PEMBANGUNAN MODEL PENGELOLAAN ADAPTIF
KONSERVASI PENYU DI SUAKA MARGASATWA PULAU
VENU, KAIMANA, PAPUA BARAT
DISERTASI
ZETH PARINDING
E 361110121
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasI berjudul “Pembangunan Model Pengelolaan Adaptif Konservasi Penyu di Suaka Margasatwa Pulau Venu, Kaimana, Papua Barat”adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Zeth Parinding
E361110121
RINGKASAN
ZETH PARINDING. Model Pengelolaan Adaptif Konservasi Penyu di Suaka Margasatwa Pulau Venu, Kaimana, Papua Barat. Dibimbing oleh SAMBAS BASUNI, HERRY PURNOMO, NANDI KOSMARYANDI, dan YUSLI WARDIATNO.
Perairan Kaimana dan sekitarnya di Papua Barat merupakan tempat bermain bagi keempat jenis penyu, yaitu penyu hijau / nama lokal disebut Jelepi (Chelonia mydas), penyu lekang / Bambawar (Lepidochelys olivacea), penyu sisik / Kerang
(Eretmochelys imbricata), dan penyu belimbing / Klep (Dermochelys coriacea).
Ketiga jenis penyu, yaitu: penyu hijau, penyu lekang, dan penyu sisik ditemukan melakukan aktifitas peneluran di kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu, Kaimana, Papua Barat.
Kawasan SMPV ditunjuk sebagai kawasan pengelolaan konservasi penyu berdasarkan Surat Keputusan Bupati Fakfak No. 503/1204 Tahun 1991 sebagai usulan, dan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.783/Menhut-II/2014 se-bagai tindak lanjut penunjukkan kawasan tersebut. Institusional pengelolanya ada-lah Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua Barat. Kawasan ini belum menjadi bagian dari 9 kawasan konservasi prioritas dalam pengelolaannya. Selama ini, kawasan ini masih dalam tahapan pengusulan sebelum bulan September 2014, ditunjuk menjadi perlindungan kawasan hutan provinsi di Papua dan Papua Barat, dan belum ditata batas. Kebijakan terbaru Tahun 2015 telah mengakomodir pengelolaan di kawasan SMPV, tidak hanya perlindungan kawasan semata.
Kantor Seksi KSDA Wilayah IV Kaimana merupakan institusional yang baru dinaikkan status pengelolaan menjadi kantor Seksi Tahun 2008, yang membawahi resort Kaimana dan resort Fakfak. Kawasan yang menjadi salah satu tugasnya ada-lah di resort Kaimana yaitu kawasan Cagar Alam Pegunungan Kumawa dan Suaka Margasatwa Pulau Venu, dan di resort Fakfak yaitu kawasan Cagar Alam Pegu-nungan Fakfak (kawasan prioritas) dan Suaka Margasatwa Pulau Sabuda Tuturaga.
Di sisi lain, beberapa stakeholder memiliki kepentingan atas kawasan ini,
sebelum kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu ditunjuk sebagai bagian dari kawasan hutan propinsi di Papua dan Papua Barat. Kawasan ini juga merupakan “kepemilikan (“Petuanan”)” dari hak ulayat suku Koiway (marga Aituarauw, Samaigrauw, dan Seningrauw). Di satu sisi, kawasan ini merupakan bagian dari pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kaimana berdasarkan Peraturan Daerah No.4 Tahun 2014. Di sisi lain, kawasan ini merupakan bagian dari pengelolaan segitiga terumbu karang dunia di bentang laut Kepala Burung Papua (Huffard et al. 2012; dan Allen & Erdmann 2009).
Kawasan ini memiliki potensi keanekaragaman baik di terestrial maupun di perairannya, antara lain: a) habitat bagi penyu bersarang (Huffard et al. 2012; Allen
& Erdmann 2012; Parinding 2011; Pada & Andi 2010; Bawole et al. 2009); b)
2005, 2007), berupa teripang, Trochus niloticus, dan Turbo marmoratus; c)
terdapat makam tua / keramat dari suku Koiway dan di Pulau Venu, dan pintu antar bagian Timur dan Selatan diyakini sebagai pintu perjalanan para leluhurnya; d) adanya laguna / atol berair asin; dan e) burung maleo, burung elang irian, dan jenis kalong. Penelitian ini bertujuan untuk membangun model pengelolaan adaptif konservasi penyu di kawasan SMPV, Kaimana, Papua Barat.
Metode analisis data digunakan berdasarkan tujuan khususnya, yaitu: 1)
Descriptive analysis; 2) Principal Component Analysis (PCA) dan step-wise analysis; 3) Management Effectiveness Tracking Tools (METT); 4) content analysis, dan simple mathematica statistic; 5) UCINET dan NetDraw; 6) Metode
pendekatan Soft Systems Methodology dengan aplikasi Vensim digunakan untuk
membangun model pengelolaan adaptif konservasi penyu di kawasan SMPV. Hasil penelitian pembangunan model pengelolaan adaptif konservasi penyu ini berhasil ditemukan, antara lain: a) Kelestarian penyu di kawasan SMPV dapat dikontrol dalam pemantauan populasinya, cenderung meningkat, b) pengelolaan kawasan SMPV belum berjalan efektif dalam menjamin kelestaraian penyu, karena ketidakjelasan status hukum kawasn SMPV, c) konsistensi dan koherensi kebijakan pengelolaan konservasi penyu di kawasan SMPV tidak konsisten dan tidak koheren, d) Integrasi sektoral (berbagi keuntungan, berbagi peran, berbagi manfaat, dll) diantara stakeholder utama dibutuhkan dalam pengelolaan adaptif konservasi
penyu di kawasan SMPV, dan e) Pembangunan model pengelolaan di kawasan SMPV membutuhkan pembuatan kebijakan dan keputusan pengelolaan yang mampu mengatur pengelolaan berkaitan dengan waktu pengelolaan, jumlah dan lokasi pengambilan atau pemanfaatan sumber daya alamnya.
Tindakan pengelolaan adaptif konservasi penyu yang dapat diukur adalah pembuatan kebijakan dan keputusan berkaitan dengan waktu pengelolaan, jumlah pengambilan sumber daya alam, dan lokasi pengambilannya. Adapun institusi tersebut dalam bentuk “Badan Pengelola Multi-stakeholder” sebagai integrasi
sektoral dalam pengelolaannya. Keberadaan institusi tersebut adalah setingkat Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Kebijakannya mengakomodir kegiatan monitoring populasi penyu dan habitatnya serta pemanfaatannya dalam kesepakatan melalui Lokakarya. Di sisi lain memerlukan blok perlindungan / perlindungan bahari, dan “Blok Multi-Fungsi”.
Perubahan status kawasan Suaka Margasatwa (SM) menjadi “Kawasan Konservasi Pesisir dan Laut” berbasis Penyu.
Kata Kunci: “Balai Pengelola Multi-Stakeholder”, “Blok Multi-Fungsi”, media
SUMMARY
ZETH PARINDING. An Adaptive Management Model for Turtle Conservation at the Wildlife Sanctuary of Venu Island in Kaimana of West Papua. Supervised by SAMBAS BASUNI, HERRY PURNOMO, NANDI KOSMARYANDI, dan YUSLI WARDIATNO.
Kaimana waters and its surroundings is located at the Province of West Papua of Indonesia. The place is a feeding ground for the four turtles named as
Chelomia mydas, Lepydochelys olivaceae, Eretmochelys imbricata and
Dermochelys coriaceae. Each of these turtles has the local name as penyu hijau or jelepi, penyu lekang or bambawar, penyu sisik or kerang and penyu belimbing or klep. The three turtles in particular of jelepi, lekang and sisik lay their eggs at the
wildlife sanctuary area of Venu Island at Kaimana, which it is known as the Suaka
Margasatwa Pulau Venu or SMPV.
The SMPV is proposed by the Head of the District Government of Fakfak to be designated as a conservation area for turtle through the decree of Surat Keputusan Bupati No. 503/1204 in the year 1991. The proposal was endorsed by
the Ministry of Forestry through the decision of Surat Keputusan No.
783/Menhut-II/2014 who assign the institution of Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua Barat with authority to manage the area. The area, yet, is not belong to the
nine priority areas in term of its management. Until September 2014, the area is considered as proposed area for protection which under the jurisdiction of two provinces i.e. Papua and West Papua. Moreover, the area has not been demarcated at that time. Recently, the new policy issued in 2015 has accommodate the area of SMPV with management activities, and not merely only for protection.
Authority to manage the SMPV area falls under the office of KSDA region IV Kaimana. It is a new institutions that being upgraded as an independent office-section in 2008 and the area covers two resorts of Kaimana and Fakfak. The Resort Kaimana encompasses the Nature Reserve of Kumawa Mountains and the Wildlife Reserve of Venu Island. The Resort Fakfak encompasses the area of Nature Reserve of Fakfak Mountains that belong to the priority area, and the Wildlife Santuary of Sabuda Tuturaga Island.
On the other hand, the area of SMPV comprises multi-stakeholders before the designation as protected areas under the two provinces of Papua and West Papua. The area is under the ownership of local ethnic known as Koiway who hold communal rights of ulayat so called Petuanan. The ethnic Koiway has three
The rich potential biodiversity both at terrestrial and also at waters area being characterized by among others: the extent of habitat for turtle to nesting (Huffard
et al.2012 ; Allen & Erdmann 2012; Parinding 2011; Pada &Andi 2010; Bawole et al 2009); b) traditional or adat practices by local community known as sasi or Ng-gama (UNPPK 2005, 2007) by using teripang or Trochusnilaticus and Turbo mar-moratus; c) the extent of old and sacred cemetery from the Koiway ancestor, who
beliefs on origin of their trace from the Eastern and Southern part of doors; d) the extent of atoll or laguna that contains salty water; and e) local endemic birds called maleo, irian eagle and bats type. This research aims to develop a model for adaptive management of turtle conservation at SMPV area of Kaimana, West Papua.
The method for data analysis is applied based on its specific objectives, which can be distinguished into the following: 1) descriptive analysis; 2) Principle Component Analysis (PCA) and step-wise analysis; 3) Management Effectiveness Tracking Tools (METT); 4) content analysis and simple mathematic statistic; 5) UCINET and NetDraw; 6) Soft System Methodology with Vensim application to develop the model of adaptive management of turtle conservation at the SMPV.
Results from the research of the model of adaptive management of turtle conservation at the SMPV among others are the following: a) controlling the monitoring population of turtles could increase sustainability of turtles at the SMPV area; b) in-secured legal status of SMPV area has resulted into low effective management to control the sustainability of turtles; c) coherency and in-consistence policies exist in managing turtles conservation at the SMPV area; d) integration among sectors (in terms of sharing the benefits, sharing roles and sharing utilization) are needed among primary stakeholders to apply adaptive conservation management at the SMPV area; e) the development of model management at SMPV region demand policy making and management decision that able to regulate management activities in term of time, amount and location of natural resource collection and its utilization.
Action of management adaptive of turtle conservation could be measured through policy making and its decision in relation with time or duration, quantity or amount of natural resources being taken or collected, and location of its collec-tion. Institution that fits into sectors integration in terms of it management can be in a form of Badan Pengelola Multi-stakeholders or Management Authority of
Multi-stakeholders. Such institutions shall be in a form of Satuan Kerja Perangkat Daerah of SKPD which shall be equipped with sufficient resources. Policies by
that institution shall accommodate activities to monitor turtles population, its habitat and its utilization through open types of discussion. In addition, a specific zone for protection of turtle is needed beside a ‘multi-function block’ which also pre-requisite. Finally, it is a necessity to transfer status of the area from a Wildlife Santuary into a Sea-side and Marine Conservation Area Based on Turtles.
Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Sains
pada
Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika
PEMBANGUNAN MODEL PENGELOLAAN ADAPTIF
KONSERVASI PENYU DI SUAKA MARGASATWA PULAU
VENU, KAIMANA, PAPUA BARAT
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2016
Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodiharjo, M.S 2. Dr. Ir. Nyoman Metta N. Natih, M.Si
Judul Disertasi : Pembangunan Model Pengelolaan Adaptif Konservasi Penyu di Suaka Margasatwa Pulau Venu, Kaimana, Papua Barat
Nama : Zeth Parinding NIM : E361110121
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, M.S
Ketua Dr. Nandi Kosmaryandi, M.ScForTropAnggota
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc
Anggota Prof. Dr. Ir. Herry Purnomo, M.CompAnggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Konservasi Biodiversitas Tropika
Dr Ir Burhanuddin Masy’ud, MS
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir. Dahrul Syah, M.Sc Agr
Tanggal Ujian Tertutup : 14 Juli 2016
Tanggal Sidang Promosi : 9 Agustus 2016
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan berkat-Nya sehingga draft disertasi ini dengan judul “Pembangunan Model Pengelolaan Adaptif Konservasi Penyu di Suaka Margasatwa Pulau Venu, Kaimana, Papua Barat”dapat diselesaikan.
Draft disertasi ini disusun dalam rangka memberikan data dan informasi terbaru berdasarkan hasil penelitian.Selanjutnya beberapa karya ilmiah tersebut dituangkan dalam sebuah disertasi.
Draft disertasi ini merupakan persyaratan kelengkapan untuk memperoleh gelar Doktor dari Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Draft disertasi ini berjudul tentang “Pembangunan Model Pengelolaan Adaptif Konservasi Penyu di Suaka Margasatwa Pulau Venu, Kaimana, Papua Barat”, yang prosesnya mendapatkan arahan dan bimbingan komisi pembimbing yang terdiri dari: Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, M.S selaku Ketua Komisi; Prof. Dr. Ir. Herry Purnomo, M.Comp ; Dr. Ir. Nandi Kosmaryandi, M.ScForest Tropika, dan Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc selaku Anggota Komisi.
Penulis menyadari bahwa draft disertasi ini belum sempurna. Penulis memohon adanya kritik dan saran, agar penulisan draft disertasi ini memberikan hasil yang terbaik dan juga bermanfaat bagi kesejahteraan umat manusia.
Akhirnya disampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan dukungan dalam penyusunan draft disertasi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, M.S.;Prof. Dr. Ir. Herry Purnomo, M.Comp.; Dr. Ir. Nandi Kosmaryandi, M.ScForTrop.; dan Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc. selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi dan pengetahuan selama proses pembimbingan hingga tersusunnya draft disertasi ini;
2. Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodiharjo, M.S.; Dr. Ir. Nyoman Metta N. Natih, M.Si; selaku penguji luar komisi pada Ujian tertutup dan Ujian Terbuka.
3. Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, dan jajarannya atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan pendidik S3 di IPB;
4. Kepala Pusdiklat Kehutanan sebagai sponsor utama pendidikan dan penelitian; 5. Rekan-rekan pegawai Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua Barat sebagai Unit Pelaksana Teknis Direktorat Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, atas semangat dan bantuannya, terutama data dan informasi yang dibutuhkan penulis;
7. Teman-teman KVT angkatan 2010-2015 atas waktu untuk berdiskusi dan bertukar pendapat, khususnya angkatan 2011 atas kebersamaan dan kekeluargaannya selama ini;
8. Seluruh pengelola Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika Institut Pertanian Bogor selama proses pendidikan penulis di IPB;
9. Tak lupa ayah (almarhum), mama tersayang, dan juga Keluarga Besar Parinding dan Kaseroan yang selalu memberikan semangat dan dorongan baik moril maupun materil;
10. Istriku tercinta Helena Tando Kaseroan dan ketiga anakku tersayang Mega Citra Parinding, Dwi Miryam Imanuelita Kaseroan, dan Albert Otniel Parinding yang memberikan semangat yang selalu baru setiap hari, sehingga pemulis memiliki motivasi untuk menyelesaikan penulisan disertasi ini; 11. Kepada semua pihak yang berkenan mendukung pelaksanaan penelitian ini.
Akhirnya semua dukungan yang telah diberikan kepada kami adalah bagian penting dari penyelesaian draft disertasi ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberkati dan memelihara kita semua.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2016
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xv
DAFTAR GAMBAR xvii
DAFTAR LAMPIRAN xx
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 5
Tujuan Penelitian 7
Manfaat Penelitian 8
Kebaharuan (Novelty) Penelitian 8
2 POTENSI DAN KARAKTERISTIK HABITAT PENELURAN PENYU di KAIMANA, PAPUA BARAT (The Potency and Habitat Characteristics
of Turtles in the Kaimana, West Papua) 9
Pendahuluan 10
Metode 11
Hasil 16
Pembahasan 27
Simpulan 32
3 EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KONSERVASI PENYU (Effectiveness
of the Management of Turtle Conservation) 34
Pendahuluan 35
Metode 36
Hasil 37
Pembahasan 50
Simpulan 54
4 KONSISTENSI DAN KOHERENSI KEBIJAKAN KONSERVASI PENYU (The Consistency and Coherency for the Policy of Turtle Conservation) 56
Pendahuluan 57
Metode 58
Hasil 60
Pembahasan 67
Simpulan 71
5 STAKEHOLDER PENGELOLAAN KONSERVASI PENYU DI KAWASAN
SUAKA MARGASATWA PULAU VENU (Stakeholder for Adaptive
Management of Turtle Conservation in the region of Venu Island Wildlife) 73
Pendahuluan 74
Metode 75
Hasil 76
Pembahasan 86
6 MEMBANGUN MODEL PENGELOLAAN ADAPTIF KONSERVASI PENYU DI KAWASAN SUAKA MARGASATWA PULAU VENU (To build of Models for Adaptive Management of Turtle Conservation
in Venu Island Wildlife Area) 90
Pendahuluan 91
Metode 92
Hasil 95
Pembahasan 107
Simpulan 112
7 PEMBAHASAN UMUM 114
Sejarah dan Dasar Hukum Pengelolaan Konservasi Penyu & Kawasannya 114
Peran Penyu bagi Ekosistem Sekitarnya 115
Pengelolaan Adaptif Konservasi Penyu di kawasan SMPV 116 Implikasi Pengelolaan Adaptif Konservasi Penyu di kawasan SMPV 131
8 SIMPULAN DAN SARAN 133
Simpulan 133
Saran 135
DAFTAR PUSTAKA 136
LAMPIRAN 148
DAFTAR TABEL
1 Faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan penyu hijau bersarang pada bulan April 2014 berdasarkan analisis step-wise 20
2 Faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan penyu hijau bersarang pada bulan Oktober 2014 berdasarkan analisis step-wise 21 3 Faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan penyu lekang bersarang
pada bulan April 2014 berdasarkan analisis Step-wise 23
4 Faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan penyu lekang bersarang pada bulan Oktober 2014 berdasarkan analisis Step-wise 24
5 Jenis-jenis penyu bersarang pada daerah bervegetasi dan tak bervegetasi (daerah supratidal, yaitu: daerah Splash, dan daerah bukan Splash; dan
daerah intertidal) di bulan April dan bulan Oktober 2014 26 6 Pembagian SDM menurut wilayah kerja dan tingkat pendidikan pada
Seksi KSDA Wilayah IV Kaimana, Papua Barat 37
7 Ancaman pengelolaan adaptif konservasi penyu di kawasan SMPV,
Kaimana, Papua Barat 39
8 Resume hasil penilaian efektifitas pengelolaan konservasi penyu di
kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu 40
9 Usulan blok pengelolaan di kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu,
Kaimana, Papua Barat 49
10 Kebijakan konservasi penyu dan penerapannya di kawasan Suaka
Margasatwa Pulau Venu, Kaimana, Papua Barat 61
11 Analisis terhadap rights, responsibility, dan returns stakeholder 64
12 Matrik koherensi kebijakan berdasarkan seberapa banyak (kali) konsep dari teks kebijakan tercantum dalam teks kebijakan lainnya. 65
8
13 Derajat koherensi antara kebijakan berdasarkan perhitungan numerik 65 14 Representasi di antara stakeholder dalam jaringan sosial, tanpa diberikan
pembobotan untuk membangun model pengelolaan adaptif konservasi
penyu di kawasan SMPV, Kaimana, Papua Barat 77
15 Hasil analisis jaringan sosial yang diberikan, tanpa pembobotan
menggunakan pengukuran sentralitas stakeholderdalam membangun
model pengelolaanadaptif konservasi penyu di kawasan SMPV 78 16 Representasi di antara stakeholder dalam jaringan sosial,adadiberikan
pembobotan untuk membangun model pengelolaan adaptif konservasi
penyu di kawasan SMPV, Kaimana, Papua Barat 82
17 Hasil analisis jaringan sosial yang diberikan,ada pembobotan
menggunakan pengukuran sentralitas stakeholder dalam membangun model pengelolaanadaptif konservasi penyu di kawasan SMPV 83 18 Matriks pemetaan stakeholder untuk membangun model pengelolaan
adaptif konservasi penyu di kawasan SMPV 96
19 Komponen-komponen pemanfaan ekologi hutan dan perairan dalam membangun model pengelolaan adaptif konservasi penyu di Suaka
20 Komponen-komponen sosial dan ekonomi dalam membangun model pengelolaan adaptif konservasi penyu di Suaka Margasatwa Pulau
Venu, Kaimana, Papua Barat 99
21 Komponen-komponen eksistensi institusional beserta hukum dan aturannya dalam membangun model pengelolaan adaptif konservasi penyu di Suaka Margasatwa Pulau Venu, Kaimana, Papua Barat 100 22 Tindakan yang memungkinkan berdasarkan usulan Stakeholder dalam
membangun model pengelolaan adaptif konservasi penyu di Suaka
Margasatwa Pulau Venu, Kaimana, Papua Barat 103
23 Penentuan blok pada kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu
di Kaimana, Papua Barat 121
24 Kegiatan yang dapat dilakukan pada blok pengelolaan di kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu, Kaimana, Papua Barat 123 25 Kelebihan dan Kekurangan pengelolaan di kawasan Suaka Margasatwa,
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka penelitian membangun model pengelolaan adaptif konservasi penyu di Suaka Margasatwa Pulau Venu, Kaimana, Papua Barat 6 2 Peta Suaka Margasatwa Pulau Venu di Kaimana, Papua Barat sebagai
kawasan konservasi penyu dan plot pengamatannya 11 3 Peta Suaka Margasatwa Pulau Venu di Kaimana, Papua Barat sebagai
kawasan konservasi penyu dan plot pengamatannya di Pulau Venu 12 4 Peta Suaka Margasatwa Pulau Venu di Kaimana, Papua Barat sebagai
kawasan konservasi penyu dan plot pengamatannya di Pulau Adi Jaya 12 5 Pengukuran batas splash terhadap lubang penyu bersarang, pengukuran
tekstur tanah, dan pengukuran suhu sarang pada setiap kedalaman 14 6 Teknik pengukuran tinggi dan lebar datar pesisir pantai 15 7 Keempat jenis penyu ditemukan pada pesisir dan perairan Kaimana,
Papua Barat 17
8 Perkembangan jumlah penyu hijau, penyu lekang, dan penyu sisik bersarang per tahun pada kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu,
Kaimana, Papua Barat 18
9 Perkembangan jumlah penyu hijau, penyu lekang, dan penyu sisik bersarang per bulan dalam 6 tahun terakhir pada kawasan Suaka
Marga-satwa Pulau Venu, Kaimana, Papua Barat 18
10 Jumlah persarangan penyu hijau pada bulan April dan bulan Oktober di kelima stasiun pada kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu, Kaimana,
Papua Barat. 19
11 Jumlah persarangan penyu lekang pada bulan April dan bulan Oktober di kelima stasiun pada kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu,
Kaimana, Papua Barat. 19
12 Penyu hijau bersarang terhadap karakteristik habitat pada bulan April Tahun 2014 di kawasan SMPV, Kaimana, Papua Barat 21 13 Penyu hijau bersarang terhadap karakteristik habitat pada bulan
Oktober Tahun 2014 di kawasan SMPV, Kaimana, Papua Barat 22 14 Penyu lekang bersarang terhadap karakteristik habitat pada bulan
April Tahun 2014 di kawasan SMPV, Kaimana, Papua Barat 24 15 Penyu lekang bersarang terhadap karakteristik habitat pada bulan
April Tahun 2014 di kawasan SMPV, Kaimana, Papua Barat 25 16 Perkembangan pengelolaan konservasi penyu di kawasan SMPV,
Kaimana, Papua Barat pada Tahun 2009 dan Tahun 2014 48 17 Pembaruan persebaran suku di Kaimana oleh Kantor Pariwisata dan
Kebudayaan (2014) dalam “Atlas Sumber Daya Alam Pesisir Kaimana
Tahun 2006 62
18 Pemetaan wilayah “Petuanan” dari suku Koiway berdasarkan marga di
kecamatan Buruway, Kaimana, Papua Barat 63
19 Stakeholder yang mendapatkan interaksi hubungan lebih dari stakeholder
lainnya (Indegree Centrality), tanpa diberikan pembobotan dalam
Kaimana, Papua Barat pembobotan dalam membangun model pengelola- an adaptif konservasi penyu di kawasan SMPV, Kaimana, Papua Barat 79 20 Stakeholder yang memberikan interaksi hubungan lebih dari stakeholder
lainnya (Indegree Centrality), tanpa diberikan pembobotan dalam
membangun model pengelolaan adaptif konservasi penyu di kawasan
SMPV, Kaimana, Papua Barat 79
21 Stakeholder yang mampu menjembatani stakeholder berinteraksi lebih
dari stakeholder lainnya (betweenness Centrality), tanpa diberikan
pembobotan dalam membangun model pengelolaan adaptif konservasi
penyu di kawasan SMPV, Kaimana, Papua Barat 80
22 Stakeholder yang mendapatkan interaksi hubungan lebih dari stakeholder lainnya (Indegree Centrality), ada diberikan pembobotan
dalam membangun model pengelolaan adaptif konservasi penyu di
kawasan SMPV, Kaimana, Papua Barat 84
23 Stakeholder yang mampu menjembatani (Outdegree Centrality), ada
diberikan pembobotan dalam membangun model pengelolaan adaptif
konservasi penyu di kawasan SMPV, Kaimana, Papua Barat 84 24 Stakeholder yang mampu menjembatani (Betweenness Centrality), ada
diberikan pembobotan dalam membangun model pengelolaan adaptif
konservasi penyu di kawasan SMPV, Kaimana, Papua Barat 85 25 Diagram causal loop dengan loop umpan balik positif (ABC = X ke Y)
dan negatif (DEF = P ke Q), perhatikan bahwa lebih dari F mengarah
ke kurang dari D) 95
26 Diagram Keterkaitan Hukum dan Aturannya terhadap Pengelolaan
Adaptif Konservasi Penyu di Kawasan SMPV, Kaimana, Papua Barat 101 27 Diagram causal loop kompleks terhadap Model Konservasi Penyu di
Kawasan SMPV, Kaimana, Papua Barat 101
28 Diagram Keterkaitan Tingkat Pendidikan terhadap Populasi Manusia dalam Membangun Model Pengelolaan Adaptif Konservasi Penyu di
Kawasan SMPV, Kaimana, Papua Barat 102
29 Sejarah kualitas dan kuantitatif populasi dan habitat peneluran penyu, prediksi dan outcome yang diinginkan dalam pengelolaan adaptif
Konservasi Penyu di Kawasan SMPV, Kaimana, Papua Barat 103 30 Faktor-faktor yang memberi kontribusi terhadap pendapatan
masyarakat dalam pengelolaan adaptif Konservasi Penyu di Kawasan
SMPV, Kaimana, Papua Barat 104
31 Faktor-faktor yang memberi kontribusi terhadap kepastian hukum dalam pengelolaan adaptif Konservasi Penyu di Kawasan SMPV,
Kaimana, Papua Barat 104
32 Skema pendekatan kolaborasi dalam membangun model pengelolaan adaptif konservasi penyu di kawasan SMPV, Kaimana, Papua Barat yang dibutuhkan adalah “Badan Pengelola Multi-stakeholder” 105
33 Implementasi kebijakan dalam pengelolaan adaptif konservasi penyu
34 Distribusi tempat penyu bersarang dan makan di Indonesia (Kemen- terian kehutanan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2008) 116 35 Legenda distribusi tempat penyu bersarang dan makan di Indonesia
(Kementerian kehutanan, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan,
2008) 116
36 Teknik Identifikasi Penyu (Kementerian kehutanan dan Kementerian
Kelautan dan Perikanan, 2008) 117
37 Sistem zonasi KKPD Kaimana – wilayah pengelolaan Buruway
di Kaimana (Perda No. 4 Tahun 2014) 118
38 Pembagian ekoregion prioritas konservasi Indonesia (Kementerian
kehutanan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2010) 119
DAFTAR LAMPIRAN
1
Karakteristik Habitat Penyu Hijau bulan April 2014 di SuakaMargasatwa Pulau Venu 148
2 Karakteristik Habitat Penyu Hijau bulan Oktober 2014 di Suaka
Margasatwa Pulau Venu 150
3 Karakteristik Habitat Penyu Lekang bulan April 2014 di Suaka
Margasatwa Pulau Venu 152
4 Karakteristik Habitat Penyu Lekang bulan Oktober 2014 di Suaka
Margasatwa Pulau Venu 154
5 Tutupan dan profil vegetasi pada jalur 1 di Stasiun Venu bagian
Timur, kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu 156 6. Tutupan dan profil vegetasi pada jalur 2 di Stasiun Venu bagian
Timur, kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu 157 7 Tutupan dan profil vegetasi pada jalur 3 di Stasiun Venu bagian
Timur, kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu 158 8 Tutupan dan profil vegetasi pada jalur 4 di Stasiun Venu bagian
Timur, kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu 159 9 Tutupan dan profil vegetasi pada jalur 5 di Stasiun Venu bagian
Timur, kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu 160 10 Tutupan dan profil vegetasi pada jalur 6 di Stasiun Venu bagian
Timur, kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu 161 11 Tutupan dan profil vegetasi pada jalur 7 di Stasiun Venu bagian
Timur,kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu 162 12 Tutupan dan profil vegetasi pada jalur 1 di Stasiun Venu bagian
Selatan, kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu 163 13 Tutupan dan profil vegetasi pada jalur 2 di Stasiun Venu bagian
Selatan, kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu 164 14 Tutupan dan profil vegetasi pada jalur 3 di Stasiun Venu bagian
Selatan, kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu 165 15 Tutupan dan profil vegetasi pada jalur 1 di Stasiun Venu bagian
Barat, kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu 166 16. Tutupan dan profil vegetasi pada jalur 2 di Stasiun Venu bagian
Barat, kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu 167 17 Tutupan dan profil vegetasi pada jalur 3 di Stasiun Venu bagian
Barat, kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu 168 18 Tutupan dan profil vegetasi pada jalur 4 di Stasiun Venu bagian
Barat, kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu 169 19 Tutupan dan profil vegetasi pada jalur 5 di Stasiun Venu bagian
Barat, kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu 170 20 Tutupan dan profil vegetasi pada jalur 6 di Stasiun Venu bagian
Barat, kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu 171 21 Tutupan dan profil vegetasi pada jalur 1 di Stasiun Venu bagian
22. Tutupan dan profil vegetasi pada jalur 2 di Stasiun Venu bagian Utara, kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu 173 23 Tutupan dan profil vegetasi pada jalur 3 di Stasiun Venu bagian
Utara, kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu 174 24 Tutupan dan profil vegetasi pada jalur 1 di Stasiun Waranggera
bagian Barat, kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu 175 25 Tutupan dan profil vegetasi pada jalur 2 di Stasiun Waranggera
bagian Barat, kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu 176 26 Tutupan dan profil vegetasi pada jalur 3 di Stasiun Waranggera
bagian Barat, kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu 177 27 Tutupan dan profil vegetasi pada jalur 4 di Stasiun Waranggera
bagian Barat, kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu 178 28 Tutupan dan profil vegetasi pada jalur 5 di Stasiun Waranggera
bagian Barat, kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu 179 29 Tutupan dan profil vegetasi pada jalur 6 di Stasiun Waranggera
bagian Barat, kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu 180 30 Tutupan dan profil vegetasi pada jalur 7 di Stasiun Waranggera
bagian Barat, kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu 181 31 Tutupan dan profil vegetasi pada jalur 8 di Stasiun Waranggera
bagian Barat, kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu 182 32 Tutupan dan profil vegetasi pada jalur 9 di Stasiun Waranggera
bagian Barat, kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu 183 33 Tutupan dan profil vegetasi pada jalur 10 di Stasiun Waranggera
bagian Barat, kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu 184 34 Tutupan dan profil vegetasi pada jalur 11 di Stasiun Waranggera
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan nasional Indonesia yang berkelanjutan salah satunya mengamanatkan pengelolaan sumber daya alam beserta ekosistemnya secara bijaksana dan lestari bagi kehidupan kesejahteraan rakyatnya. Kabupaten Kaimana, Papua Barat memiliki potensi keanekaragaman hayati baik di terestrial maupun di perairannya. Hal ini memerlukan adanya upaya pengelolaan meliputi: perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan secara lestari. Di satu sisi pemerintah daerah Kaimana telah memiliki pencadangan Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) berdasarkan peraturan daerah No. 4 Tahun 2014. Kawasan tersebut bertujuan sebagai kawasan budidaya perikanan, dan pariwisata beserta perlindungan kawasan sebagai daerah / zone larangan tangkap perikanan (no take zone). Kawasan ini juga bersinggungan dengan Cagar Alam pegunungan Kumawa dan perarirannya juga merupakan bagian dari kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu. Di satu sisi perairan Kaimana merupakan bagian pengelolaan segitiga terumbu karang dunia di bentangan kepala burung. Di sisi lain perairan Kaimana memiliki potensi satwa migran, salah satunya penyu. Selain itu berbagai stakeholder memiliki kepentingan atas kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu, antara lain: pemerintah daerah (Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lingkungan Hidup, Conservation International Indonesia koridor Kaimana, dan pemilik hak ulayat yang disebut “Petuanan”.
Kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu (SMPV) telah ditunjuk sebagai kawasan pengelolaan konservasi penyu, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.783/Menhut-II/2014 tanggal 22 September 2014 tentang Perubahan atas keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 891/KPTS-II/1999 tanggal 14 Oktober 1999 tentang penunjukan kawasan hutan di wilayah propinsi daerah tingkat I Irian Jaya seluas ± 42.224.840 hektar. Kawasan SMPV tersebut belum ditata batas sepanjang 62.256 km. Kawasan SMPV tersebut memiliki luas ± 16.320 hektar terdiri atas keseluruhan pulau Venu (pulau Tumbu-tumbu) dan sebagian wilayah pesisir dan laut sekitar pulau Adi Jaya (Wahjono et al. 1992). Secara geografis, terletak diantara 133º26'32" BT sampai 133º34'19"BT
dan 4º13'57" LS sampai 4º22'51" LS. Kawasan SMPV di bagian Utara berbatasan
langsung dengan daratan Pulau Adi Jaya, dan di bagian Barat, Selatan dan Timur berbatasan dengan perairan Aru.
turtle (Natator depressus); penyu belimbing / Loggerhead turtle (Caretta caretta); dan penyu kempii / Kemp’sridley turtle (Lepidochelys kempii). Mereka merupakan satwa liar yang terancam punah berdasarkan klasifikasi oleh Word Conservation Union dan ditetapkan International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) Tahun 2006 (Webb 2008).
Di sisi lain, kawasan SMPV juga diketahui sebagai tempat bertelurnya burung Maleo, tempat persinggahan burung pelikan (Pelecanus corspicililatus), tempat hidup bagi jenis kelelawar (kalong), sepasang burung elang laut Irian, dan hidupan liar lainnya baik di terestrial maupun di akuatik. Kawasan perairan SMPV juga diketahui mempunyai potensi besar sebagai penghasil ikan. Penelitian terhadap biomassa ikan-ikan target komersil di perairan kawasan SMPV (Pada dan Andi 2010; Allen dan Erdman 2009, 2012; Allen 2007) rata-rata sebesar 319 ton/km2, sedangkan rata-rata kekayaan wilayah perairan Kaimana sebesar 228 ton/km2. Adapun jenis ikan yang paling dominan adalah ikan pinang-pinang (Pterocaesio tessellata). Selain itu, kawasan SMPV memiliki ekosistem pantai, ekosistem lamun, ekosistem terumbu karang, dan juga keindahan panorama alamnya baik di terestrial maupun di akuatik. Hal-hal tersebut adalah sebagai aspek ekologinya. Kawasan SMPV juga memiliki aspek ekonomi berupa kegiatan local livelihood dalam pemenuhan kebutuhan protein dari telur penyu dan bagian-bagiannya, hasil perikanan lainnya (termasuk teripang, kerang lola / susur bundar (Trochus niloticus), dan kerang batu laga (Turbo marmoratus), memiliki tempat potensial bagi kegiatan wisata pantai dan wisata bahari. Kegiatan ekstraksi dalam pemenuhan local livelihood bagi mereka berkaitan dengan nilai-nilai budaya yang arif terhadap lingkungan dalam bentuk sasi yang disebut “Nggama”. “Nggama” adalah sebagai sistem tunda pengambilan sumber daya (setelah periode waktu 6 bulan, 1 tahun, dan 2 tahun) dalam memenuhi kebutuhan hidup dengan selalu memperhatikan sistem keberlanjutannya. Di sisi lain, kawasan SMPV memiliki
aspek sosial dan budaya, sebagai identitas suku Koiway dan batas “kepemilikan”
terhadap pulau Venu. Pulau Venu di temukan adanya makam tua / keramat yang oleh pemerintah daerah (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kaimana) sedang diakomodir menjadi cagar budaya. Di satu sisi aspek lingkungan, kawasan SMPV juga merupakan bagian dari pengelolaan bentang laut terumbu karang dunia di kepala burung dan pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Kaimana.
Pengelolaan sumber daya alam di kawasan SMPV telah diminati banyak stakeholder. Di satu sisi, pemerintah telah menunjuk kawasan SMPV sebagai tempat perlindungan bagi pengelolaan konservasi penyu. Penunjukan tersebut berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan telah diinisiasi sejak Tahun 1992. Pemerintah daerah mendukung upaya menjadikan Provinsi Papua Barat sebagai “Provinsi Konservasi”. Pembentukan provinsi konservasi membutuhkan integrasi semua aspek pengelolaan dan regulasi yang mampu memiliki cakupan yang sangat luas dalam membangun pengelolaan adaptif konservasi penyu ini. Oleh karena itu pengelolaan kawasan konservasi penyu dan keberadaannya memunculkan isu-isu pengelolaan kolaborasi dalam pengelolaannya.
populasi manusia. Hal ini membutuhkan adanya kemampuan dalam mengakomodir pengetahuan masyarakat baik tradisional maupun pengetahuan modern (ilmiah). Perubahan lingkungan dan pertumbuhan populasi penduduk menyebabkan ketidakpastian pengelolaan sumber daya alam (Rissman & Gillon 2016; Bots et al. 2015; Hinkel et al. 2015; McGinnis & Ostrom 2014).
Berdasarkan beberapa hal tersebut di atas, pengelolaan yang dilakukan oleh institusional pengelola yakni Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua Barat memerlukan adanya pembangunan pengelolaan adaptif konservasi penyu tersebut berdasarkan kepentingan bersama. Outcome menjadi pertimbangan bagi setiap stakeholder utama dalam membangun konservasi penyu secara lestari. Stakeholder utama harus mampu melaksanakan tindakan aksi dalam berkolaborasi melalui pengelolaan adaptif konservasi penyu berupa pola pengaturan pengelolaan dan atau penetapan blok pengelolaan. Pengelolaan kawasan SMPV memiliki permasalahan status penunjukan kawasan hutan propinsi (belum spasial), konflik kepentingan terhadap pengelolaan sumber daya alam di antara stakeholder, dan pendanaan dalam pengelolaan konservasi penyunya. Pengelolaan kawasan Suaka Margasatwa sebagai bagian dari kawasan suaka alam memerlukan adanya perencanaan, perlindungan, pengawetan, pemanfaatan dan evaluasi kesesuaian fungsi secara berkala. Pengelolaan adaptif juga memerlukan persyaratan beberapa langkah proses yang terstruktur / sistematis dan handal (BCFS 2013; Purnomo 2012; Purnomo dan Mendoza 2011; Nyberg 1998; Gunderson et al. 1995a, 1995b; Walters dan Holling 1990) untuk secara kontinyu menyempurnakan kebijakan dan praktek pengelolaan dengan cara belajar dari outcomes program operasional (tindakan pengelolaan, mengakomodir perubahan, dan peningkatan pengelolaan), antara lain: perencanaan, tindakan, pemantauan, dan refleksi / evaluasi.
Konsep teoritis yang dibangun dalam penelitian ini adalah pengelolaan adaptif. Pengelolaan adaptif (Holling 1978) adalah sebuah perangkat yang mana harus digunakan tidak hanya untuk merubah sistem, melainkan hal ini juga untuk mempelajari tentang sistem tersebut. Pengelolaan adaptif dalam perkembangannya adalah sebuah struktur, proses yang berulang-ulang untuk pengambilan keputusan pada suatu kondisi yang tidak menentu dengan tujuan mengurangi ketidakpastian dari waktu ke waktu melalui sistem monitoring. Pengelolaan adaptif dilakukan sebagai langkah bertanggung jawab dalam menghadapi ketidakpastian pengelolaan sumber daya alam, dan pertumbuhan manusia. Pengelolaan adaptif membutuhkan perbaikan sistem pengelolaan sumber daya alam melalui proses yang berulang-ulang (Moore et al. 2011).
Pengelolaan adaptif digunakan sebagai salah satu cara dalam pengelolaan berbasis ekosistem dan berbasis masyarakat. Pengelolaan adaptif tersebut juga dibutuhkan dalam pengelolaan ekosistem yang berskala besar. Pengelolaan adaptif adalah salah satu alat yang dirancang dalam proses penelitian ilmiah / informasi terbaru yang membutuhkan tujuan harus terukur, pemantauan untuk menentukan efektifitas yang berguna dari kegiatan pengelolaan mencapai tujuan, evaluasi me-nentukan apakah tujuan telah dicapai dan adaptasi berdasarkan hasil yang efisien. Pengelolaan adaptif ini dideskripsikan dalam 4 tahapan (William et al. 2007; Watermann et al. 2001), yaitu: Refleksi (R), Perencanaan (P), Aksi (A), dan Monitoring (M) yang didukung proses berulang (iterasi), perbaikan (improvement), learning by doing sebagai umpan balik (feedback), sebab akibat (causal loop), dan loop-nya. Pengelolaan adaptif sumber daya di Grand Canyon (Zellmer dan Gunderson 2009) telah dianggap berhasil disebabkan kebijakan pengelolaan baru yang diterapkan atau yang telah direvisi telah terjadi dalam beberapa program berdasarkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi eksperimennya. Kerangka penelitian membangun model pengelolaan adaptif konservasi penyu di kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu, Kaimana, Papua Barat (Gambar 1).
Pelaksanaan pengelolaan adaptif konservasi penyu ini diharapkan mampu memperbaiki (improvement) tujuan dan atau strategi / sasaran kebijakan pengelolaan guna menyusun struktur yang saling terintegrasi berdasarkan prediksi dan outcomes yang diinginkan di masa mendatang. Tantangan pendekatan pengelolaan adaptif (Allan & Stankey 2009) dibedakan atas adanya keseimbangan diantara ilmu pengetahuan awal untuk memperbaiki pengelolaan di masa depan dengan pencapaian hasil akhir dan dampaknya pada jangka pendek terbaik berdasarkan pada ilmu pengetahuan terbaru. Pembelajaran konservasi penyu tersebut dilaksanakan tidak hanya tergantung pada pengetahuan dan kepemilikan dari stakeholder, tetapi juga kemitraan dalam sinkronisasi pengetahuan asli dan pengetahuan ilmiah / temuan ilmiah baru berdasarkan peran dan harapan bersama generasi saat ini dan mendatang melalui pembangunan yang berkelanjutan (Sylvester 2013; Ostrom et al. 1993).
Pada tahapan refleksi dilakukan upaya antara lain: Stakeholder Analysis dan Participation Modeling. Pemilihan aktor / stakeholder (Purnomo et al. 2003b; Colfer et al.1999) didasarkan kedekatan dengan kawasan, keahlian dalam hak-hak hukum, hak-hak tradisional / adat, ketergantungan pada hutan dan perairan (baik pengetahuan adat maupun ilmiah), dan keterkaitan hubungan budaya setempat. Stakeholder Analysis digunakan untuk menentukan pemangku kepentingan yang memiliki pengaruh dan kepentingan yang tinggi (key player), sehingga memudah-kan membangun peran dalam mencapai harapan pengelolaan adaptif konservasi penyu dalam aksi bersama diantara mitra. Sedangkan pemodelan partisipasi digunakan untuk mendapatkan komponen alternatif strategi pengelolaan adaptif konservasi penyu untuk disepakati bersama. Sedangkan tahapan perencanaan dan pemantauan digunakan Analytical Hierarchy Proccess (AHP) untuk memilih prio-ritas setiap strategi, untuk dihasilkan alternatif strategi dalam pembangunan model pengelolaan adaptif konservasi penyu di kawasan SMPV yang berkelanjutan.
-lasi sebagai “kekuasaan” (Agrawal & Ostrom 2001; Ostrom 2009, 1999; Ostrom et al. 1999; Schlager & Ostrom 1992), dan juga berdasarkan akses dan hak tradisional
masyarakat sebagai “penguasaan” (Ginger et al. 2012; Ribot & Peluso 2003); b) peningkatan kemampuan (capacity building) institusional pengelolaan; c) pelestarian lingkungan (environment conservation); dan d) pengembangan usaha berkelanjutan (sustainable livelihood development).
Perumusan Masalah
Penyu merupakan satwa migran yang memiliki wilayah jelajah yang cukup luas. Di satu sisi, penyu merupakan satwa liar yang dilindungi dalam perdagangan-nya dikategorikan sebagai Appendiks I (CITES), dan satwa yang terancam dan ter-ancam kepunahan (IUCN). Empat jenis penyu (penyu hijau, penyu lekang, penyu sisik tempat bertelurnya di kawasan SMPV) sedangkan jenis penyu belimbing ditemukan di perairan Kaimana. Keberadaan populasi dan habitat penyu tersebut sangat dipengaruhi faktor-faktor, antara lain: Ekologi; ekonomi, sosial, dan budaya; kelembagaan pengelolan; dan ketahanan spesies tersebut dan lingkungannya.
Upaya pengelolaan di kawasan SMPV tersebut mempengaruhi cara pengelolaannya, antara lain: pengelolaan berbasis ekosistem, pengelolaan berbasis masyarakat, dan juga pengelolaan yang kolaboratif. Selama ini, perkembangan pengelolaan konservasi penyu di kawasan SMPV memiliki kendala berkaitan dengan status kawasan penge-lolaannyanya. Di sisi lain, kawasan SMPV ini memiliki potensi lain dengan beragam kepentingan dari setiap stakeholder. Adapun permasalahan pengelolaannya (Gambar 1) adalah umpan balik tentang pengelolaan konservasi penyu di kawasan SMPV, yang berdasarkan data dan informasi tidak pernah menjadi dasar pembuatan kebijakan dan keputusan pengelolaan konservasi penyu di kawasan SMPV, Kaimana, Papua Barat.
Adapun preferensi berdasarkan atas persepsi stakeholder sebagai tujuan dan atau strategi atau sasaran pengelolaan adaptif konservasi penyu. Keutamaannya (priority) dihasilkan berdasarkan atas Analisys Hierarchy Proccess (AHP), antara lain: 1) adanya kelestarian populasi penyu dan habitatnya (penyu hijau, penyu lekang, penyu sisik, dll); 2) terwujudnya kebutuhan rekreasi dan atau wisata pantai atau bahari berkaitan dengan keindahan pesisir dan perairan pantai, adanya laguna, jenis burung pelikan, kalong, burung garuda Irian, burung maleo, bio-massa ikan, keindahan panorama alam diantaranya sunrise, sunset, terumbu karang, dan keindahan alam bawah laut; 3) tercukupinya livelihood SASI / Nggama suku Koiway, berupa pemanenan teripang, dan susur bundar (Trochus niloticus), dan
MODEL
PENGELOLAAN ADAPTIF KONSERVASI PENYU
Metode Action Research
Refleksi / Evaluasi
Stakeholder Analysis (Reed et al. 2009), PCA, METT,
Content Analysis, Ucinet (Borgatti 2002), Vensim, dan
Participatory Modeling
Perencanaan
Analytical Hierarchy Proccess-AHP (Saaty, 1993), Principal Component Analysis-PCA, Management
Effectiveness Tracking Tool-METT, Content Analysis, Ucinet (Borgatti 2002), dan Vensim
Tindakan
Pemantauan
Analytical Hierarchy Proccess-AHP (Saaty, 1993), Principal Component Analysis-PCA, Management Effectiveness Tracking Tool-METT, Content Analysis, Ucinet (Borgatti 2002), dan Vensim
Penyu lestari Tercukupinya local
live-lihood – SASI / Nggama suku Koiway
Terwujudnya kebu-tuhan wisata cagar budaya makam tua /
keramat suku Koiway Terwujudnya kebutuhan rekreasi /
wisata pantai dan atau bahari
P R O S E S
O U T P U T
Ekologis
Komponen Parameter Biofisik Habitat Peneluran Penyu di Suaka Margasatwa
Pulau Venu (SMPV)
Ekonomi, Sosial dan Budaya
- SDM - Dana - Teknologi, dll
Kelembagaan
- Stakeholder - Norma Adat / Aturan - Politik, dll
Lingkungan
- Iklim, Musim, dan Cuaca (Suhu) - Bencana Alam
- Predator, dll I N P U T
Pengelolaan Kolaborasi
Pereira et al. 2013; Ballet et al. 2009; Borrini-Feyerabend 2007; Clarlsson &
Berkes 2005
Pengelolaan berbasis Masyarakat
Cox et al. 2010; DeGeorges & Reilly 2009; Fernandez-Gimenez 2008;
Shackleton et al. 2002;
Pengelolaan berbasis Ekosistem
Long 2015; Leech et al. 2009; Ruckelshaus et al.
2008
Pengelolaan Adaptif
Holling 1978
Selama ini, Umpan balik tidak pernah menjadi dasar pembuatan kebijakan dan keputusan pengelolaan konservasi penyu di kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu, Kaimana, Papua Barat
“Sekretariat bersama”, penguatan monitoring
populasi penyu
Penyu Hijau, Penyu Lekang,
Penyu sisik
Teripang, Trochus niloticus. Selain itu telur
penyu dan tubuhnya Berupa batu (telah dipagar) Pengamatan penyu bertelur dan
pelepasan anak penyu (tukik), burung maleo, Elang Irian, kalong, snorkling,
diving, sunrise, sunset, laguna
[image:31.595.42.474.72.589.2]juga kebutuhan protein dan pendapatan dari pemanfaatan telur penyu dan bagian tubuhnya; 4) terwujudnya kebutuhan cagar budaya, wisata makam keramat / tua dari suku Koiway berkaitan dengan pariwisata dan kebudayaan Kaimana menjadikan makam keramat / tua tersebut sebagai cagar budaya bagi kepentingan kabupaten Kaimana.
Berdasarkan hal tersebut di atas, pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian adalah: 1) Bagaimana mengetahui potensi dan karakteristik habitat peneluran bagi penyu dan menggambarkan potensi penyunya di kawasan SMPV?; dan 2) Bagaimana mengkaji pengelolaan institusional pengelola konservasi penyu, konsistensi dan koherensi kebijakan konservasi penyu, baik peran maupun kepen-tingan stakeholder utama melakukan pengelolaan konservasi penyu dalam memba-ngun model pengelolaan adaptif konservasi penyu di kawasan SMPV.
Hipotesis penelitian ini adalah pengelolaan adaptif konservasi penyu dengan metode kaji tindak yang diindikasikan mampu meminimalisir ketidakpastian dan kompleksitas kebijakan pengelolaan di kawasan SMPV, Kaimana, Papua Barat. Uji hipotesis tersebut dilakukan menggunakan alat analisis, antara lain: 1) Penelitian pendahuluan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) digunakan untuk mengukur preferensi dari persepsi stakeholder. Stakeholder Analysis digunakan untuk memetakan peran dari berbagai stakeholder, dan Participatory Modeling digunakan untuk mengkaji partisipasi dari beragam stakeholder; dan 2) Pelaksanaan penelitian menggunakan Principal Component Analysis (PCA) dan analisis step-wise untuk mengukur karakteristik habitat peneluran penyu, dan Descriptive Analysis untuk menggambarkan potensi penyu dan sumber daya alam lainnya. Kedua analisis ini digunakan sebagai alat analisis untuk pertanyaan ke-1. Selanjutnya pelaksanaan penelitian menggunakan Descriptive Analysis untuk menggambarkan potensi penyu, dan Principal Component Analysis dan Step-Wise untuk mengukur karakteristik habitat peneluran bagi penyu baik populasi penyu dan habitatnya, Management Effectiveness Tracking Tool (METT) untuk mengukur efektifitas pengelolaan konservasi penyu oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua Barat, Content Analysis untuk mengkaji konsistensi peraturan antara Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 57/Menhut-II/2008 tentang Arahan Strategi dan Konservasi Spesies Nasional dengan turunannya (draft Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Penyu), dan mathematic statistic sederhana untuk mengetahui keterpaduan diantara SRAK Penyu dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kabupaten Kaimana, Ucinet dan NetDraw dalam Sentralitas Networks Analysis untuk menentukan sentralitas stakeholder (degree centrality, closeness centrality, dan betweenness centrality), dan aplikasi VENSIM dalam Soft Systems Methodology (SSM) untuk mengkaji indikator utama dalam faktor-faktor yang mempengaruhi dan dipengaruhi serta causal loop dari setiap loop membangun model pengelolaan adaptif konservasi penyu di Suaka Margasatwa Pulau Venu, Kaimana, Papua Barat. Kedelapan analisis ini digunakan sebagai alat analisis untuk pertanyaan ke-2.
Tujuan Penelitian
kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu (SMPV) Kaimana, Papua Barat. Tujuan khusus penelitian adaptif ini, antara lain:
1. Mengkaji potensi dan karakteristik habitat peneluran bagi penyu di SMPV 2. Menganalisis stakeholder pengelola dalam efektifitas pengelolaan konservasi
penyu di SMPV
3. Menganalisis stakeholder pengelola dalam konsistensi dan koherensi kebijakan konservasi penyu di SMPV
4. Menganalisis stakeholder pengelola dalam pengelolaan konservasi penyu di SMPV
5. Membangun model pengelolaan adaptif konservasi penyu dengan metode kaji tindak di SMPV di antara institusional pengelola dengan stakeholder
Manfaat Penelitian
Manfaat model pengelolaan adaptif konservasi penyu di SMPV adalah: Teoritis:
a. Bahan kajian dan referensi guna membangun model pengelolaan adaptif konservasi penyu di SMPV, berdasarkan karakteristik Sumber Daya Alam (SDA), dan Sumber Daya Manusia (SDM) serta penggunaan teknologinya. b. Memperkaya pengetahuan tentang membangun model pengelolaan adaptif
konservasi penyu di kawasan konservasi, umumnya di SMPV Praktis:
a. bagi pemerintah: sebagai alternatif kebijakan dalam pengelolaan konservasi penyu di SMPV melalui model pengelolaan adaptif.
b. bagi masyarakat: sebagai ruang bagi pemangku kepentingan dan dukungannya dalam pengelolaan adaptif konservasi penyu di SMPV.
Kebaharuan (Novelty) Penelitian
2
POTENSI DAN KARAKTERISTIK HABITAT
PENELURAN PENYU di KAIMANA, PAPUA BARAT
(The Potency and Habitat Characteristics of Turtles
in the Kaimana, West Papua
)
Abstrak
Kawasan perairan kaimana, Papua Barat adalah sebagai daerah potensial bagi empat jenis
penyu, yaitu: penyu hijau (Chelonia mydas), penyu lekang/abu-abu (Lepidochelys
olivacea), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), dan Penyu belimbing (Dermochelys
imbricata). Kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu merupakan salah satu habitat
peneluran bagi penyu. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji potensi dan karakteristik habitat peneluran bagi penyu baik populasi penyu maupun habutatnya di kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu, Kaimana, Papua Barat. Analisis deskriptif, dan analisis
komponen utama dan analisis step-wise sebagai metode analisis hanya digunakan untuk
mengkaji jenis penyu hijau dan penyu lekang. Potensi penyu pada kawasan SMPV
ditemukan sebanyak 3 jenis, yaitu: Chelonia mydas, Lepidochelys olivacea, Eretmochelys
imbricata, sedangkan Dermochelys coriacea ditemukan terdampar, dan kemudian mati di
pantai Kaimana pada Tahun 2011. Hasil penelitian ini ditemukan sebagai faktor-faktor utama ekologi bagi peneluran penyu dan pendaratannya tersebut, antara lain: lebar daerah
pantai (supratidal, splash, intertidal), kemiringan dan ketinggian pantai, luasan dan jarak
dari bangunan (antropogenik), jenis dan profil penutupan vegetasi, laguna, pohon tumbang (kayu), suhu pasir persarangan, kelembaban dan suhu udara, tekstur pasir, dan pencahayaan. Karakteristik keseluruhan pantai peneluran di kawasan SMPV ditemukan
bertekstur berpasir >99%, dan didominasi bertekstur pasir sedang. Batas daerah splash
dari batas pasang air tertinggi berjarak antara 0,64-2,72m. Setiap stasiun peneluran baik di Pulau Venu maupun di Pulau Adi Jaya (Waranggera bagian Barat) ditempati bagi kedua penyu tersebut. Daerah peneluran potensial bagi kedua penyu tersebut ditemukan pada kelima stasiun pengamatan.
Kata kunci: Chelonia mydas, Lepidochelys olivacea, Suaka Margasatwa Pulau Venu,
lokasi peneluran.
Abstract
occupied by the turtles. The potential nesting areas for both turtles were found on the fifth of observation station.
Keywords: Chelonia mydas, olive ridle turtle, nesting site, Venu Island Wildlife Sanctuary
Pendahuluan
Penyu merupakan jenis yang terancam punah dan berstatus dilindungi. Secara keseluruhan di dunia diketahui ada tiga jenis penyu yang menjadikan kawasan SMPV sebagai habitat peneluran. Ketujuh jenis penyu tersebut adalah penyu tem-payan / Loggerhead turtle (Caretta caretta); penyu lekang / abu-abu /Olive ridley turtle (Lepidochelys olivacea); penyu hijau / Green turtle (Chelonia mydas); penyu sisik / Leatherback turtle (Dermochelys coriacea); penyu pipih / Flatback turtle (Natator depressus); penyu belimbing / Loggerhead turtle (Caretta caretta); dan penyu kempii / Kemp’sridley turtle (Lepidochelys kempii), merupakan satwa liar terancam punah berdasarkan klasifikasi oleh Word Conservation Union dan ditetap-kan IUCN Tahun 2006 (Webb 2008; Seminof 2014) dan Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora - CITES (Erviani 2014)
Kawasan perairan kaimana, Papua Barat adalah sebagai daerah potensial bagi keempat jenis penyu, yaitu: penyu hijau (Chelonia mydas), penyu lekang ( Lepido-chelys olivacea), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), dan Penyu belimbing ( Der-mochelys imbricata). Ketiga jenis penyu tersebut ditemukan melakukan aktivitas peneluran di kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu (SMPV). Kawasan SMPV ini merupakan salah satu habitat peneluran potensial bagi penyu di Kabupaten Kaimana (Parinding et al. 2016, 2015; Huffard et al. 2012, 2010; Allen & Erdmann 2012; Pada & Andi 2010; Parinding 2010; Bawole et al. 2009; Wahjono 1992). Dermochelys coriacea ditemukan terdampar dan kemudian mati di pantai Kaimana pada Tahun 2011 (Parinding 2011).
Kawasan SMPV ini terdiri atas keseluruhan pulau Venu (Pulau Tumbu-tumbu) dan sebagian pulau Adi Jaya (Waranggera bagian barat) beserta perairan sekitarnya) dengan luasan 16.320 hektar (Wahyono, et al. 1992), dan selanjutnya kawasan SMPV ini ditunjuk sebagai kawasan konservasi penyu. Kawasan SMPV ini ditunjuk berdasarkan SK Menhut 783/Menhut-II/2014 sebagai pengganti Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 891/KPTS-II/1999 tanggal 14 Oktober 1999 tentang penunjukan kawasan hutan di wilayah propinsi daerah tingkat I Irian Jaya (± 42.224.840ha). Kawasan SMPV tersebut merupakan bagian dari kawasan hutan perlindungan nasional yang disebutkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Papua Barat Tahun 2008-2028, yang mana pulau Venu disebutkan memiliki luasan ±16 hektar. Kawasan SMPV ini juga merupakan salah satu suaka margasatwa yang telah teridentifikasi dari 73 lokasi suaka margasatwa di Indonesia, dan total luasan suaka margasatwa keseluruhannya adalah 5.422.922,79ha (Yanti 2013; Alamendah 2010). Selanjutnya perkembangan suaka margasatwa di Indonesia terdapat 75 lokasi (DJ-KSDAE 2015). Kawasan SMPV ini berada di bagian Selatan kabupaten Kaimana,Papua Barat. Secara geografis, kawasan ini terletak diantara 133º26'2" BT- 133º34'19" BT dan 4º13'7"
LS - 4º22'51" LS. Kawasan SMPV dan perairan Kaimana (Allen & Erdmann 2009)
(Coral Tri angel Inisiative (CTI)) di Kepala Burung Papua. Kawasan SMPV juga merupakan bagian pengelolaan dari Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Kabupaten Kaimana (Perda No. 4 Tahun 2014). Kawasan SMPV belum dicatat sebagai persebaran lokasi peneluran penyu dari 143 lokasi (Dahuri 2003).
Berdasarkan fenomena tersebut di atas, penelitian ini dilakukan menggambarkan potensi penyu dan mengukur karakteristik habitat peneluran bagi penyu di kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu, Kaimana, Papua Barat. Penyu melakukan kegiatan peneluran dipengaruhi karakteristik habitatnya sebagai faktor alam, dan pewarisan dari evolusi perilaku dan seks. Habitat peneluran bagi penyu dipengaruhi faktor alam dari karakteristik habitatnya (Valera-Avecedo et al. 2009, Nuitja 1992), dan pewarisan dari evolusi perilaku dan seks (Booth & Evans 2011). Penelitian ini bertujuan mengkaji potensi dan karakteristik habitat peneluran penyu di kawasan Suaka Margasatwa Pulau Venu, Kaimana, Papua Barat.
Metode
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di pesisir pulau Venu dan bagian Selatan pulau Adijaya (Waranggera bagian Barat) (Gambar 2, 3, dan 4), yang merupakan kawasan SMPV dan telah ditunjuk sebagai kawasan konservasi penyu. Kawasan ini berada pada kampung / Desa Adi Jaya, Distrik / Kecamatan Buruway, Kabupaten Kaimana, Propinsi Papua Barat. Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan bulan Oktober 2014.
Gambar 3. Peta Suaka Margasatwa Pulau Venu di Kaimana, Papua Barat se-bagai kawasan konservasi penyu dan plot pengamatannya di Pulau Venu
[image:37.595.38.481.52.767.2]Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat penelitian yang digunakan, antara lain: speedboat, peta lokasi penelitian, buku identifikasi penyu (Ballamu, 2010), alkohol, meteran pita 50m, clinometers, hygrometers-thermometers, sieve shakers (Valera-Avecedo et al. 2009), polyethilen, candy thermometers (30cm), Arc-view 3.2, Global Positioning System (GPS), kamera, tabung acrylic ±
ø
10cm, tropper, loup, head splashlight, senter besar, lux meters LX 101A, personal use, perangkat komputer ( IPB-Microsoft Campus Agreement-Windows XP Professional, and IPB IPB-Microsoft Open Value Subscription I-Moveses-Windows 7-32), dan software minitab 16. Bahan penelitian menggunakan alkohol.Teknik Pengambilan Data
Data penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah identifikasi jenis dan pencatatan jumlah penyu bersarang berdasarkan pengamatan langsung dan jejaknya beserta parameter fisik. Parameter fisik meliputi: lebar intertidal pantai, lebar supratidal pantai, lebar pantai, kemiringan pantai, tinggi pantai, jarak sarang terhadap tinggi pasang surut, jarak sarang terhadap batas splash, luasan dan jarak bangunan, kelembaban dan temperatur udara secara berturut-turut pada pukul 11.00–13.00, 19.00–21.00, 23.00–01.00, dan 03.00– 05.00, temperatur pasir sarang secara berturut-turut pada kedalaman 0–5cm, 5– 10cm, 10–15cm, 15–20cm, 20–25cm, dan 25–30cm, tekstur pasir meliputi pasir sangat kasar, pasir kasar, pasir sedang, pasir halus, pasir sangat halus, debu dan liat secara berturut-turut pada kedalaman 0–10cm, 10–20cm, dan 20–30cm, pencahayaan secara berturut-turut pada pukul 11.00–13.00, and 23.00–01.00. Sedangkan parameter biotik adalah tutupan vegetasi. Parameter fisik dan penutupan vegetasi merupakan variabel bebas. Sedangkan lubang peneluran penyu merupakan variabel terikat (tidak bebas). Parameter tersebut digunakan dalam menentukan faktor utama karakteris-tik habitat dan daerah potensial baik bagi penyu hijau di bulan April (Lampiran 1) Tahun 2014 dan bulan Oktober (Lampiran 2) Tahun 2014 maupun penyu lekang di bulan April (Lampiran 3) Tahun 2014 dan bulan Oktober (Lampiran 4) Tahun 2014. Parameter ini digunakan pada kelima stasiun (Venu bagian Timur, Venu bagian Selatan, Venu bagian Barat, Venu bagian Utara, dan Waranggera bagian Barat). Data sekunder diperoleh dari wawancara dan studi literatur. Data perkembangan penyu diperoleh dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua Barat (BBKSDAPB), Conservation International Indonesia Koridor Kaimana (CII_KK), dan data bersama selama pengamatan dan penelitian berlangsung.
Penelitian ini dilakukan pada keseluruhan pantai pulau Venu dan pantai bagian Selatan pulau Adi Jaya (Waranggera Barat) (Gambar 2). Ke-60 sub plot pengamatan meliputi: Waranggera bagian Barat (04o14’06”LS; 133o27’06”BT)
sepanjang 1.114m (11 jalur), Venu bagian Utara (04o19’29”LS; 133o30’22”BT)
sepanjang 347m (3 jalur), Venu bagian Timur (04o19’30”LS; 133o30’23”BT) sepanjang 745m (7 jalur), Venu bagian Selatan Venu (04o19’50”S; 133o30’14”E)
sepanjang 320 (3 jalur), dan Venu bagian Barat (04o19’34”S; 133o30’14”E)
masing-masing dua sub plot (ukuran 100mx20m) untuk membedakan daerah yang tidak bervegetasi dan bervegetasi.
Pengamatan lapangan meliputi: identifikasi jenis dan pencatatan jumlah penyu bersarang berdasarkan pengamatan langsung dan jejaknya, panjang pantai, lebar daerah pantai termasuk supratidal, splash, dan intertidal, kemiringan pantai, tekstur tanah (pasir) pantai penyu bersarang. Secara khusus pengukuran suhu dan kelembaban udara menggunakan hygrometers, dan pengukuran suhu sarang berpasir kedalaman ≤30cm menggunakan candy thermometers (30cm) yang dilakukan pada pukul 11.00-13.00, 19.00-21.00, 23.00-01.00, dan 03.00-05.00, sedangkan pengukuran pencahayaan menggunakan luxmeters dilakukan pada pukul 11.00-13.00, dan 23.00-01.00. Analisis sedimen dilakukan di Pusat Laboratorium Tanah Bogor untuk menentukan tekstur atau fraksi sedimennya (Valera-Avecedo et al. 2009). Sedangkan pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan Microsoft 2007 dan software Minitab 16.
Pengukuran Daerah Pantai, Tekstur Sedimen, dan Suhu Pasir Peneluran
Pengambilan sampel sedimen dilakukan dengan menggunakan “core / pipa acrylic” ±
ø
10cm pada titik persarangan penyu yang mengelompok / saling berdekatan. Pengukuran suhu sarang berjarak kurang dari 1 meter dari lubang persarangan dilakukan berturut-turut pada setiap kedalaman 5cm, 10cm, 15cm, 20cm, 25cm, dan 30cm menggunakan candy termometers. Pengambilan sampel sedimen dilakukan pada setiap kedalaman 10cm, 20cm, dan 30cm. Selanjutnya sampel tersebut dimasukkan ke dalam polyethilen yang telah diberi label. Pengukuran batas lebar pantai berdasarkan daerah pantai, supratidal, splash, dan intertidal (Gambar 5). Batas splash adalah batas harian (tidak tetap) antara depan pantai (tepi pantai) dengan garis batas tetap (coastaline), atau daerah di atas air pasang tertinggi dari garis laut yang baru saja mendapat semprotan air laut daririak gelombang. Biasanya batas splash ditandai tumpukan cangkang membentuk mozaik atau fragmen terumbu karang mati (hewan laut) atau tumpukan alga-alga
Peletakan telur paling atas
Peletakan telur paling dasar Permukaan pasir
/ sarang
10cm
10cm
10cm
30cm
Candy thermometers
Pasang terendah
Pasang harian
Pasang tertinggi
Batas
splash
Lubang peneluran
Batas vegetasi
mati (tumbuhan laut), dan juga potongan-potongan kayu kecil kayu atau sampah bukan organik lainnya. Batas supratidal adalah batas antara pasang air laut tertinggi dengan garis batas laut tetap. Sedangkan batas intertidal (Pratikto et al. 1997; Nybakken 1982, 1992) adalah batas yang dipengaruhi baik darat (batas pasang air laut tertinggi) maupun laut (batas pasang air laut terendah). Hal ini disebabkan antara dengan. Batas intertidal terdapat di sepanjang garis pantai, seperti laguna, estuarin, pantai dan cabang-cabang sungai (Nasution 2009), dengan karakteristik substrat berpasir, karang berpasir hingga berbatu (Yulianda et al. 2013). Selanjut-nya batas daerah pantai adalah batas tepi perairan (laut dan danau) di antara pasang air laut terendah dan tertinggi (Pratikto et al.1997). Karakteristik habitat penyu hijau dan penyu lekang/abu-abu pada bulan April dan bulan Oktober (Lampiran 1-4). Presentase tutupan vegetasi dilakukan setelah pemetaan jenis dan tinggi vegetasi beserta lebar tajuknya dilakukan pada setiap lokasi pengamatan (Lampiran 5-34).
Pengukuran Kemiringan dan Ketinggian Pantai
Kemiringan pantai diukur menggunakan meteran rol 50m dan clinometers. Teknik penghitungan lebar datar dan ketinggian pantai (Gambar 6). Persamaan penghitungan kemiringan untuk diperoleh hasil setiap lebar datar (daerah pantai, supratidal, <