• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Implementasi OHSAS 18001:2007 pada PT. X di Bandung, Jawa Barat (Studi Kasus Bagian Environment and Safety dalam Penanganan Terhadap Kontraktor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Implementasi OHSAS 18001:2007 pada PT. X di Bandung, Jawa Barat (Studi Kasus Bagian Environment and Safety dalam Penanganan Terhadap Kontraktor)"

Copied!
311
0
0

Teks penuh

(1)

I. PEDAHULUA

1.1. Latar Belakang

Perkembangan dunia usaha baik di kawasan nasional maupun internasional semakin meningkat. Setiap perusahaan dituntut untuk dapat bersaing dengan berbagai kemampuan yang dimilikinya masing-masing. Selain modal dan sumber daya alam (SDA) yang memadai, hal tersebut tentunya membutuhkan adanya sumber daya manusia (SDM) yang sehat, produktif, sejahtera, berdaya saing kuat dan selamat, dengan demikian produksi dari perusahaan dapat berjalan dan berkembang lancar berkesinambungan. Untuk mendapatkan SDM tersebut perlu adanya keselamatan dan kesehatan kerja.

Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) termasuk masalah dunia, dimanapun dan apapun pekerjaannya selalu ada risiko baik terkena penyakit akibat kerja (PAK) maupun terjadinya kecelakaan dalam kerja. Dalam dunia usaha dan kerja, pelaksanaan K3 masih sangat memprihatinkan. Sebagian besar yang melaksanakan hal tersebut adalah perusahaan multinasional atau perusahaan besar yang bersaing dalam dunia internasional, selebihnya masih dipertanyakan.

Tabel 1. Data kasus kecelakaan dan kompensasi pada tahun 2002-2009

Tahun

Kasus Kecelakaan

(per kasus)

Kasus Fatal

Cacat Permanen (per jiwa)

Kompensasi (Rupiah)

2002 103.804 1.903 10.345 158.045.163.678 2003 105.846 1.748 10.395 190.607.146.307

2004 95.418 1.736 9.106 192.461.450.125

2005 99.023 2.045 8.503 219.231.917.907

2006 90.071 1.597 7.566 196.483.059.029

2007 83.714 1.883 6.449 219.785.223.864

2008 93.823 2.124 6.609 296.405.728.047

2009 96.697 3.015 12.252 328.510.754.184 Sumber : Kurniawidjaja, 2010

(2)

dari tahun 2009 yang tercatat 96.697 kasus. Dari angka tersebut, 2.191 tenaga kerja meninggal dunia dan menimbulkan cacat permanen sejumlah 6.667 orang. Jumlah klaim yang harus dibayarkan untuk kasus-kasus tersebut mencapai Rp401.237.441.579 (Resti, 2011). Tingginya angka kecelakaan kerja, antara lain dapat disebabkan tingkat kesadaran pengusaha dan pekerja terhadap pentingnya K3 masih rendah. Jika hal ini terus dibiarkan maka akan menimbulkan kerugian yang cukup besar baik bagi karyawan maupun perusahaan itu sendiri.

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Republik Indonesia, pasal 27 ayat 2 tertulis bahwa “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” dan dalam Amandemennya di pasal 28 h dinyatakan bahwa “Setiap orang (termasuk pekerja) berhak atas pelayanan kesehatan”. Selanjutnya dalam Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional”. Dengan adanya hal tersebut dapat dilihat bahwa sebenarnya pemerintah mendukung adanya kebijakan K3 tersebut.

Seperti yang telah diketahui bahwa penerapan sistem manajemen K3 itu mutlak dilakukan. Dalam lingkup nasional dapat memenuhi sistem manajemen K3 yang telah ditetapkan Kemenaker. Namun untuk perusahaan yang ingin atau telah bergerak secara global tentunya memerlukan pengakuan atas kinerja K3 nya secara internasional. Hal tersebut dapat diperoleh melalui sertifikasi Occupational Health and Safety Assessment Series (OHSAS) 18001 yang telah disepakati sebagai standar global untuk menilai kinerja K3.

(3)

ini tentunya juga memiliki peran dalam menyukseskan produksi vaksinnya yang di pasarkan tidak hanya secara nasional, tetapi juga secara internasional.

Dalam pelaksanaannya perusahaan harus memenuhi segala yang telah disyaratkan oleh OHSAS itu sendiri di seluruh bagian perusahaannya, termasuk implementasi berkaitan dalam penanganan K3 terhadap kontraktor. Kontraktor merupakan pihak eksternal yang tentunya memiliki kebudayaan K3 yang berbeda dengan perusahaan. Untuk itu perlu diketahui implementasinya di lapangan. Apabila ada masalah tentu harus segera dicari penyelesaiannya, agar sistem manajemen K3 terlaksana dengan baik.

1.2. Perumusaan Masalah

Standar sistem manajemen K3 internasional OHSAS 18001 : 2007 menjadi nilai tambah bagi PT. X untuk diakui sebagai produsen vaksin dan antisera bertaraf internasional. Sertifikat tersebut menunjukkan bagaimana PT. X sangat mementingkan dan memperhatikan K3 para karyawan termasuk kontraktor. Untuk kontraktor tentunya pihak perusahaan wajib mengelola dengan baik, agar pekerjaan yang dilakukan berjalan dengan aman, tidak membahayakan operasi perusahaan, aset pekerja termasuk pekerja kontraktor itu sendiri. Namun dalam pelaksanaanya perlu diketahui ada tidaknya kendala atau permasalahan yang dihadapi.

Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana PT. X mengimplementasikan setiap klausul-klausul dari OHSAS 18001:2007 secara garis besar ?

2. Bagaimana implementasi operasi OHSAS 18001:2007 pada Bagian Environment and Safety PT. X di Jawa Barat dalam penanganan terhadap kontraktor ?

3. Faktor-faktor apakah yang menjadi permasalahan dalam implementasi OHSAS 18001:2007 pada Bagian Environment and Safety PT. X di Bandung dalam penanganan terhadap kontraktor ?

(4)

penanganan terhadap kontraktor saat ini dalam menerapkan OHSAS 18001:2007 ?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis implementasi setiap klausul-klausul dari OHSAS 18001:2007 pada PT. X di Bandung, Jawa Barat secara garis besar. 2. Menganalisis implementasi operasi OHSAS 18001:2007 pada Bagian

Environment and Safety PT. X di Bandung, Jawa Barat dalam penanganan terhadap kontraktor.

3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi permasalahan dalam implementasi OHSAS 18001:2007 pada Bagian Environment and Safety PT. X di Bandung, Jawa Barat dalam penanganan terhadap kontraktor.

4. Menganalisis alternatif pemecahan masalah yang dihadapi dalam implementasi OHSAS 18001:2007 pada Bagian Environment and Safety PT. X di Jawa Barat dalam penanganan terhadap kontraktor. 1.4. Ruang Lingkup Penelitian

(5)

II. TIJAUA PUSTAKA

2.1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Umum (K3 Umum)

Dalam UU no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa definisi dari kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Menurut Mangkunegara (2001), K3 adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan, baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur. Definisi K3 menurut OHSAS 18001:2007 dalam terms and definitions yaitu kondisi-kondisi dan faktor-faktor yang berdampak, atau dapat berdampak pada kesehatan dan keselamatan karyawan atau pekerja lain (termasuk pekerja kontrak dan personil kontraktor, atau orang lain di tempat kerja).

Dalam menerapkan K3, sebuah perusahaan memerlukan sistem manajemen K3 (SMK3). Implementasi dari SMK3 di Indonesia dapat disesuaikan dengan SMK3 dari Permenaker nomor 5 tahun 1996, atau OHSAS 18001:2007. Dalam hal ini yang dibahas adalah SMK3 dari OHSAS 18001:2007 yang telah dilaksanakan oleh PT. X di Bandung, Jawa Barat.

2.2. Sistem Manajemen K3 OHSAS 18001:2007

Beragamnya SMK3 yang dikembangkan berbagai lembaga atau institusi, mendorong timbulnya keinginan menetapkan suatu standar yang dapat digunakan secara global. Dengan demikian, penerapan K3 dalam organisai dapat diukur satu dengan lainnya dengan menggunakan tolak ukur yang sama. OHSAS Project Group, konsorsium 43 organisasi dari 28 negara.

(6)

a. OHSAS 18001 : Memuat spesifikasi SMK3. b. OHSAS 18002 : Pedoman implementasi.

OHSAS 18001:2007 adalah standar SMK3. Standar ini diterbitkan pada Juli 2007, menggantikan edisi sebelumnya, OHSAS 18001:1999. OHSAS 18001 memberikan kerangka dasar dalam mengatur aktifitas-aktifitas organisasi dengan mempertimbangkan aspek-aspek keselamatan dan kesehatan pekerja.

2.2.1 Proses SMK3 OHSAS 18001:2007

Proses SMK3 OHSAS 18001:2007 menggunakan pendekatan PDCA (plan-do-check-action), yaitu mulai dari perencanaan, penerapan, pemeriksaan dan tindakan perbaikan. Dengan demikian, SMK3 akan berjalan terus menerus secara berkelanjutan selama aktivitas organisasi masih berlangsung (Ramli, 2010).

Gambar 1. Siklus manajemen (Ramli, 2010)

PDCA secara singkat dapat diuraikan berikut :

a. Rencanakan (Plan) : Menetapkan tujuan dan proses yang diperlukan untuk menyerahkan hasil sesuai dengan kebijakan organisasi K3.

b. Laksanakan (Do) : Menerapkan prosesnya. Plan

Do

(7)

c. Periksa (Check) : Memantau dan mengukur proses terhadap kebijakan, tujuan, peraturan dan persyaratan lainnya, kemudian laporkan hasilnya.

d. Tindaklanjuti (Act) : Melakukan tindakan untuk perbaikan berkelanjutan dari kinerja K3.

2.2.2 Unsur implementasi OHSAS 18001:2007

Unsur implementasi dari SMK3 menurut OHSAS 18001 adalah :

1. Kebijakan K3.

2. Identifikasi bahaya, penilaian risiko dan menentukan pengendaliannya.

3. Persyaratan hukum dan lainnya. 4. Obyektif K3 dan program K3.

5. Sumber daya, peran, tanggungjawab, akuntabilitas dan wewenang.

6. Kompetensi, pelatihan dan kepedulian. 7. Komunikasi, partisipasi dan konsultasi. 8. Pendokumentasian.

9. Pengendalian dokumen. 10. Pengendalian operasi. 11. Tanggap darurat.

12. Pengukuran kinerja dan pemantauan. 13. Evaluasi kesesuaian.

14. Penyelidikan insiden, ketidaksesuaian, tindakan koreksi dan langkah pencegahan.

15. Pengendalian rekaman. 16. Internal audit.

17. Tinjauan manajemen.

(8)

SIKLUS OHSAS 18001

Gambar 2. Unsur implementasi dari sistem manajemen K3 menurut OHSAS 18001 (Ramli, 2010)

2.2.3 Lingkup SMK3 OHSAS 18001:2007

OHSAS 18001 tidak mensyaratkan bagaimana lingkup penerapan K3. Hal itu tergantung kondisi dan kebijakan masing-masing organisasi. Lingkup SMK3 harus ditetapkan oleh manajemen sebagai acuan bagi semua pihak terkait. Ramli (2010) menjelaskan bahwa lingkup penerapan SMK3 berbeda antara suatu organisasi dengan lainnya yang ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Ukuran organisasi. 2. Lokasi kegiatan.

3. Kondisi budaya organisasi. 4. Jenis aktivitas organisai.

5. Kewajiban hukum yang berlaku bagi organisasi. 6. Lingkup dan bentuk SMK3 yang telah dijalankan.

1. Kebijakan K3

Perencanaan

2. Identifikasi Bahaya dan xxpengendalian

3. Persyaratan legal dan lainnya 4. Obyektif dan Program K3

Implementasi dan Operasi

5. Sumber daya, peran, xxxtanggungjawab, xxxtanggunggugat, dan xxxwewenang

6. Kompetensi, pelatihan xxxdan kepedulian

7. Komunikasi, partisipasi, xx dan konsultasi.

8. Dokumentasi.

9. Pengendalian Dokumen. 10. Pengendalian Operasi. 11. Tanggap Darurat.

Pemeriksaan

12. Pengukuran kinerja dan xxxpemantauan.

13. Evaluasi pemenuhan. 14. Penyelidikan insiden, xxxketidaksesuaian, koreksi xxxdan pencegahan. 15. Pengendalian rekaman. 16. Audit internal

(9)

7. Kebijakan K3 organisasi.

8. Bentuk dan jenis risiko atau bahaya yang dihadapi. 2.2.4 Langkah-langkah Penerapan SMK3 OHSAS 18001: 2007

Dalam menerapkan SMK3 menurut pendekatan OHSAS 18001 memberikan persyaratan-persyaratan yang tertuang dalam masing-masing unsur (Ramli, 2010).

Tabel 2. Pokok-pokok Persyaratan OHSAS 18001

KLAUSUL PERSYARATA 4.1. Persyaratan umum 1. Kembangkan SMK3 yang

memenuhi persyaratan OHSAS18001.

2. Dokumentasikan SMK3 sesuai dengan OHSAS 18001.

3. Implementasikan SMK3 sesuai dengan OHSAS 18001.

4. Pelihara SMK3 sesuai OHSAS 18001.

5. Tingkatkan SMK3 sesuai dengan OHSAS 18001.

4.2. Persyaratan kebijakan

1. Tetapkan kebijakan K3 organisasi. 2. Dokumentasikan kebijakan K3. 3. Implementasikan kebijakan K3. 4. Pelihara kebijakan K3.

5. Komunikasikan kebijakan K3. 4.3. Perencanaan Persyaratan perencanaan.

4.3.1. Analisa bahaya K3 dan tentukan pengendaliannya

1. Identifikasi bahaya dan evaluasi risiko.

2. Kembangkan metodologi untuk mengidentifikasi bahaya dan penilaian risiko.

3. Tetapkan prosedur untuk mengidentifikasi bahaya dan pengendalian risiko.

4. Pelihara metode dan prosedur identifikasi bahaya dan penilaian risiko.

5. Kurangi risiko melalui pilihan pengendalian.

6. Tetapkan prosedur untuk memilih teknik pengendalian.

7. Implementasikan prosedur pengendalian risiko.

(10)

KLAUSUL PERSYARATA 4.3.2. Persyaratan

perundangan dan lainnya

1. Tetapkan prosedur untuk

mengidentifikasi dan mengakses persyaratan legal dan lainnya yang relevan dengan organisasi.

2. Pertimbangkan semua persyaratan legal dan lainnya ketika

mengembangkan SMK3.

3. Pelihara semua persyaratan tersebut selalu mutakhir.

4. Komunikasikan semua persyaratan kepada pihak terkait.

4.3.3. Tetapkan obyektif dan program

1. Tetapkan obyektif K3. 2. Tetapkan obyekif.

3. Implementasikan obyektif. 4. Kembangkan program untuk

mencapai obyektif.

5. Implementasikan program K3. 6. Pelihara program K3 untuk

mencapai obyektif. 4.4. Penerapan dan

operasi

Persyaratan Penerapan.

4.4.1. Menetapkan tanggungjawab

dan akuntabilitas

1. Tetapkan tanggungjawab manajemen puncak. 2. Pastikan agar manajemen

menunjukkan komitmennya. 3. Tunjuk anggota manajemen sebagai

Management Representative (MR) untuk mengelola dan memantau SMK3.

4. Pastikan bahwa semua individu memiliki tanggungjawab K3. 4.4.2. Memastikan

kompetensi dan penyediaan pelatihan

1. Pastikan agar semua individu yang melakukan kegiatan berbahaya memiliki kompetensi.

2. Pelihara rekaman kompetensi seluruh individu.

3. Identifikasi kebutuhan pelatihan K3. 4. Tetapkan metode dan prosedur

pelatihan.

5. Lakukan pelatihan untuk memenuhi kebutuhan pelatihan.

6. Evaluasi efektivitas pelatihan. 7. Pelihara rekaman pelatihan dan

evaluasi hasilnya.

8. Tetapkan prosedur untuk membina kepedulian tentang K3.

(11)

KLAUSUL PERSYARATA membina kepedulian.

10.Pelihara prosedur untuk membina kepedulian.

4.4.3. Komunikasi, partisipasi dan konsultasi

Gambaran komunikasi, partisipasi dan konsultasi

4.4.3.1. Tetapkan prosedur komunikasi

1. Tetapkan prosedur untuk komunikasi internal.

2. Kembangkan prosedur untuk mengelola komunikasi internal. 3. Implementasikan prosedur

komunikasi internal.

4. Pelihara prosedur komunikasi internal.

5. Tetapkan prosedur untuk kontraktor dan pengunjung.

6. Kembangkan prosedur untuk mengelola komunikasi dengan pihak ketiga seperti kontraktor dan pengunjung.

7. Implementasikan prosedur komunikasi.

8. Pelihara prosedur komunikasi. 9. Tetapkan prosedur untuk

komunikasi eksternal. 10.Kembangkan prosedur untuk

mengelola komunikasi eksternal. 11.Implementasikan prosedur

komunikasi eksternal.

12.Pelihara prosedur komunikasi eksternal.

4.4.3.2. Partisipasi dan Konsultasi

1. Tetapkan prosedur partisipasi kerja. 2. Kembangkan prosedur untuk

mengelola keterlibatan pekerja. 3. Implementasikan prosedur. 4. Pelihara prosedur.

5. Konsultasi dengan pekerja tentang isu-isu K3.

6. Konsultasi dengan kontraktor dan pihak lainnya.

7. Kembangkan prosedur untuk mengelola keterlibatan kontraktor. 8. Pelihara prosedur.

9. Konsultasi dengan kontraktor dan pihak terkait tentang isu-isu K3. 4.4.4. Dokumentasikan

SMK3

(12)

KLAUSUL PERSYARATA 3. Dokumentasikan lingkup SMK3.

4. Dokumentasikan seluruh unsur SMK3.

5. Dokumentasikan seluruh keterkaitan antara unsur SMK3. 4.4.6. Implementasikan

tindakan pengendalian operasi

1. Identifikasi semua operasi kegiatan yang perlu dikendalikan bahayanya dan mengurangi risiko.

2. Implementasikan pengendalian untuk mengelola bahaya K3 dan pengurangan risiko.

3. Implementasikan semua prosedur yang didokumentasikan untuk mengurangi risiko.

4. Pelihara prosedur operasi dan pengendalian.

5. Pelihara kriteria operasi unutk menekan risiko.

4.4.7. Tetapkan Proses keadaan darurat

1. Persiapkan untuk situasi darurat yang dapat timbul.

2. Tetapkan prosedur keadaan darurat. 3. Uji coba prosedur keadaan darurat. 4. Implementasikan prosedur keadaan

darurat.

5. Tinjau ulang prosedur keadaan darurat.

6. Perbaiki prosedur keadaan darurat. 4.5. Pemeriksaan Persyaratan pemeriksaan.

4.5.1. Pantau dan ukur kinerja SMK3

1. Tetapkan prosedur untuk memantau dan mengukur kinerja SMK3. 2. Implementasikan prosedur

pemantauan dan pengukuran kinerja.

3. Pelihara prosedur pemantauan dan pengukuran kinerja.

4. Rekam hasil pematauan dan pengukuran.

5. Tetapkan prosedur peralatan pemantauan dan pengukuran. 6. Pelihara prosedur untuk peralatan

pemantauan dan pengukuran. 4.5.2. Evaluasi

pemenuhan perundangan dan persyaratan lainnya.

(13)

KLAUSUL PERSYARATA 4.5.2.1. Evaluasi

pemenuhan persyaratan perundangan

1. Tetapkan prosedur untuk

mengadakan evaluasi pemenuhan perundangan secara berkala. 2. Rekam hasil evaluasi pemenuhan

perundangan. 4.5.2.2. Evaluasi pemenuhan dengan persyaratan lainnya

1. Tetapkan prosedur untuk

mengadakan evaluasi pemenuhan persyaratan lainnya secara berkala. 2. Rekam hasil evaluasi pemenuhan

persyaratan lainnya. 4.5.3. Penyelidikan

insiden dan langkah perbaikan

Persyaratan penyelidikan insiden dan langkah perbaikan.

4.5.3.1. Selidiki semua insiden

1. Tetapkan prosedur penyelidikan insiden.

2. Implementasikan prosedur penyelidikan insiden.

3. Pelihara prosedur penyelidikan insiden.

4.5.3.2. Ambil langkah perbaikan

1. Tetapkan prosedur untuk mengelola ketidaksesuaian.

2. Implementasikan prosedur mengelola ketidaksesuaian. 3. Pelihara prosedur mengelola

ketidaksesuaian. 4.5.4. Tetapkan rekaman

SMK3 dan pengendaliannya

1. Tetapkan rekaman K3 yang diperlukan.

2. Pelihara rekaman K3.

3. Tetapkan prosedur untuk mengelola rekaman K3.

4. Implementasikan prosedur pengelolaan dan penyimpanan rekaman.

4.5.5. Lakukan internal audit SMK3

1. Tetapkan program audit internal K3. 2. Implementasikan prosedur audit

internal.

3. Implementasikan prosedur audit internal.

4.6. Tinjauan manajemen Tinjau ulang kinerja K3

1. Tinjau ulang SMK3 melalui berbagai masukan.

2. Kaji hasil tinjau ulang. 3. Keluarkan hasil tinjau ulang

manajemen.

(14)

Klausul 4.1 PERSYARATA UMUM

Organisasi harus menetapkan, mendokumentasikan, melaksanakan, memelihara dan terus menerus meningkatkan SMK3 mengacu persyaratan standar K3, serta menentukan bagaimana pemenuhan persyaratan tersebut.

Organisasi harus menetapkan dan mendokumenkan lingkup SMK3. Organisasi harus menetapkan dan memelihara sistem manajemen SMK3, persyaratan ditampilkan dalam unsur (4).

Klausul 4.2. PERSYARATA KEBIJAKA

Manajemen Puncak harus menetapkan dan mensahkan kebijakan K3 organisasi dan memastikan bahwa dalam menetapkan lingkup SMK3 telah :

1. Sesuai dengan sifat dan skala risiko K3 organisasi. 2. Mencakup komitmen untuk peningkatan berkelanjutan.

3. Termasuk adanya komitmen untuk sekurangnya untuk memenuhi perundangan K3 yang berlaku dan persyaratan lainnya yang diacu organisasi yang berkaitan dengan bahaya K3. 4. Memberikan kerangka untuk menetapkan dan meninjau ulang

obyektif K3.

5. Didokumentasikan, diimplementasikan dan dipelihara.

6. Dikomunikasikan ke seluruh pekerja, dengan maksud pekerja memahami kewajiban dan perannya dalam K3.

7. Tersedia bagi pihak lain yang terkait.

8. Ditinjau ulang secara berkala untuk memastikan masih relevan dan sesuai bagi organisasi.

Klausul 4.3. PERECAAA

(15)

Prosedur identifikasi bahaya dan penilaian risiko harus mempertimbangkan :

1. Aktivitas rutin dan non rutin.

2. Aktivitas dari semua individu yang memiliki akses ke tempat kerja, termasuk kontraktor.

3. Perilaku manusia, kemampuan dan faktor manusia lainnya. 4. Identifikasi semua bahaya yang berasal dari luar tempat kerja

yang dapat menimbulkan efek terhadap kesehatan dan keselamatan manusia yang berada di bawah perlindungan organisasi di dalam tempat kerja.

5. Bahaya yang ditimbulkan di sekitar tempat kerja dari aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan yang berada di bawah kendali organisasi.

6. Infrastruktur, peralatan dan material di tempat kerja, serta apakah yang disediakan organisasi, atau pihak lain.

7. Perubahan atau rencana perubahan dalam organisasi, kegiatannya, atau material.

8. Modifikasi pada SMK3, termasuk perubahan sementara dan dampaknya terhadap operasi, proses dan aktivitas.

9. Setiap persyaratan legal yang dapat diberlakukan berkaitan dengan pengendalian risiko dan implementasi dari pengendalian yang diperlukan.

10. Rancangan dari lingkungan kerja, proses, instalasi, permesinan, atau adaptasinya terhadap kemampuan manusia.

Metodologi identifikasi bahaya dan penilaian risiko harus dibuat dengan memperhatikan lingkup, bentuk dan waktu untuk memastikan, agar proaktif ketimbang reaktif dan memberikan identifikasi, prioritas dan dokumentasi risiko, serta penerapan pengendalian jika diperlukan.

(16)

memastikan bahwa hasil penilaian risiko dipertimbangkan dalam menentukan pengendaliannya.

Ketika menentukan pengendalian atau perubahan dari pengendalian yang telah ada, perlu pertimbangan untuk mengurangi risiko menurut hirarki berikut :

1. Eliminasi. 2. Substitusi.

3. Pengendalian teknis.

4. Rambu/peringatan dan atau pengendalian adminstratif. 5. Alat pelindung diri (APD).

Organisasi harus mendokumentasikan dan menyimpan hasil identifikasi bahaya, penilaian risiko dan penetapan pengendalian dan menjaga agar selalu up to date. Organisasi harus memastikan bahwa risiko K3 dan penentuan pengendaliaan dimasukkan dalam pertimbangan, ketika menetapkan, menjalankan dan memelihara sistem manajemen K3.

Klausul 4.3.2.Persyaratan perundangan dan lainnya

Organisasi harus menetapkan, menjalankan dan memelihara prosedur untuk mengidentifikasi dan mendapatkan perundangan, serta persyaratan K3 lainnya yang sesuai. Organisasi harus memastikan bahwa persyaratan perundangan yang sesuai dan persyaratan lainnya yang digunakan organisasi dipertimbangkan dalam menetapkan, menjalankan dan memelihara SMK3. Organisasi harus menyimpan informasi ini tetap mutakhir.

Organisasi harus mengkomunikasikan informasi relevan mengenai perundangan dan persyaratan lainnya kepada individu yang bekerja di bawah pengawasan organisasi dan pihak terkait lainnya.

Klausul 4.3.3. Sasaran dan Program

(17)

dengan kebijakan K3, termasuk komitmen untuk mencegah cedera dan penyakit akibat kerja, pemenuhan persyaratan hukum yang berlaku dan persyaratan lainnya yang diacu organisasi dan untuk peningkatan berkelanjutan.

Ketika menetapkan dan mengkaji obyektifnya, organisasi harus memasukkan ke dalam pertimbangan tentang persyaratan perundangan dan persyaratan lainnya yang diacu organisasi dan risiko K3. Dalam hal opsi teknologi, finansial, operasional dan persyaratan bisnis, serta pandangan dari pihak terkait yang relevan.

Organisasi harus menetapkan, menjalankan dan memelihara program untuk mencapai obyektif. Program harus mencakup minimal :

1. Penentuan tanggungjawab dan wewenang untuk pencapaian obyektif pada fungsi dan tingkatan yang relevan dalam organisasi.

2. Sarana dan jangka waktu yang dipakai untuk mencapai obyektif. Program manajemen K3 harus ditinjau secara berkala dan terencana dan diubah, jika perlu untuk memastikan bahwa obyektif tercapai.

Klausul 4.4. PEERAPA DA OPERASI

Klausul 4.4.1. Sumber daya, peranan, tanggungjawab, akuntabilitas dan kewenangan

Manajemen puncak harus mengambil tanggungjawab penuh terhadap K3 dan SMK3. Manajemen puncak harus menunjukkan komitmennya dengan :

1. Memastikan ketersediaan sumber daya yang penting untuk menetapkan, menjalankan, memelihara dan meningkatkan sistem manajemen K3. Catatan : Sumber daya, termasuk SDM dan keahlian khusus, infrastruktur, teknologi dan finansial. 2. Menetapkan peran, alokasi tanggungjawab dan akuntabilitas dan

(18)

yang efektif. Peran, tanggungjawab, tanggung gugat, wewenang harus didokumentasikan dan dikomunikasikan.

Organisasi harus menunjuk seorang atau lebih anggota manajemen puncak dengan tanggungjawab spesifik untuk K3, di samping tanggungjawab lainnya dan menetapkan peran dan wewenang untuk :

1. Memastikan bahwa SMK3 ditetapkan, dijalankan dan dipelihara sesuai dengan standar OHSAS.

2. Memastikan bahwa laporan mengenai kinerja SMK3 disampaikan kepada manajemen puncak untuk kajian dan digunakan sebagai dasar untuk peningkatan SMK3.

Catatan :

Manajemen puncak yang ditunjuk (misalnya dalam suatu organisasi yang besar, anggota dewan direksi atau komite eksekutif) dapat didelegasikan sebagian tanggungjawabnya kepada perwakilan manajemen di bawahnya yang masih memegang akuntabilitasnya. Identitas manajemen puncak yang ditunjuk harus diketahui semua pekerja di bawah pengendalian organisasi. Semua yang ditunjuk dengan tanggungjawab manajemen harus menunjukkan komitmennya untuk peningkatan kinerja K3 berkelanjutan.

Organisasi harus memastikan bahwa semua individu di tempat kerja bertanggungjawab untuk aspek K3 yang berada di bawah kendalinya, termasuk mempedulikan persyaratan K3 perusahaan yang berlaku.

Klausul 4.4.2. Kompetensi, pelatihan dan kesadaran

Organisasi harus memastikan bahwa setiap individu di bawah pengendaliannya yang melakukan pekerjaan dapat menimbulkan dampak K3 telah kompeten, terlatih, berpengalaman dan memelihara rekamannya.

(19)

mengevaluasi efektivitas pelatihan, atau tindakan lainnya dan memelihara rekaman terkait.

Organisasi harus menetapkan, menjalankan dan memelihara prosedur, agar para pekerja yang bekerja di bawah kendalinya sadar akan :

1. Konskuensi K3, baik yang nyata atau potensial dari setiap kegiatan kerjanya, perilaku dan manfaat K3 untuk untuk meningkatkan kinerja individu.

2. Peran dan tanggungjawab dan perlunya pencapaian kesesuaian terhadap kebijakan K3, prosedur, serta persyaratan SMK3, termasuk kesiagaan dan tanggap darurat.

3. Potensi konskuensi jika melanggar prosedur tertentu.

Prosedur pelatihan harus mempertimbangkan adanya perbedaan dari : Tanggungjawab, kemampuan teknis, kemampuan bahasa dan membaca dan risiko.

Klausul 4.4.3. Komunikasi, partisipasi dan konsultasi Klausul 4.4.3.1. Komunikasi

Organisasi harus menetapkan, menjalankan dan memelihara prosedur untuk :

1. Komunikasi internal antar berbagai tingkatan dan fungsi dalam organisasi.

2. Komunikasi dengan kontraktor dan pengunjung lainnya ke tempat kerja.

3. Penerimaan, pendokumentasian dan tanggapan terhadap komunikasi yang relevan dari pihak terkait eksternal.

Klausul 4.4.3.2. Partisipasi dan konsultasi

Organisasi harus menetapkan, menjalankan dan memelihara prosedur untuk :

1. Partisipasi pekerja :

a. Keterlibatan dalam identifikasi bahaya, penilaian risiko dan menentukan pengendalian.

(20)

c. Keterlibatan dalam pengembangan dan kajian kebijakan dan obyektif K3.

d. Konsultasi dimana terdapat suatu perubahan yang memengaruhi K3.

e. Perwakilan dalam aspek K3.

f. Informasi tentang pengaturan partisipasinya, termasuk siapa perwakilannya dalam aspek K3.

2. Konsultasi dengan kontraktor, jika terdapat perubahan yang memengaruhi K3. Organisasi harus memastikan bahwa, jika diperlukan pihak eksternal yang terkait dikonsultasikan tentang permasalahan K3.

Klausul 4.4.4. Dokumentasi

Dokumentasi SMK3 harus mencakup : 1. Kebijakan dan obyektif K3.

2. Uraian lingkup SMK3.

3. Uraian unsur utama dari SMK3, interaksi dan referensi untuk dokumen terkait.

4. Dokumen, termasuk rekaman yang disyaratkan OHSAS 18001. 5. Dokumen, termasuk rekaman yang ditentukan dan diperlukan

oleh organisasi untuk memastikan perencanaan efektif, operasi dan pengendalian proses yang berkaitan dengan manajemen risiko K3. Catatan : Dokumentasi hendaknya proporsional dengan tingkat kerumitan, bahaya dan risiko yang ada dan dibuat seminimal mungkin untuk efektifitas dan efisiensi.

Klausul 4.4.5. Pengendalian Dokumen

(21)

2. Mengkaji dan menyempurnakan, jika perlu dan dokumen disetujui ulang.

3. Memastikan bahwa status perubahan dan revisi berjalan dari dokumen diidentifikasi.

4. Memastikan bahwa status perubahan dan revisi berjalan dari dokumen diidentifikasi.

5. Memastikan bahwa versi yang relevan dari dokumen yang berlaku tersedia di tempat penggunaannya.

6. Memastikan bahwa dokumen masih berlaku dan identitasnya terbaca.

7. Memastikan bahwa dokumen dari eksternal yang dianggap diperlukan untuk perencanaan dan pelaksanaan SMK3 telah diidentifikasi dan dikendalikan penyebarannya.

8. Mencegah penggunaan yang tidak semestinya dari dokumen yang kadaluarsa dan diberlakukan identifikasi yang sesuai, jika dokumen tersebut disimpan untuk keperluan tertentu.

Klausul 4.4.6. Kontrol Operasional

Oganisasi harus menetapkan operasi dan aktivitasnya yang berhubungan dengan hasil identifikasi bahaya, dimana diperlukan pengendalian untuk mengelola risiko K3, termasuk di dalamnya manajemen perubahan.

Untuk operasi dan aktivitas tersebut, organisasi harus menjalankan dan memelihara :

1. Pengendalian operasi, yang sesuai bagi organisasi dan aktivitasnya, maka organisasi harus mengintegrasikan pengendalian operasi tersebut ke dalam SMK3.

2. Pengendalian berkaitan dengan pembelian material, peralatan dan jasa.

(22)

4. Prosedur terdokumentasi, untuk meliput situasi dimana ketiadaannya dapat mengarah terjadinya penyimpangan dari kebijakan K3 dan obyektif K3.

5. Menentukan kriteria operasi, dimana ketiadaannya dapat mengarah terjadinya penyimpangan dari kebijakan K3 dan obyektif K3.

Klausul 4.4.7. Kesiapan dan tanggap darurat

Organisasi harus menetapkan, menjalankan dan memelihara prosedur :

1. Untuk mengidentifikasi situasi darurat. 2. Untuk menanggapi situasi darurat tersebut.

Organisasi harus tanggap terhadap situasi darurat aktual dan mencegah atau mengurangi konsekuensi K3 yang ditimbulkannya. Dalam merancang tanggap darurat, organisasi harus mempertimbangkan keperluan pihak berkepentingan yang relevan, seperti layanan darurat atau tetangga berdekatan.

Organisasi harus juga secara berkala menguji prosedurnya untuk tanggap terhadap situasi darurat dan jika memungkinkan melibatkan pihak terkait yang relevan. Organisasi harus secara berkala melakukan kajian dan bilamana mungkin merevisi prosedur kesiapan dan tanggap darurat, khususnya setelah pengujian berkala dan setelah terjadinya situasi darurat.

Klausul 4.5. PEMERIKSAA

Klausul 4.5.1. Pengukuran dan pemantauan kinerja

Organisasi harus menetapkan, menjalankan, serta memelihara prosedur untuk memantau dan mengukur kinerja K3 secara berkala. Prosedur ini harus memuat :

1. Pengukuran secara kualitatif dan kuantitatif, sesuai dengan kebutuhan organisasi.

2. Pemantauan sampai kepada pencapaian obyektif K3.

(23)

4. Pengukuran kinerja bersifat proaktif untuk memantau kesesuaiannya dengan program K3 (kriteria operasional).

5. Pengukuran kinerja yang bersifat reaktif yang memantau penyakit akibat kerja, insiden (termasuk kecelakaan, hampir celaka dan lainnya) dan pembuktian penyimpangan kinerja K3 masa lampau lainnya.

6. Rekaman data dan hasil dari pemantauan dan pengukuran yang memadai untuk analisa tindakan koreksi berikutnya dan tindakan pencegahan.

Apabila diperlukan peralatan untuk memantau atau mengukur kinerja, maka organisasi harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk mengkalibrasi dan memelihara peralatan tersebut sebagaimana mestinya. Rekaman kalibrasi dan pemeliharaan dan hasilnya harus disimpan dengan baik.

Klausul 4.5.2. Evaluasi pemenuhan perundangan dan persyaratan lainnya

Klausul 4.5.2.1. Evaluasi pemenuhan persyaratan perundangan Konsisten dengan komitmennya untuk memenuhi perundangan organisasi harus menetapkan, menjalankan dan memelihara prosedur untuk mengevaluasi secara berkala pemenuhan persyaratan hukum yang sesuai. Organisasi harus menyimpan rekaman dari evaluasi berkala.

Catatan : Kekerapan dari evaluasi dapat berbeda untuk persyaratan hukum yang berlainan.

Klausul 4.5.2.2. Evaluasi pemenuhan dengan persyaratan lainnya

(24)

Catatan : Frekuensi evaluasi dapat berbeda-beda untuk setiap persyaratan.

Klausul 4.5.3. Penyelidikan insiden dan langkah perbaikan Klausul 4.5.3.1. Selidiki semua insiden

Organisasi harus menetapkan, menjalankan dan memelihara prosedur untuk merekam, menyelidiki dan menganalisa insiden dengan tujuan :

1. Menentukan ketidaklayakan K3 yang menjadi penyebab dan faktor lain yang dapat menyebabkan, atau memberi kontribusi terjadinya insiden.

2. Mengidentifikasi kebutuhan tindakan koreksi.

3. Mengidentifikasi peluang untuk tindakan pencegahan. 4. Mengkomunikasikan hasil dari investigasi.

5. Investigasi harus dilakukan tepat waktu.

Setiap kebutuhan tindakan koreksi atau peluang untuk tindakan pencegahan harus ditangani sesuai dengan klausul 4.5.3.2. Klausul 4.5.3.2. Ketidaksesuaian, tindakan koreksi dan tindakan

pencegahan

Organisasi harus menetapkan, menjalankan dan memelihara prosedur untuk menangani ketidaksesuaian, atau potensi ketidaksesuaian yang ditemukan dan mengambil tindakan koreksi dan perbaikan. Prosedur harus menjelaskan persyaratan berikut : 1. Identifikasi dan koreksi ketidaksesuaian dan tindakan untuk

mengurangi konskuensi K3.

2. Menyelidiki ketidaksesuaian, menemukan penyebab dan mengambil tindakan untuk mencegah agar tidak terulang kembali.

3. Mengevaluasi tindakan yang diperlukan untuk mencegah ketidaksesuaian dan menjalankan tindakan yang perlu untuk mencegah, agar tidak terluang.

(25)

5. Mengkaji efektifitas tindakan koreksi dan pencegahan yang telah diambil.

Tindakan koreksi dan pencegahan mengidentifikasi adanya bahaya baru atau perubahan bahaya atau perlunya pengendalian baru, atau perubahan prosedur harus mempersyaratkan bahwa tindakan diambil melalui suatu analisa risiko sebelum dilaksanakan.

Setiap tindakan koreksi pencegahan yang diambil untuk menghilangkan penyebab ketidaksesuaian yang aktual atau potensial harus sesuai dengan besarnya permasalahan dan seimbang dengan risiko K3 yang ditimbulkan. Untuk itu, organisasi harus memastikan bahwa setiap perubahan yang timbul dari tindakan koreksi dan pencegahan dibuat pada sistem dokumentasi K3.

Klausul 4.5.4. Pengendalian catatan

Organisasi harus menetapkan dan memelihara rekaman yang diperlukan untuk menunjukkan kesesuaian terhadap persyaratan dari sistem manajemen K3, standar K3 dan hasil yang dicapai. Organisasi harus menetapkan, menjalankan dan memelihara prosedur untuk identifikasi, penyimpanan, perlindungan, penarikan, retensi dan pemusnahan rekaman. Rekaman K3 harus dapat dibaca, dikenali dan dilacak pada kegiatan bersangkutan.

Klausul 4.5.5. Audit internal

Organisasi harus memastikan bahwa audit internal untuk SMK3 dilakukan dalam selang waktu terencana, yaitu untuk :

1. Menentukan sistem manajemen K3 :

a. Memenuhi pengaturan manajemen K3 yang direncanakan termasuk persyaratan dari standar OHSAS 18001.

b. Dijalankan dan dipelihara dengan baik.

c. Efektif dalam memenuhi kebijakan dan obyektif organisasi. d. Memberikan informasi hasil audit untuk manajemen.

2. Prosedur audit harus ditetapkan, diterapkan dan dipelihara, menyangkut :

(26)

perencanaan dan melaksanakan audit, pelaporan hasil audit dan menjaga rekaman terkait.

b. Menentukan kriteria audit, lingkup, kekerapan dan metode. c. Pemilihan auditor dan kode etik audit untuk menjamin

obyektivitas dan kenetralan proses audit. Klausul 4.6 TIJAUA MAAJEME

Manajemen puncak harus meninjau SMK3 pada interval yang terencana, untuk menjamin kecocokan sistem, kelayakan dan efektifitas. Peninjauan harus mencakup penilaian peluang untuk peningkatan dan kebutuhan perubahan sistem manajemen K3, termasuk kebijakan K3 dan sasaran K3. Catatan tinjauan manajemen harus dipelihara.

Masukan tinjauan manajemen harus mencakup :

1. Hasil audit internal dan hasil dari evaluasi kesesuaian dengan persyaratan legal dan persyaratan lain yang berlaku.

2. Hasil dari partisipasi dan konsultasi (Bagian 4.4.3).

3. Komunikasi relevan dengan pihak luar yang berkepentingan, termasuk keluhan.

4. Kinerja K3 organisasi. 5. Tingkat pencapaian sasaran.

6. Status investigasi insiden, tindakan koreksi dan tindakan pencegahan.

7. Tindak lanjut dari tinjauan manajemen sebelumnya.

8. Hal-hal yang berubah, termasuk perkembangan persyaratan legal dan persyaratan lain terkait K3.

9. Usulan-usulan untuk peningkatan.

Hasil dari tinjauan manajemen harus konsisten dengan komitmen organisasi untuk peningkatan berkelanjutan dan harus mencakup keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan terkait kemungkinan perubahan dalam hal berikut :

1. Kinerja K3.

(27)

3. Sumber daya.

4. Unsur-unsur lain dari sistem manajemen K3.

Hasil yang relevan dari tinjauan manajemen harus tersedia (dapat diakses) untuk proses komunikasi dan konsultasi (Bagian 4.4.3).

2.2.5 Manfaat Penerapan SMK3 OHSAS 18001: 2007

Menurut sebuah perusahaan jasa konsultan dan pelatihan mutu, yaitu PT. Digisi Indonesia manfaat dari penerapan OHSAS 18001:2007 (Effendi, 2011) ialah :

a. Kepuasan pelanggan melalui pengiriman produk yang secara konsisten memenuhi persyaratan pelanggan, disertai perlindungan terhadap kesehatan dan properti para pelanggan. b. Mengurangi ongkos-ongkos operasional dengan mengurangi

kehilangan waktu kerja, karena kecelakaan dan penurunan kesehatan, serta pengurangan ongkos-ongkos berkenaan dengan biaya dan kompensasi hukum.

c. Meningkatkan hubungan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan perlindungan pada kesehatan dan properti karyawan, para pelanggan dan rekanan.

d. Persyaratan kepatuhan hukum dengan pemahaman bagaimana persyaratan suatu peraturan dan perundang-undangan tersebut mempunyai pengaruh tertentu pada suatu organisasi dan para pelanggan anda.

e. Peningkatan terhadap pengendalian manajemen risiko melalui pengenalan secara jelas pada kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penerapan pada pengendalian dan pengukuran. f. Tercapainya kepercayaan masyarakat terhadap bisnis yang

dijalankan, dibuktikan dengan adanya verifikasi pihak ketiga yang independen pada standar yang diakui.

(28)

2.3. Kontraktor

Definisi perusahaan kontraktor adalah orang atau badan usaha yang menerima pekerjaan dan melaksanakan pekerjaan sesuai yang ditetapkan gambar rencana, peraturan dan syarat-syarat yang ditetapkan (Ervianto, 2002). Tugas dan tanggungjawab yang wajib dipatuhi oleh perusahaan kontraktor adalah :

1. Melaksanakan pekerjaan sesuai dengan gambaran perencanaan, syarat, penjelasan dan rincian dari surat penawaran.

2. Perencanaan dan pengendalian waktu, biaya, mutu dan keselamatan kerja.

3. Menyediakan alat keselamatan kerja untuk menjaga keselamatan pekerja dan masyarakat.

Terdapat tiga (3) kategori kelompok kontraktor dan subkontraktor (Rijanto, 2010) :

1. Kategori I : Kontraktor pelayanan paruh waktu, seperti kerumah tanggaan, pembantu administrasi, atau binatu. Kemungkinan kerugian minim bagi perusahaan, kontraktor atau keduanya. Risiko biasanya dilakukan melalui pedoman tertulis perusahaan, orientasi dan kontrol dalam pembelian.

2. Kategori II : Kontraktor lapangan untuk waktu singkat (jam atau hari). Kemungkinan kerugian sedang bagi perusahaan, kontraktor atau keduanya. Kontraktor kategori ini biasanya melakukan pekerjaan pelayanan, termasuk pemeliharaan jangka pendek, modifikasi fasilitas, operasi di ruang terbatas dan penggalian.

(29)

2.4. Proses Hirarki Analitik

Definisi dari analytical hierarchy process (AHP) ialah metode yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan suatu masalah yang disederhanakan dalam suatu kerangka berpikir dan terorganisir, sehingga memungkinkan pengambilan keputusan efektif atas masalah tersebut.

Proses hirarki analitik (AHP) dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty pada tahun 1970 untuk mengorganisir informasi dan pendapat ahli dalam memilih alternatif yang paling disukai (Saaty, 1991). Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi sebuah bagian-bagian dan tertata dalam suatu hirarki.

Beberapa keuntungan yang diperoleh bila memecahkan persoalan dan mengambil keputusan dengan menggunakan AHP (Saaty, 1991) adalah :

1. Kesatuan : AHP memberikan satu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk aneka ragam persoalan tidak terstruktur.

2. Kompleksitas : AHP memadukan ancangan deduktif dan ancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks.

3. Saling ketergantungan : AHP dapat saling menangani ketergantungan unsur-unsur dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier. 4. Penyusunan hirarki : AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran

untuk memilih-milih unsur-unsur suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat. 5. Pengukuran : AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal dan

terwujud suatu metode untuk menetapkan prioritas.

6. Konsistensi : AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan untuk menetapkan berbagai prioritas. 7. Sintesis : AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang

kebaikan setiap alternatif.

(30)

9. Penilaian dan konsesus : AHP tidak memaksakan konsesus, tetapi mensintesiskan suatu hasil representatif dari berbagai penilaian berbeda. 10. Pengulangan proses : AHP memungkinkan organisasi memperhalus definisinya pada suatu persoalan serta memperbaiki pertimbangan dan pengertian melalui pengulangan.

2.5. Penelitian Terdahulu yang Relevan

(31)

III. METODE PEELITIA

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Penelitian mengenai analisis implementasi OHSAS 18001:2007 pada PT. X di Bandung, Jawa Barat (studi kasus Bagian Environment and Safety dalam penanganan kontraktor) diawali dengan identifikasi klausul-klausul yang terdapat pada OHSAS 18001:2007 setelah itu mengidentifikasi implementasi setiap klausul-klausul OHSAS 18001:2007 yang di jalankan secara garis besar dalam perusahaan dan dianalisis secara deskriptif sebagai gambarannya. Setelah itu mengkaji implementasi OHSAS 18001:2007 pada Bagian Environment and Safety dalam pengelolaan terhadap kontraktor. Hasil kajian tersebut dilakukan terhadap klausul-klausul implementasi dan operasi OHSAS 18001:2007 yang telah ditetapkan. Analisis yang dilakukan diperoleh melalui pengamatan langsung, wawancara dan dokumentasi internal perusahaan.

(32)
(33)

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di PT. X di Bandung, Jawa Barat yang berlangsung dari bulan November - Desember 2011. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan pertimbangan bahwa PT. X telah mendapatkan sertifikasi OHSAS 18001:2007, sehingga relevan dikaji penerapannya dan adanya kesediaan perusahaan menyediakan tempat penelitian.

3.3. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah berupa data primer dan sekunder, baik kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung, wawancara (Lampiran 1) dan pengisian kuesioner (Lampiran 2) oleh responden, sedangkan data sekunder berasal dari bahan pustaka, artikel, jurnal, data internal perusahaan dan hasil penelitian terdahulu.

Responden dipilih melalui judgement sampling, yaitu beberapa pihak yang bertanggungjawab, memahami pelaksanaan dan permasalahan implementasi OHSAS 18001:2007 pada Bagian Environment and Safety PT. X. Pihak tersebut ialah Ketua Tim P2K3 yang juga merupakan Wakil Management Representative OHSAS 18001 perusahaan, Kepala Seksi Safety selaku penanggungjawab izin kerja kontraktor, Pelaksana Safety, serta Ahli K3 Umum dari Bagian Teknik PT. X yang berpengalaman dalam penanganan kontraktor.

Data kualitatif berupa implementasi OHSAS 18001:2007 dan identifikasi masalah, sedangkan data kuantitatifnya ialah nilai prioritas dari tiap-tiap masalah, aktor, tujuan dan alternatif yang telah ditentukan.

3.4. Pengolahan dan Analisis Data

(34)

alternatifnya. Setelah kuesioner diisi dengan lengkap, kemudian diolah dengan metode AHP.

Langkah standar dalam proses pengambilan keputusan (Dermawan, 2009) :

1. Tentukan tujuan utama. Tentukan apa yang hendak diwujudkan, apa yang hendak diraih, mengapa tujuan yang ditetapkan penting untuk diraih dan sebagainya.

2. Identifikasi bagian-bagian dari tujuan. Setiap tujuan utama selalu dihadapkan pada sejumlah batasan, atau masalah. Batasan atau masalah ini yang dinamakan dengan sub tujuan, atau faktor-faktor yang memengaruhi tujuan. Tentukan pula cakupan waktu yang memengaruhi tujuan (jangka pendek, menengah, atau panjang).

3. Identifikasi kriteria, atau faktor dan sub kriteria secara jelas dan rinci. Langkah ini membutuhkan pengelompokkan sub kriteria berdasarkan wilayah tertentu.

4. Identifikasi alternatif pilihan yang memungkinkan. Semenjak proses analitis secara berjenjang merupakan metode perbandingan antar alternatif pilihan, maka tentukan alternatif pilihan yang diasumsikan memiliki “nilai yang sama”.

5. Tentukan dan identifikasi konsekuensi dan risiko atas setiap kriteria dan alternatif.

6. Tentukan pola relasi antar tujuan, peubah keputusan dan alternatif pilihan.

7. Tentukan evaluasi numerik manfaat dan biaya dari setiap alternatif solusi.

8. Tentukan keputusan akhir berdasarkan hasil perbandingan nilai numerik yang tersedia. Bandingkan pula nilai risiko yang terkandung di setiap alternatif solusi.

(35)

Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010) terdapat tiga (3) prinsip dalam memecahkan persoalan dengan analisis logis eksplisit, yaitu penyusunan hirarki, penetapan prioritas dan konsistensi logis.

1. Penyusunan hirarki

Hal ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi pengetahuan atau informasi yang sedang diamati. Penyusunan tersebut dimulai dari permasalahan yang kompleks yang diuraikan menjadi unsur pokoknya. Unsur pokok tersebut diuraikan lagi ke dalam bagian-bagiannya lagi dan seterusnya secara hirarki yang terdiri atas goal, faktor, aktor, tujuan dan alternatif.

a. Penilaian setiap level hirarki

Penelitian setiap level hirarki dinilai melalui perbandingan berpasangan menurut Saaty dalam Marimin dan Maghfiroh (2010), dengan skala 1-9 sebagai skala terbaik mengekspresikan pendapat. Skala dengan sembilan satuan dapat menggambarkan derajat mana mampu membedakan intensitas tata hubungan antar unsur.

Tabel 3. ilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty

Nilai Keterangan 1 Faktor vertikal sama penting dengan faktor horisontal 3 Faktor vertikal lebih penting dari faktor horisontal 5 Faktor vertikal jelas lebih penting faktor horisontal 7 Faktor vertikal sangat jelas lebih penting dari faktor

horizontal

9 Faktor vertikal mutlak lebih penting dari faktor horisontal

2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai unsur yang berdekatan 1/(2-9) Kebalikan dari keterangan nilai 2-9

Sumber : Marimin dan Maghfiroh, 2010 2. Penetapan Prioritas

[image:35.612.190.513.389.637.2]
(36)

unsur. Hubungan antar unsur dari setiap tingkatan hirarki ditetapkan dengan membandingkan unsur itu dalam pasangan. Perbandingan berpasangan dilakukan dalam sebuah matriks. Berikut merupakan contoh tabel matriks (Tabel 4).

Tabel 4. Matriks Perbandingan Kriteria Goal K1 K2 K3

K1 K2 K3 Sumber : Marimin dan Maghfiroh, 2010 3. Konsistensi logis

Semua unsur dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Penilaian yang mempunyai konsistensi tinggi sangat diperlukan dalam persoalan pengambilan keputusan agar hasil keputusannya akurat.

Penyelesaian dengan Persamaan Matematik

Ada tiga (3) langkah untuk menentukan besarnya bobot yang dimulai dari kasus khusus yang sederhana sampai dengan kasus-kasus umum, yaitu :

a. Langkah 1 :

wi/ wj = aij (i,j = 1, 2, …, n) wi = bobot input dalam baris. wj = bobot input dalam jalur. b. Langkah 2 :

wi = aij wj (i, j = 1, 2, …, n)

untuk kasus-kasus umum mempunyai bentuk :

(37)

c. Langkah 3 :

Bila perkiraan aij baik akan cenderung untuk dekat dengan nisbah wi/wj, jika n juga berubah, maka n diubah menjadi maks, sehingga diperoleh :

Pengolahan horisontal

Pengolahan horisontal dimaksudkan untuk menyusun prioritas elemen keputusan setiap tingkat hirarki keputusan. Tahapannya adalah sebagai berikut :

Perkalian baris (z) dengan rumus :

………... (1)

Perhitungan vektor prioritas, atau vektor eigen :

……….. (2) Keterangan :

eVPi adalah unsur vektor prioritas ke-i. Perhitungan nilai eigen maksimum : VA = aij x VP dengan VA = (Vai) VB = VA/VP dengan VB = (Vbi)

……… (3) VA=VB= Vektor antara

Perhitungan indeks konsistensi (CI) :

Pengukuran ini dimaksudkan untuk mengetahui konsistensi jawaban yang akan berpengaruh kepada kesahihan hasil. Rumusnya sebagai berikut :

(38)

……….. (5)

Nilai RI merupakan nilai acak indeks yang dikeluarkan oleh Oarkridge laboratory seperti dimuat pada Tabel 5.

Tabel 5. ilai RI

1 2 3 4 5 6 7

RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32

8 9 10 11 12 13

RI 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56 Sumber : Marimin dan Maghfiroh, 2010

Pengolahan Vertikal

Pengolahan ini digunakan untuk menyusun prioritas setiap unsur dalam hirarki terhadap sasaran utama. Jika NPpq didefinisikan sebagai nilai prioritas pengaruh unsur ke-p pada tingkat ke-q terhadap sasaran utama, maka :

……….. (6)

Untuk : p = 1, 2, …, r t = 1, 2, …, s Keterangan :

NPpq = nilai prioritas pengaruh unsur ke-p pada tingkat ke-q terhadap sasaran utama.

NPHpq = nilai prioritas unsur ke-p pada tingkat ke-q.

NPTt = nilai prioritas pengaruh unsur ke-t pada tingkat q-1. Consistency Ratio (CR)

Consistency ratio merupakan parameter yang digunakan untuk memeriksa perbandingan berpasangan telah dilakukan dengan konsekuen atau tidak. Penentuan parameter ini dilakukan dengan proses sebagai berikut :

Faktor Y A B C

A X1 X2 X3

B X4 X5 X6

[image:38.612.199.441.151.254.2]
(39)

Dari nilai faktor (nilai eigen) kriteria faktor Y adalah : A : Y1

B : Y2 C : Y3

Weighted Sum Vector dapat dihitung dengan jalan mengalikan ke dua matriks tersebut :

X1 X2 X3 *

Y1 =

n1

X4 X5 X6 Y2 n2

X7 X8 X9 Y3 n3

Kemudian dihitung Consistency Vector dengan jalan menentukan nilai rataan dari Weighted Sum Vector :

n1 : Y1 = … n2 : Y2 = … n3 : Y3 = …

Nilai rataan dari Consistency Vector adalah :

= ((n1 : Y1) + (n2 : Y2) + (n3 : Y3)) /3 ………. (7) Nilai Consistency Index (CI) dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

……… (8) Penggabungan Pendapat Responden

Pendapat beberapa ahli perlu dicek konsistensinya satu persatu, terutama yang konsisten digabungkan dengan menggunakan rataan geometrik.

……….…. (9)

G = rataan geometrik n = jumlah responden

(40)

IV. HASIL DA PEMBAHASA

4.1. Profil Perusahaan

VISI : Menjadi produsen vaksin dan antisera yang berdaya saing global. MISI :

1. Memproduksi, memasarkan dan mendistribusikan vaksin dan antisera yang bermutu internasional untuk kebutuhan Pemerintah, swasta nasional, dan internasional.

2. Mengembangkan inovasi vaksin dan antisera sesuai dengan kebutuhan pasar.

3. Mengelola perusahaan agar tumbuh dan berkembang dengan menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG).

4. Meningkatkan kesejahteraan karyawan dan pemegang saham, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya.

PT. X di Bandung ialah perusahaan yang memproduksi vaksin dan antisera. Secara nasional memenuhi kebutuhan vaksin untuk program imunisasi dengan target 5 juta bayi per tahun, 27,6 juta anak usia sekolah per tahun dan 15 juta wanita usia subur per tahun. Sejak tahun 1997, diantara 200 produsen vaksin di dunia, perusahaan ini merupakan salah satu dari 30 produsen vaksin yang telah mendapatkan Prakualifikasi WHO. Sejak memiliki Prakualifikasi World Health Organization (WHO), perusahaan ini mulai melakukan ekspansi pada tahun 1997 dengan mengirimkan produk-produknya ke pasar internasional yang sudah tersebar di sekitar 110 negara di berbagai belahan dunia.

4.2. Penerapan OHSAS 18001:2007 pada PT. X

(41)
[image:41.612.161.510.77.234.2]

Tabel 6. Data kasus kecelakaan kerja pada PT. X tahun 2006-2011

No

Jenis Kecelakaan

Kerja

Jumlah Total Kecelakaan Kerja pada PT. X (jiwa)

2006 2007 2008 2009 2010 2011

1 Insiden 3 2 0 6 0 0

2 Ringan 177 156 31 6 3 4

3 Sedang 1 1 0 0 0 0

4 Berat 0 0 0 0 0 0

5 Fatal 0 0 0 0 0 0

Sumber : Data PT. X Bandung, Jawa Barat, 2011

Pada Tabel 6 dapat dilihat data angka kecelakaan kerja pada awal PT. X mendapatkan sertifikasi OHSAS 18001:2007 di tahun 2006 hingga tahun 2011. Dari tahun 2006 hingga 2010 terlihat trend jumlah angka kecelakaan kerja yang semakin menurun dari tahun ke tahun. Kecelakaan kerja yang terjadi umumnya hanya berupa insiden dan kecelakaan ringan. Insiden merupakan kejadian hampir celaka, sedangkan kecelakaan ringan merupakan kecelakaan yang mengakibatkan karyawan hanya memerlukan pertolongan pertama dan korban kembali bekerja pada tugas semula pada giliran kerja hari berikutnya (kurang dari satu hari kerja). Dengan tidak adanya kecelakaan sedang yaitu kecelakaan yang mengakibatkan karyawan tidak masuk dalam 2 x 24 jam sesuai dengan peraturan Kemenakertrans, maka mulai dari tahun 2008 PT. X mendapatkan sertifikat Zero Accident dari Kemenakertrans hingga tahun 2011.

Dalam memastikan SMK3 berjalan dengan baik, dibentuk organisasi yang terdiri dari :

1. Tim Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3). 2. Unit kerja yang memantau implementasi sistem K3 dan lingkungan. 3. Unit operasional yang melaksanakan kegiatan monitoring safety.

4. Unit operasional yang mengelola lingkungan (limbah padat, cair, B3, dan emisi).

Keterangan singkat dari aliran implementasi SMK3 pada PT. X di Bandung, Jawa Barat adalah :

1. Plan

(42)

a. Mengidentifikasi bahaya dan risiko dari keselamatan dan kesehatan kerja aspek internal dan eksternal.

b. mengidentifikasi dan memantau peraturan perundangan, perizinan dan persyaratan lainnya, termasuk kriteria kinerja internal di bidang K3.

c. Menetapkan proses, sasaran dan program K3 yang diperlukan untuk pencapaian kebijakan K3.

d. Mengembangkan dan menggunakan indikator kinerja K3. 2. Do

Menerapkan dan mengoperasikan SMK3 :

a. Membuat struktur manajemen, menetapkan peran dan tanggung jawab beserta wewenang yang memadai.

b. Menyediakan sumber daya yang memadai.

c. Melatih karyawan dan memastikan kesadaran dan kompetensi karyawan di bidang K3, seperti pelatihan penggunaan alat pemadam api ringan (APAR) dan Hydrant, pelatihan evakuasi, P3K, dan lain-lain.

d. Mengembangkan dan memelihara dokumentasi. e. Menetapkan dan menerapkan pengendalian dokumen.

f. Menetapkan dan menerapkan pengendalian operasional dengan menerapkan hirarki pengendalian.

g. Memastikan kesiapan dan tanggap darurat, berupa simulasi tanggap darurat rutin.

3. Check

Melakukan pemeriksaan proses SMK3 :

a. Melakukan pemantauan dan pengukuran terhadap kebijakan K3, Obyektif, legal dan persyaratan lainnya.

b. Mengevaluasi status kesesuaian terhadap peraturan perundangan dan perizinan di bidang K3.

c. Mengidentifikasi ketidaksesuaian dan mengambil tindakan perbaikan dan pencegahan.

(43)

e. Melakukan audit internal secara periodik (setahun 2 kali) dan safety patrol ke seluruh bagian.

4. Action

a. Melakukan tinjauan manajemen terhadap SMK3 setiap bulan quality, safety, health and environmental meeting (QSHE meeting). b. Mengidentifikasi area untuk improvement K3.

4.3. Klausul – klausul OHSAS 18001:2007 pada PT. X

Klausul 4.1 PERSYARATA UMUM

PT. X telah membuat, mendokumentasikan, memelihara dan meningkatkan sistem manajemen K3 secara berkelanjutan, sesuai dengan persyaratan standar OHSAS, serta menetapkan bagaimana memenuhi persyaratan-persyaratan yang ada.

Klausul 4.2 KEBIJAKA

Top Management telah menunjukkan komitmennya terhadap K3 dengan adanya sebuah kebijakan tertulis. Kebijakan tersebut terdapat pada poin 7 dalam 9 kebijakan perusahaan yang didokumentasikan dan disahkan melalui pembubuhan tanda tangan oleh Direktur Utama perusahaan. Sembilan (9) Kebijakan tersebut adalah :

1. Produk bermutu tinggi. 2. Produk ramah lingkungan. 3. Berdaya saing global. 4. Kepuasan pelanggan.

5. Perbaikan berkesinambungan. 6. Pengendalian pencemaran.

7. Pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja. 8. Penghematan energi dan SDA.

9. Patuh peraturan perundangan dan persyaratan lainnya.

(44)

tamu atau vendor perusahaan di setiap induction training. Selanjutnya kebijakan K3 tersebut diterapkan dan dipelihara melalui standar operasional prosedur (SOP) di setiap masing-masing bagian.

Klausul 4.3 PERECAAA

Klausul 4.3.1. Identifikasi bahaya, penilaian risiko dan penetapan pengendalian

Pengendalian bahaya pada perusahaan ini mengacu pada pedoman SM-S20 : Manajemen risiko korporat. Dokumen tersebut salah satunya menjelaskan tentang pedoman dalam melaksanakan manajemen risiko K3. Mulai dari identifikasi, penilaian risiko, klasifikasi risiko, pengendalian risiko dan evaluasinya. Kemudian adanya dokumen prosedur baku 100K-SIS-IAP (identifikasi aspek penting) dan prosedur baku 100K-SIS-JSA (Analisa Keselamatan kerja).

Dokumen prosedur baku 100K-SIS-IAP menjelaskan tentang langkah-langkah teknis dalam melakukan manajemen risiko K3 dan lingkungan di perusahaan ini, identifikasi bahaya, penilaian risiko, klasifikasi risiko, pengendalian risiko dan evaluasinya. Mulai dari penentuan area, kegiatan atau produk atau jasa, rincian dari kegiatan atau produk atau jasa, aspek bahaya, dampak, kondisi operasinya apakah rutin atau tidak rutin dan normal/abnormal/darurat, kemungkinan kejadian dari A-F (kecil-besar), tingkat keparahan 1-4 dengan melihat dari pengaruhnya pada (9) aspek yang telah ditentukan perusahaan. Kemudian ditentukan letaknya melalui matriks jika tingkat kepentingannya ya, maka harus ditindaklanjuti, sedangkan tidak berarti sudah dapat diatasi.

Pengendalian risiko menggunakan prinsip hirarki kontrol bahaya K3. Masing-masing seluruh kepala bagian wajib membuat, menyusun dan memeriksa aspek K3. Dibantu dengan karyawan dan operator harus mengidentifikasi aspek penting K3 di lingkungan kerjanya. Aspek penting yang ditentukan adalah bahaya-bahaya yang ada, datang baik dari dalam maupun dari luar. Bahaya-bahaya tersebut dapat berupa bahaya :

1. Fisik : Suhu dingin, getaran dan kebisingan.

(45)

3. Biologi : Virus (campak, polio, influenza), bakteri (c. difteri, b. pertusis, c. tetani, mycobacterium bovis dan lain-lain).

4. Ergonomi : Posisi kerja tidak sesuai, waktu kerja, kelelahan kerja. 5. Psikososial : Monoton dalam bekerja.

Disamping itu juga harus dipertimbangkan pula hal-hal yang bisa menjadi penyebab timbulnya kecelakaan kerja, yaitu unsafe action, unsafe condition dan mismanagement.

Selanjutnya aspek penting tadi dikelompokkan dan dianalisis apakah dapat dikendalikan atau tidak. Bila dapat dikendalikan maka dituangkan resumenya dalam dokumen 100K-SIS-JSA. Langkah-langkah untuk mengendalikan tingkat risiko bahaya adalah :

1. Eliminasi. 2. Substitusi.

3. Engineering control.

4. Administratif (prosedur baku, rambu-rambu peringatan, rotasi karyawan, membatasi waktu memasuki area tertentu, supervisi dan pelatihan).

5. Alat pelindung diri, atau APD (penggunaan ear muff, ear plug, sarung tangan masker, sepatu safety, dan lain-lain).

Apabila aspek penting atau bahaya tersebut tidak dapat dikendalikan, maka harus dibuat program K3. Contoh identifikasi aspek penting (IAP) yang ada pada Bagian Environment and Safety terdapat pada Lampiran 3. Klausul 4.3.2. Peraturan perundangan dan persyaratan lain

Secara umum K3 yang terdapat dalam perusahaan ini memiliki peraturan dan dasar hukum berikut :

1. Undang-undang tenaga kerja No.2 tahun 1970 : keselamatan kerja. 2. Permenaker No. PER. 05/MEN/1996 : SMK3.

3. Kep.Menaker No.KEP.51/MEN/1999 : Nilai ambang batas faktor fisika di tempat kerja.

(46)

Selain itu masih terdapat peraturan perundangan dan persyaratan K3 lainnya. Perusahan telah mendokumentasikannya di dalam “Daftar Perundang-undangan dan Persyaratan lainnya di Bidang K3”. Perundangan mengenai hal-hal tersebut menjadi syarat dan dasar aturan K3 yang harus dijalankan dalam SOP setiap bagian perusahaan.

Apabila ada perundangan dan persyaratan yang terkait K3 terbaru atau digantikan, langsung diinformasikan oleh divisi bagian hukum kepada P2K3. Selanjutnya P2K3 dan Quality Assurance (QA) melakukan revisi dan dikomunikasikan kepada divisi atau bagian yang bersangkutan.

Klausul 4.3.3. Tujuan dan program

Setiap kepala divisi membuat dan menyusun usulan tujuan dan sasaran K3 serta apa yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan dan sasaran K3 dalam sebuah program. Dibuatnya tujuan dan program tersebut adalah sebagai kelanjutan dari IAP yang masih memerlukan kontrol lebih lanjut. Program tersebut dilaporkan kepada P2K3 yang kemudian dibuatlah “Resume Program Manajemen Lingkungan dan K3” dan dilaporkan dalam QSHE meeting. Informasi yang diberikan disusun berdasarkan aspek penting, sasaran, program, biaya, waktu dan pihak penyelenggara program tersebut. Contoh program yang dibuat oleh Bagian Environment and Safety dapat dilihat pada Lampiran 4.

Klausul 4.4. Penerapan dan operasi

Klausul 4.4.1. Sumber daya, peran, tanggungjawab, tanggung gugat dan wewenang

Direktur Utama merupakan penanggungjawab tertinggi dalam K3. Hal ini dapat ditunjukkan melalui struktur organisasi K3 (Gambar. 4)

[image:46.612.157.491.558.694.2]

Gambar 4. Struktur organisasi K3 pada PT. X Direktur

Utama

Divisi Corporate

Secretary

Environment and safety

Divisi Quality

Assurance Tim P2K3 SDM

(47)

Dalam perusahaan ini, Direktur Utama menunjuk Corporate Secretary sebagai MR melalui keputusan direksi dengan peran mengoordinasi dan mengelola SMM, Lingkungan dan K3 efektif, meliputi keseluruhan aktivitas perusahaan sesuai arahan Direktur Utama dan sesuai dengan kebijakan, pedoman dan dokumen pendukung yang berlaku di perusahaan. MR tersebut memiliki tiga wakil yaitu wakil MR OHSAS 18001, Mutu ISO 9001 dan ISO 14001.

Tanggungjawab dan wewenang MR adalah :

1. Beroperasi sesuai Good Manufacturing Practice (GMP), ISO 9001, ISO 14001, OHSAS 18001 dan standar lain yang mungkin diperlukan perusahaan.

2. Mengelola rapat QSHE council dengan kepala divisi lain atau setingkat kepala divisi yang membahas mengenai kinerja sistem mutu, lingkungan, dan K3 di perusahaan.

3. Mengelola rapat tinjauan manajemen dengan direksi dan melaporkan hasil dan rekomendasi rapat QSHE council, serta memberikan rekomendasi lain untuk perbaikan yang terkait dengan sistem mutu, lingkungan dan K3.

4. Memastikan kecukupan sumber daya untuk melakukan tugas yang berkaitan dengan mutu, lingkungan dan K3 dalam area tanggungjawabnya.

5. Memastikan tindakan yang tepat waktu dan efektif dilakukan oleh bagian yang sesuai untuk memelihara integritas sistem mutu, lingkungan dan K3.

6. Menelaah program dan sistem, serta pencapaian tujuan dan sasaran mutu, lingkungan dan K3 perusahaan.

7. Menetapkan dan memelihara sistem tindakan koreksi dan pencegahan untuk memastikan penanganan yang efektif dari kekurangan sistem mutu, lingkungan dan K3.

(48)

Pada setiap Divisi memiliki tanggungjawab dalam menjalankan K3. Tanggungjawab setiap divisi terkait K3 tersebut ialah :

1. Kepala Divisi Produksi vaksin virus :

Bertanggungjawab atas aktivitas produksi untuk menghasilkan produk bulk Polio, bulk Campak, Vaksin Polio dan Vaksin Campak yang memenuhi persyaratan pelanggan, memperhatikan aspek mutu, lingkungan dan K3, termasuk memeriksa dan menandatangani catatan batch produksi untuk memastikan bahwa produksi telah sesuai prosedur dan produk sesuai spesifikasi.

2. Kepala Divisi Produksi Vaksin Bakteri

Bertanggungjawab atas aktivitas produksi untuk menghasilkan produk bulk Tetanus, bulk Difteri, bulk Pertusis, Vaksin Bacille Calmette Guerin (BCG) dan Vaksin Haemophilus Influenza Type B (HIB) yang memenuhi persyaratan pelanggan, memperhatikan aspek mutu, lingkungan dan K3, termasuk memeriksa dan menandatangani catatan batch produksi untuk memastikan bahwa produksi telah sesuai prosedur dan produk sesuai spesifikasi.

3. Kepala Divisi Produksi Farmasi

Bertanggungjawab atas aktivitas produksi untuk menghasilkan produk Vaksin Tetanus Toksoid (TT), Difteri and Tetanus (DT), Difteri, Tetanus, Pertusis (DTP), Difteri, Pertusis, Tetanus and Hepatitis B (DTP-HB), Hepatitis Type B (Hep B), produk antisera dan diagnostik yang memenuhi persyaratan pelanggan, memperhatikan aspek mutu, lingkungan dan K3 termasuk memeriksa dan menandatangani catatan batch produksi untuk memastikan bahwa produksi lebih sesuai prosedur dan produk sesuai spesifikasi.

4. Kepala Divisi Pengawasan Mutu

(49)

menandatangani catatan batch pengujian, memastikan bahwa proses pengujian telah sesuai prosedur dan menjamin bahwa karyawan di divisi pengujian telah terkualifikasi dengan tetap memperhatikan aspek mutu, lingkungan dan K3.

5. Kepala Divisi QA

Bertanggungjawab atas jaminan mutu seluruh bahan dan alat yang dipakai untuk menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan pelanggan, dengan mengawasi pelaksanaan K3, pengendalian limbah, memastikan pemantauan dan pengukuran kinerja sistem mutu, lingkungan dan K3, mengawasi kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang berhubungan dengan lingkungan dan K3, melakukan audit, validasi alat dan proses, mengendalikan dokumen, mengelola Good Manufacturing Practice (GMP) training, mengelola product complaint, recall, rework dan reprocess, mengelola deviasi (penanganan ketidaksesuaian), change control (penanganan perubahan), mengeluarkan sertifikat analisa atau sertifikat release yang membuktikan bahwa produk yang dihasilkan dapat dipasarkan serta menjalankan proses sistem registrasi produk ke Badan Pengawas Obat-Obatan dan Makanan (BPOM) atau ke negara lain untuk keperluan ekspor dan proses pra-kualifikasi WHO.

6. Kepala Divisi Penelitian dan Pengembangan

Bertanggungjawab atas aktivitas penelitian dan pengembangan produk maupun metoda uji yang akan menunjang produksi dan pengawasan mutu, termasuk perencanaan, koordinasi dan pengendalian pelaksanaan penelitian dan pengembangan (litbang) vaksin, produk selain vaksin dan informasi riset dengan memperhatikan aspek mutu, lingkungan dan K3.

7. Kepala Divisi Surveillance dan Evaluasi Produk

(50)

yang sudah dipasarkan (post marketing surveillance) dengan memperhatikan aspek mutu, lingkungan dan K3.

8. Kepala Divisi SDM

Bertanggungjawab di dalam pelaksanaan pengadaan, pemeliharaan, pengembangan, mutasi, promosi, demosi dan separasi SDM, mengadakan pelatihan dan peningkatan pengetahuan karyawan termasuk mengenai aspek lingkungan dan K3 di perusahaan.

9. Kepala Divisi Teknik dan Pemeliharaan

Bertanggungjawab dalam pelaksanaan validasi, kalibrasi alat serta pemeliharaan instalasi dan perbaikan peralatan dan utilitas produksi, pengujian mutu dan penunjangnya dengan memperhatikan aspek lingkungan dan K3, memastikan pemantauan dan pengukuran kinerja lingkungan, merencanakan perbaikan kinerja alat untuk memenuhi peraturan perundang-undangan.

10. Kepala Divisi Penjualan Dalam Negeri

Bertanggungjawab dalam melakukan penjualan produk di dalam negeri sesuai dengan persyaratan pelanggan dan memperhatikan aspek mutu, lingkungan dan K3.

11. Kepala Divisi Penjualan Ekspor

Bertanggungjawab dalam melakukan penjualan produk di luar negeri yang sesuai dengan persyaratan pelanggan dan memperhatikan aspek mutu, lingkungan dan K3.

12. Kepala Divisi Hewan Laboratorium

Bertanggungjawab dalam menyediakan hewan dan bahan hewan untuk kepentingan produksi dan pengujian mutu, memonitor kesehatan hewan uji, memelihara hewan uji, serta melaksanakan uji in vivo dengan memperhatikan aspek mutu, lingkungan dan K3.

13. Kepala Divisi Logistik

(51)

14. Kepala Divisi Anggaran dan Akuntansi

Bertanggungjawab dalam mengkoordinir penyusunan rencana kerja anggaran perusahaan (RKAP) tahunan dan rencana jangka panjang perusahaan (RJPP) lima (5) tahunan serta melaporkan realisasi pelaksanaannya dalam bentuk laporan manajemen dan laporan keuangan perusahaan serta peraturan dan standar yang berlaku.

15. Kepala Divisi Administrasi dan Keuangan

Bertangungjawab dalam mengatur

Gambar

Gambaran komunikasi, partisipasi dan
Tabel 3. �ilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala
Tabel 5. �ilai RI
Tabel 6. Data kasus kecelakaan kerja pada PT. X tahun 2006-2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

A, A' Akumulator 8-bit Menyimpan sebuah operand atau hasil sebuah operasi F, F' Flag 8-bit menyimpan flag atau tanda dari operasi yang dilakukan ALU B, B'

1) Unaware of Brand Unware of Brand (tidak menyadari brand) adalah tingkat paling rendah dalam piramida brand awareness, di mana konsumen tidak menyadari adanya

Pada ayat di atas menjelaskan bahwasanya dikarenakan mereka itu, mengira jual-beli sama dengan riba, sama-sama mengandung unsur pertukaran danusaha. Kedua-duanya adalah

• Apakah perlu usaha kecil menjadi sasaran khusus Bank Umum dengan kebijakan yang proaktif • Atau tidak perlu kebijakan khusus,karena usaha kecil akan terjangkau secara alamiah

Bagi peserta didik di sekolah dasar, pembelajaran IPS dianggap mempunyai tingkat kesulitan tersendiri karena sifat materinya yang abstrak sehingga mengharuskan

PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE.. SEBAGAI VARIABEL MODERASI PADA SEKTOR PERBANKAN TERDAFTAR DI

Jadi, setelah produk modul kesehatan reproduksi remaja melalui tahap penilaian oleh ahli materi, ahli media, ahli praktisi dan uji coba lapangan diperoleh hasil

Skripsi UJI TOKSISITAS SUBAKUT DAUN Justicia gendarussa Burm.. f… Alifia