• Tidak ada hasil yang ditemukan

(The Potency and Habitat Characteristics of Turtles

in the Kaimana, West Papua)

Abstrak

Kawasan perairan kaimana, Papua Barat adalah sebagai daerah potensial bagi empat jenis

penyu, yaitu: penyu hijau (Chelonia mydas), penyu lekang/abu-abu (Lepidochelys

olivacea), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), dan Penyu belimbing (Dermochelys

imbricata). Kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu merupakan salah satu habitat

peneluran bagi penyu. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji potensi dan karakteristik habitat peneluran bagi penyu baik populasi penyu maupun habutatnya di kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu, Kaimana, Papua Barat. Analisis deskriptif, dan analisis

komponen utama dan analisis step-wise sebagai metode analisis hanya digunakan untuk

mengkaji jenis penyu hijau dan penyu lekang. Potensi penyu pada kawasan SMPV

ditemukan sebanyak 3 jenis, yaitu: Chelonia mydas, Lepidochelys olivacea, Eretmochelys

imbricata, sedangkan Dermochelys coriacea ditemukan terdampar, dan kemudian mati di

pantai Kaimana pada Tahun 2011. Hasil penelitian ini ditemukan sebagai faktor-faktor utama ekologi bagi peneluran penyu dan pendaratannya tersebut, antara lain: lebar daerah

pantai (supratidal, splash, intertidal), kemiringan dan ketinggian pantai, luasan dan jarak

dari bangunan (antropogenik), jenis dan profil penutupan vegetasi, laguna, pohon tumbang (kayu), suhu pasir persarangan, kelembaban dan suhu udara, tekstur pasir, dan pencahayaan. Karakteristik keseluruhan pantai peneluran di kawasan SMPV ditemukan

bertekstur berpasir >99%, dan didominasi bertekstur pasir sedang. Batas daerah splash

dari batas pasang air tertinggi berjarak antara 0,64-2,72m. Setiap stasiun peneluran baik di Pulau Venu maupun di Pulau Adi Jaya (Waranggera bagian Barat) ditempati bagi kedua penyu tersebut. Daerah peneluran potensial bagi kedua penyu tersebut ditemukan pada kelima stasiun pengamatan.

Kata kunci: Chelonia mydas, Lepidochelys olivacea, Suaka Margasatwa Pulau Venu,

lokasi peneluran.

Abstract

The waters area of Kaimana, West Papua is a potential area for four species of turtles, i.e: green turtle, olive ridley turtle, hawkbills turtle, and leatherback turtle. The Venu Island Wildlife Sanctuary (VIWS) area is one of the nesting habitat for sea turtles. This study was conducted to assess the potential and habitat characteristics of nesting for sea turtles in VIWS area. Descriptive analysis, and principal component analysis and step-wise analysis as analysis method is only used to assess green turtle and olive ridley turtle. The potential turtle in the region of Venu Island Wildlife found as much as three types, i.e: Chelonia mydas, Lepidochelys olivacea, Eretmochelys imbricata. Whereas Dermochelys coriacea found stranded, and then die on the beach Kaimana in the year 2011. The results of this study found as main factors of ecological by nesting turtle and their landing, among others: the width of the beach area (supratidal, splash, intertidal), slope and height of the coastal, the extent and range of the building (anthropogenic), types and profile covering vegetation, lagoons, fallen trees (wood), sand temperature on nesting, humidity and tempe- rature of air, sand textures, and lighting. The overall characteristics of nesting beaches in VIWS area are found textured sandy > 99%, and predominantly for textured of medium sand. Boundary on splash areas to highest tidal boundary is between 0,64-2,72m. The each station Venu both on the island and on the island of Adi Jaya (Western Waranggera)

occupied by the turtles. The potential nesting areas for both turtles were found on the fifth of observation station.

Keywords: Chelonia mydas, olive ridle turtle, nesting site, Venu Island Wildlife Sanctuary

Pendahuluan

Penyu merupakan jenis yang terancam punah dan berstatus dilindungi. Secara keseluruhan di dunia diketahui ada tiga jenis penyu yang menjadikan kawasan SMPV sebagai habitat peneluran. Ketujuh jenis penyu tersebut adalah penyu tem- payan / Loggerhead turtle (Caretta caretta); penyu lekang / abu-abu /Olive ridley turtle (Lepidochelys olivacea); penyu hijau / Green turtle (Chelonia mydas); penyu sisik / Leatherback turtle (Dermochelys coriacea); penyu pipih / Flatback turtle (Natator depressus); penyu belimbing / Loggerhead turtle (Caretta caretta); dan penyu kempii / Kemp’sridley turtle (Lepidochelys kempii), merupakan satwa liar terancam punah berdasarkan klasifikasi oleh Word Conservation Union dan ditetap- kan IUCN Tahun 2006 (Webb 2008; Seminof 2014) dan Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora - CITES (Erviani 2014)

Kawasan perairan kaimana, Papua Barat adalah sebagai daerah potensial bagi keempat jenis penyu, yaitu: penyu hijau (Chelonia mydas), penyu lekang (Lepido- chelys olivacea), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), dan Penyu belimbing (Der- mochelys imbricata). Ketiga jenis penyu tersebut ditemukan melakukan aktivitas peneluran di kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu (SMPV). Kawasan SMPV ini merupakan salah satu habitat peneluran potensial bagi penyu di Kabupaten Kaimana (Parinding et al. 2016, 2015; Huffard et al. 2012, 2010; Allen & Erdmann 2012; Pada & Andi 2010; Parinding 2010; Bawole et al. 2009; Wahjono 1992). Dermochelys coriacea ditemukan terdampar dan kemudian mati di pantai Kaimana pada Tahun 2011 (Parinding 2011).

Kawasan SMPV ini terdiri atas keseluruhan pulau Venu (Pulau Tumbu- tumbu) dan sebagian pulau Adi Jaya (Waranggera bagian barat) beserta perairan sekitarnya) dengan luasan 16.320 hektar (Wahyono, et al. 1992), dan selanjutnya kawasan SMPV ini ditunjuk sebagai kawasan konservasi penyu. Kawasan SMPV ini ditunjuk berdasarkan SK Menhut 783/Menhut-II/2014 sebagai pengganti Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 891/KPTS-II/1999 tanggal 14 Oktober 1999 tentang penunjukan kawasan hutan di wilayah propinsi daerah tingkat I Irian Jaya (± 42.224.840ha). Kawasan SMPV tersebut merupakan bagian dari kawasan hutan perlindungan nasional yang disebutkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Papua Barat Tahun 2008-2028, yang mana pulau Venu disebutkan memiliki luasan ±16 hektar. Kawasan SMPV ini juga merupakan salah satu suaka margasatwa yang telah teridentifikasi dari 73 lokasi suaka margasatwa di Indonesia, dan total luasan suaka margasatwa keseluruhannya adalah 5.422.922,79ha (Yanti 2013; Alamendah 2010). Selanjutnya perkembangan suaka margasatwa di Indonesia terdapat 75 lokasi (DJ-KSDAE 2015). Kawasan SMPV ini berada di bagian Selatan kabupaten Kaimana,Papua Barat. Secara geografis, kawasan ini terletak diantara 133º26'2" BT- 133º34'19" BT dan 4º13'7"

LS - 4º22'51" LS. Kawasan SMPV dan perairan Kaimana (Allen & Erdmann 2009)

(Coral Tri angel Inisiative (CTI)) di Kepala Burung Papua. Kawasan SMPV juga merupakan bagian pengelolaan dari Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Kabupaten Kaimana (Perda No. 4 Tahun 2014). Kawasan SMPV belum dicatat sebagai persebaran lokasi peneluran penyu dari 143 lokasi (Dahuri 2003).

Berdasarkan fenomena tersebut di atas, penelitian ini dilakukan menggambarkan potensi penyu dan mengukur karakteristik habitat peneluran bagi penyu di kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu, Kaimana, Papua Barat. Penyu melakukan kegiatan peneluran dipengaruhi karakteristik habitatnya sebagai faktor alam, dan pewarisan dari evolusi perilaku dan seks. Habitat peneluran bagi penyu dipengaruhi faktor alam dari karakteristik habitatnya (Valera-Avecedo et al. 2009, Nuitja 1992), dan pewarisan dari evolusi perilaku dan seks (Booth & Evans 2011). Penelitian ini bertujuan mengkaji potensi dan karakteristik habitat peneluran penyu di kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu, Kaimana, Papua Barat.

Metode

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di pesisir pulau Venu dan bagian Selatan pulau Adijaya (Waranggera bagian Barat) (Gambar 2, 3, dan 4), yang merupakan kawasan SMPV dan telah ditunjuk sebagai kawasan konservasi penyu. Kawasan ini berada pada kampung / Desa Adi Jaya, Distrik / Kecamatan Buruway, Kabupaten Kaimana, Propinsi Papua Barat. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan bulan Oktober 2014.

Gambar 2. Peta Suaka Margasatwa Pulau Venu di Kaimana, Papua Barat sebagai kawasan konservasi penyu dan plot pengamatannya

Gambar 3. Peta Suaka Margasatwa Pulau Venu di Kaimana, Papua Barat se- bagai kawasan konservasi penyu dan plot pengamatannya di Pulau Venu

Gambar 4. Peta Suaka Margasatwa Pulau Venu di Kaimana, Papua Barat se- bagai kawasan konservasi penyu dan plot pengamatannya di Pulau Adi jaya

Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat penelitian yang digunakan, antara lain: speedboat, peta lokasi penelitian, buku identifikasi penyu (Ballamu, 2010), alkohol, meteran pita 50m, clinometers, hygrometers-thermometers, sieve shakers (Valera-Avecedo et al. 2009), polyethilen, candy thermometers (30cm), Arc-view 3.2, Global Positioning System (GPS), kamera, tabung acrylic ±

ø

10cm, tropper, loup, head splashlight, senter besar, lux meters LX 101A, personal use, perangkat komputer (IPB- Microsoft Campus Agreement-Windows XP Professional, and IPB Microsoft Open Value Subscription I-Moveses-Windows 7-32), dan software minitab 16. Bahan penelitian menggunakan alkohol.

Teknik Pengambilan Data

Data penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah identifikasi jenis dan pencatatan jumlah penyu bersarang berdasarkan pengamatan langsung dan jejaknya beserta parameter fisik. Parameter fisik meliputi: lebar intertidal pantai, lebar supratidal pantai, lebar pantai, kemiringan pantai, tinggi pantai, jarak sarang terhadap tinggi pasang surut, jarak sarang terhadap batas splash, luasan dan jarak bangunan, kelembaban dan temperatur udara secara berturut-turut pada pukul 11.00–13.00, 19.00–21.00, 23.00–01.00, dan 03.00– 05.00, temperatur pasir sarang secara berturut-turut pada kedalaman 0–5cm, 5– 10cm, 10–15cm, 15–20cm, 20–25cm, dan 25–30cm, tekstur pasir meliputi pasir sangat kasar, pasir kasar, pasir sedang, pasir halus, pasir sangat halus, debu dan liat secara berturut-turut pada kedalaman 0–10cm, 10–20cm, dan 20–30cm, pencahayaan secara berturut-turut pada pukul 11.00–13.00, and 23.00–01.00. Sedangkan parameter biotik adalah tutupan vegetasi. Parameter fisik dan penutupan vegetasi merupakan variabel bebas. Sedangkan lubang peneluran penyu merupakan variabel terikat (tidak bebas). Parameter tersebut digunakan dalam menentukan faktor utama karakteris-tik habitat dan daerah potensial baik bagi penyu hijau di bulan April (Lampiran 1) Tahun 2014 dan bulan Oktober (Lampiran 2) Tahun 2014 maupun penyu lekang di bulan April (Lampiran 3) Tahun 2014 dan bulan Oktober (Lampiran 4) Tahun 2014. Parameter ini digunakan pada kelima stasiun (Venu bagian Timur, Venu bagian Selatan, Venu bagian Barat, Venu bagian Utara, dan Waranggera bagian Barat). Data sekunder diperoleh dari wawancara dan studi literatur. Data perkembangan penyu diperoleh dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua Barat (BBKSDAPB), Conservation International Indonesia Koridor Kaimana (CII_KK), dan data bersama selama pengamatan dan penelitian berlangsung.

Penelitian ini dilakukan pada keseluruhan pantai pulau Venu dan pantai bagian Selatan pulau Adi Jaya (Waranggera Barat) (Gambar 2). Ke-60 sub plot pengamatan meliputi: Waranggera bagian Barat (04o14’06”LS; 133o27’06”BT)

sepanjang 1.114m (11 jalur), Venu bagian Utara (04o19’29”LS; 133o30’22”BT)

sepanjang 347m (3 jalur), Venu bagian Timur (04o19’30”LS; 133o30’23”BT) sepanjang 745m (7 jalur), Venu bagian Selatan Venu (04o19’50”S; 133o30’14”E)

sepanjang 320 (3 jalur), dan Venu bagian Barat (04o19’34”S; 133o30’14”E)

masing-masing dua sub plot (ukuran 100mx20m) untuk membedakan daerah yang tidak bervegetasi dan bervegetasi.

Pengamatan lapangan meliputi: identifikasi jenis dan pencatatan jumlah penyu bersarang berdasarkan pengamatan langsung dan jejaknya, panjang pantai, lebar daerah pantai termasuk supratidal, splash, dan intertidal, kemiringan pantai, tekstur tanah (pasir) pantai penyu bersarang. Secara khusus pengukuran suhu dan kelembaban udara menggunakan hygrometers, dan pengukuran suhu sarang berpasir kedalaman ≤30cm menggunakan candy thermometers (30cm) yang dilakukan pada pukul 11.00-13.00, 19.00-21.00, 23.00-01.00, dan 03.00-05.00, sedangkan pengukuran pencahayaan menggunakan luxmeters dilakukan pada pukul 11.00-13.00, dan 23.00-01.00. Analisis sedimen dilakukan di Pusat Laboratorium Tanah Bogor untuk menentukan tekstur atau fraksi sedimennya (Valera-Avecedo et al. 2009). Sedangkan pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan Microsoft 2007 dan software Minitab 16.

Pengukuran Daerah Pantai, Tekstur Sedimen, dan Suhu Pasir Peneluran

Pengambilan sampel sedimen dilakukan dengan menggunakan “core / pipa acrylic ±

ø

10cm pada titik persarangan penyu yang mengelompok / saling berdekatan. Pengukuran suhu sarang berjarak kurang dari 1 meter dari lubang persarangan dilakukan berturut-turut pada setiap kedalaman 5cm, 10cm, 15cm, 20cm, 25cm, dan 30cm menggunakan candy termometers. Pengambilan sampel sedimen dilakukan pada setiap kedalaman 10cm, 20cm, dan 30cm. Selanjutnya sampel tersebut dimasukkan ke dalam polyethilen yang telah diberi label. Pengukuran batas lebar pantai berdasarkan daerah pantai, supratidal, splash, dan intertidal (Gambar 5). Batas splash adalah batas harian (tidak tetap) antara depan pantai (tepi pantai) dengan garis batas tetap (coastaline), atau daerah di atas air pasang tertinggi dari garis laut yang baru saja mendapat semprotan air laut dari

riak gelombang. Biasanya batas splash ditandai tumpukan cangkang membentuk mozaik atau fragmen terumbu karang mati (hewan laut) atau tumpukan alga-alga

Peletakan telur paling atas Peletakan telur paling dasar Permukaan pasir / sarang 10cm 10cm 10cm 30cm Candy thermometers Pasang terendah Pasang harian Pasang tertinggi Batas splash Lubang peneluran Batas vegetasi

Gambar 5. Pengukuran batas splash terhadap lubang penyu bersarang, pengukuran daerah pantai (supratidal, splash, intertidal), pengukuran tekstur sedimen, dan pengukuran suhu sarang pada kedalaman setiap 5cm, 10cm, 15cm, 20cm, 25cm, dan 30cm.

mati (tumbuhan laut), dan juga potongan-potongan kayu kecil kayu atau sampah bukan organik lainnya. Batas supratidal adalah batas antara pasang air laut tertinggi dengan garis batas laut tetap. Sedangkan batas intertidal (Pratikto et al. 1997; Nybakken 1982, 1992) adalah batas yang dipengaruhi baik darat (batas pasang air laut tertinggi) maupun laut (batas pasang air laut terendah). Hal ini disebabkan antara dengan. Batas intertidal terdapat di sepanjang garis pantai, seperti laguna, estuarin, pantai dan cabang-cabang sungai (Nasution 2009), dengan karakteristik substrat berpasir, karang berpasir hingga berbatu (Yulianda et al. 2013). Selanjut- nya batas daerah pantai adalah batas tepi perairan (laut dan danau) di antara pasang air laut terendah dan tertinggi (Pratikto et al.1997). Karakteristik habitat penyu hijau dan penyu lekang/abu-abu pada bulan April dan bulan Oktober (Lampiran 1- 4). Presentase tutupan vegetasi dilakukan setelah pemetaan jenis dan tinggi vegetasi beserta lebar tajuknya dilakukan pada setiap lokasi pengamatan (Lampiran 5-34).

Pengukuran Kemiringan dan Ketinggian Pantai

Kemiringan pantai diukur menggunakan meteran rol 50m dan clinometers. Teknik penghitungan lebar datar dan ketinggian pantai (Gambar 6). Persamaan penghitungan kemiringan untuk diperoleh hasil setiap lebar datar (daerah pantai, supratidal, splash, dan intertidal), disajikan pada (persamaan 1). Persamaan penghitungan ketinggian merupakan hasil penghitungan dari setiap tinggi pantai, disajikan pada (persamaan 2).

Lebar pantai Tinggi pantai m3 m2 m1 d3 d2 d1 t1 t2 t3 β3 β2 β1

Gambar 6. Teknik penghitungan tinggi dan lebar datar pesisir pantai

Ldi = Cos(RADIANS βi ) x Lmi ………...… persamaan (1)

Tti = Tan(RADIANS βi ) x Ldi ………...… persamaan (2)

Keterangan:

Ld = Lebar total datar daerah pantai (d = datar)

Lm = Lebar total kemiringan pantai (meteran rol), dan (m = miring)

β = Sudut kemiringan pantai

Tt = Ketinggian total pantai (t = tinggi)

Analisis Data

Persyaratan data yang dipilih secara acak, data berdistribusi normal, dan data bersifat homogen. Parameter yang digunakan dalam análisis ini adalah faktor karakteristik fisik pantai sebagai variabel bebas (X), dan keberadaan peneluran penyu sebagai variabel terikat (Y). Principal Component Analysis (PCA) dan Analisis step-wise (Rifkhatussa’diyah et al. 2013, Mattjik & Sumanjaya 2011, Abdi & Williams 2010), dan juga keperluan kalibrasi (Graffelman 2012) digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan grafik dimensi dua berdasarkan struktur keragaman pengamatan dan variabel, sebagai gambaran pola hubungan antara faktor karakteristik habitat pantai dengan keberadaan penyu bersarang.

Hasil

Potensi dan Keberadaan Penyu di Perairan Kaimana dan di Kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu, Kaimana, Papua Barat

Penelitian ini dilakukan pada kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu (SMPV) dan sekitarnya selama bulan April sampai dengan Oktober 2014 ditemu- kan 3 jenis penyu, yaitu: Penyu hijau, penyu lekang, dan penyu sisik. Sedangkan keberadaan penyu belimbing ditemukan pada tahun 2011 yang terdampar dan mati di pantai Kaimana kota, Papua Barat berdasarkan data dan informasi (Gambar 7). Keempat penyu tersebut telah dikenal lama oleh masyarakat lokal. Penamaan lokal bagi keempat penyu tersebut, yaitu: penyu hijau dinamai Jelepi, penyu lekang (Bambawar), penyu sisik (Kerang / Genteng), dan penyu belimbing (Klep).

Gambar 7. Keempat jenis penyu ditemukan pada pesisir dan perairan Kaimana, Papua Barat

Pengamatan dan monitoring telah dilakukan baik individu maupun kolektif sejak Tahun 2009-2014 (Gambar 8) terhadap pendaratan penyu dan persarangannya di kawasan SMPV menunjukkan peningkatan. Sedangkan pendaratan penyu dan persarangannya setiap bulan pada periode Tahun 2009-2014 (Gambar 9). Pada Tahun 2009-2010, jumlah ketiga penyu tersebut bersarang mengalami penurunan.

Gambar 8. Perkembangan jumlah penyu hijau, penyu lekang, dan penyu sisik ber- sarang per tahun pada kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu, Kaimana, Papua Barat. (BBKSDAPB 2014; CII-KK 2014; & data primer 2014)

0 100 200 300 400 500 600 700 2009 2010 2011 2012 2013 2014 L u b an g P er sar an gan Tahun

Penyu Hijau

Perkembangan Penyu Hijau

0 100 200 300 400 500 600 700 2009 2010 2011 2012 2013 2014 L u b an g P er sar an gan Tahun

Penyu Lekang

Perkembangan Penyu Lekang

0 100 200 300 400 500 600 700 2009 2010 2011 2012 2013 2014 L u b an g P er sar an gan Tahun

Penyu Sisik

Hal ini disebabkan faktor alam (abrasi dan akresi pantai, pohon besar tumbang dan jebolnya laguna / atol sehingga terjadi intrusi air laut), dan faktor manusia Gambar 9. Perkembangan jumlah penyu hijau, penyu lekang, dan penyu sisik

bersarang per bulan dalam 6 tahun terakhir pada kawasan Suaka Marga- satwa Pulau Venu, Kaimana, Papua Barat. (BBKSDAPB 2014; CII-KK 2014; & data primer 2014)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 L u b an g P er sar an gan Bulan

Penyu Hijau

Tahun 2009

Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 L u b an g P er sar an gan Bulan