• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I: PENDAHULUAN

G. Penelitian Terdahulu

19

dalam penafsiran al-Qur’ān ini digunakan oleh Ibn ‘Āshūr (1879-1973 M) dalam menyampaikan pesan teks al-Qur’ān yang digabung dengan permasalahan-permasalahan ilmiah dalam karyanya Tafsīr al-Tah}rīr wa al-Tanwīr. Metode eklektik ini juga digunakan oleh Marāghī dalam menafsirkan ayat-ayat Qur’ān, di mana ia menggabungkan antara ilmu pengetahuan, filsafat, dan al-Qur’ān (ra’yuh fī al-tawfīq bayn al-‘ilm wa al-falsafah, wa bayn al-al-Qur’ān).37

Dengan kerangka teori ini, penelitian tentang eklektisisme al-Ibrīz karya Bisri Musthofa bermaksud ingin mengungkap adanya kombinasi dan kompromisasi pesan teks yang disampaikan ayat-ayat al-Qur’ān dengan nilai-nilai budaya yang ditulis dengan keindahan bahasa Jawa, yaitu menggabungkan pesan teks ayat-ayat al-Qur’ān dengan budaya bahasa Jawa.

G. Penelitian Terdahulu

Sebagaimana lazimnya penulisan ilmiah, diperlukan adanya kajian pustaka untuk menjelajahi artikel, skripsi, tesis, disertasi, dan buku-buku yang mengkaji eklektisisme tafsir Indonesia, khususnya terkait al-Ibrīz karya Bisri Musthofa. Sepanjang penelusuran yang dilakukan penulis, sampai saat ini masih belum ditemukan satu karya yang membahas secara khusus aspek eklektisisme al-Ibrīz karya Bisri Musthofa, meskipun banyak ditemukan penelitian tentang al-Ibrīz karya Bisri Musthofa.

37Mus}t}afā al-Marāghī dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’ān menggunakan metode tawfīqī dengan menggabungkan antara ilmu, filsafat, dan teks Qur’ān. Lihat Mus}t}afā Muh}ammad al-H{adīdī al-T{ayr, Ittijāhāt al-Tafsīr fī al-‘As}r al-H{adīth (Kairo: Majma‘ al-Buh}ūth al-Islāmīyah,

20

Kajian tafsir Indonesia telah mengalami perkembangan signifikan. Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan baik oleh sarjana Indonesia maupun luar Indonesia. Dari sejumlah penelitian yang ada, penulis belum menemukan suatu kajian yang membahas secara khusus tentang aspek eklektisisme al-Ibrīz karya Bisri Musthofa secara utuh dan komprehensif.Oleh karena itu,untuk menemukan signifikansi dan orisinalitas penelitian ini, diperlukan penjelasan terhadap kajian-kajian tafsir di Indonesia sebelumnya secara umum, maupun al-Ibrīz secara khusus.

Anthony Hearle Johns, misalnya menulis artikel berjudul Qur’anic

Exegesis in the Malay World: in Search of a Profile.38 Penelitian Johns ini mengungkap sejarah awal kajian tafsir di Indonesia dengan memberikan profil beberapa karya tafsir di Indonesia yang menjadi objek penelitiannya. Objek penelitiannya, misalnya tafsir yang diindikasikan ditulis Hamzah al-Fansuri (w. 1590 M), Tarjumān Mustafīd karya Abd al-Rauf al-Singkeli (1615-1693 M),

Marah} Labīd karya Nawawi al-Bantani (1813-1897 M), Tarjamat al-Qur’an karya Mahmud Yunus (1899-1982 M), al-Qur’an al-Karim Bacaan Mulya karya H.B. Jassin (1917-2000 M), Tafsir al-Qur’an al-Madjid al-Nuur karya M. Hasbi ash-Shiddiqie (1904-1975 M), dan Tafsir al-Azhar karya Hamka (1908-1981 M). Penelitian ini sama sekali tidak mengekplorasi eklektisisme penafsiran Bisri Musthofa yang terimplementasi dalam Ibrīz li Ma‘rifat Tafsīr Qur’ān

al-‘Az}īm.

38 A.H. Johns, “Qur’anic Exegesis in the Malay World: ins Search of a Profile,” dalam Andrew Rippin (ed.), Appoaches to the History of the Interpretations of the Qur’an (Oxford: Oxford University Press, 1998).

21

R. Michael Feener dalam Notes Towards the History of Qur’anic Exegesis

in Southeast Asia.39 Feener memfokuskan penelitiannya pada proses perkembangan sistematika dan metode tafsir yang digunakan mulai dari abad ke-17 hingga abad ke-20. Feener berkesimpulan bahwa perkembangan tafsir di Indonesia yang cepat baru terjadi pada abad ke-20. Meski penelitian Feener juga menyinggung al-Ibrīz karya Bisri Musthofa, namun hanya dieksplorasi dalam satu paragrap. Di sini Feener hanya menjelaskan bahwa al-Ibrīz merupakan satu-satunya karya tafsir di Jawa yang ditulis menggunakan bahasa Jawa dalam aksara Pegon. Feener sama sekali tidak menggambarkan metode eklektisisme al-Ibrīz.

Penelitian selanjutnya dilakukan Howard M. Federspiel dengan judul

Popular Indonesian Literatur of the Qur’an (Kajian al-Qur’an di Indonesia: dari

Mahmud Yunus hingga M. Quraish Shihab).40 Federspiel mengkaji 60 literatur yang berhubungan dengan kajian al-Qur’ān di Indonesia. Orientasi penelitian Federspiel sebatas menjelaskan perkembangan keislaman abad ke-20 di Indonesia melalui karya tafsir. Federspiel berkesimpulan bahwa karya tafsir di Indonesia memiliki predikat baik dibandingkan karya tafsir di negara lain yang non-Arab. Secara konten, kajian ini tidak secara spesifik membahas tentang tafsir di Indonesia, sehingga beberapa hal penting dalam kajian tafsir tidak terbahas, khususnya eklektisisme al-Ibrīz.

Lebih lanjut, Yunan Yusuf dalam beberapa artikelnya juga menulis tentang tafsir di Indonesia sebagai objek kajiannya, di antaranya artikel berjudul

39 R. Michael Feener, “Notes Towards the History of Qur’anic Exegesis in Southeast Asia,” Studia

Islamika: Indonesian Journal of Islamic Studies, Vol. V, No. 3, 1998.

40 Howard M. Federspiel, Kajian al-Qur’an di Indonesia: dari Mahmud Yunus hingga Quraish

22

Perkembangan Metode Tafsir Indonesia41 dan Karekteristik Tafsir di Indonesia Abad ke-20.42 Dalam penelitian ini, Yunan mengarahkan pada tipologi tafsir Nusantara melalui tiga klasifikasi, yakni metode, sistematika penulisan, dan pendekatan. Penelitian ini menyimpulkan metode dan karakteristik sembilan kitab tafsir, yaitu Tafsir Karim Bahasa Indonesia karya Mahmud Yunus (1899-1982 M), al-Furqan Tafsir Qur’an karya A. Hasan (1887-1958 M.), Tafsir Qur’an karya H. Zainuddin Hamidy dan Fachruddin HS, al-Qur’an dan Terjemahnya karya Tim Departemen Agama RI, Tafsir Rahmat (1981 M) karya H. Oemar Bakry, Tafsir an-Nuur dan Tafsir al-Bayan karya TM. Hasbi ash-Shiddieqy (1904-1975 M), Tafsir al-Qur’an al-Karim karya H.A. Halim Hassan, H. Zainal Arifin Abbas dan Abdurrahman Haitami, dan Tafsir al-Azhar karya Hamka (1908-1981 M).

Nashruddin Baidan juga menulis buku berjudul Perkembangan Tafsir

al-Qur’an di Indonesia.43 Penelitian yang dilakukan Baidan tidak langsung pada literatur tafsir sebagai objek kajian, akan tetapi lebih pada deskripsi perkembangan tafsir al-Qur’ān di Indonesia. Kesimpulan dalam penelitian ini menghasilkan periodesasi kajian tafsir di Indonesia. Ia membagi periode kajian tafsir di Indonesia menjadi empat. Pertama, periode klasik antara abad ke-8 M. sampai abad ke-15 M. Kedua, periode tengah antara abad ke-16 M. sampai abad ke-18 M. Ketiga, periode pra-modern yakni abad ke-19 M. Keempat, periode modern Abad ke-20 M.

41 M. Yunan Yusuf, “Perkembangan Metode Tafsir di Indonesia”, Pesantren, Vol VIII, No. 1, (1991).

42 M. Yunan Yusuf, “Karakteristik Tafsir di Indonesia Abad ke-20”, Jurnal Ulumul Qur’an, Vol III, No. 4, (1992).

23

Islah Gusmian menulis buku dengan judul Khazanah Tafsir di Indonesia:

dari Ideologi hingga Hermeneutika.44 Penelitian Gusmian mengambil fokus literatur tafsir di Indonesia dari tahun 1990-2000. Gusmian memasukkan seluruh literatur kajian tafsir baik tafsir tematik ataupun tafsir dalam bentuk lain yang berada pada rentang waktu tersebut. Penelitian ini membahas karya tafsir di Indonesia dalam prespektif yang berbeda dari para sarjana sebelumnya yang digadang sebagai arah baru metodologi kajian tafsir atas tafsir al-Qur’ān. Oleh karena itu, Gusmian tidak secara spesifik mengkaji tafsir al-Ibrīz.

Penelitian lain adalah buku bunga rampai yang dieditori Majid Daneshgar, Peter G. Riddell, dan Andrew Rippin dengan judul The Qur'an in the

Malay-Indonesian World: Context and Interpretation.45 Penelitian dalam buku ini menyimpulkan bahwa penafsiran di dunia Melayu dilakukan dengan cara vernakulasi. Penelitian ini tidak secara khusus membahas tafsir di Indonesia, melainkan juga beberapa literatur tafsir di Malaysia dan Thailand, sehingga kajian mereka tidak memiliki kaitan secara khusus dengan penelitian ini.

Adapun penelitian yang secara spesifik menjadikan al-Ibrīz sebagai objek penelitiannya, di antranya dilakukan Nurul Millah dengan judul Kontribusi Tafsir

al-Ibrīz karya KH. Bisri Mustofa dalam Penguatan Wawasan dan Perilaku Keagamaan Masyarakat Muslim Lokal (Studi Kasus di Majelis Taklim Kubra Muslimat Kecamatan Prambon Kabupaten Sidoarjo).46 Penelitian ini menjelaskan

44 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir di Indonesia (Yogyakarta: Lkis, 2013).

45 Majid Daneshgar, Peter G. Riddell, dan Andrew Rippin, The Qur’an in the Malay-Indonesian

World: Context and Interpretation (Oxford: Routledge, 2016).

46 Nurul Millah, “Kontribusi Tafsir al-Ibriz karya KH. Bisri Mustofa dalam Penguatan Wawasan dan Perilaku Keagamaan Masyarakat Muslim Lokal (Studi kasus di Majelis Taklim Kubra Muslimat Kecamatan Prambon Kabupaten Sidoarjo),” (Tesis--UIN Sunan Ampel, 2013).

24

kontribusi dari pengajian al-Ibrīz yang dilakukan Majlis Taklim Kura Muslimat di Prambon Sidoarjo terhadap wawasan dan pola keagamaan jamaahnya. Millah lebih menjelaskan pada implikasi prakmatis dari pengajian al-Ibrīz tanpa lebih dalam membahas unsur-unsur eklektisisme di seputar al-Ibrīz sebagai karya tafsir. M. Ramli HS melakukan penelitian tentang Corak Pemikiran Kalam KH.

Bisri Mustafa.47 Ramli memfokuskan penelitiannya pada penafsiran Bisri Musthofa terhadap ayat-ayat tentang kalam, sehingga penelitian Ramli berbeda dengan penelitian ini, yakni tentang eklektisime dalam tafsir al-Ibrīz. Begitu juga penelitian yang dilakukan Iing Misbahuddin yang berjudul Tasfir al-Ibrīz fī

Ma‘rifah Tafsīr al-Qur’ān al-Azīz karya KH. Bisri Mustofa (Studi Metodologi dan

Pemikiran).48 Penelitian yang dilakukan Iing Misbahuddin hanya membahas tentang corak tafsir Bisri Mustofa, tanpa memberikan penjelasan tentang eklektisismenya.

Penelitian berikutnya digarap oleh Fejrian Yazdajird Iwanebel dengan judul Corak Mistis dalam Penafsiran KH. Bisri Musthofa (Telaah Analitis Tafsir

al-Ibrīz).49 Penelitian Iwanebel menekankan pada corak penafsiran Bisri Mustofa dalam tafsir al-Ibrīz, yang meliputi adabī ijtimā‘ī, mistis, dan sains. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kontek budaya yang melingkupi Bisri Musthofa membawa penafsirannya dalam kedudukan transisi keilmuan dari mistis menuju modern quasi sains.

47 M. Ramli HS, “Corak Pemikiran Kalam KH. Bisri Mustafa” (Tesis--UIN Syarif Hidayatullah, 1994).

48 Iing Misbahuddin, “Tasfir al-Ibrīz fī Ma’rifati Tafsīr al-Qur’ān al-Azīz karya KH. Bisri Mustafa (Studi Metodelogi dan Pemikiran),” (Tesis--IAIN Sunan Kalijaga, 1989).

49 Fejrian Yazdajird Iwanebel, “Corak Mistis dalam Penafsiran KH. Bisri Mustafa (Telaah Analitis Tafsir al-Ibriz),” Jurnal Rasa’il, Vol. I No. 1, (2014).

25

Ada juga artikel yang ditulis oleh Maslukhin dengan judul Kosmologi

Budaya Jawa dalam Tafsir al-Ibrīz karya KH. Bisri Musthofa.50 Penelitian ini secara spesifik mengeksplorasi pilihan bahasa Jawa yang digunakan Bisri Musthofa dalam menulis al-Ibrīz. Bagi Maslukhin, refleksi dan apresiasi terhadap bahasa lokal ini dilakukan Bisri bukan tanpa maksud, tapi bagaimana Bisri melarutkan seluruh totalitas pemikirannya sebagai orang yang besar dalam kebudayaan pesantren Jawa dengan realitas sosial pembaca tafsir al-Ibrīz sebagai penggunaan bahasa. Oleh karenanya, al-Ibrīz yang dikemas dalam bentuk

gancaran dan menggunakan bahasa ngoko akan mudah mendapatkan tempat bagi

masyarakat yang dihadapinya. Dari sini terlihat bahwa Bisri sangat paham akan fungsi penting bahasa dalam melakukan penafsiran, sebab kekuatan tafsir selain pada kandungannya adalah pada cara penyajiannya.

Penelitian terbaru terkait al-Ibrīz dilakukan oleh Mahbub Ghozali dengan judul disertasi “Modifikasi Tafsir Nusantara Perspektif Thābit wa

al-Mutah}awwil (Studi tentang Eksistensi Tradisi ke-Indonesiaan dalam Tafsir

al-Ibrīz karya Bisri Mustafa).”51 Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa tafsir al-Ibrīz mengakomodasi nilai-nilai lokalitas yang terkandung dalam masyarakat Jawa sebagai objek penyampainya. Nilai tersebut memuat tentang kaidah-kaidah dasar tentang kerukunan dan sikap hormat yang merupakan bagian dari etika masyarakat Jawa, nilai tentang konsep kerajawian tentang relasi

kawula-pangeran, dan mengakomodasi watak pemikiran masyarakat Jawa yang

50 Maslukhin, “Kosmologi Budaya Jawa dalam Tafsir al-Ibrīz karya KH. Bisri Musthofa,” dalam

Mutawatir, Vol. 5, No. 1 (2015).

51 Mahbub Ghozali, “Modifikasi Tafsir Nusantara Perspektif al-Thābit wa al-Mutah}awwil (Studi

tentang Eksistensi Tradisi ke-Indonesiaan dalam Tafsir al-Ibrīz karya Bisri Mustafa),” (Disertasi— UIN Sunan Ampel Surabaya, 2018).

26

bersifat imaginatif-proyektif. Sedangkan bentuk modifikasi dalam tafsir al-Ibrīz tercermin dalam dua poin utama, prinsip kemapanan dengan mempertahankan mayoritas penafsiran klasik dengan segala aspek yang dibawanya dengan mengeluarkan sebagian yang tidak sesuai dengan cara pandang masyarakat jawa, dan prinsip kreativitas dengan berdasarkan pada alam pikiran masyarakat lokal tanpa menghilangkan makna asal yang dituju oleh suatu ayat.

Sedangkan penelitian yang membahas eklektisisme dapat ditemukan dalam karya A. Qadri Azizy yang berjudul Eklektisisme Hukum Nasional:

Kompetisi antara Hukum Islam dan Hukum Umum yang diterbitkan oleh penerbit

Gama Media pada tahub 2002 di Yogyakarta. Buku ini memberikan konsep yang amat signifikan, serta mengarahkan jalan menuju hukum nasional yang dapat terwujud. Bagi Azizy, untuk membentuk hukum nasional secara kritis, maka harus memilih unsur-unsur dari doktrin hukum yang sudah berlaku di Indonesia. Selain itu dibutuhkan kesamaan persepsi antara para ulama sebagai pemegang otoritas hukum Islam dan para ahli hukum umum. Oleh karena itu, konsep eklektisisme hukum ini perlu dijadikan wacana nasional sehingga melahirkan kepastian hukum nasional yang yang khas Indonesia dengan mengkompromikan antara hukum Islam dan hukum umum.

Jadi, sejauh pengamatan penulis belum ada satu tulisan pun yang mambahas eklektisisme al-Ibrīz karya Bisri Musthofa secara proporsional, holistik, dan komprehensif, di mana fokus kajiannya mengkompromikan pesan suci ayat-ayat al-Qur’ān dengan nilai-nilai budaya lokal Jawa serta disampaikan dengan keunikan dan keindahan bahasa Jawa.

27

Tabel 1

Peta Hasil Penelitian Terdahulu tentang Kajian Tafsir di Indonesia

No Penulis Judul Isi

1 Anthony H. Johns

Qur’anic Exegesis in the Malay World: in Search of a Profile

Penelitian ini mengungkap sejarah awal kajian tafsir di Indonesia dengan memberikan profil

beberapa karya tafsir di Indonesia. Meski demikian, penelitian ini sama sekali tidak mengekplorasi eklektisisme penafsiran Bisri Musthofa yang terimplementasi dalam Ibrīz li Ma‘rifat

al-Tafsīr al-Qur’ān al-‘Az}īm.

2 R. Michael Feener

Notes Towards the History of Qur’anic Exegesis in

Southeast Asia

Feener memfokuskan penelitiannya pada proses perkembangan sistematika dan metode tafsir yang digunakan mulai dari abad ke-17 hingga abad ke-20. Feener berkesimpulan bahwa perkembangan tafsir di Indonesia yang cepat baru terjadi pada abad ke-20. Meski penelitian Feener menyinggung al-Ibrīz karya Bisri, namun hanya

dieksplorasi dalam satu paragrap. Di sini Feener hanya menjelaskan bahwa al-Ibrīz merupakan satu-satunya karya tafsir di Jawa yang ditulis menggunakan bahasa Jawa dalam aksara Pegon.

3 Howard M. Federspiel

Popular Indonesian Literature of the Qur’an

Federspiel mengkaji 60 literatur yang berhubungan dengan kajian al-Qur’ān di Indonesia. Orientasi Federspiel sebatas menjelaskan perkembangan Islam abad ke-20 di Indonesia melalui karya tafsir tafsir. Federspiel berkesimpulan tafsir di Indonesia memiliki predikat baik dibandingkan karya tafsir di negara lain yang non-Arab.

4 Yunan Yusuf

Perkembangan Metode Tafsir Indonesia

Penelitian ini mengarahkan pada tipologi tafsir Nusantara melalui tiga klasifikasi, yakni metode, sistematika penulisan, dan pendekatan. Penelitian ini menyimpulkan metode dan karakteristik sembilan kitab tafsir tanpa memasukkan al-Ibrīz

28

sebagai objek kajian.

5 Nashruddin Baidan

Perkembangan Tafsir al-Qur’an di Indonesia

Penelitian Baidan lebih pada deskripsi perkembangan tafsir al-Qur’ān di Indonesia. Kesimpulan penelitian ini menghasilkan periodesasi kajian tafsir di Indonesia. Ia membagi periode kajian tafsir di Indonesia menjadi empat. Pertama, periode klasik antara abad ke-8 M. sampai abad ke-15 M. Kedua, periode tengah antara abad ke-16 M. sampai abad ke-18 M. Ketiga, periode pra-modern yakni abad ke-19 M. Keempat, periode modern Abad ke-20 M 6 Islah Gusmian Khazanah Tafsir di Indonesia: dari Ideologi hingga Hermeneutika

Penelitian Gusmian mengambil fokus literatur tafsir di Indonesia dari tahun 1990-2000. Penelitian ini membahas karya tafsir di Indonesia dalam prespektif yang berbeda dari para sarjana sebelumnya yang digadang sebagai arah baru metodologi kajian tafsir atas tafsir al-Qur’ān. Oleh karena itu, Gusmian tidak secara spesifik mengkaji tafsir al-Ibrīz

7

Majid Daneshgar, Peter G. Riddell, dan Andrew Rippin

The Qur’an in the Malay-Indonesian World: Context and Interpretation

Penelitian dalam buku ini menyimpulkan bahwa penafsiran di dunia Melayu dilakukan dengan cara vernakulasi.

Penelitian ini tidak secara khusus membahas tafsir di Indonesia, melainkan juga beberapa literatur tafsir di Malaysia dan Thailand, sehingga kajian mereka tidak memiliki kaitan secara khusus dengan penelitian ini

8 Nurul Millah Kontribusi Tafsir al-Ibrīz karya KH. Bisri Mustofa dalam Penguatan Wawasan dan Perilaku Keagamaan Masyarakat Muslim Lokal (Studi Kasus di Majelis Taklim Kubra Muslimat

Penelitian ini menjelaskan kontribusi dari pengajian al-Ibrīz yang dilakukan oleh Majlis Taklim Kura Muslimat di Prambon Sidoarjo terhadap wawasan dan pola keagamaan jamaahnya. Millah lebih menjelaskan pada implikasi prakmatis dari pengajian al-Ibrīz tanpa lebih dalam membahas unsur-unsur eklektisisme di

29 Kecamatan Prambon Kabupaten Sidoarjo)

seputar al-Ibrīz sebagai karya tafsir

9 M. Ramli HS

Corak Pemikiran Kalam KH. Bisri Mustafa

Penelitian ini fokus pada penafsiran Bisri Musthofa terhadap ayat-ayat tentang kalam tanpa mengaitkan, sehingga penelitian Ramli berbeda dengan penelitian ini, yakni tentang eklektisime dalam tafsir al-Ibrīz

13 Iing Misbahuddin

Tafsir al-Ibrīz fī Ma‘rifah Tafsīr al-Qur’ān al-Azīz karya KH. Bisri Mustofa (Studi Metodologi dan Pemikiran)

Penelitian Iing Misbahuddin hanya membahas tentang corak tafsir Bisri Mustofa dan hal-hal penting yang menjadi perhatian khusus Bisri Musthofa ketika menafsirkan al-Qur’ān, tanpa memberikan penjelasan tentang eklektisismenya.

14 Fejrian Yazdajird Iwanebel

Corak Mistis dalam Penafsiran KH. Bisri Mustofa (Telaah Analitis Tafsir al-Ibrīz)

Penelitian Iwanebel menekankan pada corak penafsiran Bisri Mustofa dalam tafsir al-Ibrīz, yang meliputi adabī ijtimā‘ī, mistis, dan sains. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kontek budaya yang melingkupi Bisri Mustofa membawa penafsirannya dalam kedudukan transisi

keilmuan dari mistis menuju modern quasi sains.

15 Mahbub Ghozali Modifikasi Tafsir Nusantara Perspektif al-Thābit wa al-Mutah}awwil (Studi tentang Eksistensi Tradisi ke-Indonesiaan dalam Tafsir al-Ibrīz karya Bisri Mustafa)

Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa tafsir al-Ibrīz mengakomodasi nilai-nilai lokalitas yang terkandung dalam masyarakat Jawa sebagai objek penyampainya. Nilai tersebut memuat tentang kaidah-kaidah dasar tentang kerukunan dan sikap hormat yang merupakan bagian dari etika masyarakat Jawa, nilai tentang konsep kerajawian tentang relasi kawula-pangeran, dan mengakomodasi watak pemikiran masyarakat Jawa yang bersifat imaginatif-proyektif. Sedangkan bentuk modifikasi dalam tafsir al-Ibrīz tercermin dalam dua poin utama, prinsip kemapanan dengan

30

penafsiran klasik dengan segala aspek yang dibawanya dengan mengeluarkan sebagian yang tidak sesuai dengan cara pandang masyarakat jawa, dan prinsip kreativitas dengan berdasarkan pada alam pikiran masyarakat lokal tanpa menghilangkan makna asal yang dituju oleh suatu ayat.