• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaturan Kebebasan Beragama dalam Konsitusi RI

PENGATURAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM KONSITUSI REPUBLIK INDONESIA

D. Pengaturan Kebebasan Beragama dalam Konsitusi RI

D. Pengaturan Kebebasan Beragama dalam Konsitusi RI

Perlindungan kebebasan beragama dalam Undang-Undang Dasar 1945 sudah ada diatur secara khusus. Meskipun dalam sejarahnya ketika sidang BPUPKI terdapat

92

perbedaan pandangan yang cukup tajam antara Soekarno, Soepomo, Moh. Yamin dan Hatta tentang perlu tidaknya HAM masuk dalam UUD Indonesia nantinya, namun ketika rancangan UUD resmi setelah Indonesia merdeka, telah terdapat pasal-pasal

yang memuat perlindungan HAM.93

UUD 1945 berlaku antara 17 Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949. Karena setelahnya konstitusi yang berlaku adalah Konsitusi RIS 1949. Konstitusi RIS 1949 merupakan konsitusi yang sangat panjang karena terdiri dari VI BAB dan 197 Pasal. Pasal-pasal tentang HAM terdapat pada BAB I Bagian 5 tentang Hak-Hak dan Kebebasan-Kebebasan Dasar Manusia, semuanya 26 Pasal dengan

Hal itu tampak bahwa para founding fathers

menyadari perlunya HAM masuk menjadi substansi konsitusi Indonesia dan rumusan pasal-pasal HAM dalam UUD 1945. Salah satu dari substansi HAM yang diatur dalam konstitusi ini adalah masalah jaminan terhadap kebebasan beragama. Pasal 29 ayat (2) yang menyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

93

Soekarno menentang dimasukkannya perlindungan hak warga Negara dalam UUD karena menurutnya berasal dari faham individualism yang harus dibuang dari UUD Indonesia. Soepomo mendukung pendapat Soekarno sebab menurutnya UUD Indonesia seharusnya mengandung sistem kekeluargaaan dan jika pasal-pasal tentang HAM masuk dalam UUD Indonesia hal itu berarti UUD itu bersifat perseorangan dan itu bertentangan dengan konstruksinya yang berdasar sistem kekeluargaan. Sementara itu Hatta menganjurkan perlu UUD Indonesia mempunyai pasal-pasal tentang HAM dan pendapat Hatta ini didukung oleh M. Yamin yang menentang tegas usulan tidak dimasukkannya pasal-pasal HAM dalam UUD Indonesia. Menurutnya, segala konstitusi baik yang lama maupun yang baru didunia berisi perlindungan aturan dasar itu (HAM) yang sebenarnya tidak berhubungan dengan liberalism melainkan karena suatu keharusan perlindungan kemerdekan yang harus diakui dalam

UUD. Lihat, R. G Kartasapoetra, Sistematika Hukum Tata Negara, (Jakarta: PT. Bina Aksara), 1987,

hal 260 sebagaimana dikutip dari tulisan Muhammad Yamin, Naskah Persiapan UUD 1945, (Jakarta:

rumusan yang cukup mendetail. Pasal-pasal yang secara khusus mengatur masalah kebebasan beragama adalah:94

Pasal 18: Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran keinsjafan batin dan agama; hak ini meliputi pula kebebasan bertukar agama atau kejakinan, begitu pula kebebasan menganut agamanja atau kejakinannja, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik dimuka umum maupun dalam lingkungannja sendiri dengan djalan mengadjarkan, mengamalkan, beribadat, mentaati perintah dan aturan-aturan agama, serta dengan djalan mendidik anak-anak dalam iman dan kejakinan orang tua mereka.

Konsitusi yang pernah berlaku di Indonesia yakni UUD 1945, Konsitusi RIS 1949, Undang Undang Dasar Sementara 1950, UUD 1945 Pasca Amandemen tetap mengatur secara khusus masalah jaminan terhadap kebebasan beragama. Namun, setiap konstitusi memiliki keunikan masing-masing didalam merumuskan masalah jaminan kebebasan beragama. Ada yang detail dan jelas, namun ada juga yang sangat umum dan memiliki multitafsir.

Berikut perbandingan, UUD 1945 Pasca Amandemen memuat pengaturan kebebasan beragama dengan bagaimana Kontitusi RIS 1949, UUDS 1950, UUD 1945 Pasca Amandemen dan Konstitusi Malaysia.

Tabel 1: Perbandingan Konsitusi Menjamin Kebasan Beragama

UUD 1945 PASCA AMANDEMEN UUD 1945, KONSTITUSI RIS 1949,

UUDS 1950, KONSTITUSI MALAYSIA

Pasal 28E ayat (1): Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan,

Pasal 18 Konsitusi RIS 1949: Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran keinsjafan batin dan agama; hak ini meliputi pula kebebasan bertukar agama atau kejakinan, begitu pula kebebasan 94

memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta

berhak kembali. Ayat (2): Setiap

orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

Pasal 28I ayat (1): Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi

dalam keadaan apapun. Ayat (2):

Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. Ayat (4): Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. Ayat (5): Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 28J ayat (1): Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara. Ayat (2): Dalam

menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin

menganut agamanja atau kejakinannja, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik dimuka umum maupun dalam lingkungannja sendiri dengan djalan mengadjarkan, mengamalkan, beribadat, mentaati perintah dan aturan-aturan agama, serta dengan djalan mendidik anak-anak dalam iman dan kejakinan orang tua mereka.

Pasal 32 ayat (1) Konstitusi RIS 1949: Peraturan-peraturan undang-undang tentang melakukan hak-hak dan kebebasan-kebenaran jang diterangkan dalam bagian ini, djika perlu, akan menetapkan batas-batas hak-hak dan kebebasan-kebesan itu, akan tetapi hanjalah semata-mata untuk mendjamin pengakuan dan pernghormatan jang tak boleh tiada terhadap hak-hak serta kebebasan-kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi sjarat-sjarat jang adil untuk ketenteraman kesusilaan dan kesedjahteraan umum dalam suatu persekutuan jang demokrasi. Ayat (2): Djika perlu, undang-undang federal menentukan pedoman dalam hal itu bagi undang-undang daerah-daerah bagian.

Pasal 33 Kontitusi RIS 1949: Tiada suatu ketentuanpun dalam bagian ini boleh ditafsirkan dengan pengertian, sehingga sesuatu penguasa, golongan atau orang dapat memetik hak dari padanja untuk mengusahakan sesuatu apa atau melakukan perbuatan berupa apapun jang bermaksud menghapuskan sesuatu hak atau kebebasan jang diterangkan dalamnja.

Pasal 18 UUDS 1950 : Setiap orang berhak atas kebebasan agama, keinsjafan batin dan pikiran

pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis

BAB XI tentang Agama Pasal 29

ayat (2): Negara menjamin

kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Islam adalah agama Federasi, tetapi agama-agama lain dapat dipraktekkan dalam damai dan harmoni dalam setiap bagian dari Federasi.

Pasal 11 Kontitusi Malaysia:

1. Setiap orang memiliki hak untuk menganut dan menjalankan agamanya dan, menurut Ketentuan (4),untuk menyebarkan itu.

2. Tidak seorangpun akan dipaksa untuk membayar pajak apapun hasil yang khusus dialokasikan dalam keseluruhan atau sebagian untuk tujuan agama selain karena kemauannya sendiri.

3.Setiap kelompok agama memiliki hak: (a) untuk mengelola urusannya

sendiri agama;

(b) untuk membangun dan

mempertahankan lembaga untuk tujuan keagamaan atau amal, dan (c) untuk memperoleh dan memiliki

harta benda terus dan administrasinya sesuai dengan hukum.

4.Hukum negara dan dalam hal Wilayah Federal Kuala Lumpur dan Labuan, hukum federal dapat mengontrol atau membatasi penyebaran doktrin agama atau keyakinan di kalangan orang yang beragama Islam.

5.Pasal ini tidak mengizinkan setiap tindakan yang bertentangan dengan hukum umum yang berkaitan dengan publik, kesehatan ketertiban umum atau kesusilaan.

Pasal 12 Konsitusi Malaysia:

2. Setiap kelompok agama memiliki hak

untuk membangun dan mempertahankan lembaga-lembaga

untuk pendidikan anak-anak dalam agama sendiri, dan tidak akan ada

diskriminasi atas dasar hanya agama dalam hukum yang berkaitan dengan lembaga atau dalam administrasi hukum tersebut yang akan dijamin, tetapi itu akan menjadi halal bagi Federasi atau Negara untuk menetapkan atau mempertahankan atau membantu dalam membangun atau mempertahankan lembaga-lembaga Islam atau menyediakan atau membantu menyediakan instruksi dalam agama Islam dan menyediakan biaya yang mungkin diperlukan untuk tujuan tersebut.

3.Tidak ada orang yang wajib menerima pengajaran atau ambil bagian dalam upacara atau ibadah agama lain selain karena kemauannya sendiri.

4.Untuk tujuan Klausul (3) agama seseorang di bawah usia delapan belas tahun ditetapkan oleh orang tua atau walinya.

Sumber : Diinovasi berdasarkan isi Konsitusi RI.

Jika dibandingkan dengan Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 Konsitusi RIS ini lebih detail mengatur masalah kebebasan beragama. Sebenarnya substansinya sama. Bahwa kontitusi dengan jelas menyatakan bahwa negara menjamin hak dari tiap-tiap warga negaranya dalam hal bebas memeluk agama dan beribadat menurut kepercayaan dan keyakinannya. Namun didalam konstitusi RIS 1949 diuraikan dengan lebih detail, bahwa hak tersebut meliputi pula kebebasan bertukar agama atau keyakinan, begitu pula kebebasan menganut agamannya atau keyakinannya, baik

sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik dimuka umum maupun dalam lingkungannya sendiri dengan jalan mengajarkan, mengamalkan, beribadat, mentaati perintah dan aturan-aturan agama, serta dengan jalan mendidik anak-anak dalam iman dan keyakinan orang tua mereka. Selain itu juga menetapkan batas-batas pelaksanaan hak tersebut, yakni penghormatan terhadap hak asasi orang lain, tidak melanggar norma kesusilaan dan syarat yang adil untuk ketertiban umum dalam kehidupan yang demokrasi.

Pasal 32 dan 33 Konsitusi RIS nampaknya memberi penegasan bahwa hak-hak dan dan kewajiban yang diberikan oleh warga negara melalui konstitusi tersebut harus diikuti oleh negara aturan organik yang mengatur lebih lanjut tentang pelaksaanaan hak dan kewajiban tersebut serta batas-batasnya sehingga baik warga

negara maupun penguasa sama-sama memiliki satu pedoman dalam bertindak.95

UUDS 1950 mengaturnya pada Pasal 18: Setiap orang berhak atas kebebasan agama, keinsjafan batin dan pikiran. Jika dibandingkan pada pengaturan perlindungan kebebasan beragama baik dalam UUD 1945 periode pertama dan konsitusi RIS 1949, UUDS 1950 malah jauh lebih umum dan menguraikan dengan singkat masalah pengaturan perlindungan kebebasan beragama ini. Hanya menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan agama dan keinsyafan batin dan pikiran. Tidak terlalu jelas maksud dari setiap kata perkata dalam pasal ini. Apalagi dengan keinsafan batin dan pikiran.

95

UUD 1945 amandemen kedua, mengalami banyak perubahan yang sangat berarti bagi perkembangan perlindungan HAM di Indonesia. Bahkan pasca amandemen ini ada pasal yang secara khusus memuat tentang HAM terletak pada bab tersendiri yaitu BAB XA. Terdapat pada pasal 28 yang terdiri dari 26 butir ketentuan. HAM yang dimuat didalam UUD 1945.

Khusus pengaturan masalah kebebasan beragama, UUD 1945 pasca amandemen memuatnya dalam beberapa pasal. Pasal 28E ayat (1): Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. Ayat (2): Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. Pasal 28 I ayat (1). (2), (3). (4) dan (5) dan Pasal 28 J ayat (1), (2) menunjukkan betapa komprehensifnya konstitusi Pasca Amandemen ini mengatur masalah kebebasan beragama di Indonesia.

Dibandingkan dengan Konstitusi RIS 1949, dari segi substansi keduanya mempunyai keunikan tersendiri. konstitusi RIS 1949 menyatakan bahwa hak tersebut meliputi pula kebebasan bertukar agama atau keyakinan, begitu pula kebebasan menganut agamannya atau keyakinannya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik dimuka umum maupun dalam lingkungannya sendiri dengan jalan mengajarkan, mengamalkan, beribadat, mentaati perintah dan aturan-aturan agama, serta dengan jalan mendidik anak-anak dalam iman dan keyakinan orang tua mereka. Sedangkan dalam UUD 1945 pasca amandemen menyatakan pada pasal 28 ayat (2):

Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. Selain itu ditegaskan bahwa hak memeluk agama adalah hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (Pasal 28I ayat (1)). Demikian juga masalah perlindungan terhadapa perlakuan yang diskriminatif terhadap pelaksanaan hak tersebut (Pasal 28I ayat (2)).

Berdasarkan perbandingan dari setiap konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia, masalah perlindungan kebebasan beragama tetap diatur keberandaannya. Namun harus diakui bahwa setiap konstitusi tersebut ada keunikan masing-masing didalam pernyataan jaminan yang diberikan atas hak tersebut. Ada yang mengaturnya dengan jelas dan rinci, tetapi ada yang menguraikannya dengan sangat singkat dan butuh banyak penafsiran untuk memahaminya. Selain itu ada yang tegas mengatur masalah pembatasan pelaksanaan hak tersebut baik oleh undang-undang maupun ketentuan seperti tersebut diatas namun ada yang tidak mengatur pelaksanaan dari hak kebebasan beragama tersebut. Seperti halnya pada UUD 1945 periode I dan UUDS 1950 tidak terlalu detail mengatur perihal perlindungan kebebasan beragama ini. Untuk meninjau perihal pengaturan perlindungan kebebasan beragama dalam konstitusi Indonesia, adalah baik untuk membandingkannya dengan negara lain yang yang juga mengatur perihal kebebasan beragama. Dalam hal ini akan dibandingkan dengan Konsitusi Malaysia.

Indonesia bukan negara agama. Kendatipun mayoritas penduduknya adalah muslim, konstitusi Indonesia tidak ada menyatakan bahwa Indonesia adalah negara agama atau Islam adalah agama negara. Demikian juga tidak ada pernyataan bahwa

agama Islam adalah agama negara. Berbeda dengan Malaysia96 yang dalam konstitusinya menetapkan bahwa Islam adalah agama negara. Namun itupun

keberadaaan agama lainnya tetap dijamin keberadaannya97. Malaysia mengatur

masalah kebebasan beragama dalam konstitusinya dengan sangat unik juga. Ada hal-hal yang diatur didalam kontitusinya perihal-hal kebebasan beragama yang tidak ada pada konsitusi kita demikian juga sebaliknya. Berbeda dengan Belanda98 yang memiliki sistim hukum yang sama dengan Indonesia. Belanda dalam konstitusinya hanya

memuat satu pasal mengenai kebebasan beragama99

Konsitusi RI akan dibandingkan dengan Konstitusi Malaysia karena antara Indonesia dan Malaysia ada persamaan budaya/ kultur. Selain itu memiliki persamaan dalam hal penduduknya mayoritas beragama Islam. Kendatipun memiliki perbedaan sistim hukum.

.

96

Sebagai bekas jajahan Inggris, Malaysia tetap mempertahankan tradisi hukum kebiasaan

Inggris (Common Law Sistem ) biasa disebut dengan system hukum Anglo-Saxon. Tradisi ini berdiri

ditengah-tengah sistem hukum Islam (yang dilaksanakan oleh pengadilan Syari’ah) dan hukum adat

berbagai kelompok penduduk asli.

97

Contitution Of Malaysia, Article 3 (1). Islam is the religion of the Federation; but other religions may be practised in peace and harmony in any part of the Federation. en.wikipedia.org/.../Constitution_of_Malaysia, diakses tanggal 22 Mei 2012

98

Belanda menganut sistim hukum eropa continental. Berdasarkan data yang ada 30% penduduk Belanda Beragama Katholik Roma, 11% menganut Dutch Reformed, 6% menganut kristen Calvinist. kemudian 3% menganut protestan dan kristen lainnya. sedang yang beragama Muslim berjumlah 5,8% dan 2,2% menganut Buddha, Yahudi, Sikh dan kepercayaan lainnya dan yang mencengangkan 42%

mengaku tidak beragama alias Atheis. kompetiblog2011.studidibelanda.com, diakses tanggal 22 Mei

2012

99

The Constitution of the Netherlands 1983, article 6 (1) Everyone shall have the right to manifest freely his religion or belief, either individually or in community with others, without prejudice to his responsibility under the law.(2) Rules concerning the exercise of this right other than in buildings and enclosed places may be laid down by Act of Parliament for the protection of health, in

the interest of traffic and to combat or prevent disorders.

Secara khusus Malaysia mengatur dengan tegas dalam konsitusinya bahwa Islam adalah Negara agama. Selain masalah pengaturan agama Islam sebagai agama negara. Konsitusi malaysia juga mengatur perihal kebebasan beragama pada pasal berikutnya.

Pada konstitusi Malaysia ini ditemukan hal yang unik didalam pengaturan kebebasan beragama di Malaysia. Didalam melaksanakan hak kebebasan beragamanya setiap orang berhak menganut dan menjalankan agamanya bahkan menyebarkannya. Namun didalam proses penyebaran baik doktrin dan keyakinan, khusus untuk kalangan orang yang beragama Islam negara akan membatasi dan mengontrol penyebaran tersebut. Tetapi tidak ada pengaturan mengenai bagaimana kalau yang melakukan penyebaran doktrin dan keyakinan tersebut adalah kalangan muslim ke agama-agama yang lainnya.

Selain itu, ada pengaturan khusus masalah pembayaran pajak hubungannya dengan agama. Pasal 11 ayat (2) Konsitusi Malaysia menyatakan bahwa tidak seorangpun akan dipaksa untuk membayar pajak apapun hasil yang khusus dialokasikan dalam keseluruhan atau sebagian untuk tujuan agama selain atas kemauannya sendiri. Hal ini merupakan penghormatan negara atas agama yang ada di Malaysia, melalui tidak adanya pemaksaan pembayaran pajak kalau hasil yang dimiliki penduduk akan dialokasikan keseluruhan atau sebagian untuk urusan keagamaan. Namun pembatasan terhadap hak kebebasan beragama juga diatur sama dengan hal diatur didalam konvensi internasional tentang pembatasan pelaksanaan hak asasi.

Setelah menganalisa dari semua konsitusi yang mengatur masalah kebebasan beragama, baik dari UUD 1945, Konsitusi RIS 1949, UUDS 1950, UUD 1945 Pasca Amandemen, bahkan dibandingkan dengan Konstitusi Malaysia, ditemukan keunikan masing-masing konsitusi didalam menuangkan perlindungan HAM khusus kebebasan beragama didalam pasal demi pasal. UUD 1945 Pasca Amandemen jauh lebih

lengkap dan komprehensif didalam mengatur masalah jaminanan atas kebebasan

beragama. Memuat dengan jelas uraian terhadap pelaksanaan dan jaminanan kebebasan beragama tersebut. Bahkan dengan jelas diatur pembatasan hak tersebut, pengaturannya didalam undang-undang serta peran pemerintah didalam menjamin hak tersebut.