

inteligensi eksistensial. Inteligensi ini lebih menyangkut kepekaan dan kemampuan seseorang untuk menjawab persoalan-persoalan terdalam eksistensi atau keberadaan manusia. Orang tidak puas hanya menerima keadaannya, keberadaannya secara otomatis, tetapi mencoba menyadarinya dan mencari jawaban yang terdalam. Pertanyaan itu antara lain: mengapa aku ada, mengapa aku mati, apa makna hidup ini, bagaimana kita sampai ke tujuan hidup. Inteligensi ini tampaknya sangat berkembang pada banyak filsuf, terlebih filsuf eksistensialis yang selalu mempertanyakan dan mencoba menjawab persoalan eksistensi hidup manusia. Filsuf-filsuf seperti Sokrates, Plato, Thomas Aguinas, Descrartes, Kant,

Sastre, Neitzsche termasuk memiliki inteligensi eksistensial tinggi (Suparno, 2004: 43-44).

(34)

Siswa yang inteligensi eksistensialnya menonjol peka dan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai keberadaannya sendiri, bagaimana aku berada di dunia ini ? Kenapa aku belajar sains di dalam kelas ?

b. Perbedaan pengukuran inteligensi dengan inteligensi ganda

Pengukuran kecerdasan menjadi suatu tolak ukur yang sangat memperhitungkan tingkat kecerdasan anak-anak. Banyak orang tua risau ketika anaknya tidak secerdas yang mereka bayangkan setelah mengikuti serangkaian tes kecerdasan. Seolah-olah hasil tes itulah satu-satunya harapan bagi masa depan anaknya. Gardner (dalam Paul Suparno, 2004:17) mengatakan: “…..Dalam pengertian lama, inteligensi seseorang dapat diukur dengan tes tertulis (tes IQ)”.

Tingginya tingkat kecerdasan seseorang dilihat dari sudut pandang kecerdasan ganda apabila ia dapat memecahkan persoalan dalam hidup nyata dan situasi yang bermacam-macam, situasi hidup yang sungguh kompleks. Inilah perbedaannya dengan pengukuran IQ seseorang. IQ diukur dengan tes di atas meja. Maka, mungkin terjadi bahwa IQ seseorang tinggi, tetapi ia tidak berhasil dalam pekerjaan, dalam situasi yang lebih kompleks dan nyata. Misalnya, orang yang ber-IQ tinggi belum tentu sukses dalam menjalin hubungan dengan teman-teman lain atau sukses dalam bertanding olah raga atau bermain musik.

(35)

pemahaman guru terhadap konsep kecerdasan yang baru ini sebagai berikut:

“Dengan inteligensi ganda pendidik dapat menaruh perhatian ada perbedaan di

antara anak-anak didik dan mencoba menggunakannya dalam pembelajaran dan

pendidikan serta evaluasi yang lebih personal. Sehingga anak didik tidak

dianggap sebagai blok-blok yang sama atau anonim” (Gardner dalam Paul

Suparno, 2004:45)

Pemahaman baru tentang arti kecerdasan dilihat dari teori kecerdasan ganda membuat kita sebagai praktisi pendidikan harus berefleksi bahwa ternyata anak didik kita sebenarnya memiliki potensi kesembilan kecerdasan tersebut. Hanya yang jadi masalah, mungkin saja kesembilan kecerdasan itu belum sepenuhnya teraktualisasikan.

3. Dampak Teori Kecerdasan Ganda Pada Pembelajaran

Menurut Gardner (2000), dalam diri seseorang terdapat kesembilan kecerdasan tersebut, hanya pada orang-orang tertentu kecerdasan tertentu lebih menonjol dari pada inteligensi yang lain. Setiap siswa dapat menonjol dalam kecerdasan yang berbeda-beda. Maka siswa tidak boleh diperlakukan sama rata dalam hal pembelajaran supaya mereka masing-masing dapat menangkap pelajaran dengan baik. Dengan kecerdasan ganda ini pendidik dapat menaruh perhatian pada perbedaan diantara anak-anak didik dan mencoba untuk menggunakannya dalam pembelajaran. Dengan demikian pendidikan menjadi lebih personal.

(36)

pendidikan mempunyai fungsi, yaitu membantu agar setiap inteligensi pada diri siswa berkembang optimal. Dengan kata lain seorang anak yang inteligensi musikalnya tidak tinggi dapat dibantu dan dilatih sehingga ia dapat bernyanyi, meski berbeda dengan yang punya inteligensi musikal tinggi.

Gardner (2000) juga mengungkapkan bahwa seorang siswa akan mudah menangkap suatu mata pelajaran atau bahan yang disampaikan guru, bila bahan itu disampaikan dengan menggunakan inteligensi yang menonjol pada siswa tersebut. Maka seorang siswa yang mempunyai inteligensi kinestetik badani dapat juga mempelajari Sains dengan lebih mudah bila bahan Sains disajikan dengan tari atau gerak. Disinilah tantangan bagi guru untuk merencanakan pengajarannya sesuai dengan inteligensi siswa mereka.

Guru biasanya juga mengajar sesuai dengan inteligensi yang menonjol dalam dirinya. Bila ia menonjol dalam matematis-logis, iapun akan mengajar dengan model itu, sedangkan bila ia menonjol dalam linguistik, ia akan mengajar dengan model linguistik. Yang menjadi soal adalah bahwa inteligensi yang menonjol pada guru dan siswa seringkali tidak sama. Dalam hal ini guru diharapkan lebih menyesuaikan dengan inteligensi siswa karena tujuannya ingin membantu siswa belajar.

(37)

inteligensi siswa. Guru tidak boleh membatasi pembelajaran dengan model mengajar yang terus sama saja; tetapi dapat mengembangkan dengan banyak variasi sehingga banyak siswa yang sungguh dibantu.

4. Variasi Strategik dalam Pengembangan Kecerdasan Ganda

Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh guru dalam mengembangkan kecerdasan ganda siswanya adalah dengan mengubah proses pembelajaran yang semula teacher oriented menjadi student oriented. Proses pembelajaran yang demikian ini membuat guru harus aktif mencari dan menggunakan bermacam-macam pendekatan belajar.

Variasi-variasi yang dilakukan guru sepanjang proses pembelajaran membuat anak-anak menikmati pelajaran yang disampaikan. Kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam pembelajaran, yang dimungkinkan dilakukan oleh siswa, tidak dipandang sebagai sesuatu yang fatal dan merusak pembelajaran tapi dipandang sebagai bagian dari proses belajar itu sendiri. Yang perlu diperhatikan oleh guru adalah dengan segala kerendahan hatinya tetap memberikan kesempatan dan membimbing siswa untuk belajar, sampai mereka menemukan sendiri bahwa dirinya telah mampu mempelajari sesuatu. Kriteria keberhasilan belajar ditandai dengan terjadinya perubahan tingkah laku pada diri individu yang belajar baik pada aspek pengetahuannya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya.

(38)

pengelolaan kelas. Kelas menjadi tidak monoton, tidak tegang tetapi rileks. Belajar menjadi sesuatu kegiatan yang menggembirakan.

Perlu disadari oleh para guru bahwa proses pembelajaran dengan memperhatikan kecerdasan masing-masing siswa dan menempatkan mereka sebagai subyek belajar, tidak membuat tugas kita sebagai guru menjadi ringan, karena guru dituntut untuk menunjukkan kreativitas dan keprofesionalannya baik dalam mengolah materi pelajaran maupun mengelola kelas agar dapat mendukung pembelajaran tersebut. Paul Suparno (2004:126) menjelaskan tentang model pembelajaran dengan pendekatan inteligensi ganda sebagai berikut: “Model pembelajaran atau pendidikan dengan pendekatan inteligensi ganda memang sangat lain dengan model pembelajaran klasik yang terlalu menekankan pada guru. Model pembelajaran ini lebih berpusat pada siswa, bukan terutama pada guru”.

Secara umum inteligensi ganda yang belum berkembang dapat dibantu menjadi lebih baik lewat pendidikan. Haggerty (dalam Paul Suparno, 2004:65-67) mengungkapkan beberapa prinsip umum untuk membantu mengembangkan inteligensi ganda pada siswa yaitu:

1. Pendidikan harus memperhatikan semua kemampuan intelektual siswa. 2. Pendidikan seharusnya individual dengan memperhatikan inteligensi siswa. 3. Pendidikan harus dapat menyemangati siswa untuk dapat menentukan tujuan

dan program belajar mereka.

(39)

5. Evaluasi belajar harus lebih kontekstual dan bukan tes tertulis. 6. Pendidikan sebaiknya tidak dibatasi di dalam gedung sekolah.

Jika siswa kita masing-masing memiliki kesembilan kecerdasan tersebut, adalah tugas kita membantu mengembangkannya melalui kegiatan pembelajaran yang variatif dan menyenangkan.

Pembelajaran sebagai proses pembimbingan benar-benar membantu anak untuk memahami bahwa setiap pelajaran yang diberikan sangat penting dan berguna bukan hanya bagi diri mereka sendiri tapi juga bagi orang lain. Kepandaian sebagai hasil dari belajar itu tidak hanya dinikmati oleh diri sendiri tapi perlu juga dibagikan kepada orang yang tidak mampu dengan cara tidak menyombongkan diri, tapi mau menolong dan mengerti kesulitan orang lain.

5. Pembelajaran a. Pengertian Belajar

Menurut kaum konstruktivis, belajar merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksi arti entah lewat teks, dialog, pengalaman fisis dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan (Suparno, 1997:61). Proses tersebut antara lain bercirikan sebagai berikut:

(40)

2. Konstruksi arti adalah proses yang terus-menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan baru, diadakan rekonstruksi, baik secara kuat maupun lemah.

3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan merupakan perkembangan itu sendiri (Fosnot, 1996 dalam Suparno, 1997), suatu perkembangan yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.

4. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.

5. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pelajar dengan dunia fisik dan lingkungannya (Bettencourt, 1989 dalam Suparno, 1997).

6. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui si pelajar. Konsep-konsep, tujuan dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.

Bagi kaum konstruktivis, belajar adalah suatu proses organik untuk menemukan sesuatu, bukan suatu proses mekanik untuk mengumpulkan fakta. Belajar itu suatu perkembangan pemikiran dengan membuat kerangka pengertian yang berbeda (Suparno, 1997).

(41)

mereka pelajari. Ini merupakan proses menyesuaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berpikir yang telah ada dalam pikiran mereka (Suparno, 1997).

b. Pengertian Mengajar

Bagi kaum konstriktivis, mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke murid, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan pelajar dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis dan mengadakan justifikasi. Jadi mengajar adalah suatu bentuk belajar sendiri (Suparno, 1997).

Driver dan Oldman dalam Matthews (1994) dalam suparno (1997) menjalankan beberapa ciri mengajar konstruktivis sebagai berikut:

1) Orientasi. Murid diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari suatu topik. Murid diberi kesempatan untuk mengadakan observasi terhadap topik yang hendak dipelajari.

2) Elicitasi. Murid dibantu untuk mengungkapkan idenya secara jelas dengan berdiskusi, menulis, membuat poster, dan lain-lain. Murid diberi kesempatan untuk mendiskusikan apa yang diobservasikan, dalam wujud tulisan, gambar, ataupun poster.

3) Restrukturisasi ide. Dalam hal ini ada tiga hal:

(42)

kalau tidak cocok atau sebaliknya, menjadi lebih yakin bila gagasannya cocok.

b. Membangun ide yang baru. Ini terjadi bila dalam diskusi itu idenya bertentangan dengan ide lain atau idenya tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan teman-teman.

c. Mengevaluasi ide barunya dengan eksperimen. Kalau dimungkinkan, ada baiknya bila gagasan yang baru dibentuk itu diuji dengan suatu percobaan atau persoalan yang baru.

4) Penggunaan ide dalam banyak situasi. Ide atau pengetahuan yang telah dibentuk oleh siswa perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi yang dihadapi. Hali ini akan membuat pengetahuan murid lebih lengkap dan bahkan lebih rinci dengan segala macam pengetahuannya.

5) Review, bagaimana ide itu berubah. Dapat terjadi bahwa dalam aplikasi pengetahuannya pada situasi yang dihadapi sehari-hari, seseorang perlu merevisi gagasannya entah dengan menambahkan suatu keterangan ataupun mungkin dengan menjadi lebih lengkap.

6. Pendidikan Sekolah Dasar

a. Pengertian Pendidikan Sekolah Dasar

(43)

melanjutkan ke SMP dan untuk bersosialisasi di masyarakat sesuai dengan taraf perkembangannya.

Pendidikan Sekolah Dasar berlangsung selama 6 tahun, yang dibagi ke dalam kelas sehingga terdapat kelas I sampai dengan kelas VI. (Juklak Sisdiknas, 2003:21)

b. Tujuan Penyelenggaraan Sekolah Dasar

Adapun tujuan penyelenggaraan Sekolah Dasar adalah agar siswa memiliki kemampuan dasar baca, tulis, hitung, pengetahuan, dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya, serta mempersiapkan siswa untuk melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP). (Juklak Sisdiknas, 2003:20)

c. Kurikulum Pendidikan Dasar dan Sekolah Dasar

Menurut Pasal 37 UU Sisdiknas 2003, kurikulum pendidikan dasar wajib memuat sekurang-kurangnya bahan kajian dan mata pelajaran sebagai berikut: 1. Pendidikan Agama

2. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

3. Bahasa Indonesia (membaca, menulis/mengarang, berbicara, mendengarkan, dan apresiasi sastra, dengan menggunakan tata bahasa Indonesia Baku)

4. Matematika (berhitung, ukuran timbangan dan takaran serta penggunaan matematika dalam praktek kehidupan sehari-hari/aritmatika sosial)

5. Ilmu Pengetahuan Alam (termasuk pengantar sains dan teknologi)

(44)

8. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan

9. Muatan Lokal/Muatan Institusional (Juklak Sisdiknas 2003:20-21).

d. Standar Kompetensi Siswa SD

Menurut Juklak Sisdiknas 2003, Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi dapat dikenali melalui sejumlah hasil belajar dan indikatornya yang dapat diukur dan diamati. Kompetensi dapat dicapai melalui pengalaman belajar dan yang dikaitkan dengan bahan kajian dan bahan pelajaran secara kontekstual.

Standar kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa SD adalah: 1. Akhlak dan budi pekerti yang luhur.

2. Pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku.

3. Kecerdasan, kesehatan jasmani dan rohani.

4. Kemampuan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (Juklak Sisdiknas, 2003:20).

e. Pengajaran di Sekolah Dasar

(45)

nyata. Benda-benda atau kejadian-kejadian yang tidak ada hubungannya secara jelas dan konkret dengan realitas, masih sulit dipikirkan anak.

Anak pada tingkat perkembangan ini senang sekali memanipulasi benda-benda konkret untuk membuat model, membuat alat mekanis, dan lain-lainnya. Dengan demikian pada tahap ini merupakan saat yang tepat untuk menyediakan beranekaragam benda yang dapat dimanipulasi untuk memperkaya pengalaman anak, sehingga kreativitasnya tumbuh dengan subur. Dengan banyak pengalaman yang mereka miliki maka semakin cepat pula anak mengalami proses kematangan dalam proses berpikirnya.

Lebih lanjut Piaget menjelaskan karena siswa SD masih berada pada tahap operasi konkret maka dalam mengajar di SD terutama untuk konsep-konsep awal (dasar), siswa perlu mendapatkan pengalaman-pengalaman konkret. Untuk itu pada masa perkembangan ini, media pembelajaran atau alat peraga mempunyai peranan penting yang ikut menentukan keberhasilan proses pembelajaran.

Berkaitan dengan pengalaman-pengalaman konkret dalam pembelajaran di SD maka anak dapat belajar melalui dunia nyata dengan memainkan benda-benda nyata sebagai perantaranya.

(46)

Dalam proses belajar mengajar tentunya guru sangat berpengaruh didalamnya. Dengan kata lain guru adalah pengelola proses belajar siswa. Dalam mengelola proses belajar siswa sebaiknya guru menggunakan cara yang bervariasi serta memperhatikan inteligensi siswanya. Banyak guru mengajar sesuai dengan inteligensi yang menonjol yang ia miliki. Misalnya, kalau guru itu mempunyai inteligensi linguistik menonjol, ia akan menjelaskan semua mata pelajaran dengan model linguistik, kalau guru menonjol dengan inteligensi matematis-logis, ia akan mengajar dengan metode lebih rasional dengan perhitungan matematis. Namun, inteligensi yang menonjol pada guru sering kali berbeda dengan inteligensi yang menonjol pada siswa. Maka, sering kali pengajaran guru tidak mengena dan tidak membantu siswa mengerti lebih dalam. Secara psikologis siswa menjadi tidak senang belajar dan akhirnya malas untuk belajar (Suparno, 2004). Jadi dalam praktek pembelajaran guru tidak hanya menggunakan inteligensi yang menonjol pada dirinya atau inteligensi yang sesuai dengan pelajaran tetapi harus memperhatikan inteligensi yang dimiliki siswa.

(47)

Jadi uraian di atas menggambarkan pentingnya pendekatan-pendekatan konkret (suatu yang nyata) untuk diterima dalam pemikiran bagi mereka yang masih berada dalam tahap berpikir operasi konkret. Sebab pada tahap ini pemikiran anak masih terbatas pada benda atau situasi-situasi nyata yang dijumpai dari pengalaman-pangalaman langsung.

7. Magnet

Kata magnet berasal dari kata magnesia. Magnesia adalah nama sebuah tempat di wilayah Asia Kecil. Konon, yang menemukan magnet adalah seorang gembala dari Magnesia. Ketika sedang menggembalakan ternaknya, ia meletakkan tongkat besi miliknya pada seonggok batu. Sewaktu hendak mengambil kembali tongkatnya, terkejutlah ia karena tongkatnya menempel pada batu itu. Demikianlah, orang lalu menamai jenis batuan itu magnet.

Kekuatan magnet untuk menarik benda lain disebut gaya magnet. Benda magnetik merupakan benda-benda yang dapat ditarik dengan kuat oleh magnet serta dapat dimagnetkan. Benda magnetik disebut juga feromagnetik, misalnya: paku, pines, peniti, penjepit kertas, dan besi. Benda nonmagnetik merupakan benda yang ditarik dengan lemah atau tidak dapat ditarik oleh magnet. Benda nonmagnetik dibagi menjadi dua:

a. Paramagnetik, yaitu bahan yang ditarik lemah oleh magnet. Misalnya, alumunium dan platina.

(48)

a. Gaya Tarik Magnet Dapat Menembus Benda

Gaya tarik magnet memiliki kemampuan untuk menembus suatu benda. Kemampuan gaya tarik magnet itu dipengaruhi oleh jenis benda dan kekuatan magnet. Semakin kuat suatu magnet, semakin besar kemampuan gaya tariknya untuk menembus suatu benda.

b. Magnet Mempunyai Dua Kutub

Magnet mempunyai dua kutub, yaitu kutub utara dan kutub selatan. Jika magnet dapat bergerak bebas, maka kutub utara magnet menunjuk ke arah kutub utara bumi. Demikian pula, kutub selatan magnet menunjuk ke arah kutub selatan bumi. Oleh karena itu, magnet yang dapat bergerak bebas dapat digunakan sebagai kompas sederhana.

Magnet mempunyai kekuatan gaya tarik yang tidak merata di seluruh bagian. Kekuatan gaya tarik magnet yang terbesar terletak pada kedua kutubnya.

c. Medan Magnet

Gaya tarik magnet mempengaruhi benda-benda yang ada di sekitarnya. Daerah di sekitar magnet yang dipengaruhi gaya tarik magnet disebut medan magnet. Medan magnet mempunyai pola tertentu sesuai bentuk magnet. Medan magnet tersusun oleh garis-garis gaya. Garis-garis gaya magnet semakin rapat di sekitar kutub magnet. Oleh karena itu, kutub magnet mempunyai gaya tarik paling kuat.

d. Gaya Tolak dan Gaya Tarik Magnet

(49)

Demikian pula, kutub selatan menolak kutub selatan. Jika didekatkan, kutub-lutub tak senama akan tarik-menarik. Kutub utara tarik-menarik dengan kutub selatan. e. Magnet Alam dan Magnet Buatan

Berdasarkan asal usulnya, magnet dibedakan atas dua jenis yaitu magnet alam dan magnet buatan. Magnet alam adalah magnet yang ditemukan atau terbentuk di alam dengan sendirinya. Magnet buatan adalah magnet yang dibuat seseorang dengan maksud tertentu. Magnet buatan dipergunakan untuk berbagai kebutuhan. Bentuk magnet buatan bermacam-macam. Ada yang berbentuk batang, jarum, tabung (sislinder), dan ada yang berbentuk ladam (tapal kuda).

f. Pembelajaran Materi Magnet Menurut Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004

Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi SD 2004, disebutkan bahwa Sains berfungsi untuk menguasai konsep dan manfaat sains dalam kehidupan sehari-hari serta melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP), serta bertujuan:

1. Menanamkan pengetahuan dan konsep-konsep sains yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.

2. Menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positip terhadap sains dan teknologi. 3. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah dan membuat keputusan.

4. Ikut serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. 5. Mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling

(50)

6. Menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

Dalam materi gaya magnet, siswa diharapkan dapat mengelompokkan benda-benda yang bersifat magnetis dan yang tidak magnetis, menunjukkan kekuatan gaya magnet dalam menembus beberapa benda melalui percobaan, memberi contoh penggunaan magnet dalam kehidupan sehari-hari.

Tabel 1: Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004 untuk materi magnet

HASIL BELAJAR INDIKATOR MATERI POKOK

7.1 Mengidentifikasi sifat-sifat magnet dan kegunaannya

• Mengelompokkan benda-benda yang bersifat magnetis dan yang tidak magnetis

8. Pembelajaran Berdasarkan Teori Kecerdasan Ganda untuk Mencapai Tujuan Pembelajaran Sains

(51)

dimana guru menjadi pusat dari semua aktivitas dan siswa sering dianggap sebagai kotak kosong yang perlu diisi. Pembelajaran secara konvensional hanya melalui prosedur pembelajaran yang dimulai dengan guru menerangkan kemudian siswa diberi kesempatan mengerjakan latihan sesuai dengan contoh yang diberikan. Siswa tidak pernah diberi kesempatan oleh guru untuk memahami dan mengkonstruksi pengetahuan yang diperoleh. Cara mengajar ini memandang guru sebagai orang pandai dan siswa dipandang sebagai orang bodoh sehingga semua materi harus dijejalkan kepada siswa agar siswa menjadi tahu dan pandai. Adanya pandangan ini membuat kelas yang menggunakan cara mengajar konvensional hanya terjadi pada komunikasi satu arah yaitu dari guru kepada siswa. Oleh karena itu, apabila dalam proses belajar mengajar siswa mendengarkan penjelasan dari guru dengan tenang, proses belajar mengajar dipandang telah berjalan dengan baik. Namun, cara mengajar ini tidak membuat siswa menjadi orang yang pandai melainkan membuat siswa menjadi malas untuk belajar, memiliki kecenderungan untuk menghafal materi pelajaran serta siswa menjadi tidak aktif dan kreatif. Selain itu, guru juga tidak memperoleh umpan balik dari siswa salah satunya apakah siswa paham dengan materi yang diberikan oleh guru ?

(52)

kegiatan mengajar bukan merupakan kegiatan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan ide, kesulitan dan membangun sendiri pengetahuannya. Para ahli juga memiliki pandangan bahwa dalam proses belajar mengajar, guru memiliki peran sebagai mediator dan fasilitator yang membantu siswa agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik. Aspek ini menekankan pada siswa yang belajar dan bukan guru yang mengajar.

(53)

walaupun tidak menutup kemungkinan akan terkait dengan aspek kecerdasan yang lain. Pembelajaran ini menekankan pada perbendaharaan teknik, alat, dan strategi latihan yang longgar dan beragam. Pembelajaran ini dapat dikatakan sebagai kegiatan lewat pengalaman empiris yang praktis dengan berdasarkan pada kecerdasan ganda yang dimiliki individu dan dipresentasikan dengan menggunakan kumpulan strategi pengajaran yang longgar dan beragam.

Pembelajaran kecerdasan ganda menjelaskan bahwa kegiatan dalam pembelajaran ini tidak boleh hanya dibatasi pada beberapa taktik mengajar (melatih) tapi harus saling menembus seluruh lingkungan belajar dan mengajar. Nilai dari pelatihan kecerdasan ganda adalah mampu membuat guru dan orang tua membantu anak-anak dengan lebih efektif mempelajari hal-hal yang perlu mereka pelajari (Armstrong, 2002), dibandingkan dengan metode konvensional yang lebih menekankan lewat cara-cara lisan dan ceramah yang membuat anak menjadi pasif dalam menerima suatu informasi. Strategi pembelajaran kecerdasan ganda ini bertujuan membuat anak menjadi paham tentang informasi yang diberikan dan akan teraplikasikan lewat profesi mereka di masa depan nanti.

Guru dalam mengajarkan Sains sering melupakan adanya berbagai macam kecerdasan yang dimiliki siswa dan hanya langsung menggunakan satu kecerdasan saja yaitu linguistik. Apalagi bila ini dilakukan untuk siswa Sekolah Dasar (SD), maka kemungkinan siswa akan merasa kesulitan untuk belajar Sains.

(54)

menguasai dan memahami konsep-konsep dan ketrampilan-ketrampilan, bagaimana anak-anak dapat menerima informasi dan memprosesnya.

Pendekatan melalui pembelajaran berdasarkan teori kecerdasan ganda meningkatkan semangat anak untuk mempelajari topik yang diberikan. Hal ini disebabkan karena anak belajar sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, membuat anak merasa bisa dan memahami tentang konsep yang diberikan. Anak menjadi memiliki motivasi untuk terus menggali lebih dalam informasi yang diberikan, dengan kata lain rasa ingin tahu anak semakin besar. Lewat pembelajaran ini pula, semangat anak dapat meningkat karena mereka dapat menjajaki suatu topik dari sudut yang berbeda-beda. Hal ini menyebabkan anak untuk terus menciptakan inovasi-inovasi lain, menggagas sebuah ide ataupun dalam pemecahan masalah, guna menghadapi berbagai tantangan dikemudian hari.

Berdasarkan uraian diatas, diharapkan rancangan pembelajaran berdasarkan teori kecerdasan ganda untuk pokok bahasan gaya magnet mampu untuk mencapai tujuan pembelajaran Sains.

C. Perumusan Masalah

(55)

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, secara spesifik masalah yang diteliti adalah:

1. Bagaimanakah pembelajaran mengenai magnet di kelas V SD dapat memfasilitasi perkembangan berbagai kecerdasan siswa (kecerdasan linguistik dan kecerdasan spasial) ?

(Pertanyaan ini menyangkut tiga aspek pembelajaran yaitu: perencanaan, pelaksanaan, dan hasil).

Sehingga pertanyaan tersebut dapat dirumuskan secara operasional sebagai berikut:

a. Bagaimana merancang suatu bentuk pembelajaran mengenai magnet di kelas V SD yang dapat memfasilitasi perkembangan berbagai kecerdasan siswa (kecerdasan linguistik dan kecerdasan spasial) ?

b. Bagaimana pelaksanaan rancangan pembelajaran tersebut ? c. Bagaimana hasil pembelajaran dari rancangan tersebut ?

2. Bagaimana tanggapan siswa terhadap pelaksanaan rancangan pembelajaran tersebut ?

D. Pembatasan Masalah

(56)

Sedangkan untuk masalah pembelajaran berdasarkan teori kecerdasan ganda peneliti membatasi hanya akan mendalami pada jenis kecerdasan linguistik dan kecerdasan spasial saja. Mengapa peneliti memilih jenis kecerdasan linguistik dan kecerdasan spasial ? Karena peneliti merasa bahwa dijenjang Pendidikan Sekolah Dasar kedua jenis kecerdasan ini merupakan kecerdasan yang paling dominan terdapat pada siswa, dan juga karena salah satu tujuan penyelenggaraan pembelajaran di Sekolah Dasar adalah agar siswa memiliki kemampuan dasar baca, tulis, dan ketrampilan, sehingga dimungkinkan akan lebih bisa dikembangkan secara optimal.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimanakah pembelajaran mengenai magnet di kelas V SD dapat memfasilitasi perkembangan berbagai kecerdasan siswa (kecerdasan linguistik dan kecerdasan spasial), yang meliputi:

a. Bagaimana merancang suatu bentuk pembelajaran mengenai gaya magnet di kelas V SD yang dapat memfasilitasi perkembangan berbagai kecerdasan siswa (kecerdasan linguistik dan kecerdasan spasial).

b. Bagaimana pelaksanaan rancangan pembelajaran tersebut. c. Bagaimana hasil pembelajaran dari rancangan tersebut.

(57)

BAB II

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang penulis lakukan ini termasuk jenis penelitian pengembangan model pembelajaran dan sifatnya deskriptif. Menurut (Arikunto, 2002) penelitian deskriptif adalah penelitian yang tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan. Hasil dari penelitian ini hanya berlaku pada partisipan penelitian, tidak untuk digeneralisasikan pada kelompok lain.

B. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Daratan, Sendang Arum, Minggir, Sleman pada tanggal 6 sampai 16 November 2006.

C. Partisipan

(58)

D. Desain Penelitian

Penelitian ini ditujukan kepada satu kelas, dimana kelas tersebut diberi perlakuan khusus yaitu dengan pemberian pembelajaran tentang magnet yang dikembangkan berdasarkan teori kecerdasan ganda. Agar penelitian yang peneliti lakukan ini berjalan dengan baik, maka terlebih dahulu harus membuat rancangan (desain) penelitian. Adapun alur desain penelitiannya adalah sebagai berikut:

Diagram 1: Alur desain penelitian

4. Refleksi

3. Observasi

2. Pelaksanaan

1. Rencana 1. Rencana

4. Refleksi

3. Observasi

2. Pelaksanaan

Alur kegiatan pembelajaran 1

Alur kegiatan pembelajaran 2

(59)

Dalam setiap kegiatan, pertama-tama sebelum peneliti melaksanakan pembelajaran, terlebih dahulu peneliti harus merencanakan pembelajaran yang akan dilakukan di kelas. Kedua, rencana pembelajaran yang telah disusun dengan baik dilaksanakan di kelas. Ketiga, bersamaan dengan dilaksanakan pembelajaran, peneliti dan pengamat mengamati pelaksanaan itu dan akibat yang ditimbulkannya. Keempat, berdasarkan hasil pengamatan tersebut, peneliti kemudian melakukan refleksi atas pelaksanaan pembelajaran yang telah dilakukan. Jika hasil refleksi menunjukkan perlunya dilakukan perbaikan atas pelaksanaan yang telah dilakukan sehingga pelaksanaan pembelajaran berikutnya tidak sekedar mengulang apa yang telah dilakukan sebelumnya. Demikian seterusnya, sampai dilakukan sebanyak 5 kali kegiatan sehingga masalah yang akan diteliti diharapkan dapat dipecahkan secara optimal.

Adapun keempat langkah umum setiap kegiatan dalam penelitian ini dijelaskan secara terperinci sebagai berikut:

1. Tahap Perencanaan

Tahap perencanaan merupakan suatu kegiatan perencanaan kesiapan yang dilakukan sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Tahap perencanaan dalam penelitian ini meliputi:

a. Tujuan pembelajaran yang akan diajarkan.

(60)

2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan peneliti mencobakan rancangan pembelajaran di dalam kelas dengan menggunakan bentuk pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan teori kecerdasan ganda sesuai dengan rencana yang telah disusun. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dalam setiap pertemuan adalah 90 menit. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran ini dipandu oleh peneliti yang berperan sebagai mediator dan fasilitator. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung peneliti mendokumentasikan proses belajar siswa dikelas dengan menggunakan media kamera digital.Dalam usaha kearah perbaikan suatu perencanaan bersifat fleksibel dan siap dilakukan perubahan sesuai dengan apa yang terjadi dalam proses pelaksanaan di lapangan.

3. Pengamatan

(61)

sebagai instrumen pendukung lembar pengamatan untuk mengamati aktifitas siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung.

4. Refleksi

Refleksi adalah upaya evaluasi yang dilakukan oleh guru, partisipan dan peneliti untuk melihat sejauh mana tujuan pembelajaran tercapai. Dari hasil refleksi dapat dilihat kekurangan-kekurangan yang ada dalam setiap pembelajaran, sehingga dapat dilakukan perbaikan untuk tindakan selanjutnya.

Kemudian pada akhir kegiatan pembelajaran peneliti membagikan angket tanggapan yang akan diisi oleh siswa. Angket tanggapan ini digunakan untuk mengetahui bagaimana tanggapan yang diberikan oleh siswa tentang kegiatan pembelajaran yang baru saja diterimanya.

E. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua macam instrumen yang digunakan yaitu instrumen untuk mengungkap pelaksanaan pembelajaran dan instrumen pengumpulan data. Penjelasan dari masing-masing instrumen yang dipergunakan adalah sebagai berikut:

E.1. Instrumen untuk Mengungkap Pelaksanaan Pembelajaran

Instrumen untuk mengungkap pelaksanaan pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan teori kecerdasan ganda meliputi:

1. Rancangan Pembelajaran

(62)

dan tahun pelajaran. Pembelajaran ini terdiri dari 5 kegiatan dengan tiap-tiap kegiatan diungkap lewat beragam cara, yang didasarkan pada dua jenis kecerdasan yakni kecerdasan linguistik dan kecerdasan spasial. Rancangan pembelajaran diaplikasikan dalam bentuk kegiatan belajar anak SD. Berikut adalah skema dari rancangan pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan teori kecerdasan ganda:

Skema kegiatan pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan teori kecerdasan ganda:

Kegiatan: I

Bidang Studi : SAINS

Sub Pokok Bahasan : Magnet Memiliki Gaya Tarik

Kelas/Semester : V/I

Tujuan : Tujuan Konvensional:

1.Diharapkan siswa mampu memahami bahwa magnet memiliki gaya tarik.

2.Membuktikan bahwa magnet memiliki gaya tarik.

Tujuan Kecerdasan Ganda:

1.Diharapkan siswa mampu untuk menggambar situasi cerita tentang asal-usul ditemukannya magnet.

2.Diharapkan siswa mampu menceritakan kembali asal-usul ditemukannya magnet.

3.Diharapkan siswa mampu untuk menuliskan kembali penjelasan tentang gaya tarik magnet. Inteligensi yang Ditekankan : Linguistik, Spasial.

Alat dan Bahan : Kertas gambar, pensil, pewarna, pulpen, kertas tulis, gelang karet, peniti, sendok logam, gabus, cermin, paku, penghapus, silet, kertas karton. Alokasi Waktu : 2 x 45 menit.

No. Jenis Kecerdasan Bentuk Kegiatan Pembelajaran

1. Spasial. Linguistik.

Menggambar Cerita.

Menuliskan Kembali Cerita.

2. Linguistik. Menuliskan Jawaban.

3. Linguistik. Menuliskan Hasil Percobaan.

(63)

Kegiatan: II

Bidang Studi : SAINS

Sub Pokok Bahasan : Magnet Mempunyai Dua Kutub

Kelas/Semester : V/I

Tujuan : Tujuan Konvensional:

1.Diharapkan siswa mampu memahami sifat magnet bahwa magnet mempunyai dua kutub. 2. Membuktikan bahwa magnet memiliki dua

kutub.

Tujuan Kecerdasan Ganda:

1.Diharapkan siswa mampu untuk merancang langkah-langkah dalam menyusun suatu percobaan.

Inteligensi yang Ditekankan : Linguistik.

Alat dan Bahan : Kompas, tali, kertas tulis, pulpen. Alokasi Waktu : 1 x 45 menit.

No. Jenis Kecerdasan Bentuk Kegiatan Pembelajaran

1. Linguistik. Menuliskan Kesimpulan.

2. Linguistik. Menuliskan Langkah-Langkah

Menyusun Percobaan.

3. Linguistik. Menuliskan Jawaban.

Kegiatan: III

Bidang Studi : SAINS

Sub Pokok Bahasan : Gaya Tolak dan Gaya Tarik Magnet

Kelas/Semester : V/I

Tujuan : Tujuan Konvensional:

1.Diharapkan siswa mampu memahami bahwa magnet memiliki gaya tolak dan gaya tarik. 2.Membuktikan bahwa magnet memiliki gaya

tolak dan gaya tarik. Tujuan Kecerdasan Ganda:

1.Diharapkan siswa mampu untuk merancang langkah-langkah menyusun sebuah percobaan. Inteligensi yang Ditekankan : Linguistik.

Alat dan Bahan : 2 buah magnet batang, tali, pulpen, kertas tulis. Alokasi Waktu : 1 x 45 menit.

No. Jenis Kecerdasan Bentuk Kegiatan Pembelajaran

1. Linguistik. Menuliskan Jawaban.

2. Linguistik. Menuliskan Langkah-Langkah

Menyusun Percobaan.

(64)

Kegiatan: IV

Bidang Studi : SAINS

Sub Pokok Bahasan : Medan Magnet

Kelas/Semester : V/I

Tujuan : Tujuan Konvensional:

1.Diharapkan siswa mampu memahami tentang medan magnet.

2.Membuktikan tentang adanya medan magnet dari sebuah magnet.

Tujuan Kecerdasan Ganda:

1.Diharapkan siswa mampu untuk

menggambarkan pola medan magnet dalam sebuah magnet.

2.Diharapkan siswa mampu untuk merancang langkah-langkah menyusun sebuah percobaan. Inteligensi yang Ditekankan : Linguistik, Spasial.

Alat dan Bahan : Pensil, kertas gambar, pewarna, kertas karton, serbuk besi, magnet, pulpen, kertas tulis, potongan gambar magnet beserta garis-garis gayanya.

Alokasi Waktu : 1 x 45 menit.

No. Jenis Kecerdasan Bentuk Kegiatan Pembelajaran

1. Spasial. Menggambarkan Kembali.

2. Spasial. Menggambarkan hasil Percobaan.

3. Linguistik. Menuliskan Langkah-Langkah

Menyusun Percobaan. 4. Spasial.

Jigzaw Puzzle

5. Spasial. Menggambar Kembali.

Kegiatan: V

Bidang Studi : SAINS

Sub Pokok Bahasan : Medan Magnet

Kelas/Semester : V/I

Tujuan : Tujuan Konvensional:

1.Diharapkan siswa mampu untuk memahami jenis-jenis magnet.

Tujuan Kecerdasan Ganda:

1.Diharapkan siswa mampu untuk menggambar jenis-jenis magnet.

Inteligensi yang Ditekankan : Spasial.

(65)

No. Jenis Kecerdasan Bentuk Kegiatan Pembelajaran

1. Spasial. Menggambar.

2. Spasial. Menggambar Tiga Dimensi.

2. Lembar Pengamatan

Untuk mendapatkan data proses pelaksanaan pembelajaran tentang magnet yang dikembangkan berdasarkan teori kecerdasan ganda, peneliti juga menggunakan instrumen berupa lembar pengamatan. Lembar pengamatan ini diberikan kepada pengamat dan berfungsi untuk mencatat proses pelaksanaan pembelajaran tentang magnet yang dikembangkan berdasarkan teori kecerdasan ganda. Bentuk pedoman pengamatan berupa lembar pengamatan uraian dan meliputi semua aspek-aspek dari pembelajaran tentang magnet yang meliputi pelaksanaan pembelajaran, respon atau tanggapan siswa dalam belajar, hambatan atau kesulitan yang dihadapi siswa, dan saran perbaikan untuk pembelajaran selanjutnya. Pengamatan dilakukan dari awal sampai akhir pembelajaran magnet. Adapun hal-hal yang diamati tidak lepas dari respon guru dan peran siswa dalam proses pembelajaran tentang magnet yang dikembangkan berdasarkan teori kecerdasan ganda. Untuk lebih jelasnya lembar pengamatan dapat dilihat pada

(lampiran A.1).

3. Dokumentasi Foto Kegiatan Pembelajaran yang Dikembangkan Berdasarkan Teori Kecerdasan Ganda

(66)

kegiatan dalam pembelajaran tersebut. Dokumen foto ini juga dipergunakan peneliti untuk mengamati aktivitas siswa selama mengikuti proses pembelajaran berlangsung.

Dokumen foto ini juga digunakan sebagai bukti untuk mengetahui hasil dari kegiatan pembelajaran siswa yang menunjukkan salah satu indikator keberhasilan perkembangan kecerdasan ganda siswa yaitu apakah siswa semakin memiliki ketrampilan dasar dan dapat semakin memahami materi pembelajaran di kelas. Dari dokumen foto tersebut, peneliti melihat bagaimana potensi kecerdasan siswa terutama kecerdasan linguistik dan kecerdasan spasial dapat berkembang secara optimal.

E.2. Instrumen untuk Mengumpulkan Data 1. Angket Tanggapan

Angket tanggapan digunakan untuk mengetahui tanggapan yang diberikan oleh siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dalam penelitian ini. Angket yang dipakai dalam penelitian ini adalah angket berjenis uraian. Angket tanggapan siswa dapat dilihat pada (lampiran A.2).

F. Validitas

Gambar

Tabel 1:
Tabel 1: Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004 untuk materi magnet
gambar magnet beserta garis-garis gayanya.
gambar, pensil,
+7

Referensi

Dokumen terkait

Diungkapkan dengan tepat, aspek penting tidak dilewatkan, bahkan analisis dan sintetis nya membantu memahami konsep Diungkap dengan tepat, namun deskriptif Sebagian besar

Pengorbanan yang t imbul dal am penggunaan hut ang berupa bia ya kebangkrut an ( bankcrupt y cost ) dan bia ya keagenan (agency cost ). Sem akin bes ar kemungkinan

Selanjutnya yang perlu dilakukan adalah menentukan sebuah angka untuk CheckDigit sehingga nomor kartu kredit di atas menjadi sebuah nomor yang valid saat dilakukan

Penelitian ini membahas aspek ekspektasi ( expectation ) dan ekselensi ( excellency ) pembelajaran pada mata kuliah Metode Penelitian berbasis dokumen perencanaan

penelitian yang dilakukan maka yang menjadi fokus penelitian adalah untuk mengetahui simbol- simbol atau tanda-tanda maskulinitas yang terdapat pada iklan pembersih

Menangani permasalahan ini tidak seperti halnya menangani tindakan kriminal yang sama dengan kejahatan kriminal yang dilakukan oleh orang dewasa, para pelaku Juvenile Deliquency

Berdasarkan hasil observasi oleh dua orang guru, dapat diketahui bahwa pelaksanaan pembelajaran baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol dilakukan sesuai

Peneliti : Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk melaksanakan penelitian lanjutan atau penelitian yang sejenis. Guru : 1) Kepala sekolah hendaknya mampu