• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MEDIA GAMBAR DAN LAGU BUDDHIS TERHADAP HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA

Dalam dokumen AGAMA BUDDHA DAN ILMU PENGETAHUAN (Halaman 81-92)

Publikasi Elektronik:

PENGARUH MEDIA GAMBAR DAN LAGU BUDDHIS TERHADAP HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA

Hariyanto

buddha_wng@yahoo.com

Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Raden Wijaya Wonogiri Jawa Tengah

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar pendidikan Agama Buddha tingkat Sekolah Dasar di Kabupaten Wonogiri antara pembelajaran yang menggunakan media gambar dan lagu Buddhis dibandingkan pembelajaran melalui presentasi materi oleh guru dengan menggunakan buku paket, Penelitian ini menggunakan rancangan Nonequivalent Control Group

Design. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas III Sekolah Dasar yang beragama Buddha di

Kabupaten Wonogiri. Uji normalitas menggunakan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test dan uji homogenitas menggunakan Levence Test pada SPSS. Sedangkan untuk menguji hipotesis menggunakan Independent Sample T Test dan Paired Sample T Test pada SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor hasil belajar pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdistribusi normal dan homogen. Rata-rata peningkatan hasil belajar kelompok kontrol 5,1250 kelompok eksperimen 16,5000. Hasil uji independent sample t test SPSS diketahui Sig. (2-tailed) atau p 0.000. Sedangkan α 0.05 jadi p < α berarti Ho ditolak. Hasil uji paired sample t test SPSS diketahui sig.

(2-tailed) atau p 0.000. Sedangkan α 0.05 jadi p < α berarti Ho ditolak.

Kata Kunci: media gambar dan lagu Buddhis, hasil belajar.

Abstract

This study aims to investigate the difference in the learning outcomes of Buddhism education in elementary schools in Wonogiri Regency between the learning that uses the media of Buddhist pictures and songs and the learning through the teacher’s material presentation that uses a course book. It employed a non-equivalent control group design. The research subjects were Year III elementary school students whose religion is Buddhism in Wonogiri Regency. The normality was tested using the One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test and the homogeneity was tested using the Levene Test with SPSS. The hypothesis was tested using the Independent Sample T-Test and Paired Sample T-Test with SPSS. The results of the study show that the learning outcome scores in the experimental and control groups are normally distributed and homogeneous. The average learning outcome improvement in the control group is 5.250 and that in the experimental group is 16.5000. The results of the Independent-Sample T-Test with SPSS show Sig. (2-tailed) or p 0.000. Meanwhile, α is 0.05 and p < α, showing that Ho is rejected. The results of the Paired-Sample T-Test with SPSS show Sig. (2-tailed) or p 0.000. Meanwhile, α is 0.05 and p < α, showing that Ho is rejected.

Keywords: media of Buddhist pictures and songs, learning outcomes

PENDAHULUAN

Pendidikan agama merupakan bagian pendidikan untuk melestarikan aspek-aspek sikap dan nilai keagamaan yang dioperasionalkan secara konstruktif dalam masyarakat, keluarga dan diri sendiri. Pendidikan agama berpengaruh dalam membentuk moral dan kepribadian serta berperan dalam membimbing perilaku seseorang menjadi lebih baik. Pendidikan

agama juga membentuk karakter kemoralan dan kesusilaan bagi seseorang sehingga mampu membedakan antara perilaku yang baik dengan perilaku yang tidak baik. Selain di tempat ibadah, siswa dapat memperoleh pendidikan agama di keluarga maupun di sekolah. “Pendidikan agama Buddha adalah usaha yang dilakukan secara sadar, terprogram serta berkelanjutan dalam rangka mengembangkan kemampuan siswa untuk memperkuat keyakinan dan bakti kepada Tuhan Yang Maha Esa dan memiliki moral yang baik, serta

Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan Vol I No. 1 September 2014

meningkatkan kompotensi spiritual sesuai dengan ajaran agama Buddha” (Permendiknas No.22 Tahun 2006).

Berdasarkan tujuan pendidikan agama Buddha yang diberikan di Sekolah Dasar, maka tujuan Pendidikan agama Buddha tidak cukup berhenti pada tataran kognitif (pengetahuan), tetapi juga afektif (sikap dan nilai) dan

psikomotor (perbuatan). Penguasaan

pengetahuan tentang agama Buddha menjadi penting karena siswa dapat bertindak baik apabila pengetahuan tentang agama Buddha yang dimiliki juga baik. Tetapi yang terpenting adalah siswa dapat mempraktikkan pengetahuan tentang agama Buddha dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006 materi yang disampaikan meliputi beberapa aspek sebagai berikut: 1. Sejarah, 2. Keyakinan (Saddha), 3. Perilaku/moral (Sila), 4. Kitab Suci Agama Buddha Tripitaka (Tipitaka), 5. Meditasi (Samadhi), dan 6. Kebijaksanaan (Panna).

Salah satu media yang dapat mengkonkretkan materi yang bersifat abstrak dan menarik perhatian siswa dalam pelajaran pendidikan agama Buddha adalah media gambar. Media gambar dapat diperoleh melalui internet, website lembaga keagamaan Buddha, buku-buku keagamaan Buddha, dan gambar yang sengaja dicetak. Selain mudah didapat media gambar juga tidak mahal sehingga harganya terjangkau. Media gambar mengkonkretkan materi yang bersifat abstrak. “Semakin konkret materi yang dipelajari siswa, maka semakin mudah siswa belajar. Sebaliknya, semakin abstrak materi yang dipelajari siswa, maka semakin sulit siswa belajar” (Wina Sanjaya, 2008: p. 165).

Hasil belajar siswa diperoleh mulai dari pengalaman langsung (kongkrit) berdasarkan kenyataan yang ada di lingkungan hidupnya, kemudian melalui benda-benda tiruan, dan selanjutnya sampai kepada lambang-lambang verbal (abstrak). Pada saat kondisi seperti ini kehadiran media pembelajaran sangat bermanfaat. Media dalam posisinya yang sedemikian rupa akan dapat merangsang keterlibatan beberapa alat indera. Di samping itu, memberikan solusi untuk memecahkan persoalan berdasarkan tingkat keabstrakan pengalaman yang dihadapi siswa. Kenyataan ini didukung oleh teori penggunaan media yang dikemukakan oleh Edgar Dale dalam Zainuddin Arif (1994: p. 79), yaitu teori

Kerucut Pengalaman Dale (Dale’s Cone of

Experience) seperti Gambar 1 berikut. Teori ini

merupakan elaborasi yang rinci dari konsep tiga tingkatan pengalaman yang dikemukakan oleh Bruner.

Gambar 1. Kerucut Pengalaman Dale Hasil belajar siswa diperoleh mulai dari pengalaman langsung (kongkrit) berdasarkan kenyataan yang ada di lingkungan hidupnya, kemudian melalui benda-benda tiruan, dan selanjutnya sampai kepada lambang-lambang verbal (abstrak). Pada saat kondisi seperti ini kehadiran media pembelajaran sangat bermanfaat. Media dalam posisinya yang sedemikian rupa akan dapat merangsang keterlibatan beberapa alat indera. Di samping itu, memberikan solusi untuk memecahkan persoalan berdasarkan tingkat keabstrakan pengalaman yang dihadapi siswa.

Media gambar dapat menarik perhatian siswa. Menurut Hoy (2007: p. 251) “In sensory

memory, control processes of perception; attention and recognition determine what will be transferred to working memory and held briefly for further use”. Perhatian merupakan

langkah pertama dalam proses pembelajaran. Selain itu, perhatian berperan penting terhadap stimulus dalam hal ini materi ajar yang diterima sensor memory. Materi yang

disampaikan guru pendidikan agama Buddha dapat diterima apabila perhatian siswa terfokus. Lagu yang diperdengarkan kepada siswa pada waktu proses pembelajaran agama Buddha adalah lagu buddhis yang berhubungan dengan materi yang disampaikan. Shinta Rahmawati (2001: p. 86-89), mengutip pernyataan Gardiner, berpendapat bahwa “musik dapat membantu seseorang memfokuskan diri pada hal yang dipelajari, meningkatkan prestasi belajar membaca dan

matematika anak usia enam dan tujuh tahun”. Lagu buddhis yang dinyanyikan dapat menimbulkan rasa senang. Dengan timbulnya perasaan senang siswa lebih bersemangat untuk mengikuti proses belajar mengajar sehingga materi pendidikan agama Buddha yang telah diterima tidak mudah dilupakan.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa guru pendidikan agama Buddha, khususnya di Kabupaten Wonogiri ketika melaksanakan pembelajaran di kelas dengan presentasi materi oleh guru dengan menggunakan buku paket. Guru hanya menggunakan bahasa verbal dalam menyampaikan materi pendidikan agama Buddha sehingga materi pendidikan agama Buddha yang bersifat abstrak tidak dapat dipahami siswa karena tidak konkrit, Kegagalan menafsirkan materi ataupun siswa yang mudah lupa terhadap materi pendidikan agama Buddha menjadi salah satu sebab hasil belajar pendidikan Agama Buddha tingkat Sekolah Dasar kelas III tidak optimal, terbukti dengan skor hasil belajar pendidikan agama Buddha masih rendah yaitu 6,5 (Sumber: Daftar Nilai Pendidikan Agama Buddha siswa SD Negeri I Karang tahun ajaran 2009-2010).

Selain itu, beberapa alasan guru pendidikan agama Buddha belum menggunakan media gambar dan lagu Buddhis secara optimal adalah: 1. mengajar menggunakan buku paket sudah merupakan kebiasaan guru pendidikan agama Buddha, 2. pembelajaran menggunakan media gambar dan lagu Buddhis membuat repot, dan 3. belum ada penelitian yang menunjukkan manfaat media gambar dan lagu buddhis terhadap hasil belajar pendidikan agama Buddha hasil wawancara 13 Agustus 2010. Rumusan masalah berdasarkan uraian di atas adalah:

1. Adakah perbedaan signifikan hasil belajar pendidikan agama Buddha tingkat Sekolah Dasar kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen?

2. Seberapa besar pengaruh pembelajaran media gambar dan lagu Buddhis terhadap hasil belajar pendidikan Agama Buddha?

Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1) mengetahui perbedaan hasil belajar pendidikan agama Buddha tingkat Sekolah Dasar antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen, dan 2) mengetahui besarnya pengaruh media gambar dan lagu Buddhis terhadap hasil belajar pendidikan Agama Buddha Tingkat Sekolah Dasar.

Hasil belajar disebut juga dengan prestasi akademik (academic achievement). Pengertian prestasi belajar dari Good (1945: p. 27) adalah:

"knowledge attained or skills developed in the school subjects usually designated by tes score or by marks assigned by teachers, or by both. The achievement of pupils in the so called "academic" subjects, such as reading arithmatic, and history, as contrasted with skills developed in such areas as industrial art and physical education".

Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999: p. 250) “hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah

kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan

dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran”.

Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh individu setelah proses belajar berlangsung, yang dapat memberikan perubahan tingkah laku baik pengetahuan, pemahaman, sikap dan keterampilan siswa sehingga menjadi lebih baik dari sebelumnya. Sebagaimana yang dikemukakan Oemar Hamalik (1995: p. 48) hasil belajar adalah “Perubahan tingkah laku subjek yang meliputi kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor dalam situasi tertentu berkat pengalamannya berulang-ulang”. Pendapat tersebut didukung oleh Nana Sudjana (2005: 3) “hasil belajar ialah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotor yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya”.

Gambar termasuk jenis media grafis. Media grafis berfungsi untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan melalui saluran penglihatan. Pesan yang akan disampaikan dituangkan dalam simbol-simbol komunikasi visual. Selain menyalurkan pesan pembelajaran, media grafis juga berfungsi menarik perhatian siswa, memperjelas sajian ide, mengilustrasikan fakta yang cepat dilupakan apabila tidak digrafiskan oleh siswa. Menurut Sadiman (2009: 29) “media gambar memiliki kelebihan, beberapa kelebihan media gambar: a. sifatnya konkrit, gambar lebih

Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan Vol I No. 1 September 2014

realistis menunjukan pokok masalah dibandingkan dengan media verbal semata, b. gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu. Tidak semua benda, objek atau peristiwa dapat dibawa ke kelas, dan tidak selalu anak-anak dapat dibawa ke objek/peristiwa tersebut, c. media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan anak didik. d. gambar dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia berapa saja, sehingga dapat mencegah atau membetulkan kesalahpahaman, e. gambar harganya murah dan gampang didapat serta digunakan tanpa peralatan khusus”.

Gambar merupakan media visual yang penting dan mudah didapat, media gambar dapat mengganti kata-kata verbal. Mengkonkritkan yang abstrak, dan mengatasi pengamatan manusia. “Gambar membuat siswa dapat menangkap ide atau informasi yang terkandung di dalamnya dengan jelas, lebih jelas dari yang diungkapkan melalui kata-kata” (Yudhi Munadi, 2008: p. 89).

Salah satu yang termasuk media audio adalah lagu. Lagu atau nyanyian adalah sebuah alunan nada dan bunyi yang dapat didengarkan oleh manusia di manapun berada. Menurut situs http://id.wikipedia.org/wiki/Lagu dijelaskan bahwa “lagu merupakan gubahan seni nada atau suara dalam urutan, kombinasi, dan hubungan temporal (biasanya diiringi dengan alat musik) untuk menghasilkan gubahan musik yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan (mengandung irama)”. Sedangkan dalam situs

http://de.wikipedia.org/wiki/Lied juga dikatakan bahwa:

“Der Begriff Lied (v. althochdt.: liod Gesungenes) bezeichnet ein gesungenes Musikstück, das aus mehreren gleich gebauten gereimten Strophen oder einer auskomponierten variierenden Melodie für jede Strophe besteht. Das Lied stellt die ursprünglichste und schlichteste Form der Lyrik dar. Im Lied findet das menschliche Gefühl in seinen Stimmungen und Beziehungen eine reine und intensive Ausdrucksmöglichkeit”.

Atan Hamju (1980: p. 26) menyatakan bahwa “lagu adalah ratusan ekspresi dasar dari hati manusia yang dikeluarkan secara teratur dalam bentuk bahasa bunyi”. Lagu terbentuk dari gabungan dari unsur-unsur irama, melodi,

harmoni, bentuk atau struktur lagu dan ekspresi sebagai kesatuan. Lagu yang diciptakan oleh manusia dan didengarkan oleh manusia memiliki berbagai pesan atau informasi. Banyak yang dapat diambil dari lagu atau nyanyian yang diciptakan oleh manusia. Selain informasi yang didapat, dalam lagu juga terdapat perasaan sang pencipta lagu tersebut.

Melalui lagu perhatian siswa dapat terfokus pada materi belajar. Seperti pendapat Daveson & Edwards (1998) “their summary

showed that there is some evidence of benefit to students with severe intellectual disabilities through the use of music in an art primary school setting. Improvements in on-task behaviour, development of auditory skills, and attention to task were noted”.

Selain itu, musik dapat mempengaruhi sikap siswa dalam proses belajar mengajar Pendidikan Agama Buddha. Belajar dengan cara mendengarkan musik akan menyenangkan siswa dan siswa tidak akan merasa bosan dalam mempalajarinya. Seperti dijelaskan Lazanov dalam Porter dan Hernacki (2003: p. 72) yang mengemukakan bahwa, “musik yang harmonis merupakan rangsangan terbaik bagi perkembangan otak. Saat mendengarkan musik, lirik lagu akan merangsang otak kiri dan melodinya akan merangsang otak kanan”.

Penggunaan lagu dalam pembelajaran pada umumnya dapat memberikan gambaran kepada siswa mengenai ungkapan sebuah lagu karena siswa tidak hanya mendengarkan saja melainkan siswa ikut menyanyikan lagu tersebut. Jamalus (1988: p. 2) mengemukakan pendapat yang sama bahwa “penghayatan suatu lagu melalui kegiatan mendengarkan bernyanyi, bermain musik, bergerak mengikuti musik, membaca musik, sehingga mendapat gambaran yang menyeluruh tentang ungkapan lagu tersebut”. Menurut Schewe, (6 November 2009) bahwa “Shahin said that when a person listens

to sounds over and over, especially for something as harmonic or meaningful as music and speech, the appropriate neurons get reinforced in responding preferentially to those sounds compared to other sounds”. Lagu juga

berfungsi untuk mengulang-ulang materi belajar, ketika siswa mendengarkan suara yang diulang-ulang, terutama suara yang harmonik atau bermakna seperti musik dan ceramah, neuron siswa lebih cepat, lebih tepat dan lebih kuat merespon dengan mendengarkan musik dibandingkan menggunakan suara lainnya.

Informasi yang dipersepsi siswa akan mendapat perhatian, kemudian ditransfer ke memori jangka pendek. Memori jangka pendek adalah sistem penyimpanan informasi dalam jumlah terbatas hanya dalam beberapa detik. Satu cara untuk menyimpan informasi dalam memori jangka pendek adalah memikirkan tentang informasi itu atau mengungkapkannya berkali-kali.

Memori jangka pendek atau sering disebut working memory adalah suatu proses penyimpanan memori sementara, informasi yang disimpan hanya dipertahankan selama informasi tersebut masih dibutuhkan. Kapasitas memori jangka pendek sangat terbatas untuk menyimpan berbagai informasi, informasi tersebut hanya akan bertahan dalam jangka waktu tertentu. Proses mengingat dalam memori

jangka pendek tidak memerlukan waktu yang lama,

Memori jangka panjang adalah suatu proses penyimpanan informasi yang relatif permanen. Proses encoding pada memori jangka panjang dilakukan dengan penyaringan berdasarkan arti dari informasi itu bagi siswa, oleh karena itu penyimpanan informasi dapat berlangsung secara permanen. Kapasitas memori jangka panjang sangat besar, sehingga memungkinkan untuk menyimpan informasi yang banyak selama hidup organisme (siswa). (Santrock, 1995: p. 18). Memori jangka panjang merupakan bagian dari sistem memori tempat menyimpan informasi untuk periode panjang.

Paivio (Salmiyati, 2007: p. 21) mengembangkan dual coding theory (teori pengkodean ganda), yang mengemukakan bahwa siswa memiliki sistem pengolahan informasi visual dan pengolah informasi verbal. Narasi dalam bentuk audio masuk ke dalam sistem verbal, sedangkan gambar masuk ke dalam sistem visual. Menurut teori tersebut, terdapat aktivitas dalam mengolah informasi dalam bentuk teks dan gambar (visual). Berikut tahapan-tahapan aktivitas tersebut, yaitu:

1. Siswa memilih informasi yang relevan dengan teks, selanjutnya membentuk representasi proposisi berdasarkan teks dan mengorganisasikan informasi verbal yang dipilih ke dalam mental model verbal. 2. Siswa juga memilih informasi yang relevan

dari gambar, selanjutnya membentu “image” dan mengorganisasikan kedua informasi visual tersebut ke dalam mental model visual.

3. Menghubungkan kedua mental model terbentuk dari teks dan model yang terbentuk dari gambar. Pada situasi tertentu para siswa akan membentuk mental

connection antara teks dengan gambar akan

menunjang memori dan pemahaman siswa apabila keduanya diletakkan saling berdekatan.

Gambar 2 Model umum Teori Dual Coding Peneleitian Yos Sudarman berjudul “Pengaruh Strategi Pembelajaran Berbantuan Media Terhadap Hasil Belajar Musik: Studi Eksperimen Pada SD di Kota Padang”. Diterbitkan oleh jurnal bahasa dan seni Vol 7 No 2 September 2006 hal 76 – 135. Hasil penelitian menunjukan bahwa kelompok siswa di kelas eksperimen dan kontrol yang pada awalnya mempunyai pengetahuan musik dan keterampilan membaca notasi relatif sama. Setelah diberikan perlakuan belajar musik dengan strategi pembelajaran berbantuan media dan konvensional menunjukkan hasil belajar yang signifikan. Hasil belajar musik bagi siswa yang diberikan perlakuan dengan strategi pembelajaran berbantuan media ternyata lebih tinggi daripada yang diberi perlakuan menggunakan strategi pembelajaran konvensional yang ditunjukkan dengan data statistic t hitung = 2,91 lebih besar t tabel pada α= 95% = 1 - ∞ pada derajat kebebasan (df) = n – 1 adalah 1, 69.

Penelitian Rini Prisma Gusti (2005) yang berjudul upaya peningkatan pemahaman konsep biologi melalui pendekatan kontektual dengan model pembelajaran berbasis gambar (picture and picture) pada siswa kelas XI IPA SMA Muhamadiyah Padang Panjang dihasilkan beberapa kesimpulan diantaranya: 1. Penggunaan model pembelajaran berbasis gambar dapat dijadikan alternatif pilihan dalam pembelajaran biologi, namun sebaiknya diselingi dengan model pembelajaran lain yang bervariasi karena tidak ada satupun model pembelajaran yang efektif untuk semua materi

Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan Vol I No. 1 September 2014

dan segala kondisi. 2. Untuk menggunakan model pembelajaran picture and picture ini guru perlu teliti memilih topik serta gambar yang sesuai sehingga gambar tersebut dapat meningkatkan pemahaman konsep biologi siswa. 3. Bagi siswa yang memiliki kemampuan dasar kognitif rendah penggunaan model pembelajaran picture and picture sebaiknya dilatih berulang-ulang yakni perlu beberapa siklus sehingga hasilnya lebih efektif. 4. Penggunaan pendekatan kontektual dengan model gambar ini dianjurkan dan efektif untuk sekolah swasta yang jumlah jam biologinya sedikit namun memiliki input siswa yang cukup banyak.

METODE PENELITIAN

Berisi jenis penelitian, waktu dan tempat penelitian, target/sasaran, subjek penelitian, prosedur, instrumen dan teknik analisis data serta hal-hal lain yang berkait dengan cara penelitiannya. target/sasaran, subjek penelitian, prosedur, data dan instrumen, dan teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data serta hal-hal lain yang berkait dengan cara penelitiannya dapat ditulis dalam sub-subbab, dengan sub-subheading.

Jenis Penelitian

Penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen. Pemilihan metode eksperimen ini karena peneliti merancang pembelajaran yang belum diketahui keefektifan media gambar, dan lagu buddhis dibandingkan dengan pembelajaran Agama Buddha secara konvensional. Peneliti mendesain pembelajaran agama Buddha kelas III semester genap dengan menggunakan media gambar dan lagu Buddhis kemudian melakukan percobaan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh terhadap hasil belajar siswa.

Metode eksperimen dapat menunjukkan lebih tajam suatu hubungan sebab akibat, apakah penggunaan media gambar dan lagu Buddhis yang telah dipilih peneliti berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar siswa Sekolah Dasar. Subjek Penelitian tidak ditentukan secara acak sehingga metode eksperimen yang digunakan merupakan eksperimen semu atau quasi experimental

desain (Ibnu Hadjar, 1996: p. 334). Rancangan

penelitian ini menggunakan Nonequivalent

Control Group Design (Ibnu Hadjar, 1996:

334). Rancangan penelitian ini disajikan pada

Tabel 1 berikut: Tabel 1. Desain penelitian

Kelompok

Eksperimen 01 X2 O2

Kelompok Kontrol 02 X0 O2

Keterangan Tabel 1:

O1 : pretest kelompok eksperimen O2 : posttest kelompok eksperimen O3 : pretest kelompok kontrol O4 : posttest kelompok kontrol

X1: pembelajaran menggunakan media gambar dan lagu buddhis

X2 : pembelajaran tanpa menggunakan media gambar dan lagu buddhis

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tingkat Sekolah Dasar yang terdapat siswa yang beragama Buddha di Kabupaten Wonogiri. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret sampai dengan bulan April 2011. Treatment atau pemberian perlakuan pada kelompok eksperimen dilakukan guru yang sudah direkrut dengan mengikuti jadwal pelajaran di kelas yang bersangkutan. Setiap pelaksanaan

treatment peneliti selalu hadir di kelas untuk

memastikan bahwa program dijalankan guru.

Treatment berupa media gambar dan lagu

Buddhis yang dipakai guru dalam pembelajaran menyesuaikan dengan silabus, RPP yang telah peneliti buat.

Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas III yang beragama Buddha di Kabupaten Wonogiri yang berjumlah 49 siswa tersebar di beberapa sekolah. SD Negeri 1 Karang 16 siswa, SD Negeri 1 Randusari 16

Dalam dokumen AGAMA BUDDHA DAN ILMU PENGETAHUAN (Halaman 81-92)