• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONVENSI JENEWA

D. Pelanggaran Hak Asasi Manusia Terhadap Tawanan Perang

4. Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran HAM

Dalam hal terjadi sengketa bersenjata, ada baiknya para pihak yang terlibat sengketa menghormati dan melaksanakan Hukum Humaniter Internasional. Apabila terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap Hukum Humaniter Internasional, maka merupakan kewajiban hukum untuk mengadili dan menghukum orang-orang yang telah melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap hukum humaniter, terutama yang telah melakukan perang.

Menurut Konvensi Jenewa, maka negara-negara penandatangan berkeewajiban untuk memriksa dan mengadili individu-individu yang diduga melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap Konvensi. Selain itu, tiap negara juga bekewajiban untuk mencari tersangka pelanggar Konvensi dan membawanya ke pengadilan untuk diadili, apapun kewarganegaraannya. Pelanggaran terhadap Konvensi merupakan kejahatan yang serius, sehingga pada tahun 1949, ketika ditandatangani, negara- negara penandatangan siap untuk mengadilinya di dalam negeri atau mengekstradisi pelakunya ke negara yang siap mengadili.

64

65

Imam Munawir Siregar : Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Pada Tawanan Perang Dalam Persfektif Hak Asasi Manusia Dan Konvensi Jenewa 1949, 2008.

USU Repository © 2009

Pasca Perang dunia II, pengadilan internasional telah digelar untuk memeriksa dan mengadili penjahat-penjahat perang dalam Perang Dunia II, yaitu Pengadilan Neumberg dan Pengadilan Topkyo. Selanjutnya pada era 1990-an, ancaman telah pula digelar Pengadilan Internasional Ad-Hoc untuk memeriksa dan mengadili pelaku- pelaku kejahatn kemanusiaan di bekas negara Yugoslavia, dengan dibentuknya

Internasional Criminal Tribunal for Yugoslavia (ICTY) dan Rwanda, International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR).

Dalam perkembangannya, setelah keluarnya The Rome Statute of International

Criminal Court (ICC) 1998, dimana salah satu kewenangan ICC adalah memeriksa

dan mengadili internasional atau sengketa bersenjata non-internasional, maka apabila terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam ICC, khususnya Pasal 8 Statuta, yang antara lain menyatakan bahwa:66

1. Pengadilan mempunyai yuridiksi berkenaan dengan kejahatan perang pada khususnya apabila dilakukan sebagai bagian dari suatu rencana atau kebijakan atau sebagai bagian dari suatu pelaksanaan secara besar-besaran dari kejahatan tersebut.

2. Untuk keperluan Statuta ini, “kejahatn perang” berarti, antara lain: a. Pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949;

b. Pelanggaran serius lain terhadap hukum dan kebiasaan yang dapat diterapkan dalam sengketa bersenjata internasional, dalam rangka hukum internasional yang ditetapkan;

c. Dalam hal suatu sengketa bukan merupakan suatu persoalan internasional, pelanggaran serius terhadap Pasal 3 common articles Konvensi Jenewa 1949;

66

Imam Munawir Siregar : Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Pada Tawanan Perang Dalam Persfektif Hak Asasi Manusia Dan Konvensi Jenewa 1949, 2008.

USU Repository © 2009

Setelah berlakunya ICC, mulai berlaku efektif 1 Juli 2002 setelah diratifikasi 60 negara terhadap pelaku-pelaku pelanggaran Konvensi Jenewa dapat diperiksa dan diadili oleh Internasional Criminal Court (Mahkamah Pidana Internasional). Hal ini terjadi, apabila negara yang bersangkutan tidak mau atau tidak mampu (unwilling &

unable) untuk mengadili pelaku-pelaku pelanggaran tersebut.

Namun di sisi lain, hukum internasional tidak ubahnya hukum rimba, dimana pihak yang kuat bisa mengatur segalanya.67

Begitu juga dengan tribunal ad hoc. Pengadilan ini sifatnya tidak permanen, hanya kasus perkasus. Sebagaimana telah disebutkan pada halaman sebelumnya, dalam kurun waktu 50 tahun terakhir ini, hanya ada dua pengadilan yang dibentuk, yakni International Criminal Tribunal for Yugoslavia (ICTY) yang didirikan pada Ini dapat dilihat dari kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pihak militer Amerika di penjara Guantanamo, Kuba dan penjara Abu Ghraib, Irak.

Tidak satupun lembaga peradilan internasional yang ada sekarang ini, bisa dijadikan pintu masuk untuk mengadili tindakan Amerika tersebut. Mahkamah Internasional (International Court of Justice), hanya mengadili kalau yang berperkara ini adalah negara. Secara tegas ini dicantumkan dalam Pasal 34 ayat 1 Statuta ICJ yang berbunyi demikian: “Only States maybe parties in cases before the court”.

Meski semua negara yang menjadi anggota PNN secara otomatis menjadi anggota ICJ, namun tidak mutlak harus tunduk pada kewenangan badan yang berdiri bersamaan dengan PBB pada tanggal 24 Oktober 1945 itu (Compulsory Jurisdiction). Negara yang bersengketa harus bersepakat menyelesaikan masalahnya lewat Mahkamah Internasional. Tanpa kesepakatan itu, Mahkamah Internasional tidak bisa ikut campur.

67

Imam Munawir Siregar : Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Pada Tawanan Perang Dalam Persfektif Hak Asasi Manusia Dan Konvensi Jenewa 1949, 2008.

USU Repository © 2009

1993 untuk kasus pembunuhan massal di negeri itu. Lalu International Criminal

Tribunal for Rwanda (ICTR), untuk kasus kejahatan kemanusiaan di Rwanda

(Afrika).

Karena harus dibentuk atas resolusi Dewan Keamanan PBB, tentu mustahil bakal mengeluarkan resolusi untuk Amerika, yang merupakan salah satu anggota tetap yang memiliki hak veto.

Pintu lainnya adalah dengan diadili di negara lain. Sesuai dengan ketentuan Konvensi Jenewa, pengadilan penjahat perang dapat dilakukan dimanapun. Hal ini pernah dilakukan Spanyol ketika mengadili diktator Cili, Agusto Pinochet pada 1996.

Hanya saja, pengadilan ini tidak mengenal pengadilan in absentia. Di mana pun pengadilan dilakukan, terdakwa harus hadir. Untuk kasus kekejaman tentara Amerika di Guantanamo dan Abu Ghraib, Presiden George W. Bush bisa saja diajukan sebagai terdakwa kejahatan perang diadili. Namun, upaya tersebut sepertinya sulit dilakukan, karena ia tidaklah mungkin bepergian ke luar negeri sendirian.

Bila mau, ditunggu sampai George W. Bush tidak lagi menjabat sebagai presiden dan menjadi warga negara biasa. Hal ini bisa dilakukan karena kejahatn internasional tidak mengenal batas waktu.

Alhasil, tidak satu pun perangkat hukum internasional yang bisa dipakai untuk menyeret Presiden Bush sebagai penjahat perang. Namun menurut Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Diponegoro, Semarang, Profesor Muladi, secara moral bisa dilakukan.68

Beredarnya gambar-gambar penyiksaan tentara Amerika kepada tawanan Irak di pemjara Abu Ghraib membuat pihak militer Amerika Serikat mengambil tindakan cepat guna menutupi aib dan malu yang ditimbulakn pasukannya.

68

Imam Munawir Siregar : Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Pada Tawanan Perang Dalam Persfektif Hak Asasi Manusia Dan Konvensi Jenewa 1949, 2008.

USU Repository © 2009

Komandan pasukan Amerika di Irak, Letnan Jenderal Riardo S. Sanchez, memerintahkan sebuah tim investigasi untuk menyelidiki sistem tahanan Angkatan Bersenjata Amerika. Ditunjuklah Mayor Jenderal Antonio M. Taguba untuk memimpin tim investigasi. Hasil penyilidikan setebal 53 halaman yang ditulisnya pun bercerita banyak. Berbekal dari laporan Taguba itulah, tujuh orang serdadu diamankan dan dijadikan tersangka.

Dalam laporannya, Taguba juga merekomendasikan agar sejumlah perwira tinggi diberhentikan dan diajukan ke Mahkamah Militer, antara lain Kolonel Thomas Pappas (komandan salah satu Brigade Interogasi Militer), dan letnan Kolonel Steven Jordan (mantan Direktur Pusat Interogasi Militer).69

Setelah melalui serangkaian pemeriksaan dan sidang, Mahkamah Militer Amerika Serikat akhirnya dapat membuktikan bahwa Charles Graner telah bersalah

Mereka yang dijadikan tersangka ada tujuh orang, diantaranya adalah Sersan Satu Ivan L. Frederick, Sersan Sabrina Harman, Sersan Javal Davis, Prajurit Lynndie England, kopral Charles Grenner, dan prajurit Jeremy Sivits.

Charles Graner dituduh sebagai tokoh utama penyiksaan Abu Ghraib. Graner yang menolak semua tuduhan itu menghadapi ancaman hukuman penjara selama 17 tahun. Ia adalah tentara pertama yang menghadapi pengadilan militer setelah foto penyiksaan di penjara Baghdad beredar luas ke seluruh dunia. Graner membantah telah melakukan penyiksaan maupun berkonspirasi untuk melakukan penyiksaan. Pengadilan militer sendiri dilakukan disebuah markas militer Fort Hood, Texas, Amerika Serikat.

69

Imam Munawir Siregar : Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Pada Tawanan Perang Dalam Persfektif Hak Asasi Manusia Dan Konvensi Jenewa 1949, 2008.

USU Repository © 2009

melakukan tindakan kriminal berupa penyiksaan dan pelecehan seksual kepada para tawanan perang Irak.70

Sementara itu, para tersangka lain yang telah disebutkan pada halaman sebelumnya, mendapat hukuman yang bervariasi. Ada yang dipecat dari dinas kemiliterannya, ada pula yang dihukum penjara delapan tahun.

Ia dihukum penjara selama 10 tahun, selain itu juga diberhentikan secara tidak hormat dari kedinasannya di angkatan Bersenjata Amerika Serikat. Di muka persidangan, ia mengakui segala perbuatannya. Namun ia menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak menyesalinya perbuatannya yang tidak dapat dibenarkan secara hukum maupun norma itu.

Hanya saja, Graner juga mengatakan bahwa dirinya hanya mengikuti perintah atasan untuk membuka mulut para tawanan selama masa interogasi. Pernyataan ini bermakna bahwa ada orang-orang lain, selain para pelaku penyiksaan, yang terlibat dalam hal memberi perintah dan persetujuan metode penyiksaan kepada para tawanan perang.

71

Pada perkembangannya, tidak hanya para tentara yang menjadi pelaku aksi penyiksaan saja yang dituntut. Mantan Menteri Pertahanan Amerika Serikat Donald Rumsfeld juga menghadapi gugatan yang dilayangkan oleh 11 orang bekas tahanan Irak yang pernah mendekam di penjara Abu Ghraib dan seorang tahanan Arab Saudi yang pernah menghuni penjara Guantanamo.72

Setelah mengundurkan diri dari jabatannya, ia kini menghadapi dakwaan melakukan pelanggaran HAM. Dakwaan dimaksud ditangani oleh kejaksaan di kota

70 www.analisadaily.com/2005/Januari/18/5-2.htm. 71 Ibid. 72 www.mail-archive.com/berita@listerv.rnw.nl/msg01188.html.

Imam Munawir Siregar : Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Pada Tawanan Perang Dalam Persfektif Hak Asasi Manusia Dan Konvensi Jenewa 1949, 2008.

USU Repository © 2009

Karlsruhe, Jerman. Hukum di Jerman memang memungkinkan setiap kejahatan yang dilakukan di luar negeri dapat diproses di Jerman.

Para penggugat di atas bergabung dengan suatu kelompok pengacara Jerman yang berpusat di Amerika bernama Pusat Keadilan Konstitusional beserta dengan Federasi Hak-Hak Asasi Manuisa Internasional pimpinan Antoine Berdard.

Ini merupakan gugatan kedua terhadap Donald Rumsfeld, setelah gugatan terdahulu, tidak diproses. Kali ini para penggugat yakin akan berhasil. Ini didukung dengan adanya bukti-bukti dan kesaksian baru yang lebih lengkap disertakan dalam berkas gugatan

Sementara itu untuk menjawab kritikan dari seluruh dunia, sejak bulan Agustus 2004, Amerika telah membebaskan lebih dari 1.000 orang tahanan dari penjara Abu Ghraib.73

Dalam perkembangan terkini, penjara Abu Ghraib akan ditutup dalam beberapa bulan mendatang. Amerika Serikat akan menyerahkannya kepada pemerintah Irak. Penghuninya sekitar 4.500 tahanan bakal menempati kompleks bari di Camp Cropper yang berlokasi di dekat bandara militer Baghdad. Di tempat itu pula Almarhum Saddam Hussein bersama 100 pengikutnya pernah ditahan dengan pengawasan ekstra ketat.74

73

namun para kritis berpendapat, citra Amerika Serikat tidak akan berubah dengan ditutupnya penjara Abu Ghraib. Keputusan penutupan penjara diambil dengan maksud Amerika dapat mendekati pihak Suni untuk berkoalisi dengan golongan Syiah yang sekarang duduk di pemerintahan peralihan di Irak setelah jatuhnya rezim Saddam Hussein. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya perang saudara di Irak.

74

Imam Munawir Siregar : Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Pada Tawanan Perang Dalam Persfektif Hak Asasi Manusia Dan Konvensi Jenewa 1949, 2008.

USU Repository © 2009

Meskipun aksi penyiksaan terhadap tahanan perang yang dilakukan Amerika Serikat menimbulkan protes luas dari berbagai penjuru dunia, namun Amerika hingga kini masih terus melanjutkan metode penyiksaan terhadap para tahanannya. Amerika hanya berusaha melemparkan kesalahan kepada beberapa prajurit rendah dan memasukkan mereka ke dalam penjara. Namun demikian, kekejian yang dilakukan Amerika tersebut tidak mungkin terus menerus ditutupi. Semakin hari dunia semakin mengenali wajah asli Amerika di balik topeng demokrasi dan kebebasan.

BAB V