• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Asas Legalitas Dan Asas Menguntungkan Melalui

BAB III : PENERAPAN ASAS YANG MENGUNTUNGKAN DALAM

B. Penerapan Asas Legalitas Dan Asas Menguntungkan Melalui

Seperti yang telah dibahas terdahulu, tentang asas legalitas yang terdapat dalam pasal 1 ayat 1 KUHP yang mengatur bahwa suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.

Dengan demikian suatu perbuatan dapat dipidana, jika telah ada peraturan yang melarang perbuatan tersebut, didalam peraturan tersebut juga terdapat sanksi ancaman pidana yang harus dijatuhkan terhadap pelaku atas perbuatan yang dilakukannya.

Dalam proses penegakan hukum di Indonesia, penjatuhan sanksi atau hukuman dilakukan melalui proses persidangan yang dimulai sejak adanya laporan atau pengaduan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan proses persidangan untuk menjatuhkan hukuman pidana terhadap pelaku tindak pidana apakah pidana penjara, kurungan atau denda.

Asas Legalitas yang merupakan asas pokok dalam proses hukum, dipergunakan penyidik, Penuntut Umum dan Hakim, sehingga ada kepastian hukum dalam proses penyidikan, penuntutan dan persidangan. Tidak ada lagi kriminalisasi terhadap masyarakat, yang tidak akan dipidana jika perbuatan yang dilakukan belum diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Asas legalitas yang mengandung prinsip peraturan harus tertulis dan tegas, peraturan tidak boleh berlaku surut dan tidak boleh dilakukan penafsiran analogi terhadap peraturan perundang-undangan tersebut agar tidak terjadi penafsiran yang berbeda dalam penerapan ketentuan perundang-undangan.

Asas Legalitas ini yang dipergunakan dalam proses penyelidikan dan penyidikan terhadap tersangka Said Hadi yang disangka melakukan tindak pidana Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem yaitu pada hari kamis 24 Mei 2018 sekira pukul 14:00 Wib bertempat di jalan RB Siagian Nomor. 33 Kecamatan Jambi Selatan Kota Jambi, saksi Krismanto Padang selaku Pegawai Negeri Sipil pada Badan Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Jambi bersama dengan saksi Chandra Bagus Setiawan petugas Kepolisian Daerah Jambi, mendapat informasi dari masyarakat bahwa di Jl RB Siagian Nomor 33 Kecamatan Jambi Selatan kota Jambi telah terjadi tindak pidana Konservasi Sumber Daya Alam dan ekosistem, kemudian kedua saksi tersebut menuju tempat yang dimaksud dan bertemu dengan tersangka SAID HADI Bin SAID SALIM AL-MADIHI yang telah melakukan tindak pidana menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup yaitu

memperniagakan satwa yang dilindungi berupa 340 (ekor) burung kolibri dan 2 (ekor) burung pelatuk bawang, kemudian kedua saksi memfoto burung kolibri Ninja dan burung pelatuk bawang dan memperlihatkan foto burung tersebut kepada ahli yaitu Sahroni yang sehari-harinya bertugas sebagai Tenaga Perlindungan Hutan dan Pengamanan Hutan lainnya pada BKSDA Provinsi Jambi dan menurut keterangan ahli bahwa burung kolibri ninja masuk Family Nectariniidea dan burung Pelatuk bawang dengan nama latinnya Dinopium Javanese, bahwa jenis satwa tersebut termasuk dilindungi karena :

1.Populasi yang sudah sangat sedikit/berkurang;

2. Terjadi penurunan populasi yang sangat signifikan;

3. Terdapat satwa endemik/satwa yang hanya berada pada tempat tertentu;

Satwa berupa burung kolibri ninja serta burung pelatuk bawang adalah jenis satwa yang dilindungi berdasarkan lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa.

Tersangka SAID HADI Bin SAID SALIM AL-MADIHI yang disangka pasal 40 ayat (2) Jo Pasal 21 ayat (2) huruf a UU RI No. 05 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, “ Setiap orang dilarang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) ”.

Pasal dalam Undang-undang ini yang menjadi asas Legalitas bagi penyelidikan, penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Polda Jambi, dengan tahapan menerima

laporan, melakukan penyelidikan, penyidikan melalui pengiriman Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang dikirimkan kepada Penuntut Umum pada Kejaksaan Tinggi Jambi dan selanjutnya mengirimkan berkas perkara tahap 1 ke Kejaksaan Tinggi Jambi, sehingga telah sesuai penerapan asas Legalitas dalam proses Penyidikan terhadap tersangka Said Hadi yang disangka melakukan tindak Pidana Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem.

Prinsip yang terkandung dalam asas Legalitas yaitu peraturan harus tertulis dan tegas, tidak berlaku surut dan tidak mempergunakan penafsiran analogi telah diterapkan dalam proses penegakan hukum terhadap tersangka Said Hadi. Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem telah ada sejak tahun 1990, sedangkan perbuatan tersangka Said Hadi dilakukan pada tanggal 24 Mei 2018, sehingga telah ada peraturan terlebih dahulu yang telah diatur dan ada mengandung sanksi pidana, demikian juga Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem pada saat diundangkan telah mencabut peraturan yang sebelumnya, sehingga sudah tepat diterapkan ketentuan Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem diterapkan dalam menjerat perbuatan pidana tersangka Said Hadi, tentang penafsiran Analogi, jelas bahwa redaksi yang terdapat dalam pasal 40 ayat (2) Jo Pasal 21 ayat (2) huruf a UU RI No. 05 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, “ Setiap orang dilarang

melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) ”. Sudah jelas dan tidak perlu dilakukan lagi penafsiran Analogi sehingga tidak akan menimbulkan penafsiran yang berbeda. Demikian lah pembahasan tentang penerapan asas Legalitas dalam pasal 1 ayat 1 KUHP diterapkan dalam perkara Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem terhadap tersangka Said Hadi.

Tentang penerapan asas yang menguntungkan yang diatur dalam pasal 1 ayat 2 KUHP: “ Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan”.

Sebagaimana pembahasan terdahulu bahwa hal-hal yang terkandung didalam pasal ini adalah :

a. Adanya Perubahan Undang-undang;

b. Terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan;

Jika dikaitkan asas menguntungkan ini dengan kasus posisi dari perkara atas nama tersangka Said Hadi, bahwa tersangka Said Hadi pasal 40 ayat (2) Jo Pasal 21 ayat (2) huruf a UU RI No. 05 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, “ Setiap orang dilarang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyak Rp.

100.000.000,00 (seratus juta rupiah) ”. Bahwa tersangka Said Hadi pada hari kamis 24

Mei 2018 sekira pukul 14:00 Wib bertempat di jalan RB Siagian Nomor. 33 Kecamatan Jambi Selatan Kota Jambi, saksi Krismanto Padang selaku Pegawai Negeri Sipil pada Badan Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Jambi bersama dengan saksi Chandra Bagus Setiawan petugas Kepolisian Daerah Jambi, mendapat informasi dari masyarakat bahwa di Jl RB Siagian Nomor 33 Kecamatan Jambi Selatan kota Jambi telah terjadi tindak pidana Konservasi Sumber Daya Alam dan ekosistem, kemudian kedua saksi tersebut menuju tempat yang dimaksud dan bertemu dengan tersangka SAID HADI Bin SAID SALIM AL-MADIHI yang telah melakukan tindak pidana menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup yaitu memperniagakan satwa yang dilindungi berupa 340 (ekor) burung kolibri dan 2 (ekor) burung pelatuk bawang, kemudian kedua saksi memfoto burung kolibri Ninja dan burung pelatuk bawang dan memperlihatkan foto burung tersebut kepada ahli yaitu Sahroni yang sehari-harinya bertugas sebagai Tenaga Perlindungan Hutan dan Pengamanan Hutan lainnya pada BKSDA Provinsi Jambi dan menurut keterangan ahli bahwa burung kolibri ninja masuk Family Nectariniidea dan burung Pelatuk bawang dengan nama latinnya Dinopium Javanese, bahwa jenis satwa tersebut termasuk dilindungi, sebagaimana jenis satwa tersebut masuk dalam lampiran satwa yang dilindungi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan jenis Tumbuhan dan Satwa.

Setelah adanya laporan tentang telah terjadinta tindak pidana Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, Penyidik Kepolisian Daerah Jambi, melakukan Penyidikan dan telah mengirimkan ke Penuntut Umum berupa :

a. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan SPDP/27/V/2018 tanggal 29 Mei 2018 yang ditanda tangani oleh Direktur Kriminal Khusus ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi, atas nama tersangka Said Hadi Bin Said Salim Al-Madihi, yang disangka melakukan tindak pidana : barang siapa dengan sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup” sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 ayat (2) Jo pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan ekosistemnya.

Pasal 109 ayat (1) KUHAP mengatur “Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum”;80

b. Kejaksaan Tinggi Jambi mengeluarkan surat perintah penunjukan Jaksa Penuntut Umum an. Yusma, SH, untuk mengikuti perkembangan penyidikan dan meneliti hasil penyidikan perkara tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan ketentuan administrasi perkara tindak pidana, dengan register (P-16);

c. Tanggal 27 Juni 2018, Penyidik Kepolisian Daerah Jambi, mengirimkan berkas perkara (tahap 1) Nomor : BP/22/VI/2018/Ditreskrimsus Polda Jambi atas nama tersangka Said Hadi ke Kejaksaan Tinggi Jambi;

Sebagaimana diatur dalam pasal 110 ayat (1) KUHAP mengatur “Dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara itu kepada Penuntut Umum”.

Ketika Penuntut Umum melaksanakan kegiatan penelitian/memeriksa berkas perkara berdasarkan ketentuan pasal 110 ayat (1) mengatur sebagai berikut:

1. Dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidikan wajib segera menyerahkan berkas perkara itu kepada penuntut umum” :

2. Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata masih kurang lengkap, penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik serta petunjuk untuk dilengkapi”;

80 ibid. hlm. 40.

3. Dalam hal penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi, penyidik wajib melakukan penyidikan tambahan sesuai petunjuk dari penuntut umum”;81

Pada saat proses penanganan perkara tindak pidana Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya masih dalam tahap Penyidikan oleh Penyidik Kepolisian Daerah Jambi dan berkas perkaranya telah dikirimkan ke Penuntut Umum untuk dilakukan penelitian/memeriksa berkas perkara, apakah telah memenuhi syarat Formil maupun memenuhi syarat Materiil dan perkaranya masih dalam tanggung jawab Penyidik Kepolisian Daerah Jambi, terjadi perubahan peraturan tentang lampiran jenis-jenis satwa yang dilindungi yaitu Burung Kolibri dan Burung Pelatuk Bawang, yang termasuk jenis satwa yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 telah dinyatakan tidak berlaku lagi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor : P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tanggal 29 Juni 2018, yang dalam pasal 2 menyatakan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 dinyatakan tidak berlaku lagi. Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup tersebut jenis burung Kolibri dan Burung Pelatuk Bawang tidak termasuk dalam lampiran jenis burung yang dilindungi atau satwa yang dilarang untuk dipelihara, diperniagakan.

Berdasarkan hal terebut ketika Penuntut Umum melakukan penelitian berkas perkara, telah ditemukan perubahan terhadap lampiran peraturan yang melarang memiliki, memperniagakan jenis burung kolibri dan pelatuk bawang, sehingga perbuatan tersangka Said Hadi yang memiliki 340 ekor burung kolibri dan 2 ekor

81 ibid.

burung pelatuk bawang, sudah bukan merupakan tindak pidana Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekositem, maka menurut pendapat Penuntut Umum, tidak dapat lagi dilakukan penuntutan, maka Penuntut Umum berpendapat bahwa terhadap tersangka Said Hadi harus diterapkan asas yang menguntungkan bagi tersangka yaitu peraturan baru Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor : P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tanggal 29 Juni 2018, bukan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 yang sudah dinyatakan tidak berlaku lagi.

Asas menguntung diterapkan terhadap penanganan perkara tindak pidana Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem berdasarkan pasal 1 ayat 2 KUHP yang mengatur : “ Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan ”. Basanya perubahan Peraturan perundang-undangan sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya yaitu jenis hukuman pidana diatur dalam 10 KUHP, dimulai dari pidana penjara, kurungan dan denda, bila terjadi perubahan ketentuan peraturan dari pidana penjara menjadi pidana kurungan, pidana kurungan berubah menjadi pidana denda atau sebaliknya, dalam perkara ini justru semula perbuatan tersangka Said Hadi merupakan tindak pidana Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem karena jenis burung yang diperniagakan oleh tersangka Said Hadi semula merupakan burung yang dilindungi, berdasarkan peraturan baru bukan lagi jenis burung yang dilindungi, sehingga perbuatan tersangka Said Hadi bukan lagi menjadi tindak pidana Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka Penuntut Umum dalam Petunjuknya (P-19) salah satu point, menyarakan agar penyidik Kepolisian Daerah Jambi untuk melakukan kewenangannya berdasarkan pasal 109 KUHAP yaitu melakukan Penghentian Penyidikan perkara atas nama tersangka Said Hadi.

Pemberlakukan asas menguntungkan terhadap tersangka Said Hadi, mempergunakan dasarnya pasal 1 ayat 2 KUHP, yang salah satu prinsipnya bahwa peraturan tidak boleh berlaku surut, karena kekhawatiran tentang kriminalisasi perbuatan masyarakat, namun dalam penanganan perkara tersangka Said Hadi justru sangat menguntungkan bagi tersangka Said Hadi, yaitu perbuatannya bukan lagi tindak pidana, sehingga harus dihentikan Penyidikannya.

Fungsi dan Peranan prinsip Dominus Litis yang ada pada Penuntut Umum kewenangan melakukan penuntutan sejatinya menjadi monopoli mutlak penuntut umum yang lazim disebut asas ‘dominus litis’.

Tugas Penuntut Umum diatur dalam pasal 14 KUHAP dan dipertegas kembali dalam pasal 138 KUHAP. Pasal ini yang menjelaskan tugas Penuntut Umum untuk menerima berkas perkara dan selanjutnya melakukan penelitian, jika belum lengkap dapat memberikan petunjuk kepada Penyidik untuk melengkapi berkas perkaranya.

Ketentuan pasal 14 KUHAP mengatur : Penuntut Umum mempunyai kewenangan :

a. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu;

b. Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan pasal 110 ayat 3 dan ayat 4, dengan memberikan petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik;

c. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;

d. Membuat surat dakwaan;

e. Melimpakan perkara ke pengadilan;

f. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan;

g. Melakukan penuntutan;

h. Menutup perkara demi kepentingan hukum;82

Pasal 138 ayat (1) KUHAP mengatur “Penuntut umum setelah menerima hasil penyelidikan dari penyidik segera mempelajari dan menelitinya dalam waktu 7 hari wajib memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum ” dan Pasal 138 ayat (2) mengatur “ Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan dalam waktu 14 hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut umum ”.83

Tugas dan Fungsi Penuntut Umum dalam proses Pra Penuntutan yang merupakan pelaksanaan prinsip Dominus Litis, ternyata tugas dan fungsi tersebut, dilaksanakan dengan secara profesional, terhadap tanggung jawab pembuktian nantinya di persidangan pidana, jika suatu perkara dinyatakan tidak memenuhi unsur atau perkara tersebut tidak merupakan tindak pidana, maka tugas Penuntut Umum pada

82 ibid. hlm. 5.

83 ibid. hlm. 40.

tahap penelitian/pemeriksaan berkas perkara dilakukan, agar sistem penegakan hukum berjalan sesuai dengan rasa keadilan.

Fungsi hukum adalah untuk mencapai rasa keadilan, kepastian hukum serta kemanfaatan hukum itu sendiri di masyarakat, sehingga perkara yang tidak dapat dilanjutkan ke tingkat penuntutan harus dihentikan penyidikannya atau penuntutannya.

Tugas dan wewenang Penuntut Umum dalam menangani perkara pidana harus secara professional, proporsional dan akuntabel, terutama mengenai wewenang penuntutan tersebut, berikut penjabaran atau uraian wewenang tersebut, di dalam KUHAP, Penuntut Umum berwenang dalam melakukan penuntutan dibagi dua tahap” 84, yaitu: Tahap Pra-Penuntutan dan Tahap Penuntutan.

Tahap Pra-Penuntutan ini mulai saat Penuntut Umum menerima berkas perkara dari penyidik. Dalam waktu tujuh hari, Penuntut Umum harus menentukan apakah berkas perkara tersebut sudah lengkap atau belum. ‘Lengkap’ disini artinya bukti-bukti cukup dan berkasnya disusun menurut KUHAP. Jikalau Penuntut Umum berpendapat berkasnya belum bisa dikatakan lengkap, maka berkas perkara tersebut harus segera dikembalikan kepada penyidik disertai dengan petunjuk-petunjuk dari Penuntut Umum P-18 dan P-19, namun jika perkara tersebut telah memenuhi syarat materiel yaitu tentang telah terjadinya suatu tindak pidana dan telah memenuhi minimal 2 (dua) alat bukti yang cukup (pasal 183 Kuhap) dan benar bahwa tersangkanya sebagai pelaku tindak pidana, disamping itu juga harus memenuhi syarat

84 Ibid. hal. 34

formil, misalnya berkaitan dengan surat penangkapan, penahanan jika tersangka ditahan, surat penyitaan serta surat-surat lain yang berkaitan dengan perkara tersebut, jika sejak penyerahan berkas perkara tersebut Penuntut Umum tidak mengembalikannya kepada penyidik maka berkas perkara tesebut dianggap sudah memenuhi syarat dan lengkap P-21 (pasal 138 ayat (1) Kuhap).

Dengan demikian, peranan Penuntut Umum dalam hal pembuktian sangatlah penting, karena pembuktian suatu perkara tindak pidana di depan persidangan merupakan tanggung jawab Jaksa selaku Penuntut Umum. Dalam hal ini, sistem pembuktian dalam hukum acara pidana di hampir semua negara di dunia memang meletakkan beban pembuktian di atas pundak Penuntut Umum.

Adanya beban pembuktian pada Penuntut Umum tersebut menyebabkan Penuntut Umum harus selalu berusaha menghadirkan minimum alat bukti di persidangan. Berdasarkan Pasal 183 KUHAP dinyatakan bahwa “ Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya ”. “ Sistem Pembuktian yang demikian dikualifikasikan sebagai system Negatif wettelijk bewijstheorie atau dikenal dengan pembuktian berdasarkan Undang-undang secara negatif, dalam arti selain menggunakan alat-alat bukti sah, juga menggunakan keyakinan Hakim. Sekalipun menggunakan keyakinan Hakim, namun keyakinan Hakim terbatas pada alat bukti yang ditentukan oleh Undang-undang. Dengan menggunakan alat-alat bukti yang tercantum dalam Undang-undang dan keyakinan

Hakim maka teori ini sering juga disebut pembuktian berganda (doubelen grondslag)

”. “ Dengan demikian, untuk dapat menyatakan seseorang terbukti melakukan suatu tindak pidana, maka harus ada paling sedikit 2 (dua) alat bukti ditambah dengan keyakinan Hakim dan menjadi beban Penuntut Umum untuk dapat menghadirkan minumum dua alat bukti tersebut di persidangan untuk memperoleh keyakinan Hakim”.85

Bagi Penuntut Umum, pembuktian merupakan faktor yang sangat determinan dalam rangka mendukung tugasnya sebagai pihak yang memiliki beban untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Hal tersebut sesuai dengan prinsip dasar pembuktian sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 66 KUHAP yang menyatakan bahwa pihak yang mendakwakan maka pihak tersebut yang harus membuktikan dakwaannya. Hal ini semakin menguatkan eksistensi asas dominus litis dalam penuntutan, karena Jaksa Penuntut Umum sebagai pihak yang mendakwakan yang memonopoli perkara secara proporsional sekaligus dalam melaksanakan profesionalismenya. Orientasi profesionalisme dan proporsionalisme bagi Jaksa bertumpu pada tugas dan wewenang yang telah dirumuskan di dalam peraturan perundang-undangan, baik yang tertuang dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI beserta aturan pelaksanaannya, dan dalam Undang-Undang No.

8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau yang lebih dikenal dengan disebut KUHAP.

85 Andi Hamzah, Op.Cit., hlm. 83.

Ketentuan-ketentuan yang mengatur profesionalisme dan proporsionalime bagi Jaksa tersebut juga merupakan aturan (hukum) yang harus dipedomani dalam melaksanakan tugas-tugas dan kewenangan yang melekat, lebih-lebih didalamnya sangat menegaskan adanya asas dominus litis yang bersifat mutlak dan mandiri menjadikan penuntutan sebagai tugas yang utama dan menjadi satu yang tidak terpisahkan (een ondelbaar), sehingga asas ini akan menguatkan dan memantapkan Jaksa sebagai penuntut umum dalam melaksanakan penuntutan terhadap perkara pidana yang terjadi, dan hanya jaksalah yang secara proporsional dan professional dapat menentukan untuk diselesaikan tidaknya perkara pidana yang terjadi tersebut, jangankan orang perseorangan, hakim sekalipun sebagai pihak yang akan menjatuhkan putusan juga tidak dapat meminta apalagi memaksa kepada Jaksa untuk menyelesaikan perkara pidana yang terjadi tersebut, hakim harus tetap pasif dan baru mengadili apabila diminta atau perkara dilimpahkan kepadanya.

C. Penerapan Asas Menguntungkan Dalam Perkara Tindak Pidana Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistem Pada Penetapan Penghentian Penyidikan Nomor S.Tap/27.B/X/2018/Dirkrimsus Polda Jambi Tanggal 31 Oktober 2018 Atas Nama Tersangka SAID HADI.

Tersangka SAID HADI adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaaanya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, karena pada hari kamis 24 Mei 2018 sekira pukul 14 00 Wib bertempat di jalan RB Siagian Nomor. 33 Kecamatan Jambi Selatan Kota Jambi, melakukan tindak pidana menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang

dilindungi dalam keadaan hidup yaitu memperniagakan satwa yang dilindungi berupa 340 (ekor) burung kolibri dan 2 (ekor) burung pelatuk bawang, kemudian kedua saksi memfoto burung kolibri Ninja dan burung pelatuk bawang dan memperlihatkan foto burung tersebut kepada ahli yaitu Sahroni yang sehari-harinya bertugas sebagai Tenaga Perlindungan Hutan dan Pengamanan Hutan lainnya pada BKSDA Provinsi Jambi dan

dilindungi dalam keadaan hidup yaitu memperniagakan satwa yang dilindungi berupa 340 (ekor) burung kolibri dan 2 (ekor) burung pelatuk bawang, kemudian kedua saksi memfoto burung kolibri Ninja dan burung pelatuk bawang dan memperlihatkan foto burung tersebut kepada ahli yaitu Sahroni yang sehari-harinya bertugas sebagai Tenaga Perlindungan Hutan dan Pengamanan Hutan lainnya pada BKSDA Provinsi Jambi dan