• Tidak ada hasil yang ditemukan

JAMBAR JUHUT DALAM UPACARA KEMATIAN SAUR MATUA 4.1. Jenis Binatang Kurban

4.3. Penerima Jambar Juhut (Daging) Dalam Adat Saur Matua

Pada masyarakat Batak Toba khususnya di Dusun Kampung Beringin apabila ada yang meninggal Saur Matua (sempurna), pihak keluarga akan mengadakan pembagian Jambar pada acara adat yang berlangsung. Adapun pembagian Jambar itu dapat dilihat dari dua kategori yakni perempuan dan laki-laki. Hal itu dikarenakan mempunyai suatu perbedaan dalam pembagian Jambarnya. Pada umumnya pembagian Jambar ini sama dengan adat dari daerah yang lainnya tetapi ada juga ketidaksamaannya. Selama peneliti melakukan penelitian di Kampung Beringin, ketika peneliti terjun langsung ke lapangan dalam mengamati

sebuah acara pesta (Ulaon) Mate Saur Matua, Peneliti melihat dan mengamati acara tersebut ternyata pembagian Jambar akan dibagikan pada saat acara Manortor atau Mambuat Tali Ni Gondang yakni menari diiringi musik. Jambar ini akan dibagikan kepada para kerabat secara unsur Dalihan Natolu, namun sebelum Jambar dibagikan maka Jambar terlebih dahulu di Tor-Torkan (ditarikan) dengan mengelilingi yang meninggal sebanyak 3 kali.

Seperti yang disampaikan oleh informan peneliti yaitu Bapak Kris Simanukkalit:

“...Molo dihuta Kampung Beringin on, molo itikki naeng jambar Kampung Beringin ini, pada saat membagi jambar juhut (daging) yang akan dibagikan kepada hulahula, jambar juhut (daging) akan terlebih dahulu di tor-tor kan setelah siap acara tor-tor. Tapi, jamar tersebut harus diletakkan diatas kepala sambil mengelilingi mayat sebanyak tiga kali atau sampai tujuh kali keliling sambil diiringi musik da tarian tor-tor baru jambar tersebut dapat dibagikan kepada hulahula).

Pada umumnya, menurut adat Batak Toba Jambar sebelum dibagikan kepada para kerabat Dalihan Natolu, itu akan dikelilingkan sebanyak 7 kali. Bagi masyarakat di Kampung ini dengan mengelilingi orang meninggal dengan Jambar, itu menandakan bahwa semua yang hadir pada saat berpesta menyampaikan terimakasih kepada yang meninggal, karena pihak keluarga yang meninggal sudah memberikan yang terbaik bagi para kerabat Dalihan Natolu.

Dalam adat Batak Toba Jambar merupakan bagian yang sangat penting, hal itu dikarenakan bahwa Jambar menyimbolkan relasi antar pihak kerabat Dalihan

Natolu, ekstensi antar sesama manusia, status serta prinsip keadilan dan kejujuran yang terkandung didalam Jambar serta untuk menjaga ke harmonisan hubungan antar kekerabatan itu sendiri, baik keluarga maupun Parsahutaon (sekampung).

Bagi masyarakat Batak Toba relasi hubungan kekeluargaan atau kerabat amatlah sangat dijunjung tinggi oleh orang Batak Toba. Hal itu juga menggambarkan adanya resiprositas (hubungan timbal balik) antar sesama. Dimana, pihak yang menyelenggarakan upacara pesta adat Saur Matua juga akan diperlakukan sama dikemudian hari, dan demikian juga yang lainnya.

Menurut Amang Kris Simanungkalit, makna Jambar dalam upacara pesta Saur Matua adalah sebagai simbol bahwa pihak keluarga yang meninggal tidak merasa berdukacita melainkan bersukacita karena salah satu anggota keluarganya sudah sepantasnya beristirahat dalam keadaan yang sempurna (Saur Matua).

Jambar ini juga menandakan bahwa keturunan yakni anak-anak dari si yang meninggal sudah memiliki kehidupan yang cukup. Sudah sepantasnya keturunan daripada si yang meninggal melaksanakan upacara Saur Matua dalam adat yang besar. Jangan hanya dimasa hidupnya saja bahagia, tetapi dalam kematiannya juga haruslah dibuat yang terbaik bagi semua pihak kerabat yang ditinggalkan untuk selamanya. Agar pihak keluarga yang ditinggalkan tidak merasa sedih atau kecewa terhadap kita.

Dalam pembagian Jambar Juhut dalam pesta adat kematian Saur Matua (sempurna) terdapat kelompok-kelompok yang menjadi penerima Jambar.

Kelompok-kelompok penerima Jambar tersebut ialah sebagai berikut:

 Hula-Hula

Kelompok Hula-Hula memiliki peranan yakni bahwa kelompok ini mempunyai kewajiban dan hak untuk memberkati atau Mamasumasu (memberkati) semua pihak keluarga Suhut atau keluarga yang telah menyelenggarakan pesta (Ulaon Adat). Biasanya menurut budaya adat yang berlaku di kalangan masyarakat Batak Toba yang bertempat tinggal di Kampung Beringin akan memberikan bagian Ulu atau Osang yakni bagian kepala secara utuh (Himpal) kepada Hula-Hula jika hewan yang disembelih atau dipotong Kerbau (Horbo) atau Lembu, namun jika ternak yang disembelih atau dipotong adalah Pinahan Lobu (Babi) maka kepala (Ulu) akan dibagi dua yakni disebut Namarngigi Parsiamun Dohot Hambirang. Arti dari Namarngigi Parsiamun Dohot Hambirang adalah kepala yang telah dibagi dua yakni kiri dan kanan.

Hula-Hula disini ialah Hulan-Hula dari pihak istri yang meninggal. Hula-Hula ini terdiri dari:

 Tulang

Tulang adalah pihak keluarga yang satu marga dengan orang meninggal, bukan dari anak. Pihak ini adalah pihak marga dari adik atau abangnya Mama Op.

Clara Tp. Bolon. Di acara pesta adat kematian Saur Matua Op. Clara Tp. Bolon pihak Tulang ini diberikan Jambar Juhut bagian ekor (Upa Suhut/Ihur) Lembu atau lebih dikenal dengan sebutan Sigagat Duhut. Tulang disini ialah pihak dari marga orangtua Op. Clara Tp. Bolon.

 Tulang Rorobot

Pihak ini merupakan pihak dari marga dari istri ayah yang mati saur matua tadi. Biasanya masyarakat di Kampung Beringin ini Tulang Rorobot dengan Tulang Mangihut disatukan dalam pembagian Jambar Juhut (daging) diacara mati Saur Matua meskipun keduanya tidak sama, Tulang Mangihut merupakan pihak atau kelompok dari marga istri yang meninggal. Masyarakat di Kampung ini membagikan Jambar dengan bagian Namarngigi Pasiamun (bagian dari kepala sebelah kanan) inilah menurut adat kebiasaan yang berjalan di Kampung ini.

 Bona Tulang

Bona Tulang Ni Suhut merupakan pihak marga dari yang melahirkan bapaknya bapak dari yang meninggal Saur Matua. Biasanya dalam adat upacara Mati Saur Matua di Kampung Beringin, pihak ini menerima bagian Somba atau dikenal dengan istilah yang khas di Kampung ini “Somba Sada atau Garis Dua”

yakni bagian yang diambil dari lingkaran rusuk Lembu atau Kerbau (Horbo).

 Bona Ni Ari

Bona Ni Suhut adalah kelompok atau pihak marga dari Oppungnya Oppung dari bapaknya bapak atau yang paling atas. Istilah yang sering kali disebut oleh masyarakat di Kampung Beringin ini “Namamopar Sian Ginjang”.

Pihak ini menerima Jambar Juhut bagian Somba-Somba. Yang dimaksud disini ialah bagian rusuk hewan ternak yang dipotong. Masyarakat menyebutnya “garis tolu”.

 Hula-Hula Na Marhaha Anggi

Hulahula Na Marhaha Anggi adalah pihak atau kelompok dari abang adik yang meninggal Saur Matua. Dalam adat kematian Saur Matua di kalangan masyarakat Batak Toba yang ada di Kampung Beringin, biasanya pihak atau kelompok ini menerima Jambar Na Gok.

 Hula-Hula Ni Anak atau Hula-Hula Naposo

Hula-Hula Ni Anak adalah pihak marga atau kelompok marga dari anak yang meninggal Saur Matua atau pada masa sekarang disebut Hula-Hula Naposo.

Pihak ini biasanya menerima Jambar Na Gok. Jambar Na Gok ini ialah daging yang dipotong kecil. Daging ini adalah tambahan jika Jambar kurang untuk dibagikan.

 Boru

Boru atau Pamarai merupakan pihak atau kelompok yang mempunyai peranan atau tugas tanggungjawab didalam sebuah acara pesta adat (Marulaon).

Pihak ini adalah pihak atau kelompok yang turut membantu Suhut atau keluarga yang mengadakan acara pesta adat (Ulaon). Kelompok ini bertugas pada bidang memasak makanan, menjamu para tamu undanga atau semua lapisan masyarakat yang hadir bahkan kelompok ini juga menyiapkan pembagian Jambar.

Dalam pesta adat mati Saur Matua Op. Clara Tp. Bolon, pihak boru menerima Jambar bagian leher (Tanggalan Rukkung) Kerbau atau Lembu. Bagian ini akan diberikan kepada semua kelompok atau pihak Parboru baik Boru Tubu, Boru Ni Suhut, Boru Ni Haha Anggi, Simatua Boru, maupun Bere Laki-Laki.

Boru atau Pamarai terdiri dari:

 Boru Ni Suhut

Boru ni suhut adalah pihak marga atau kelompok dari suami dari pada anak perempuan yang meninggal saur matua.

 Boru Ni Haha Anggi

Boru ni haha anggi ni suhut merupakan kelompok atau pihak marga dari para suami adik perempuan yang meninggal saur matua.

 Boru Tubu

Boru Ni Marga atau Dongan Tubu adalah pihak yang berasal dari kelompok yang mempunyai satu marga yang sama, atau bisa dari pihak yang satu Oppung (kakek atau nenek).

 Simatua Boru

Simatua Boru merupakan pihak atau kelompok dari anak perempuan kandung yang meninggal Saur Matua.

 Bere Laki-Laki

Bere Laki-Laki merupakan anak dari adik atau kakak perempuan.

 Suhut

Suhut adalah pihak ataupun kelompok yang menyelenggarakan pesta atau Ulaon Adat dan mempersiapkan segala sesuatunya untuk keperluan pesta. Pihak ini akan mempertanggungjawabkan segalanya demi untuk terlaksananya acara pesta adat. Di acara pesta adat Saur Matua Op. Clara Tampubolon pihak suhut tidak menerima bagian Jambar Juhut. Karena Suhut adalah pihak yang meyelenggarakan pesta adat. Hal itu pun Peneliti amati di lapangan saat berada di lokasi pesta.

 Dongan Tubu

Dongan Tubu merupakan pihak atau kelompok yang memiliki marga yang sama. Di acara pesta adat Saur Matua Op. Clara Tp. Bolon, pihak ini menerima Jambar bagian Tulan/Soit yakni bagian paha ternak Lembu.

 Dongan Sahuta

Arti Dongan Sahuta disini ialah orang yang satu tempat tinggal atau satu permukiman yang sama. Pihak atau kelompok ini menerima Jambar bagian Tulan/Soit yakni paha.

 Natua-Tua Ni Huta

Natua-Tua Ni Huta adalah sebutan kepada orangtua yang mengetahui tentang seluk beluk adat Batak Toba. Pihak ini dianggap sangat penting kehadirannya dalam acara pesta adat. Natua-Tua Ni Huta inilah yang akan mengajari pihak keluarga atau tuan rumah untuk mengatur berjalannya pesta adat.

Pihak ini menerima Jambar bagian Tulan/Soit lembu yakni bagian paha.

 Ale-Ale

Dalam acara pesta adat mati Saur Matua kata Ale-Ale ini adalah pihak atau kelompok yang teman akrab ketika yang meninggal itu masih hidup. Biasanya, Ale-Ale ini hanya ada dalam acara pesta adat Saur Matua saja. Pihak ini menerima Jambar Na Gok yaitu daging yang dipotong kecil sekitar 1 ons. Hal itu dibagikan supaya pihak ini tidak merasa di kecewakan kehadiratnya.

 Pemerintah Setempat, STM, Pangula Huria (pengerja gereja)

Pemerintah setempat dalam hal ini adalah orang-orang yang memimpin Kampung tersebut seperti Kepala Desa, Kepala Lorong, Kepala Camat dan lain

sebagainya. Di Kampung Beringin biasanya membagikan Jambar Juhut kepada pihak pemerintah setempat juga kepada pihak STM dan Pangula Huria (Pengerja gereka) ini dengan bagian kaki atau paha Lembu (Tulan/Soit).

4.4. Studi Kasus Pembagian Jambar Juhut Adat Saur Matua Op. Clara Tp.

Bolon

Foto 4.11.

Suasana Adat Saur Matua Op. Clara Tp. Bolon

Sumber: Tiorisma Sitorus (2019)

Op. Clara Tp. Bolon merupakan seorang ayah/kakek yang meninggal pada tanggal 11 maret 2019. Beliau meninggal pada usia 75 tahun, beliau menikah dengan Br. Siagian, dalam acara adat kematiannya sesuai Panggarapotton adalah Saur Matua (sempurna). Hal itu di karenakan bahwa semua keturunan dari Oppung Clara sudah berkeluarga bahkan beliau sudah memiliki cucu baik dari anak laki-laki maupun anak perempuan. Sehingga tidak ada lagi yang dipikirkan atau ditanggungjawabi. Karena sudah memiliki keluarga masing-masing bahkan sudah mempunyai keturunan.

Dalam adat Saur Matua (sempurna) Oppung Clara sebelum pemberangkatan ke kuburan atau pada hari “H”, akan diadakan Marria Raja atau Pangrapotton atau yang lebih dikenal dengan sebutan Martonggo Raja. Tujuan dari Marria Raja atau Pangarapotton ialah untuk membicaraknan tentang konsep atau gambaran pesta adat yang akan dilaksanakan pada hari “H”. Konsep atau gambaran tersebut dibacarakan bersama dengan beberapa unsur Dalihan Natolu, Parhata atau tokoh adat, Natua-Tua Ni Huta atau orang yang tahu adat, beberapa dongan sahuta atau teman sekampung dan juga undangan yang datang dari tempat yang berbeda atau Ale-Ale. Di dalam acara Marria Raja atau Pangarapotton akan diberitahukan kepada semua yang telah hadir tentang riwayat hidup yang meninggal, berapa jumlah keseluruhan keturunannya. Sehingga, dari riwayat tersebut akan ditentukan apakah yang meninggal tersebut dapat dikatakan mati Saur Matua.

Setelah menentukan apakah yang meninggal tersebut tergolong ke dalam mati Saur Matua maka semua orang yang hadir dalam acara tersebut akan mempertimbangkannya dengan musyawarah bersama. Setelah selesai membicarakan atau memusyawarakan hal tersebut, para unsur Dalihan Natolu, Parhata atau tokoh adat di Kampung serta Natua-Tua Ni Huta atau orang yang tahu tentang adat akan dijamu dengan makanan dan minuman. Masyarakat Kampung menyebutnya Tudu-Tudu Sipanganon atau makan dan minum bersama.

Diacara Tudu-Tudu Sipanganon (makan bersama) ini akan dibahas tentang pembagian Jambar Juhut (daging) di hari “H”. Biasanya Marria Raja atau Pangarapotton ini dilakukan sehari sebelum pesta adat dilaksanakan.

Di dalam acara Marria Raja atau Pangarapotton ini juga akan membicarakan tentang penentuan kapan Pamoppoan dilakukan, apakah diacara Marria Raja atau Pangarapotton atau dihari “H”. Moppo atau Pamoppoan adalah acara pemasukan mayat atau jenazah ke dalam peti (rumah-rumahnya). Acara Moppo ini jika dihari “H” atau besoknya dilakukan, maka waktunya terbaik untuk Moppo adalah sebelum matahari naik atau sekitar jam 08.00 WIB pada waktu acara di rumah atau Jabu. Sebaliknya, jika acara Moppo dilakukan pada saat acara Marria Raja atau Pangarapotton, maka acara Pamoppoan dilakukan setelah (Sudung) makan dan minum bersama. Setelah jenazah dimasukkan ke dalam peti atau Moppo maka pihak keluarga akan Manortori atau menari mengelilingi mayat diiringi dengan musik Batak Toba didalam rumah (Di jabu). Setelah acara tersebut, maka dilanjutlan dengan acara Mandok Hata atau menyampaikan kata kepada yang meninggal dan ini diwakilkan dari setiap keturunannya baik anak, cucu maupun nono atau nini. Setelah selesai, maka selanjutnya adalah acara gereja. Acara gereja ini adalah puncak akhir ketika segala sesuatu yang dibicarakan dalam acara Marria Raja atau Pangarapoton sudah selesai.

Foto 4.12.

Acara Moppo (memasukkan mayat ke dalam peti)

Sumber: Tiorisma (2019)

Di katakan Marria Raja atau Pangarapotton, di karenakan sebutan untuk orang yang sudah meninggal, sedangkan disebut Martonggo Raja ditujukan kepada orang yang mau menikah. Pada umumnya menurut adat Batak Toba dahulu kala, acara Marria Raja atau Martonggo Raja ini hanya dihadiri oleh unsur Dalihan Natolu saja dan para Natua-Tua Ni Huta atau raja adat. tetapi, seiring berjalannya waktu dan zaman sudah maju atau modern, hal itu mengalami pergeseran atau perubahan. Kini tidak lagi hanya unsur Dalihan Natolu dan Natua-Tua yang ikut hadir. Unsur Dalihan Natolu diharuskan hadir ketika acara Marria Raja atau Martonggo Raja juga di hari “H”. Namun hal itu justru berbanding terbalik dari apa yang peneliti lihat ketika ikut menghadiri acara Marria Raja atau Martonggo Raja di Kampung Beringin ini khususnya dalam acara Marria Raja atau Pangarapotton di Saur Matua Op. Clara ada banyak yang menghadirinya bahkan datang dari berbagai tempat yang lain (Ale-Ale),

Parsahutaon/Dongan Sahuta (teman sekampung), pengurus gereja, STM (persatuan marga) dan Natua-Tua Ni Huta atau orang tua yang dianggap tahu tentang adat Batak Toba.

Sebelum pemberangkatan mayat ke kuburan, mayat akan disemayamkan di dalam rumah 3 hari bahkan sampai 1 minggu lamanya, tetapi hal itu berbeda dengan mayat Op. Clara. Mayat atau jenazah Op. Clara disemayamkan selama 5 hari, hal itu di karenakan belum semua anggota keluarga yang bisa hadir. Jika anak atau Boru dan bahkan salah satu dari unsur Dalihan Natolu tidak dapat hadir.

Maka hal itu tidak menjadi penghalang untuk memulai pesta adat kematian Saur Matua dalam memberangkatkan mayat ke kuburan. Menurut adat Batak Toba selama mayam masih disemayamkan di dalam rumah ataupun di halaman, pihak keluarga akan meletakkan Ampang atau bakul Batak yang berisi padi dengan bunga dan daun-daun mekar hijau yang ditaruh di dalam bakul tersebut, hal itu melambangkan Hadumaon (kesejahteraan). Sebelum mayat atau jenazah digotong ke halaman, mayat akan terlebih dulu Di Tor-Tori (ditarikan) sambil dikelilingi sebanyak tujuh kali, dan para keturunannya akan Manghunti atau Manjujung Ampang (bakul batak) diatas kepala dan menggendongnya.

Namun, kebiasaan ini sudah mulai pudar. Hal itu di karenakan sulitnya untuk mencari semua tanaman-tanaman tersebut. Sehingga, keturunan dari pada Op. Clara tersebut tidak membuat Sijagaron atau tanaman-tanaman ke dalam Ampang (bakul batak). Hanya Di Tor-Tori dengan diiringi musik dan dikelilingi.

Selesai acara tersebut, mayat akan dibawah ke halaman rumah, untuk diletakkan ditengah-tengah halaman. Kemudian mayat dikelilingi kembali lagi. Jika di dalam

rumah hanya pihak keluarga yang mengelilingi mayat, maka ketika mayat dikelilingi di halaman rumah, para unsur Dalihan Natolu beserta rombongan sudah ikut Manortor dan mengelilingi mayat sebanyak tiga sampai tujuh kali.

Setelah itu, acara dilanjut dengan acara Manortor. Para unsur Dalihan Natolu bersama rombongan akan Manortor dihalaman rumah dengan membawa Ulos yang akan disematkan kepada keturunannya. Jika Ulos yang dibawah tidak mencukupi untuk diberikan kepada semua keturunan Op. Clara, maka pihak atau kelompok unsur Dalihan Natolu akan meminta untuk perwakilan saja dari tiap keturunannya. Setelah acara penyematan ulos diberikan, maka diacara ini Jambar Juhut (daging) dibagikan oleh pihak keluarga Op. Clara sambil Manortor (menari). Hal itu melambangkan ucapan terimakasih (Hamauliateon) kepada semua unsur dalihan natolu telah Mamasu-Masu (memberkati) mereka. Setelah pihak atau kelompok unsur Dalihan Natolu menerimanya, maka Jambar tersebut akan di Tor-Torkan sambil mengelilingi mayat sebanyak tiga kali keliling.

Dengan di Tor-Torkannya Jambar Juhut (daging) sambil mengelilingi mayat tersebut melambangkan bahwa pihak atau kelompok dari unsur Dalihan Natolu tersebut senang dan bahagia karena telah dihormati kehadirannya.

Selanjutkan acara dilanjutkan dengan makan bersama. Acara makan bersama ini dibuka di dalam doa oleh perwakilan dari Pangula Huria atau pengerja gereja. Diacara makan bersama ini ada Jambar Juhut (daging) yang dibagikan selain dari Jambar Juhut (daging) yang khusus dibagikan kepada kelompok atau pihak tertentu. Jambar Juhut (daging) yang dibagikan pada saat acara makan bersama disebut Jambar Na Gok atau Tanggo-Tanggo (batisan).

Jambar Juhut (daging) ini dibagikan kepada semua orang yang hadir di acara pesta adat Saur Matua.

Bagi masyarakat disini, mengadakan upacara adat kematian Saur Matua terhadap seseorang yang sudah meninggal dalam usia yang sudah sangat tua merupakan hal yang paling didambakan. Hal itu dikarenakan bahwa yang meninggal itu sudah menunjukkan tiga falsafah hidup orang Batak Toba yakni Hamoraon, Hagabeon, dan Hasangapon. Kata Hamoraon terhadap yang meninggal ialah bahwa yang meninggal memiliki banyak anak atau keturunan baik laki-laki maupun perempuan. Hagabeon artinya bahwa semua keturunan yang meninggal itu sudah menikah dan tidak ada lagi yang dipikirkan.

Hasangapon artinya bahwa yang meninggal itu sudah memiliki cucu dari anak-anaknya baik laki-laki maupun perempuan. Inilah yang menjadi landasan masyarakat Batak Toba khususnya yang tinggal di Dusun Kampung Beringin ini masih melestarikan budaya itu meski berada ditengah-tengah sebuah Kota kecil yang beragam suku bangsa.

Sebagai anak haruslah menghormati kedua orangtua seumur hidupnya, bahkan ketika sudah meninggal juga harus dihormati melalui pengorbanan untuk terlaksananya pesta adat. sehingga banyak sekali keluarga yang kurang mampu rela menjual ladangnya atau sawahnya bahkan meminjam uang kepada orang lain demi terlaksananya sebuah pesta adat terhadap orangtua mereka yang meninggal.

Sebab satu hal yang mereka percayai bahwa semua itu akan terbayarkan suatu saat nanti. Dan melalui terlaksananya upacara tersebut mereka berharap (Marpangkirimon) untuk memohon berkat “Karunia” dari Tuhan Yang Maha

Pengasih bagi seluruh anak keturunan si meninggal. Nilai-nilai ini masih dipegang teguh oleh masyarakat Batak Toba yang tinggal di Dusun Kampung Beringin ini.

Akan tetapi, ada hal yang telah mengalami pergeseran yakni mengenai pembagian Jambar Juhut (daging yang dibagikan kepada setiap unsur Dalihan Natolu).

Pada umumnya masyarakat Batak Toba membagi Jambar Juhut (daging) itu dengan cara dibagi dari anjungan atau diletakkan diatas sebuah tempat/wadah (Pansa) yang kemudian dijatuhkan dari atas anjungan atau dari atas tempat/wadah (Pansa) tersebut lalu petugas lain mengambil kemudian menyerahkannya kepada semua unsur Dalihan Natolu tadi. Namun, seiring berjalannya waktu hal tersebut tidak lagi dilakukan. Masyarakat disini tidak lagi membagi Jambar Juhut (daging) dengan cara tersebut, melainkan dengan cara memanggil nama-nama siapa saja yang berhak menerima Jambar Juhut (daging). Inilah yang terjadi di upacara pesta adat Saur Matua Op. Clara Tampubolon.

Foto 4.13.

Jambar Na Gok atau Batisan

Sumber: Tiorisma (2019)

Setelah acara makan bersama selesai, maka acara dilanjutkan dengan acara Mangampu dari Suhut. Pengertian dari pada kata Mangampu adalah upacara penyampaian ucapan terimakasih pihak keluarga yang berpesta kepada semua yang terlibat dalam pesta adat yang berlangsung. Di acara tersebut para undangan sudah diperbolehkan pulang, demikian pula unsur Dalihan Natolu. Apabila tidak ada lagi kegiatan untuk mangulosi atau menyematkan Ulos, maka pihak tersebut pulang. Dan beberapa orang lagi tetap ada diacara sampai ke acara penguburan

Setelah acara makan bersama selesai, maka acara dilanjutkan dengan acara Mangampu dari Suhut. Pengertian dari pada kata Mangampu adalah upacara penyampaian ucapan terimakasih pihak keluarga yang berpesta kepada semua yang terlibat dalam pesta adat yang berlangsung. Di acara tersebut para undangan sudah diperbolehkan pulang, demikian pula unsur Dalihan Natolu. Apabila tidak ada lagi kegiatan untuk mangulosi atau menyematkan Ulos, maka pihak tersebut pulang. Dan beberapa orang lagi tetap ada diacara sampai ke acara penguburan

Dokumen terkait