PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU DALAM KASUS ADELIN LIS
B. Penegakan Hukum Pidana dalam Kasus ADELIN LIS
Berdasarkan pertimbangan hukum dalam putusan PN. Sibolga terhadap para terdakwa diatas, yakni: Drs. M. TOHIR dan NIRWAN RANGKUTI,SH dijadikan pula sebagai “pintu masuk” atau (entry point) untuk melakukan penegakan hukum pidana di Hulu, yakni terhadap Terdakwa ADELIN LIS dengan dakwaan penyalahgunaan hak/ wewenang pemanfaatan hasil hutan kayu berdasarkan izin yang
100
Yahya Harahap Ibid hal 864
101
Yahya Harahap Ibid hal 869
102
sama, yakni dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 805/Kpts-IV/1999, tanggal 30 September 1999 sejak tahun 200 s/d tanggal 23 Januari 2006.
1. Penyidikan
Dalam berkas penyidikan an. tersangka ADELIN LIS, penyidik mempersangkakan beberapa ketentuan tindak pidana, yakni:
a. Tindak pidana korupsi pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 dan pasal 13 UU. No. 31 Tahun 1999 yang diperbaharui dengan UU No. 20 Tahun 2001, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” dan “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” dan “setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut”.
b. Tindak pidana Kehutanan pasal 50 ayat (2) ayat (3) huruf e, h yo pasal 78 ayat (1) (5) (7) UU No 41 tahun 1999, tentang Kehutanan yang
telah diubah dengan UU No. 19 tahun 2004 tentang penetapan Perpu No. 1 tahun 2004, tentang perubahan atas UU No. 41 tahun 1999, tentang kehutanan menjadi UU.
“Setiap orang yang diberikan izin, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan” dan “setiap orang dilarang menebang pohon tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang” dan “ setiap orang dilarang mengangkut, memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan SKSHH”.
c. Tindak pidana pencucian uang pasal 3 ayat (1) huruf a,b,c Undang-undang No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003.
Penyidik juga mempersangkakan tindak pidana pencucian uang yang didasarkan pada tindak pidana korupsi dan tindak pidana kehutanan sebagai tindak pidana asal (predicate crime, predicate offense,) atau pidana utama (core crime).103
103
Yenti Garnasih, “Materi & Kumpulan Makalah Dalam Pelatihan Penerapan UU Anti Pencucian Uang Untuk Memberantas Kegiatan Illegal Logging di Wilayah Sumatera Utara”, tanggal 10 Januari s/d 11 Januari 2005 hal 3 dan 5.
Strategi penyidik untuk menerapkan tindak pidana pencucian uang kaitannya dengan pemberantasan tindak pidana korupsi tentu harus diapresiasi karena bertujuan untuk mengejar asset hasil kejahatan (follow the money), mengembalikan kerugian (asset recovery) dan mengejar pelaku (follow the suspeck) dan sekaligus untuk
mencegah kejahatan lanjutan (follow up crime).104 Penyidik menerapkan teori “perbarengan peraturan (concursus idealis atau Eendaadse Samenloop)”105
d. Tindak pidana: “menyuruh menempatkan keterangan palsu kedalam sesuatu akte autentik tentang sesuatu kejadian yang sebenarnya harus dinyatakan oleh akte itu, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan akte itu seolah-olah keterangannya itu
sehingga menjadikan tindak pidana korupsi, tindak pidana kehutanan dengan tindak pidana pencucian uang dalam satu berkas perkara terhadap terdakwa ADELIN LIS. Konsep penyidik tidak disetujui JPU yang dituangkan dalam petunjuknya (P.19) antara lain: “agar penyidik memisahkan (mendisplitsing) berkas perkara tersendiri untuk tindak pidana korupsi dan tindak pidana kehutanan dan satu berkas lagi atas tindak pidana pencucian uang”. Petunjuk JPU tersebut dilaksanakan oleh penyidik, sehingga berkas perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana kehutanan an. ADELIN LIS diterima dan dinyatakan lengkap (P.21), sedangkan berkas perkara tindak pidana pencucian uang an. ADELIN LIS di kembalikan kepada penyidik dengan petunjuk (P.19): menunggu tindak pidana asal (tindak pidana korupsi dan tindak pidana kehutanan) divonis terbukti dan berkekuatan hukum tetap (inkracht).
104
Ibid, ha l9
105 E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, (Jakarta: Storia Grafika-2002), hal 63, Baca juga pendapat: Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2, tentang: Penafsiran Hukum Pidana, Dasar Pemidanaan, Pemberatan & Peringanan, Kejahatan Aduan, Perbarengan & Ajaran Kausalitas, , (Jakarta: Raja Grafindo Persada-2002, hal 115.
cocok dengan hal sebenarnya dan dengan sengaja menggunakan akte palsu diancam dengan pidana penjara pasal 266 ayat (1) (2) KUHP.
e. Dalam mempersangkakan tindak pidana korupsi, dan tindak pidana kehutanan, penyidik juga menerapkan pasal 55 (1) ke 1, ke 2 KUHP penyertaan (deelneming),106 dan pasal 64 KUHP perbarengan tindakan berlanjut.107
2. Dakwaan JPU 1. Dakwaan Kesatu
Primair Tindak Pidana Korupsi.
Dakwaan kesatu primair tindak pidana korupsi pasal 2 ayat (1) jo 18 UU PTPK, jo pasal 55 ayat (1) ke- 1KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP sebagai berikut:
“Bahwa ia terdakwa selaku Direktur Keuangan / Umum PT. KNDI dengan para saksi mahkota masing-masing selaku Direktur Utama PT. KNDI dan selaku Direktur Produksi dan Perencanaan PT. KNDI yang masing-masing diangkat dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sesuai dengan Akta Notaris Nomor 53 tanggal 10 Oktober 1994 di hadapan Djaidir, SH Notaris di Medan (masing-masing diperiksa dalam berkas perkara terpisah) serta saksi selaku Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Mandailing Natal periode tahun 2000 s/d tanggal 28 Agustus 2002 dan saksi mahkota selaku Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Mandailing Natal sejak
106 E.Y.Kanter dan S.R.Sianturi, Op.Cit, hal 338-362, yang dimaksud penyertaan (deelneming) dalam arti sempit pasal 55 KUHP. Hal ini dimaksudkan untuk membedakan pembantuan (pasal 56 KUHP), yang dipidana sebagai petindak (dader) ditentukan ada 4 (empat) golongan, yaitu: a) mereka yang melakukan suatu tindakan (mede daders); b) mereka yang menyuruh melakukan suatu tindak pidana(doen plegen); c) mereka yang turut serta melakukan suatu tindakan (medeplegen); d) mereka yang dengan sengaja menggerakkan (orang lain) untuk melakukan suatu tindakan dengan syarat-syarat yang telah ditentukan secara pasti (limitatif) (uitlokking).
107
tanggal 29 Agustus 2002 s/d Januari 2006 (diperiksa dalam berkas perkara terpisah) pada kurun waktu tahun 2000 sampai dengan Januari 2006 bertempat di kawasan hutan Sungai Singkuang - Sungai Natal Kabupaten Mandailing Natal Propinsi Sumatera Utara dan di Kantor PT. KNDI Jalan Mangkubumi No. 15 - 16 Medan, telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, perbuatan mana merupakan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut (VOORGEZETTE HANDELING).
Perbuatan terdakwa diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 UU R.I Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU R.I Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU R.I Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke - 1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Dalam dakwaan JPU terhadap unsur “secara melawan hukum” dalam pasal 2 ayat (1) UU PTPK mendalilkan bahwa PT. KNDI tidak melaksanakan kewajiban hukumnya sebagaimana ditetapkan secara tertulis dalam PP. No. 34 tahun 2002, dan PP. No. 45 tahun 2004 yang secara konkret ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 805/Kpts-IV/1999, tanggal 30 September 1999, tentang IUPHHK an. PT.KNDI.
2. Dakwaan Kedua
1). Primair Tindak Pidana Kehutanan
Bahwa ia Terdakwa dan para saksi mahkota (masing-masing diperiksa dalam berkas perkara terpisah) oleh dan atas nama badan hukum atau badan usaha PT. KNDI selaku Pengurus yakni
terdakwa selaku Direktur Keuangan / Umum PT. KNDI dengan saksi selaku Direktur Utama PT. KNDI dan saksi lain selaku Direktur Produksi dan Perencanaan PT. KNDI yang masing-masing diangkat dalam RUPS sesuai dengan Akta Notaris Nomor 53 tanggal 10 Oktober 1994 di hadapan Djaidir, SH Notaris di Medan, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama pada kurun waktu tahun 2000 sampai dengan Januari 2006 bertempat di kelompok hutan Sungai Singkuang - Sungai Natal Kabupaten Mandailing Natal Propinsi Sumatera Utara yang berdasarkan Pasal 84 (2) KUHAP Pengadilan Negeri Medan berwenang mengadili perkara ini, yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dengan sengaja melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan, perbuatan mana merupakan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut (VOORGEZETTE HANDELING).
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 50 ayat (2) Jo. Pasal 78 ayat (1), ayat (14) UU No: 41 Tahun 1999 Jo. UU Nomor : 19 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No.: 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
2). Subsidiair Tindak Pidana Kehutanan
Bahwa ia terdakwa dan saksi-saksi (masing-masing diperiksa dalam berkas perkara terpisah) oleh dan atas nama badan hukum atau badan usaha PT. KNDI selaku Pengurus.. dst, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama pada kurun waktu tanggal 1 Oktober 2001 sampai dengan tanggal 23 Januari 2006 atau setidak - tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2001 sampai dengan 2006 bertempat di kelompok hutan Sungai Singkuang - Sungai Natal Kabupaten Mandailing Natal Propinsi Sumatera Utara dengan sengaja menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari Pejabat yang berwenang, perbuatan mana merupakan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut (VOORGEZETTE HANDELING).
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 50 ayat (3) huruf e Jo. Pasal 78 ayat (5), ayat (14) UU Nomor : 41 Tahun 1999 Jo. UU Nomor : 19 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU Nomor : 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
3). Lebih Subsidiair Tindak Pidana Kehutanan:
Bahwa ia terdakwa dan saksi-saksi ..., dst.. (masing-masing diperiksa dalam berkas perkara terpisah) oleh dan atas nama badan hukum atau badan usaha PT. KNDIselaku pengurus ... dst baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama pada kurun waktu tahun 2000 sampai dengan Januari 2006 atau bertempat di kelompok hutan Sungai Singkuang - Sungai Natal Kabupaten Mandailing Natal Propinsi Sumatera Utara dengan sengaja mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan, perbuatan mana merupakan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut (VOORGEZETTE HANDELING).
Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dengan Pasal 50 ayat (3) huruf h Jo. Pasal 78 ayat (7), ayat (14) UU Nomor : 41 Tahun 1999 Jo. UU Nomor: 19 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU Nomor : 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Jo. Pasal 42 PP No. 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
4). Lebih Subsidiair Lagi Tindak Pidana Kehutanan:
Bahwa ia terdakwa dan saksi..., dst.. baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama pada kurun waktu tanggal 1 Oktober 2001 sampai dengan tanggal 23 Januari 2006 atau setidak - tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2001 sampai dengan 2006 bertempat di kelompok hutan Sungai Singkuang - Sungai Natal Kabupaten Mandailing Natal Propinsi Sumatera Utara menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah, perbuatan mana merupakan beberapa perbuatan yang ada
hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut (VOORGEZETTE HANDELING).
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 50 ayat (3) huruf f Jo. Pasal 78 ayat (5), ayat (14) UU Nomor : 41 Tahun 1999 Jo. UU Nomor : 19 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU Nomor : 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Memohon agar Ketua Mahkamah Agung RI memutuskan: “untuk menjatuhkan pidana terhadap terdakwa ADELIN LIS dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah terdakwa tetap ditahan dan denda Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) subsidair 6 (enam) bulan kurungan dan membayar uang pengganti secara tanggung renteng dengan Ir. OSCAR SIPAYUNG dan Ir. WASHINTON PANE, Msc, Ir. BUDI ISMOYO dan Ir. SUCIPTO LUMBAN TOBING sebesar Rp 119.802.393.040,00
(seratus sembilan belas milyar delapan ratus dua juta tiga ratus sembilan puluh tiga ribu empat puluh rupiah) dan US$ 2.938.556,24
(dua juta sembilan ratus tiga puluh delapan ribu lima ratus lima puluh enam koma dua puluh empat US dollar)”.
Memohon barang bukti pada nomor 1. 1 s/d nomor 21 alat-alat kejahatan berupa alat-alat-alat-alat berat dan alat-alat-alat-alat pemotong kayu dan barang bukti pada nomor 2. 1 s/d 4 berupa hasil hutan kayu ribuan meter kubik dijadikan barang bukti terhadap terdakwa IR. WASHINGTON PANE Msc.
3. Putusan PN. Medan dan Putusan MARI
Pertimbangan hukum dalam putusan judex facti Nomor 2240/Pid.B/2007/ PN.Mdn. Tanggal 5 November 2007 pada hal 309-318, menyatakan bahwa pengertian unsur “secara melawan hukum” dalam penjelasan pasal 2 ayat (1) UU PTPK yang semula meliputi perbuatan melawan hukum dalam arti materil, namun kemudian mengalami pergeseran berdasarkan Putusan Mahkamah
Konstitusi No.003/PUU-IV/2006, tanggal 25 Juli 2006, “bahwa yang dimaksud dengan melawan hukum harus ditafsirkan hanya perbuatan melawan hukum formil saja dalam arti harus ada ketentuan perundang-undangan (maksudnya hukum tertulis) yang dilanggar dan perbuatan tersebut dinyatakan sebagai tindak pidana” dan “bila seandainya terjadi pelanggaran atas hal ini, maka hal tersebut merupakan pelanggaran administratif sesuai dengan ketentuan di dalam PP. No. 34 tahun 2002. Oleh karenanya judex facti membebaskan terdakwa ADELIN LIS dari segala dakwaan/ vrijpraak.
Akan tetapi dalam pertimbangan hukum pada putusan MARI No. 68.K/PID.SUS/2008, tanggal 31 Juli 2008 tentang “perbuatan melawan hukum” menyatakan: “pengertian perbuatan melawan hukum sejak yurisprudensi perkara Lindenbaum Cohen tahun 1919 sudah diperluas antara lain: “bertentangan dengan kewajiban hukum sipelaku; melanggar hak subjektif orang lain; bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat atau terhadap harta benda orang lain”. Lengkapnya sebagai berikut:
“bahwa ternyata judex facti keliru dalam menilai unsur secara melawan hukum, karena sejak yurisprudensi perkara Lindenbaum Cohen tahun 1919, pengertian perbuatan melawan hukum sudah diperluas sehingga meliputi :1). Bertentangan dengan kewajiban hukum sipelaku; 2). Melanggar hak subyektif orang lain; 3). Melanggar kaidah tata susila; atau 4). Bertentangan dengan azas kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat atau terhadap harta benda orang lain; bahwa “pelanggaran hukum administrasi negara” termasuk dalam kwalifikasi
bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, yang merupakan salah satu kriteria suatu perbuatan melawan hukum”.
“Yurisprudensi ini dalam putusannya mempergunakan kata-kata “ataukah”...”atau” dengan demikian untuk adanya suatu perbuatan melanggar hukum tidak disyaratkan adanya keempat hal di atas secara kumulatif. Dengan dipenuhinya salah satu, secara alternatif, telah terpenuhi pula syarat untuk suatu perbuatan melanggar hukum” sehingga dengan demikian perbuatan terdakwa telah memenuhi seluruh unsur dakwaan kesatu primair dan dakwaan kedua primair Jaksa Penuntut Umum, dan karenanya terdakwalah harus dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Korupsi secara bersama-sama dan berlanjut, dan tindak pidana kehutanan secara bersama-sama dan berlanjut.”
Dalam putusan MARI No. 68 tahun 2008 pada hal 303 menyatakan sebagai berikut: “mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi: Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Medan; Membatalkan putusan PN. Medan Nomor 2240/Pid.B/2007/ PN.Mdn. Tanggal 5 November 2007; Mengadili sendiri:
“Menyatakan Terdakwa ADELIN LIS telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Korupsi” secara bersama-sama dan berlanjut, dan tindak pidana kehutanan secara bersama-sama dan berlanjut;
Menghukum Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) tahun dan membayar denda sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) Subsidair 6 (enam) bulan kurungan; Menghukum pula Terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp.119.802.393.040,- (seratus sembilan belas milyar delapan ratus dua juta tiga ratus sembilan puluh tiga ribu empat puluh rupiah) dan US$ 2.938.556,24 (dua juta sembilan ratus tiga puluh delapan ribu lima ratus lima puluh enam koma dua puluh empat US Dollar) dengan ketentuan apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan Terdakwa tidak dapat melunasi uang pengganti tersebut maka hartanya disita dan apabila hartanya tidak cukup maka diganti dengan hukuman penjara selama 5 (lima) tahun.”
“Menyatakan barang bukti tersebut nomor 1. 1 s/d 13 berupa alat-alat kejahatan berupa alat-alat berat dan alat-alat pemotong kayu dan berupa hasil hutan kayu ribuan meter kubik dirampas untuk negara.”
4. Analisa Hukum
Teori Lawrence M.Friedman,108
Substansi hukum tidak hanya menyangkut peraturan perundang-undangan yang terdapat dalam kitap-kitab hukum (law in books),
tentang sistem hukum, memandang hukum sebagai suatu sistem yang terdiri dari sub-sistem, yakni substansi hukum, struktur hukum dan kultur hokum. Teori tersebut akan digunakan sebagai pisau analisis dalam menganalisa penegakan hukum pidana terhadap kasus a quo, in ca’su putusan judex facti Nomor 2240/Pid.B/2007/ PN.Mdn. Tanggal 5 November 2007 dan putusan MARI No. 68.K/PID.SUS/2008, tanggal 31 Juli 2008 terhadap dakwaan JPU dengan fakta yang terungkap dalam persidangan.
109 tetapi juga pada tataran hukum yang hidup (living law) 110
Penegakan hukum pidana terhadap Terdakwa ADELIN LIS selaku Direktur Keuangan/umum PT.KNDI didakwa dalam dakwaan kesatu Primair Tindak Pidana Korupsi pasal 2 ayat (1) jo 18 UU PTPK, jo pasal 55 ayat (1) ke- 1KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP. Ketentuan dalam pasal 2 ayat (1) UU
yakni “produk” berupa keputusan-keputusan administrasi negara yang dihasilkan oleh pejabat publik dalam lingkup sistem hukum itu, misalnya surat keputusan.
108
Lawrence M. Friedman, Loc Cit.
109
Lawrence M. Friedman. Loc. Cit.
110
PTPK yang berbunyi: “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”. Unsur-unsur dimaksud adalah sebagai berikut: (1) setiap orang; (2) secara melawan hukum; (3) memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi; (4) dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Unsur kedua sampai keempat oleh Andi Hamzah disebut sebagai bagian inti atau bestanddelen,111
a. Unsur “secara melawan hukum”
Pembuat UU PTPK tidak memberikan definisi atau penjelasan lain tentang “secara melawan hukum” dari unsur pasal 2 ayat (1) UU PTPK, karena itu masih dimungkinkan terjadinya perbedaan interpretasi dalam penerapannya.112
Pengertian melawan hukum dalam pasal 1365 KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikut: “Tiap perbuatan melawan hukum, yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang bersalah menimbulkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Dari rumusan pasal ini terdiri dari empat unsur, yakni: (a) perbuatan itu harus melawan hukum (onrechtmatige);
Multitafsir tersebut dapat dilihat dari dalil-dalil tentang secara melawan hukum dalam dakwaan JPU, pertimbangan hukum pada putusan judex facti dan pertimbangan hukum dalam putusan MARI dalam dalam kasus a quo.
111 Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada-2005) hal 120-121
112
KPHA.Tjandra Sridjaja Pradjonggo, Sifat Melawan Hukum Dalam Tindak Pidana Korupsi, (Surabaya: Indonesia Lawyer Club-2010) hal 114
(b) perbuatan itu harus menimbulkan kerugian; (c) perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan (dengan sengaja atau karena lalainya).113
Sesungguhnya sejak tahun 1890 para pengarang atau penulis hukum telah menganut paham yang luas tentang pengertian melawan hukum, akan tetapi dalam praktek penegakan hukum di Pengadilan dalam kurun waktu tahun 1905-1910 ada yurisprudensi sebagai fakta masih menganut paham yang sempit, yakni perbuatan melawan hukum itu adalah suatu perbuatan yang melanggar hak orang lain atau perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya yang berdasarkan undang-undang (wet). Perbuatan melawan hukum meliputi perbuatan positif (Belanda: daad) pasal 1365 KUHPerdata, dan perbuatan negatif yakni orang yang tidak berbuat (Belanda: nalatigheid/ karena lalainya) atau (Belanda: onvoorzigtigheid/ kurang hati-hati).
114
Yurisprudensi dalam putusan Mahkamah Agung tanggal 3 Januari 1905, pengertian melawan hukum diartikan secara sempit, yakni harus diartikan “suatu perbuatan yang melanggar hak orang lain atau jika orang berbuat bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri”, dimana hak dan kewajiban hukum itu lahir hanya berdasarkan undang-undang (wet) saja,115 dan putusan Mahkamah Agung tanggal 10 Juni 1910.116
113
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan,(Bandung: Alumni-1982) hal 142
114
Abdulkadir Muhammad Ibid hal 143
115
Ibid hal 144 dalam kasus “Merek”: Seorang pemilik toko yang tidak menjual mesin jahit merek Singer menempelkan tulisan pada kaca tokonya “Perusahaan mesin jahit SINGER yang sudah diperbaiki”. Kata-kata yang betul ditulis dengan huruf kecil, sedangkan kata yang menimbulkan kesan tidak palsu ditulis dengan huruf besar (kata SINGER). Hal ini digugat oleh agen Singer berdasarkan
Akan tetapi sejak putusan MA Belanda (Hoge Raad) tanggal 31 Januari 1919 yang terkenal dengan nama: “Lindenbaum-Cohen Arrest”, pengertian melawan hukum menganut paham dalam arti luas, yakni: “berbuat atau tidak berbuat yang melanggar hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukum orang yang berbuat itu, atau bertentangan dengan kesusilaan atau sikap berhati-hati sebagaimana patutnya dalam lalu lintas masyarakat, terhadap diri atau barang-barang orang lain”.117
Pengertian “secara melawan hukum” di Belanda:
“Yurisprudensi.Teori perbuatan melawan hukum formil yang diperluas berdasarkan yurisprudensi perkara Cohen lawan Lindenbaum.
Lindenbaum menggugat Cohen berdasarakn pelanggaran Pasal 1401 B.W.Belanda atau Pasal 1365 B.W.,Hindia Belanda. Pengadilan tingkat pertama menolak gugatan Lindenbaum dengan alasan pasal 1401 B.W., itu tidak melarang seseorang memberikan uang atau janji kepada orang lain, sehingga tidak ada pelanggaran hak seseorang. Berdasarkan Putusan
Hoge Raad atau Mahkamah Agung Belanda pada tanggal 31 Januari 1919 yang membatalkan putusan pengadilan tingkat pertama itu dan langsung memperluas pengertian perbuatan melawan hukum secara materiil yang meliputi perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku. Menurut Hoge Raad, apabila peradilan hanya berpatokan pada pasal 1401 B.W., maka perbuatan Cohen yang tidak patut atau tercela itu tidak terjangkau oleh undang-undang.
tersebut dalam kasasi dengan pertimbangan “tidak ada kewajiban undang-undang” bagi pemilik toko tentang hal itu.