• Tidak ada hasil yang ditemukan

nomor 5 tahun 1996)

Klausul 4.4.5. Pengendalian Dokumen

Dokumen yang diperlukan oleh sistem manajemen K3 dan standar SMK3 ini harus dikendalikan. Rekaman dalam bentuk khusus dari dokumen dan harus dikedalikan sehubungan dengan persyaratan yang diberikan dalam klausul 4.5.4. Organisasi harus menetapkan, menjalankan dan memelihara suatu prosedur untuk : 1. Menyetujui kecukupan dokumen sebelum diterbitkan.

2. Mengkaji dan menyempurnakan, jika perlu dan dokumen disetujui ulang.

3. Memastikan bahwa status perubahan dan revisi berjalan dari dokumen diidentifikasi.

4. Memastikan bahwa status perubahan dan revisi berjalan dari dokumen diidentifikasi.

5. Memastikan bahwa versi yang relevan dari dokumen yang berlaku tersedia di tempat penggunaannya.

6. Memastikan bahwa dokumen masih berlaku dan identitasnya terbaca.

7. Memastikan bahwa dokumen dari eksternal yang dianggap diperlukan untuk perencanaan dan pelaksanaan SMK3 telah diidentifikasi dan dikendalikan penyebarannya.

8. Mencegah penggunaan yang tidak semestinya dari dokumen yang kadaluarsa dan diberlakukan identifikasi yang sesuai, jika dokumen tersebut disimpan untuk keperluan tertentu.

Klausul 4.4.6. Kontrol Operasional

Oganisasi harus menetapkan operasi dan aktivitasnya yang berhubungan dengan hasil identifikasi bahaya, dimana diperlukan pengendalian untuk mengelola risiko K3, termasuk di dalamnya manajemen perubahan.

Untuk operasi dan aktivitas tersebut, organisasi harus menjalankan dan memelihara :

1. Pengendalian operasi, yang sesuai bagi organisasi dan aktivitasnya, maka organisasi harus mengintegrasikan pengendalian operasi tersebut ke dalam SMK3.

2. Pengendalian berkaitan dengan pembelian material, peralatan dan jasa.

3. Pengendalian berkaitan dengan kontraktor dan pengunjung lainnya ke tempat kerja.

4. Prosedur terdokumentasi, untuk meliput situasi dimana ketiadaannya dapat mengarah terjadinya penyimpangan dari kebijakan K3 dan obyektif K3.

5. Menentukan kriteria operasi, dimana ketiadaannya dapat mengarah terjadinya penyimpangan dari kebijakan K3 dan obyektif K3.

Klausul 4.4.7. Kesiapan dan tanggap darurat

Organisasi harus menetapkan, menjalankan dan memelihara prosedur :

1. Untuk mengidentifikasi situasi darurat. 2. Untuk menanggapi situasi darurat tersebut.

Organisasi harus tanggap terhadap situasi darurat aktual dan mencegah atau mengurangi konsekuensi K3 yang ditimbulkannya. Dalam merancang tanggap darurat, organisasi harus mempertimbangkan keperluan pihak berkepentingan yang relevan, seperti layanan darurat atau tetangga berdekatan.

Organisasi harus juga secara berkala menguji prosedurnya untuk tanggap terhadap situasi darurat dan jika memungkinkan melibatkan pihak terkait yang relevan. Organisasi harus secara berkala melakukan kajian dan bilamana mungkin merevisi prosedur kesiapan dan tanggap darurat, khususnya setelah pengujian berkala dan setelah terjadinya situasi darurat.

Klausul 4.5. PEMERIKSAA

Klausul 4.5.1. Pengukuran dan pemantauan kinerja

Organisasi harus menetapkan, menjalankan, serta memelihara prosedur untuk memantau dan mengukur kinerja K3 secara berkala. Prosedur ini harus memuat :

1. Pengukuran secara kualitatif dan kuantitatif, sesuai dengan kebutuhan organisasi.

2. Pemantauan sampai kepada pencapaian obyektif K3.

3. Pemantauan efektivitas pengendalian (kesehatan sebagaimana dengan keselamatan kerja).

4. Pengukuran kinerja bersifat proaktif untuk memantau kesesuaiannya dengan program K3 (kriteria operasional).

5. Pengukuran kinerja yang bersifat reaktif yang memantau penyakit akibat kerja, insiden (termasuk kecelakaan, hampir celaka dan lainnya) dan pembuktian penyimpangan kinerja K3 masa lampau lainnya.

6. Rekaman data dan hasil dari pemantauan dan pengukuran yang memadai untuk analisa tindakan koreksi berikutnya dan tindakan pencegahan.

Apabila diperlukan peralatan untuk memantau atau mengukur kinerja, maka organisasi harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk mengkalibrasi dan memelihara peralatan tersebut sebagaimana mestinya. Rekaman kalibrasi dan pemeliharaan dan hasilnya harus disimpan dengan baik.

Klausul 4.5.2. Evaluasi pemenuhan perundangan dan persyaratan lainnya

Klausul 4.5.2.1. Evaluasi pemenuhan persyaratan perundangan Konsisten dengan komitmennya untuk memenuhi perundangan organisasi harus menetapkan, menjalankan dan memelihara prosedur untuk mengevaluasi secara berkala pemenuhan persyaratan hukum yang sesuai. Organisasi harus menyimpan rekaman dari evaluasi berkala.

Catatan : Kekerapan dari evaluasi dapat berbeda untuk persyaratan hukum yang berlainan.

Klausul 4.5.2.2. Evaluasi pemenuhan dengan persyaratan lainnya

Organisasi harus mengevaluasi pemenuhan persyaratan lainnya yang berlaku bagi organisasi. Organisasi dapat menggabungkan evaluasi ini dengan evaluasi kesesuaian terhadap persyaratan legal yang disebut dalam klausul 4.5.2.1 atau membuat prosedur yang berbeda. Organisasi harus menyimpan catatan hasil evaluasi.

Catatan : Frekuensi evaluasi dapat berbeda-beda untuk setiap persyaratan.

Klausul 4.5.3. Penyelidikan insiden dan langkah perbaikan Klausul 4.5.3.1. Selidiki semua insiden

Organisasi harus menetapkan, menjalankan dan memelihara prosedur untuk merekam, menyelidiki dan menganalisa insiden dengan tujuan :

1. Menentukan ketidaklayakan K3 yang menjadi penyebab dan faktor lain yang dapat menyebabkan, atau memberi kontribusi terjadinya insiden.

2. Mengidentifikasi kebutuhan tindakan koreksi.

3. Mengidentifikasi peluang untuk tindakan pencegahan. 4. Mengkomunikasikan hasil dari investigasi.

5. Investigasi harus dilakukan tepat waktu.

Setiap kebutuhan tindakan koreksi atau peluang untuk tindakan pencegahan harus ditangani sesuai dengan klausul 4.5.3.2. Klausul 4.5.3.2. Ketidaksesuaian, tindakan koreksi dan tindakan

pencegahan

Organisasi harus menetapkan, menjalankan dan memelihara prosedur untuk menangani ketidaksesuaian, atau potensi ketidaksesuaian yang ditemukan dan mengambil tindakan koreksi dan perbaikan. Prosedur harus menjelaskan persyaratan berikut : 1. Identifikasi dan koreksi ketidaksesuaian dan tindakan untuk

mengurangi konskuensi K3.

2. Menyelidiki ketidaksesuaian, menemukan penyebab dan mengambil tindakan untuk mencegah agar tidak terulang kembali.

3. Mengevaluasi tindakan yang diperlukan untuk mencegah ketidaksesuaian dan menjalankan tindakan yang perlu untuk mencegah, agar tidak terluang.

4. Merekam dan mengkomunikasikan hasil tindakan-tindakan koreksi dan tindakan pencegahan yang diambil.

5. Mengkaji efektifitas tindakan koreksi dan pencegahan yang telah diambil.

Tindakan koreksi dan pencegahan mengidentifikasi adanya bahaya baru atau perubahan bahaya atau perlunya pengendalian baru, atau perubahan prosedur harus mempersyaratkan bahwa tindakan diambil melalui suatu analisa risiko sebelum dilaksanakan.

Setiap tindakan koreksi pencegahan yang diambil untuk menghilangkan penyebab ketidaksesuaian yang aktual atau potensial harus sesuai dengan besarnya permasalahan dan seimbang dengan risiko K3 yang ditimbulkan. Untuk itu, organisasi harus memastikan bahwa setiap perubahan yang timbul dari tindakan koreksi dan pencegahan dibuat pada sistem dokumentasi K3.

Klausul 4.5.4. Pengendalian catatan

Organisasi harus menetapkan dan memelihara rekaman yang diperlukan untuk menunjukkan kesesuaian terhadap persyaratan dari sistem manajemen K3, standar K3 dan hasil yang dicapai. Organisasi harus menetapkan, menjalankan dan memelihara prosedur untuk identifikasi, penyimpanan, perlindungan, penarikan, retensi dan pemusnahan rekaman. Rekaman K3 harus dapat dibaca, dikenali dan dilacak pada kegiatan bersangkutan.

Klausul 4.5.5. Audit internal

Organisasi harus memastikan bahwa audit internal untuk SMK3 dilakukan dalam selang waktu terencana, yaitu untuk :

1. Menentukan sistem manajemen K3 :

a. Memenuhi pengaturan manajemen K3 yang direncanakan termasuk persyaratan dari standar OHSAS 18001.

b. Dijalankan dan dipelihara dengan baik.

c. Efektif dalam memenuhi kebijakan dan obyektif organisasi. d. Memberikan informasi hasil audit untuk manajemen.

2. Prosedur audit harus ditetapkan, diterapkan dan dipelihara, menyangkut :

perencanaan dan melaksanakan audit, pelaporan hasil audit dan menjaga rekaman terkait.

b. Menentukan kriteria audit, lingkup, kekerapan dan metode. c. Pemilihan auditor dan kode etik audit untuk menjamin

obyektivitas dan kenetralan proses audit. Klausul 4.6 TIJAUA MAAJEME

Manajemen puncak harus meninjau SMK3 pada interval yang terencana, untuk menjamin kecocokan sistem, kelayakan dan efektifitas. Peninjauan harus mencakup penilaian peluang untuk peningkatan dan kebutuhan perubahan sistem manajemen K3, termasuk kebijakan K3 dan sasaran K3. Catatan tinjauan manajemen harus dipelihara.

Masukan tinjauan manajemen harus mencakup :

1. Hasil audit internal dan hasil dari evaluasi kesesuaian dengan persyaratan legal dan persyaratan lain yang berlaku.

2. Hasil dari partisipasi dan konsultasi (Bagian 4.4.3).

3. Komunikasi relevan dengan pihak luar yang berkepentingan, termasuk keluhan.

4. Kinerja K3 organisasi. 5. Tingkat pencapaian sasaran.

6. Status investigasi insiden, tindakan koreksi dan tindakan pencegahan.

7. Tindak lanjut dari tinjauan manajemen sebelumnya.

8. Hal-hal yang berubah, termasuk perkembangan persyaratan legal dan persyaratan lain terkait K3.

9. Usulan-usulan untuk peningkatan.

Hasil dari tinjauan manajemen harus konsisten dengan komitmen organisasi untuk peningkatan berkelanjutan dan harus mencakup keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan terkait kemungkinan perubahan dalam hal berikut :

1. Kinerja K3.

3. Sumber daya.

4. Unsur-unsur lain dari sistem manajemen K3.

Hasil yang relevan dari tinjauan manajemen harus tersedia (dapat diakses) untuk proses komunikasi dan konsultasi (Bagian 4.4.3).

2.2.5 Manfaat Penerapan SMK3 OHSAS 18001: 2007

Menurut sebuah perusahaan jasa konsultan dan pelatihan mutu, yaitu PT. Digisi Indonesia manfaat dari penerapan OHSAS 18001:2007 (Effendi, 2011) ialah :

a. Kepuasan pelanggan melalui pengiriman produk yang secara konsisten memenuhi persyaratan pelanggan, disertai perlindungan terhadap kesehatan dan properti para pelanggan. b. Mengurangi ongkos-ongkos operasional dengan mengurangi

kehilangan waktu kerja, karena kecelakaan dan penurunan kesehatan, serta pengurangan ongkos-ongkos berkenaan dengan biaya dan kompensasi hukum.

c. Meningkatkan hubungan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan perlindungan pada kesehatan dan properti karyawan, para pelanggan dan rekanan.

d. Persyaratan kepatuhan hukum dengan pemahaman bagaimana persyaratan suatu peraturan dan perundang-undangan tersebut mempunyai pengaruh tertentu pada suatu organisasi dan para pelanggan anda.

e. Peningkatan terhadap pengendalian manajemen risiko melalui pengenalan secara jelas pada kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penerapan pada pengendalian dan pengukuran. f. Tercapainya kepercayaan masyarakat terhadap bisnis yang

dijalankan, dibuktikan dengan adanya verifikasi pihak ketiga yang independen pada standar yang diakui.

g. Kemampuan untuk mendapatkan lebih banyak bisnis, khususnya spesifikasi pengadaan yang memerlukan sertifikasi sebagai suatu persyaratan sebagai rekanan.

2.3. Kontraktor

Definisi perusahaan kontraktor adalah orang atau badan usaha yang menerima pekerjaan dan melaksanakan pekerjaan sesuai yang ditetapkan gambar rencana, peraturan dan syarat-syarat yang ditetapkan (Ervianto, 2002). Tugas dan tanggungjawab yang wajib dipatuhi oleh perusahaan kontraktor adalah :

1. Melaksanakan pekerjaan sesuai dengan gambaran perencanaan, syarat, penjelasan dan rincian dari surat penawaran.

2. Perencanaan dan pengendalian waktu, biaya, mutu dan keselamatan kerja.

3. Menyediakan alat keselamatan kerja untuk menjaga keselamatan pekerja dan masyarakat.

Terdapat tiga (3) kategori kelompok kontraktor dan subkontraktor (Rijanto, 2010) :

1. Kategori I : Kontraktor pelayanan paruh waktu, seperti kerumah tanggaan, pembantu administrasi, atau binatu. Kemungkinan kerugian minim bagi perusahaan, kontraktor atau keduanya. Risiko biasanya dilakukan melalui pedoman tertulis perusahaan, orientasi dan kontrol dalam pembelian.

2. Kategori II : Kontraktor lapangan untuk waktu singkat (jam atau hari). Kemungkinan kerugian sedang bagi perusahaan, kontraktor atau keduanya. Kontraktor kategori ini biasanya melakukan pekerjaan pelayanan, termasuk pemeliharaan jangka pendek, modifikasi fasilitas, operasi di ruang terbatas dan penggalian.

3. Kategori III : Kontraktor lapangan untuk waktu sedang sampai lama (beberapa hari atau lebih lama lagi). Kemungkinan kerugian sedang sampai besar bagi perusahaan, kontraktor atau keduanya. Kontraktor kategori ini biasanya melakukan pekerjaan pemeliharaan jangka lama suatu proyek konstruksi, seperti perubahan haluan atau penghentian operasi, atau pembangunan fasilitas dan renovasi besar pabrik.

2.4. Proses Hirarki Analitik

Definisi dari analytical hierarchy process (AHP) ialah metode yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan suatu masalah yang disederhanakan dalam suatu kerangka berpikir dan terorganisir, sehingga memungkinkan pengambilan keputusan efektif atas masalah tersebut.

Proses hirarki analitik (AHP) dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty pada tahun 1970 untuk mengorganisir informasi dan pendapat ahli dalam memilih alternatif yang paling disukai (Saaty, 1991). Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi sebuah bagian-bagian dan tertata dalam suatu hirarki.

Beberapa keuntungan yang diperoleh bila memecahkan persoalan dan mengambil keputusan dengan menggunakan AHP (Saaty, 1991) adalah :

1. Kesatuan : AHP memberikan satu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk aneka ragam persoalan tidak terstruktur.

2. Kompleksitas : AHP memadukan ancangan deduktif dan ancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks.

3. Saling ketergantungan : AHP dapat saling menangani ketergantungan unsur-unsur dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier. 4. Penyusunan hirarki : AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran

untuk memilih-milih unsur-unsur suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat. 5. Pengukuran : AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal dan

terwujud suatu metode untuk menetapkan prioritas.

6. Konsistensi : AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan- pertimbangan yang digunakan untuk menetapkan berbagai prioritas. 7. Sintesis : AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang

kebaikan setiap alternatif.

8. Tawar-menawar : AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan organisasi memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuannya.

9. Penilaian dan konsesus : AHP tidak memaksakan konsesus, tetapi mensintesiskan suatu hasil representatif dari berbagai penilaian berbeda. 10. Pengulangan proses : AHP memungkinkan organisasi memperhalus definisinya pada suatu persoalan serta memperbaiki pertimbangan dan pengertian melalui pengulangan.

2.5. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Laksmi (2010) dalam penelitiannya mengenai analisis implementasi ISO 9001:2000 pada Departemen Collection PT. Bara Jawa Barat Propertindo Jakarta dengan kesimpulan bahwa faktor-faktor yang menjadi permasalahan dalam penerapan ISO 9001:2000 berdasarkan hirarki penyusunnya adalah SMM, tanggungjawab manajemen, manajemen sumber daya, realisasi produk, perbaikan, analisis dan peningkatan. Faktor yang paling berpengaruh adalah SMM dengan bobot 0,3443. Aktor yang paling memegang peranan penting adalah Top Management dengan bobot 0,6857. Prioritas pertama penyebab permasalahan dalam penerapan SMM adalah perbaikan dokumentasi dan administrasi. Alternatif pemecahan masalah utama yang dilakukan berupa penambahan fasilitas penunjang.

III. METODE PEELITIA

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Penelitian mengenai analisis implementasi OHSAS 18001:2007 pada PT. X di Bandung, Jawa Barat (studi kasus Bagian Environment and Safety dalam penanganan kontraktor) diawali dengan identifikasi klausul- klausul yang terdapat pada OHSAS 18001:2007 setelah itu mengidentifikasi implementasi setiap klausul-klausul OHSAS 18001:2007 yang di jalankan secara garis besar dalam perusahaan dan dianalisis secara deskriptif sebagai gambarannya. Setelah itu mengkaji implementasi OHSAS 18001:2007 pada Bagian Environment and Safety dalam pengelolaan terhadap kontraktor. Hasil kajian tersebut dilakukan terhadap klausul-klausul implementasi dan operasi OHSAS 18001:2007 yang telah ditetapkan. Analisis yang dilakukan diperoleh melalui pengamatan langsung, wawancara dan dokumentasi internal perusahaan.

Hasil dari analisis tersebut ialah informasi yang selanjutnya dapat digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan pada penerapan OHSAS 18001:2007. Identifikasi masalah dalam implementasi OHSAS 18001:2007 dilakukan melalui analisis deskriptif untuk menjabarkan permasalahan- permasalahan yang terjadi dalam implementasi dan selanjutnya masuk pada tahap penggunaan metode AHP. Dengan metode AHP ini, dapat diketahui dan diajukan alternatif solusi untuk memecahkan masalah yang ada kepada Bagian Environment and safety PT. X di Bandung, dalam rangka memperbaiki pelaksanaan OHSAS 18001:2007. Uraian tersebut dapat dijabarkan dalam kerangka penelitian (Gambar 3).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di PT. X di Bandung, Jawa Barat yang berlangsung dari bulan November - Desember 2011. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan pertimbangan bahwa PT. X telah mendapatkan sertifikasi OHSAS 18001:2007, sehingga relevan dikaji penerapannya dan adanya kesediaan perusahaan menyediakan tempat penelitian.

3.3. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah berupa data primer dan sekunder, baik kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung, wawancara (Lampiran 1) dan pengisian kuesioner (Lampiran 2) oleh responden, sedangkan data sekunder berasal dari bahan pustaka, artikel, jurnal, data internal perusahaan dan hasil penelitian terdahulu.

Responden dipilih melalui judgement sampling, yaitu beberapa pihak yang bertanggungjawab, memahami pelaksanaan dan permasalahan implementasi OHSAS 18001:2007 pada Bagian Environment and Safety PT. X. Pihak tersebut ialah Ketua Tim P2K3 yang juga merupakan Wakil Management Representative OHSAS 18001 perusahaan, Kepala Seksi Safety selaku penanggungjawab izin kerja kontraktor, Pelaksana Safety, serta Ahli K3 Umum dari Bagian Teknik PT. X yang berpengalaman dalam penanganan kontraktor.

Data kualitatif berupa implementasi OHSAS 18001:2007 dan identifikasi masalah, sedangkan data kuantitatifnya ialah nilai prioritas dari tiap-tiap masalah, aktor, tujuan dan alternatif yang telah ditentukan.

3.4. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh melalui metode survei, wawancara dan studi pustaka digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan pada penerapan OHSAS 18001:2007. Untuk analisis data digunakan analisis deskriptif dan AHP. Hasil dari wawancara dan pengamatan di lapangan menjadi sumber untuk membuat kuesioner. Kuesioner tersebut kemudian dibagikan kepada informan untuk memperoleh jawaban terkait pelaksanaan, permasalahan dan

alternatifnya. Setelah kuesioner diisi dengan lengkap, kemudian diolah dengan metode AHP.

Langkah standar dalam proses pengambilan keputusan (Dermawan, 2009) :

1. Tentukan tujuan utama. Tentukan apa yang hendak diwujudkan, apa yang hendak diraih, mengapa tujuan yang ditetapkan penting untuk diraih dan sebagainya.

2. Identifikasi bagian-bagian dari tujuan. Setiap tujuan utama selalu dihadapkan pada sejumlah batasan, atau masalah. Batasan atau masalah ini yang dinamakan dengan sub tujuan, atau faktor-faktor yang memengaruhi tujuan. Tentukan pula cakupan waktu yang memengaruhi tujuan (jangka pendek, menengah, atau panjang).

3. Identifikasi kriteria, atau faktor dan sub kriteria secara jelas dan rinci. Langkah ini membutuhkan pengelompokkan sub kriteria berdasarkan wilayah tertentu.

4. Identifikasi alternatif pilihan yang memungkinkan. Semenjak proses analitis secara berjenjang merupakan metode perbandingan antar alternatif pilihan, maka tentukan alternatif pilihan yang diasumsikan memiliki “nilai yang sama”.

5. Tentukan dan identifikasi konsekuensi dan risiko atas setiap kriteria dan alternatif.

6. Tentukan pola relasi antar tujuan, peubah keputusan dan alternatif pilihan.

7. Tentukan evaluasi numerik manfaat dan biaya dari setiap alternatif solusi.

8. Tentukan keputusan akhir berdasarkan hasil perbandingan nilai numerik yang tersedia. Bandingkan pula nilai risiko yang terkandung di setiap alternatif solusi.

9. Keputusan akhir akan didasarkan atas alternatif yang memberikan nilai manfaat terbesar bila manfaat yang dijadikan acuan, sehingga dipilih alternatif yang memberikan nilai biaya terkecil, jika biaya menjadi ukuran dan risiko terkecil, maka risiko menjadi patokan pilihan.

Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010) terdapat tiga (3) prinsip dalam memecahkan persoalan dengan analisis logis eksplisit, yaitu penyusunan hirarki, penetapan prioritas dan konsistensi logis.

1. Penyusunan hirarki

Hal ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi pengetahuan atau informasi yang sedang diamati. Penyusunan tersebut dimulai dari permasalahan yang kompleks yang diuraikan menjadi unsur pokoknya. Unsur pokok tersebut diuraikan lagi ke dalam bagian-bagiannya lagi dan seterusnya secara hirarki yang terdiri atas goal, faktor, aktor, tujuan dan alternatif.

a. Penilaian setiap level hirarki

Penelitian setiap level hirarki dinilai melalui perbandingan berpasangan menurut Saaty dalam Marimin dan Maghfiroh (2010), dengan skala 1-9 sebagai skala terbaik mengekspresikan pendapat. Skala dengan sembilan satuan dapat menggambarkan derajat mana mampu membedakan intensitas tata hubungan antar unsur.

Tabel 3. ilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty

Nilai Keterangan 1 Faktor vertikal sama penting dengan faktor horisontal 3 Faktor vertikal lebih penting dari faktor horisontal 5 Faktor vertikal jelas lebih penting faktor horisontal 7 Faktor vertikal sangat jelas lebih penting dari faktor

horizontal

9 Faktor vertikal mutlak lebih penting dari faktor horisontal

2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai unsur yang berdekatan 1/(2-9) Kebalikan dari keterangan nilai 2-9

Sumber : Marimin dan Maghfiroh, 2010 2. Penetapan Prioritas

Untuk setiap level hirarki, perlu dilakukan perbandingan berpasangan untuk menentukan prioritas. Sepasang unsur dibandingkan berdasarkan kriteria tertentu dan menimbang intensitas preferensi antar

unsur. Hubungan antar unsur dari setiap tingkatan hirarki ditetapkan dengan membandingkan unsur itu dalam pasangan. Perbandingan berpasangan dilakukan dalam sebuah matriks. Berikut merupakan contoh tabel matriks (Tabel 4).

Tabel 4. Matriks Perbandingan Kriteria Goal K1 K2 K3

K1 K2 K3 Sumber : Marimin dan Maghfiroh, 2010 3. Konsistensi logis

Semua unsur dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Penilaian yang mempunyai konsistensi tinggi sangat diperlukan dalam persoalan pengambilan keputusan agar hasil keputusannya akurat.

Penyelesaian dengan Persamaan Matematik

Ada tiga (3) langkah untuk menentukan besarnya bobot yang dimulai dari kasus khusus yang sederhana sampai dengan kasus-kasus umum, yaitu :

a. Langkah 1 :

wi/ wj = aij (i,j = 1, 2, …, n) wi = bobot input dalam baris. wj = bobot input dalam jalur. b. Langkah 2 :

wi = aij wj (i, j = 1, 2, …, n)

untuk kasus-kasus umum mempunyai bentuk :

wi = rataan dari aij w1, …, ain wn

c. Langkah 3 :

Bila perkiraan aij baik akan cenderung untuk dekat dengan nisbah wi/wj, jika n juga berubah, maka n diubah menjadi maks, sehingga diperoleh : Pengolahan horisontal

Pengolahan horisontal dimaksudkan untuk menyusun prioritas elemen keputusan setiap tingkat hirarki keputusan. Tahapannya adalah sebagai berikut :

Perkalian baris (z) dengan rumus :

………... (1) Perhitungan vektor prioritas, atau vektor eigen :

……….. (2) Keterangan :

eVPi adalah unsur vektor prioritas ke-i. Perhitungan nilai eigen maksimum : VA = aij x VP dengan VA = (Vai) VB = VA/VP dengan VB = (Vbi) ……… (3) VA=VB= Vektor antara

Perhitungan indeks konsistensi (CI) :

Pengukuran ini dimaksudkan untuk mengetahui konsistensi jawaban yang akan berpengaruh kepada kesahihan hasil. Rumusnya sebagai berikut :

………... (4) Untuk mengetahui CI dengan besaran tertentu cukup baik atau tidak, maka perlu diketahui rasio yang dianggap baik, yaitu apabila CR 0,1. Rumus CR adalah :

……….. (5)

Nilai RI merupakan nilai acak indeks yang dikeluarkan oleh Oarkridge laboratory seperti dimuat pada Tabel 5.

Tabel 5. ilai RI

1 2 3 4 5 6 7

RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32

8 9 10 11 12 13 RI 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56 Sumber : Marimin dan Maghfiroh, 2010

Pengolahan Vertikal

Pengolahan ini digunakan untuk menyusun prioritas setiap unsur dalam hirarki terhadap sasaran utama. Jika NPpq didefinisikan sebagai nilai prioritas pengaruh unsur ke-p pada tingkat ke-q terhadap sasaran utama, maka :

……….. (6) Untuk : p = 1, 2, …, r t = 1, 2, …, s Keterangan :

NPpq = nilai prioritas pengaruh unsur ke-p pada tingkat ke-q terhadap sasaran utama.

NPHpq = nilai prioritas unsur ke-p pada tingkat ke-q.

NPTt = nilai prioritas pengaruh unsur ke-t pada tingkat q-1. Consistency Ratio (CR)

Consistency ratio merupakan parameter yang digunakan untuk memeriksa perbandingan berpasangan telah dilakukan dengan konsekuen atau tidak. Penentuan parameter ini dilakukan dengan proses sebagai berikut :

Faktor Y A B C

A X1 X2 X3

B X4 X5 X6

Dari nilai faktor (nilai eigen) kriteria faktor Y adalah : A : Y1

B : Y2 C : Y3

Weighted Sum Vector dapat dihitung dengan jalan mengalikan ke dua matriks tersebut :

X1 X2 X3 * Y1 = n1 X4 X5 X6 Y2 n2 X7 X8 X9 Y3 n3

Kemudian dihitung Consistency Vector dengan jalan menentukan nilai rataan dari Weighted Sum Vector :

n1 : Y1 = … n2 : Y2 = … n3 : Y3 = …

Nilai rataan dari Consistency Vector adalah :

= ((n1 : Y1) + (n2 : Y2) + (n3 : Y3)) /3 ………. (7) Nilai Consistency Index (CI) dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

……… (8) Penggabungan Pendapat Responden

Pendapat beberapa ahli perlu dicek konsistensinya satu