• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan MCDM dalam Asesmen

Dalam dokumen 1 makalah pendidikan matematika (Halaman 142-147)

PERFORMANCE ASSESSMENT DALAM PERSPEKTIF MULTIPLE CRITERIA DECISION MAKING

C. Penerapan MCDM dalam Asesmen

Dalam perkembangannya, metode MCDM banyak diterapkan dalam asesmen pendidikan. Penerapan tersebut banyak dilakukan terkait dengan upaya untuk melakukan asesmen yang lebih reliabel dan menggambarkan kinerja siswa secara fair. Beberapa contoh penerapan tersebut adalah: Kwok, dkk. (2001) menyajikan sebuah asesmen kolaboratif dan pendekatan terpadu berbasis himpunan fuzzy untuk menilai hasil pembelajaran yang berpusat pada siswa dan mewakili konsep yang kurang tepat dalam penilaian subjektif. Baba dkk (2009) mengembangkan Fuzzy Group

Decision Support Systems (FGDSS) yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan multi

fungsi. Group dalam FGDSS ini adalah dosen dan mahasiswa yang berperan dalam proses menentukan kriteria asesmen bersama-sama di awal sistem.

Hasil penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa: 1). Asesmen siswa di sekolah maupun di perguruan tinggi selayaknya mempertimbangkan multi kriteria, yang dapat mempunyai bobot yang berbeda dan sebagian besar bersifat fuzzy; 2). Dalam beberapa kasus, perlu proses asesmen merupakan pengambilan keputusan kelompok, dengan masing-masing pengambil keputusan mempunyai bobot yang berbeda; 3). Penerapan metode fuzzy MCDM dapat menghasilkan sistem asesmen yang lebih adil, tidak memihak dan menguntungkan bagi semua siswa.

M-143

Salah satu masalah asesmen yang menarik untuk diselesaikan dengan menggunakan metode MCDM adalah penilaian akhlak mulia untuk siswa sekolah menengah. Akhlak mulia merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan sebagai kriteria kelulusan berdasarkan Permendiknas 45/2010 tentang kriteria kelulusan peserta didik tahun pelajaran 2010/2011 dari satuan pendidikan. Terlepas dari cara yang dilakukan untuk mendapatkan data penilaian, penentuan nilai akhir aspek ini tidaklah mudah karena harus mempertimbangkan 7 aspek afektif lain sebagai kriteria penilaian. Ketujuh aspek afektif lain tersebut merupakan pengamalan ajaran agama, yaitu kedisiplinan, kebersihan, tanggung jawab, sopan santun, hubungan sosial, kejujuran, dan pelaksanaan ibadah ritual. Masing-masing aspek ini memiliki subkriteria yang juga menjadi penentu penilaian atas masing-masing kriteria, misalnya kedisiplinan memiliki sub kriteria: datang dan pulang tepat waktu dan mengikuti kegiatan dengan tertib; hubungan sosial mempertimbangkan sub kriteria: menjalin hubungan baik dengan guru, hubungan dengan sesama teman, menolong teman, dan mau bekerja sama dalam kegiatan positif (Direktorat Pembinaan SMA, 2010).

Aspek afektif biasanya dinilai dari hasil pengamatan terhadap sikap dan perilaku keseharian siswa, oleh karena itu, sangat dimungkinkan penilaian aspek ini sangat bersifat subjektif dan mengadung ketidakpastian. Asesmen aspek afektif biasanya melibatkan informasi yang lebih banyak berupa linguistik daripada numerik. Pada umumnya, ada 5 variabel linguistik yang digunakan dalam penilaian, yaitu SB=“sangat baik”, B=“baik”, C=“cukup”, K=”kurang’, dan SK=”sangat kurang”. Dalam MCDM, masalah penilaian aspek afektif akhlak mulia, yang melibatkan informasi linguistik sebagai preferensi pengambil keputusan, dapat direpresentasikan dalam matriks keputusan seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Matriks keputusan penilaian akhlak mulia

Kriteria Sub kriteria Nama siswa

Siswa1 Siswa2 SiswaN

Kedisiplinan datang tepat waktu B B … … SB

pulang tepat waktu B C … … B

mengikuti kegiatan

dengan tertib B C … … SB

Kebersihan Sub kriteria-1 … … … … …

…….. … … … … … Sub kriteria-n … … … … … Tanggung jawab Sub kriteria-1 … … … … … …….. … … … … … Sub kriteria-n … … … … … Sopan santun Sub kriteria-1 … … … … … …….. … … … … … Sub kriteria-n … … … … … Hubungan sosial

menjalin hubungan baik

dengan guru B C

… …

B menjalin hubungan baik

dengan sesama teman B C

… …

SB

menolong teman C K … … C

mau bekerja sama dalam

kegiatan positif B C

… …

C

Kejujuran Sub kriteria-1 … … … … …

…….. … … … … …

M-144

Pelaksanaan ibadah ritual Sub kriteria-1 … … … … … …….. … … … … … Sub kriteria-n … … … … …

Hasil akhir nilai akhlak mulia ditentukan dari agregasi atas nilai linguistik pada setiap kriteria yang diberikan oleh guru. Setiap kriteria (maupun sub kriteria) dapat mempunyai bobot yang sama atau berbeda, atas dasar kebijakan yang ditentukan oleh satuan pendidikan. MCDM memiliki banyak metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah di atas, misalnya TOPSIS, PROMETHEE, yang diintegrasikan dengan pengolahan informasi linguistik.

Sangat dimungkinkan, nilai akhlak mulia ditentukan atas dasar penilaian oleh lebih dari satu orang guru. Dalam hal yang demikian, masalah tersebut menjadi kajian Multi Criteria Group

Decision Making (MCGDM), atau Multi Expert-Multi Criteria Decision Making (ME-MCDM). KESIMPULAN

Performance assessment merupakan proses penentuan tingkat kinerja individu, dalam hal ini

siswa, dalam kaitannya dengan tujuan pembelajaran. Sebuah sistem asesmen yang berkualitas tinggi dapat menjamin, mendukung, dan meningkatkan prestasi individu dan memastikan bahwa semua siswa menerima evaluasi yang adil sehingga tidak menghambat prospek siswa sekarang dan masa depan.

Dalam perspektif MCDM, asesmen pendidikan merupakan salah satu bidang pengambilan keputusan yang sangat cocok diselesaikan dengan menggunakan metode penyelesaian MCDM. Banyak kriteria (juga bobotnya), baik kuantitatif maupun kualitatif, yang harus dipertimbangkan guru sebagai pengambil keputusan dalam melakukan asesmen terhadap siswa. Kriteria-kriteria tersebut tidak dapat diabaikan begitu saja, sehingga diperlukan metode yang tepat dalam mengelola informasi yang terkait dengannya. MCDM menawarkan banyak metode penyelesaian untuk hal tersebut, termasuk perluasannya yakni MCGDM atau ME-MCDM.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Baba A.F, Kuscu D, & Han K. 2009. Developing A Software For Fuzzy Group Decision Support System: A Case Study. The Turkish Online Journal of Educatinal Technnology –

TOJET july 2009 ISSN: 1303-6521 volume 8 Issue 3 Article 3.

[2] Brown, G. 2001. Assessment: A Guide for Lecturers. Assessment Series No 3. Learning and Teaching Support Netwoork (LTSN) Generic Center, York science Park.

[3] Carless, D. 2007. Learning-oriented assessment conceptual bases and practical implications.

Innovation in Education and Teaching International Vol. 44, No.1, February 2007,pp.57-66

[4] Chen, Zhifeng. 2005. Consensus in Group Decision Making Under Linguistic Assessments.

Dissertation, Kansas State University, Manhattan Kansas

[5] Direktorat Pembinaan SMA. 2010. Juknis Penyusunan Perangkat Penilaian afektif di SMA. [6] Fulop, Janos. 2005. Introduction to Decision Making Methods. Laboratory of Operation

Research and Decision Systems: Computer and Automation Institute, Hungarian Academy of Sciences.

[7] Garfield, J.B. 1994. Beyond Testing and grading: Using Assessment To Improve Student Learning. Journal of Statistics Education v.2, n.1 (1994)

[8] Gipps, C., and Stobart, G., 2010. Alternative Assessment. Student Assessment and testing

Volume 2.2010. Sage Library of educational Thought and practice

[9] Kahraman, C. 2008. Multi-Criteria Decision Making Methods and Fuzzy Sets. Fuzzy Multi-

Criteria Decision Making, Theory and applications with recent Development. Springer.

[10] Kwok, R.C.W., Ma, J., Vogel, D., & Zhou, D. 2001. Collaborative assessment in education: an application of a fuzzy GSS, Information Management, 39, 243-253

M-145

[11] Ma, J., and Zhou, D. 2000. Fuzzy Set Approach to the Assessment of Student-Centered Learning. IEEE Transactions On Education, VOL. 43, NO. 2, May 2000.

[12] Reynolds, C.R., Livingstone, R.B., and Willson, V. 2010. Measurement and Assessment in

Education, Second Edition. Pearson, New Jersey.

[13] Rose, L. 2011. Norm-Referenced Grading in the Age of Carnegie: Why Criteria-Referenced Grading Is More Consist with Current Trends in Legal Education and How Legal Writing Can Lead the Way. The Journal of the Legal Writing Institute Vol. 17, 2011 pp.123-159.

[14] Sadler, D.R. 2010. Formative Assessment and the Design of Instructional Systems. Student

Assessment and testing, Volume 2. 2010. Sage Library of Educational Thought and Practice.

[15] Sadler, D.R. 2005. Interpretations of criteria-based assessment and grading in higher education.Assessment & Evaluation in Higher Education Vol.30,No.2,April 2005 pp.175-194. [16] Stiggins, R.J., 2002 A special Section on Assessment. Assessment Crisis: The Absence of

Assessment FOR Learning. Phi Delta Kappan June 2002 vol. 83 no. 10 pp. 758-765.

[17] Turskis,Z., and Zavadskas, E.K. 2010. A Novel Method for Multiple Criteria Analysis: Grey Additive Ratio Assessment (ARAS-G) Method. INFORMATICA, 2010, Vol. 21, No. 4, 597–

610. Vilnius University, Lithuania

[18] Tseng, G.H. and Huang, J.J. 2011. Multiple Attribute Decision Making, Methods and

Applications. CRC Press, Boca Raton

[19] Zainul, A.. 2005. Alternative Assessment. Pusat Antar Universitas – Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruktional – Unniversitas Terbuka (PAU-PPAI-UT). Jakarta.

M-147

RANCANGAN DAN PENGEMBANGAN MODUL ELEKTRONIK

Dalam dokumen 1 makalah pendidikan matematika (Halaman 142-147)