• Tidak ada hasil yang ditemukan

Zainuddin Maliki (2006:7) mengatakan bahwa salah satu penyebab rendahnya kualitas pendidikan diakibatkan oleh adanya diskriminasi gender dalam dunia pendidikan. Ariyanto Nugroho dalam Kompas (2011:12) menyebutkan bahwa pada materi ajar banyak contoh peran laki-laki dan perempuan yang bias gender. Anak-anak harus dilatih sejak dini untuk tidak membedakan peran laki-laki dan perempuan. Mengubah pola pikir hanya bisa melalui pendidikan. Suatu kebijakan pendidikan dikatakan responsif gender apabila mengandung ketetapan yang jelas untuk memperkecil adanya kesenjangan gender di bidang pendidikan. Bappenas bersama-sama dengan WSP II dan CIDA mengembangkan alur kerja analisis gender (gender analysis

pathway-GAP) yang dapat digunakan untuk membantu para

perencana dalam melakukan pengarusutamaan gender dalam perencanaan kebijakan/program pembangunan (Ismi, 2009 : 136).

Dengan menggunakan GAP, para perencana pembangunan dapat mengidentifikas ikan

kesenjangan gender (gendergap) dan permasalahan gender (genderissues) serta sekaligus menyusun rencana/ kebijakan/ program pembangunan yang ditujukan untuk memperkecil atau menghapus kesenjangan gender tersebut.

a) Tahap Analisis Kebijakan Gender

Tahap ini ditujukan untuk mengetahui apakah sebuah kebijakan, responsif gender atau tidak. Ini ibarat sebuah kegiatan untuk men-“diagnosa” kebijakan. Langkah awal dalam

tahap ini adalah mengidentifikasi tujuan atau sasaran kebijakan yang ada saat ini, serta tujuan atau sasaran kebijakan apa saja yang telah dirumuskan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Selanjutnya sajian data kuantitatif dan kualitatif yang terpilih menurut jenis kelamin sebagai data pembuka wawasan. Data tersebut dapat melihat apakah program yang ada saat ini sudah memberikan dampak yang berbeda bagi laki-laki dan perempuan. Langkah berikutnya untuk menganalisis sebuah kebijakan responsif gender atau tidak adalah dengan menganalisis berbagai sumber dan atau faktor-faktor penyebab terjadinya kesenjangan gender, dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya kesenjangan gender dengan menggunakan empat elemen utama yaitu akses, kontrol, partisipasi dan manfaat.

Langkah terakhir dalam tahap ini adalah identifikasi masalah gender. Identifikasi masalah gender dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: Apa masalah-masalah gender yang diungkapkan oleh faktor-faktor kesenjangan gender? 'imana letak kesenjangan gender antara laki-laki dan perempuan? .emudian mengapa terjadi kesenjangan dan bagaimana cara mengatasinya?

b) Formulasi Kebijakan Gender

Tahap ini merupakan tahap kedua dalam analisis gender, sebagai kelanjutan dari tahap

formula kebijakan yang responsif gender. Untuk itu yang perlu dilakukan adalah melakukan identifikasi tentang indikator gender baik berupa indikator kuantitatif dan kualitatif apa saja yang perlu diidentifikasi dengan tujuan untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan program yang responsif gender. Selanjutnya perlu mengetahui indikator apa saja yang dapat menjelaskan apakah faktor-faktor kesenjangan sudah berkurang atau tetap atau bahkan bertambah? dan apakah ukuran keberhasilan kesetaraan dan keadilan gender?

c) Rencana Tindak Kebijakan Gender

Tahap ketiga ini merupakan tahap krusial karena merupakan tindak lanjut dari dua tahap sebelumnya yang menentukan apakah sebuah kebijakan dapat diimplementasikan atau tidak. Untuk itu ada dua langkah dalam tahap ini yaitu penyusunan rencana tindakan kebijakan/program yang responsif gender perlu disusun untuk mengurangi atau menghilangkan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. setelah itu yang perlu dilakukan adalah

menentukan sasaran-sasaran apa (kualitatif dan atau kuantitatif) yang perlu dirumuskan untuk setiap rencana tindak kebijakan yang telah disusun.

d. Implementasi PUG dalam DGP

Pengelolaan tenaga pendidik dan kependidikan yang berwawasan gender dalam 'istribusi Guru secara Proposiaonal meliputi:

68

www.kinerja.or.id

LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI

Tata Kelola Distribusi Guru Secara Proporsional (DGP)

1) Perencanaan pengelolaanWHQDJDSHQGLGLN dantenaga kependidikan \DQJSHND terhadap isu gender

2) Data pilah tenaga pendidik dan tenaga kependidikan berdasarkan jenis kelamin 3) Akses yang sama dalam (Implementasi

DGP) perekrutan, ditribusi, pengembangan dan peningkatan kapasitas (kualifikasi dan kompetensi) 

4) Formulasi kebijakan DGP yang peka terhadap isu gender

5) Evaluasi kebijakan dengan analisa yang peka terhadap isu gender.

3. Koordinasi antar Pemangku

Kepentingan dalam DGP

Koordinasi adalah bagian penting diantara anggota-anggota atau unit organisasi yang pekerjaannya saling bergantung. Semakin banyak pekerjaan individu – individu atau unit – unit yang berlainan tetapi erat hubungannya, semakin besar pula kemungkinan terjadinya masalah – masalah koordinasi. Proses pendidikan yang baik dan bermutu tinggi,apabila pengoordinasian input pendidikan dilakukan secara harmonis sehingga mampu menciptakan suasana manajemen yang menyenangkan, mendorong motivasi bekerja,dan memberdayakan sumber daya pendidikan.

Dalam implementasi program Distribusi Guru secara Proporsional, setidaknya ada 4 tahap koordinasi yang perlu dilakukan agar implementasi kegiatan ini berjalan efektif, efisien dan berkeadilan. Tahapan tersebut adalah:

1. Koordinasi pada tahap perencanaan 2. Koordinasi tahap pendataan dan analisa 3. Koordinasi pada tahap implentasi 4. Koordinasi pada tahap penilaian Pada setiap tahapan tersebut pihak dinas pendidikan sebagai salah satu penyedia layanan hendaknya melibatkan banyak pihak dalam berkoordinasi, baik koordinasi antar penyedia layanan dalam Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Dinas pendidikan yang di dalamnya meliputi sub-sub bidang: Ketenagaan, Penyusunan Program, Bidang-bidang menurut jenjang pendidikan, Satuan Pendidikan, Unit Pelaksana Tingkat Daerah (UPTD) Dinas Pendidikan, dan Kesekretariatan. Selain itu Koordinasi juga harus dilakukan antar SKPD penyedia layanan terkait dengan Pendidik dan Tenaga Kependidikan diantaranya Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) sub-bidang Sosial Budaya, Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Bagian Keuangan Daerah, Bagian Organisasi dan Tata Laksana (ORTALA) dan Sekretariat Daerah. Selain itu pelibatan dan

koordinasi juga dilakukan dengan penerima layanan dan manfaat dalam program ini diantaranya: Guru, Kepala Sekolah, Dewan Pendidikan, stakeholder pendidikan, dan Media.

Keterlibatan tersebut dapat dilakukan sesuai

proporsi dalam berbagai tahapan kegiatan. Misalnya dalam sosialisasi dan formulasi draft kebijakan sedapat mungkin melibatkan stakeholder penerima layanan untuk mendapat perspektif yang luas terkait rencana implementasi dan kebijakan program ini. Untuk kegiatan analisa data dapat melibatkan BKD,

UPTD dan bagian ORTALA yang mempunyai basis data bervariasi terkait pendidik dan kependidikan.

Peran MSF dan Media