• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penemuan/konstruksi konsep

PENELITIAN TINDAKAN KELASIndikator Keberhasilan

Belum Tercapai Tercapai STOP atau Pemantapan Tujuan/ Ind.Kebhsl

.

Kajian Teori dan Empiris

f. Kajian Pustaka

Pada kajian pustaka perlu diuraikan berbagai teori, temuan dan hasil penelitian lain (bila ada) yang mendukung pilihan tindakan. Uraian ini digunakan untuk menyusun kerangka berfikir, kemudian disusun hipotesis tindakan.

Contoh 10

Hipotesis Tindakan

1) Kualitas proses dan hasil belajar matematika siswa SMPN 5 Jepara dapat ditingkatkan melalui pembelajaran berbasis masalah.

2) Kesalahan Siswa SDN Panggang 02 Jepara di dalam Memahami Konsep

dapat diminimalkan Melalui Diskusi Kelompok Kecil?

g. Rencana dan Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang akan dilakukan diuraikan secara jelas. Kemukakan lokasi, waku, dan subyek penelitian. Prosedur hendaknya dirinci dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan evaluasi-refleksi, yang bersifat daur ulang atau siklus.

Banyaknya siklus diusahakan lebih dari satu siklus, dan setiap siklus lebih dari satu pertemuan.

Data dikumpulkan menggunakan instrumen yang telah dikembangkan, seperti (1)

pencil- paper test, (2) penilaian kerja guru, (3) lembar observasi: descriptive graphic rating scale dan participation chart, dan (4) jurnal sains (journal). Instrumen tidak perlu diujicobakan, tetapi cukup divalidasiexpert.

h. Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan disusun oleh guru berdasarkan refleksi awal (3-5 tahun terakhir), dan bukan berdasarpretes.

Contoh 11

a. Keaktifan siswa mengajukan pertanyaan minimal 60 % b. Interaksi antar siswa dalam bekerja kelompok minimal 70 % c. Ketepatan waktu menyelesaikan tugas minimal 90 %

d. Kemampuan siswa melakukan penyelidikan minimal 70 % e. Ketuntasan hasil belajar minimal 85 %

Daftar Pustaka

Direktorat Ketenagaan. 2006. Pelatihan Metodologi Penelitian untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran (PPKP) dan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) 17-21 April 2006 di Surabaya. Jakarta: Depdiknas

Direktorat P2TK dan KPT. 2006. Pedoman Usulan dan Laporan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) Tahun Anggaran 2007. Jakarta: Depdiknas

Direktorat P2TK dan KPT. 2006. Panduan Kegiatan Persiapan Pemberian Subsidi Kemitraan dengan LPTK/Perguruan Tinggi, 26-28 Agustus 2006 di Bogor. Jakarta: Depdiknas

Tatag Yuli Eko Siswono

Jurusan Matematika FMIPA UNESA

Abstrak

Kemampuan berpikir kreatif perlu dikembangkan karena pada standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran matematika dijelaskan perlunya kemampuan tersebut. Kenyataannya, fokus dan perhatian pada upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dalam matematika jarang atau tidak pernah dikembangkan. Kekurangan dalam memperhatikan kemampuan berpikir kreatif tidak sepenuhnya karena ketidakpedulian atau ketidakmauan guru, tetapi karena referensi strategi pembelajaran maupun tugas-tugas yang mendorong kemampuan itu belum diketahui. Untuk itu pada makalah ini akan dijelaskan bagaimana merancang tugas (masalah-masalah) yang mendorong kemampuan berpikir kreatif siswa dalam matematika. Tugas yang dirancang menekankan pada pemecahan dan pengajuan masalah.

Kata Kunci: berpikir kreatif, pemecahan masalah, pengajuan masalah, kefasihan, fleksibilitas, kebaruan

Pendahuluan

Kemampuan berpikir kreatif semakin diperlukan untuk masa mendatang, karena tuntutan perkembangan teknologi dan informasi, serta semakin terbatasnya sumber daya alam dan kompleksitas masalah sosial. Dengan terasahnya kemampuan tersebut akan mendorong suatu solusi-solusi dalam menghadapi kehidupan nyata. Hal itu merupakan tugas pendidikan termasuk pendidikan matematika. Kenyataannya, fokus dan perhatian pada upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dalam matematika jarang atau tidak pernah dikembangkan. Padahal kemampuan itu yang sangat diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Selain itu kemampuan berpikir kreatif sebenarnya melibatkan kemampuan berpikir lainnya.

Kekurangan dalam memperhatikan kemampuan berpikir kreatif tidak sepenuhnya karena ketidakpedulian atau ketidakmauan guru, tetapi karena referensi strategi pembelajaran maupun tugas-tugas yang mendorong kemampuan itu dalam matematika belum diketahui.

Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang bila mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan. Ruggiero (1998)

memecahkan suatu masalah, membuat suatu keputusan, atau memenuhi hasrat keingintahuan

(fulfill a desire to understand). Pendapat ini menunjukkan bahwa ketika seseorang

merumuskan suatu masalah, memecahkan masalah, ataupun ingin memahami sesuatu, maka ia melakukan suatu aktivitas berpikir.

Berpikir sebagai suatu kemampuan mental seseorang dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif. Berpikir logis dapat diartikan sebagai kemampuan berpikir siswa untuk menarik kesimpulan yang sah menurut aturan logika dan dapat membuktikan bahwa kesimpulan itu benar (valid) sesuai dengan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya yang sudah diketahui. Berpikir analitis adalah kemampuan berpikir siswa untuk menguraikan, memerinci, dan menganalisis informasi- informasi yang digunakan untuk memahami suatu pengetahuan dengan menggunakan akal dan pikiran yang logis, bukan berdasar perasaan atau tebakan. Berpikir sistematis adalah kemampuan berpikir siswa untuk mengerjakan atau menyelesaikan suatu tugas sesuai dengan urutan, tahapan, langkah-langkah, atau perencanaan yang tepat, efektif, dan efesien. Ketiga jenis berpikir tersebut saling berkaitan. Seseorang untuk dapat dikatakan berpikir sistematis, maka ia perlu berpikir secara analitis untuk memahami informasi yang digunakan. Kemudian, untuk dapat berpikir analitis diperlukan kemampuan berpikir logis dalam mengambil kesimpulan terhadap suatu situasi. Selain ketiga jenis berpikir tersebut terdapat jenis berpikir lain, yaitu berpikir kritis dan berpikir kreatif.

Berpikir kritis dan berpikir kreatif merupakan perwujudan dari berpikir tingkat tinggi (higher order thinking). Berpikir kritis dapat dipandang sebagai kemampuan berpikir siswa untuk membandingkan dua atau lebih informasi, misalkan informasi yang diterima dari luar dengan informasi yang dimiliki. Bila terdapat perbedaan atau persamaan, maka ia akan mengajukan pertanyaan atau komentar dengan tujuan untuk mendapatkan penjelasan. Berpikir kritis sering dikaitkan dengan berpikir kreatif.

Evans (1991) menjelaskan bahwa berpikir kreatif adalah suatu aktivitas mental untuk membuat hubungan-hubungan (conections) yang terus menerus (kontinu), sehingga ditemukan kombinasi yang “benar” atau sampai seseorang itu menyerah. Asosiasi kreatif terjadi melalui kemiripan-kemiripan sesuatu atau melalui pemikiran analogis. Asosasi ide-ide membentuk ide-ide baru. Jadi, berpikir kreatif mengabaikan hubungan-hubungan yang sudah mapan, dan menciptakan hubungan-hubungan tersendiri. Pengertian ini menunjukkan bahwa

berpikir kreatif merupakan kegiatan mental untuk menemukan suatu kombinasi yang belum dikenal sebelumnya. Berpikir kreatif dapat diartikan sebagai suatu kegiatan mental yang digunakan seorang untuk membangun ide atau gagasan yang baru.

Berpikir kreatif dalam matematika mengacu pada pengertian berpikir kreatif secara umum. Bishop (dalam Pehkonen, 1997) menjelaskan bahwa seseorang memerlukan 2 model berpikir berbeda yang komplementer dalam matematika, yaitu berpikir kreatif yang bersifat intuitif dan berpikir analitik yang bersifat logis. Pandangan ini lebih melihat berpikir kreatif sebagai suatu pemikiran yang intuitif daripada yang logis. Pengertian ini menunjukkan bahwa berpikir kreatif tidak didasarkan pada pemikiran yang logis tetapi lebih sebagai pemikiran yang tiba-tiba muncul, tak terduga, dan di luar kebiasaan.

Pehkonen (1997) memandang berpikir kreatif sebagai suatu kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan pada intuisi tetapi masih dalam kesadaran. Ketika seseorang menerapkan berpikir kreatif dalam suatu praktik pemecahan masalah, maka pemikiran divergen yang intuitif menghasilkan banyak ide. Hal ini akan berguna dalam menemukan penyelesaiannya. Pengertian ini menjelaskan bahwa berpikir kreatif memperhatikan berpikir logis maupun intuitif untuk menghasilkan ide-ide.

Dalam tulisan ini berpikir kreatif dipandang sebagai satu kesatuan atau kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen untuk menghasilkan sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru tersebut merupakan salah satu indikasi dari berpikir kreatif dalam matematika. Indikasi yang lain dikaitkan dengan kemampuan berpikir logis dan berpikir divergen.

Untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif seseorang ditunjukkan melalui produk pemikiran atau kreativitasnya menghasilkan sesuatu yang “baru”. Munandar (1999) menunjukkan indikasi berpikir kreatif dalam definisinya bahwa “kreativitas (berpikir kreatif atau berpikir divergen) adalah kemampuan menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keberagaman jawaban”. Pengertian ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif seseorang makin tinggi, jika ia mampu menunjukkan banyak kemungkinan jawaban pada suatu masalah. Semua jawaban itu harus sesuai dengan masalah dan tepat. Selain itu jawaban harus bervariasi. Misalkan anak diminta memikirkan penggunaan yang tidak lazim dari benda sehari-hari. Sebagai contoh “sapu ijuk”. Jika jawaban anak menyebut: untuk memukul ayam, main kuda-kudaan, untuk membuat rambut boneka, untuk menyumbat lubang, untuk

menyaring air, atau membuat hiasan. Jawaban itu menunjukkan variasi atau keberagaman. Jika ia menyebut untuk membersihkan lantai, menyapu halaman, membersihkan langit-langit, atau mengambil sampah, maka jawaban tersebut tidak menunjukkan variasi meskipun banyak, karena semua menyangkut sapu ijuk untuk membersihkan sesuatu.

Olson (1996) menjelaskan bahwa untuk tujuan riset mengenai berpikir kreatif, kreativitas (sebagai produk berpikir kreatif) sering dianggap terdiri dari dua unsur, yaitu kefasihan dan keluwesan (fleksibilitas). Kefasihan ditunjukkan dengan kemampuan menghasilkan sejumlah besar gagasan pemecahan masalah secara lancar dan cepat. Keluwesan mengacu pada kemampuan untuk menemukan gagasan yang berbeda-beda dan luar biasa untuk memecahkan suatu masalah. Indikasi kemampuan berpikir kreatif ini sama dengan Munandar (1999) tidak menunjukan secara tegas kriteria “baru” sebagai sesuatu yang tidak ada sebelumnya. “Baru” lebih ditunjukkan dari keberagaman (variasi) atau perbedaan gagasan yang dihasilkan.

Haylock (1997) mengatakan bahwa berpikir kreatif hampir dianggap selalu melibatkan fleksibilitas. Bahkan Krutetskii (1976) mengidentifikasi bahwa fleksibilitas dari proses mental sebagai suatu komponen kunci kemampuan kreatif matematis pada siswa-siswa. Haylock (1997) menunjukkan kriteria sesuai tipe Tes Torrance dalam kreativitas (produk berpikir kreatif), yaitu kefasihan artinya banyaknya respons (tanggapan) yang dapat diterima atau sesuai, fleksibilitas artinya banyaknya jenis respons yang berbeda, dan keaslian artinya kejarangan tanggapan (respons) dalam kaitan dengan sebuah kelompok pasangannya. Haylock (1997) mengatakan bahwa dalam konteks matematika, kriteria kefasihan tampak kurang berguna dibanding dengan fleksibilitas. Contoh, jika siswa diminta untuk membuat soal yang nilainya 5, siswa mungkin memulai dengan 6-1, 7-2, 8-3, dan seterusnya. Nilai siswa tersebut tinggi, tetapi tidak menunjukkan kreativitas. Fleksibilitas menekankan juga pada banyaknya ide-ide berbeda yang digunakan. Jadi dalam matematika untuk menilai produk divergensi dapat menggunakan kriteria fleksibilitas dan keaslian. Kriteria lain adalah kelayakan (appropriateness). Respons matematis mungkin menunjukkan keaslian yang tinggi, tetapi tidak berguna jika tidak sesuai dalam kriteria matematis umumnya. Contoh, untuk menjawab

8

, seorang siswa menjawab 4. Meskipun menunjukkan keaslian yang tinggi tetapi jawaban tersebut salah. Jadi, berdasar beberapa pendapat itu kemampuan berpikir kreatif dapat ditunjukkan dari fleksibilitas, kefasihan, keaslian, kelayakan atau