• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN UMUM MENGENAI HAK ASASI MANUSIA

B. Teori-Teori Hak asasi Manusia

Semua hak-hak ini, setelah perang Dunia II dijadikan dasar pemikiran untuk melahirkan rumusan HAM yang bersifat universal, yang kemudian dikenal dengan

The Universal Declaration of Human rights yang dirumuskan, dan dideklarasikan

oleh PBB pada tahun 1948.

Hak asasi manusia pada mulanya adalah produk mazhab hukum kodrati. Deklarasi Kemerdekaan Amerika dan Deklarasi Hak-Hak Asasi manusia dan Warganegara Perancis, keduanya bermula dari teori hak-hak kodrati.

16

Imam Munawir Siregar : Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Pada Tawanan Perang Dalam Persfektif Hak Asasi Manusia Dan Konvensi Jenewa 1949, 2008.

USU Repository © 2009

Ajaran hukum kodrati dapat dirunut kembali ke zaman kuno, dapat dikatakan bahwa mazhab modern hukum kodrati muncul dalam abad pertengahan bersamaan dengan tulisan para filsuf pertama Kristiani, diantaranya yang terkemuka adalah Santo Thomas Aquinas. Pandangan Thomistik mengenai hukum kodrati mempostulatkan bahwa hukum kodrati ini merupakan bagian dari hukum Tuhan yang sempurna yang dapat diketahui melalui penggunaan nalar manusia. Sebagian isi filsafat hukum kodrati yang terdahulu adalag ide bahwa posisi masing-masing orang dalam kehidupan ditentukan oleh Tuhan, tetapi semua orang apapun statusnta tunduk pada otoritas Tuhan. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa bukan hanya kekuasaan raja yang dibatasi oleh aturan-aturan ilahiah, tetapi juga bahwa semua manusia dianugrahi identitas individual yang unik, yang terpisah dari negara. Aspek hukum kodrati terakhir ini dapat dipandang sebagai mengandung benih ide hak kodrati yang menyatakan bahwa stiap orang adalah individu yang otonom.

Landasan hukum kodrati yang terdahulu sepenuhnya teostik, artinya supaya korehen hukum ini mensyaratkan adanya iman pada Tuhan, tetapi tahapan selanjutnya dalam perkembangan hukum kodrati adalah memutuskan asal usulnya yang teistik dan membuatnya menjadi suatu produk pemikiran sekuler yang rasional dan bijak. Tugas ini dilaksanakan oleh Hugo de Groot, seorang ahli hukum Belanda, yang umumnya dikenal dengan nama latin Grotius, dan diakui sebagai “bapak hukum internasional”. Dalam risalahnya, De Jure Belli on Facis, grotius beargumentasi bahwa wksestensi hukum kodrati, yang merupakan landasan semua hukum positif atau hukum tertulis, dapat dirasionalkan si atas landasan yang non empiris dengan menelaah aksioma ilmu ukur. Pendekatan sistematis semacam itu terhadap permasalahn hukum menunjukkan bahwa semua ketentuan dapat diketahui dengan menggunakan “nalar yang benar” dan kesahihannya tidak bergantung pada Tuhan.

Imam Munawir Siregar : Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Pada Tawanan Perang Dalam Persfektif Hak Asasi Manusia Dan Konvensi Jenewa 1949, 2008.

USU Repository © 2009

Pendekatan rasional sekuler terhadap hukum ini menarik bagi kaum terpelajar pasca- Renaisans, dan dengan menggunakan “nalar yang benar” model Grotius ini dapat kita pahami perkembangan teori hak kodrati atau hak individu.17

Locke menggunakan teori kontak sosialnya utnukmenjelaskan dan membela Revolusi Gemilang Inggris tahun 1688. Dengan melanggar hak-hak kodrati kawulanya, raja James II telah kehilangan haknya untuk memerintah dan telah menghabsahkan perubahan pemerintahan yang terjadi sebagai akibatnya. Dari sudut pandang hak kodrati model Locke, dua hal tampak jelas. Pertama, individu adalah makhluk otonom yang mampu melakukan pilihan dan, kedua, keabsahan pemerintah tidak hanya bergantung pada kehendak rakyat, tetapi juga pada kemauan dan kemampuan pemerintah untuk melindungi hak-hak kondrati individu itu. Sementara

Sepanjang abad ke-17, pandangan hukum kodrati model Grotius terus disempurnakan dan pada akhirnya berubah menjadi teori hak kodrati. Melalui teori ini, hak-hak individu yang subjektif diakui. Yang terkemuka diantara para pendukung doktrin hak kodrati adalah John Locke. Locke beragumen bahwa semua individu dikaruniai oleh alam, hak yang inheren atas kehidupan, kebebasan dan harta, yang merupakan milik mereka sendiri dan tidak dapat dipindahkan atau dicabut oleh negara. Tetapi Locke juga mempostulatkan bahwa untuk menghindari ketidakpastian hidup dalam alam mini, umat manusia telah mengambil bagian dalam suatu kontral sosial atau ikatan sukarela, yang dengan itu penggunaan hak mereka yang tidak dapat dicabut itu diserahkan kepada penguasa negara.Apabila penguasa negara memutuskan kontral sosial itu dengan melanggar hak-hak kodrati individu, para kawula negara itu bebas untuk menyingkirkan sang penguasa dan menggantikannya dengan suatu pemerintah yang bersedia menghormati hak-hak itu.

17

Imam Munawir Siregar : Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Pada Tawanan Perang Dalam Persfektif Hak Asasi Manusia Dan Konvensi Jenewa 1949, 2008.

USU Repository © 2009

jelas bahwa teori hak kodrati Locke merupakan suatu bagunan ide buatan yanhg dirancang untuk menjelaskan hakikat manusia dalam masyarakat politis, namun teori iru sangat berpengaruh terhadap pemikiran politik pada abad ke-17 dan ke-18. Baik bahasa revolusi Amerika maupun revolusi Perancis, dan tulisan-tulisan filsuf Perancis Jean-Jacques Rousseau serat filsuf modern jerman Immanuel Kant, memperlihatkan silsilah filosofis dari hukum kodrati dan hak kodrati.18

Kant mengembangkan gagasannya dari suatu apresiasi yang lebih umum terhadap tradisi hukum kodrati dan hak kodrati yang non-empiris. Dasar teori Kant adalh printah kategoris, ayitu kebijakan moral yang mutlak yang dapat diidentifikasikan dalam pelaksanaan kehendak baik oleh semua individu yang rasional. Menurut teori Kant, perintah kategoris ini bekerja pada tiga tingkatan. Pertama, perintah kategoris ini merinci tindakan-tindakan universal yang merupakan kewajiban semua individu. Kedua, perintah kategoris meyediakan kaidah-kaidah yang Walaupun mengikuti arah utama teori kontrak sosial Locke, Rousseau, menyatakan bahwa hukum kodrati tidak menciptakan hak-hak kodrati individu, melainkan menganugerahi kedaulatan yang tidak bisa dicabut pada para warganegara sebagai satu kesatuan. Jadi, setiap hak yang diturunkan dari hukum kodrati akan ada pada rakyat sebagai kolektivitas dan dapat diidentifikasi dengan mengacu pada “kehendak umum”. Jelas bahwa kehendak umum bukanlah suatu kualitas mutlak dan dapat berubah sendiri atau diubah bentuknya oleh seorang pemimpin yang persuasive. Oleh karena itu, meskipun teori Rosseau diturunkan dari ajaran hukum kodrati, teori ini jelas dapat digunakan untuk membenarkan demagogi dan totaliterisme. Tentu saja, orang dapat merargumentasu bahwa Teori Revolusi Prancis mungkin bisa ditelusuri pada penyimpangan terhadap tesis “kehendak umum” itu.

18

Imam Munawir Siregar : Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Pada Tawanan Perang Dalam Persfektif Hak Asasi Manusia Dan Konvensi Jenewa 1949, 2008.

USU Repository © 2009

sistematis untuk menetapkan kewajiban-kewajiban ini. Ketiga, perintah kategoris ini merinci hubungan antara kebebasan dan kewajiban. Tetapi, yang mendasari perintah kategoris itu adalah ide bahwa individu berkewajiban mengembangkan kapasitas rasional mereka dan menggunakannya untuk membantu perkembangan kebahagiaan yang lain. Perintah kategoris ini mempunyai suatu padanan berupa suatu sistem hak meskipun pada dasarnya perintah ini berlandaskan pada kewajiban. Tetapi, berbeda dari tradisi hukum kodrati yang lama, hak-hak semacam itu tidak ditentukan terlebih dahulu, melainkan mengalir sari konsekuensi-konsekuensi sistem modal Kant yang berlandaskan pada kewajiban. Kant mempostulatkan bahwa dalam masyarakat rasional yang menentukan nasib mereka sendiri, kebebasan atau hak akan muncul sebagai konsekuensi dari penerapan perintah kategoris itu. Oleh karenanya, hak semacam itu dapat dideskripsikan sebagai akibat dan non relasi, artinya eksestendi atau nilai hak-hak ini tidak saling bergantung satu sama lain. Karena sifat non relasi inilaj, teori Kant tentang hak sangat sukar diterapkan pada situasi konkret.

Sejak abad ke-19 teori halk kodrati pada umumnya tidak lagi dihormati orang, meskipun ada kebangkitan kembali setelah Perang Dunia II. Kritikus utama terhadap teori kodrati adalah bahwa teori ini tidak bisa diperiksa kebenarannya secara ilmiah. Bagaiman mungkin mengetahui darimana asal hak-hak kodrati itu, apa sajakah hak itu dan apa isinya? Para kritikus menunjuk pada struktus nilai atau moral yang a priori dan pengandaian-pengandaian yang diturunkan dari prefensi pribadi berbagai teoritikus itu dan menyatakan bahwa hak-hak kodrati tidak mungkin ada secara objektif. Seperti dikatakan oleh Jeremy Bentham, seorang filsuf utilitarian Inggris, “bagi saya, hak merupakan anak hukum, dari hukum riil lahir hak riil, tetapi dari

Imam Munawir Siregar : Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Pada Tawanan Perang Dalam Persfektif Hak Asasi Manusia Dan Konvensi Jenewa 1949, 2008.

USU Repository © 2009

hukum imajiner, dari hukum kodrati dan tidak bisa dicabut adalah omong kosong retorik, omong kosong yang dijunjung tinggi.19