• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian dan Ciri-ciri Paragraf Deskripsi 1. Pengertian Paragraf Deskripsi

Dalam dokumen Teknik Penulisan Karya Ilmiah (Halaman 103-111)

Kegiatan Belajar 1 Paragraf Deskripsi

A. Pengertian dan Ciri-ciri Paragraf Deskripsi 1. Pengertian Paragraf Deskripsi

Paragraf

Kegiatan Belajar 1

Paragraf Deskripsi

A. Pengertian dan Ciri-ciri Paragraf Deskripsi 1. Pengertian Paragraf Deskripsi

Kata deskripsi berasal dari kata bahasa Latin

describere yang berarti menggambarkan atau memerikan suatu hal. Dari segi istilah, deskripsi adalah suatu bentuk karangan yang melukiskan sesuatu sesuai dengan keadaan sebenarnya, sehingga pembaca dapat mencitrai (melihat, mendengar, mencium, dan merasakan) apa yang dilukiskan itu sesuai dengan citra penulisnya. Karangan jenis ini bermaksud menyampaikan kesan-kesan tentang sesuatu, dengan sifat dan gerak-geriknya, atau sesuatu yang lain kepada pembaca. Misalnya, suasana kampung yang begitu damai, tenteram, dan masyarakatnya yang saling menolong, atau suasana di jalan raya, tentang hiruk-pikuknya lalu lintas dapat dilukiskan dalam karangan deskripsi.

Perlu kita pahami, sesuatu yang dapat dideskripsikan tidak hanya terbatas pada apa yang kita lihat dan kita dengar saja, tetapi juga yang dapat kita rasa dan kita pikir, seperti rasa takut, cemas, tegang, jijik, haru, dan kasih sayang. Begitu pula suasana yang timbul dan suatu peristiwa, seperti suasana mencekam, putus asa, kemesraan, dan keromantisan panorama pantai. Singkatnya, karangan deskripsi merupakan karangan yang kita susun untuk melukiskan sesuatu dengan

Paragraf

maksud untuk menghidupkan kesan dan daya khayal mendalam pada si pembaca (Supamo, 2001:4.3).

Pada bahasa yang berbeda dijelaskan bahwa paragraf deskripsi adalah suatu bentuk pengungkapan gagasan yang terjalin dalam rangkaian beberapa kalimat yang rnenggambarkan sesuatu dengan jelas dan terperinci. Paragraf deskripsi juga disebut paragraf yang melukiskan atau memerikan suatu hal atau masalah dengan serinci-rincinya atau sejelas-jelasnya. Arifin (2008:131) menyatakan bahwa paragraf deskripsi ini melukiskan apa yang dilihat di depan mata yang berkaitan dengan ruang dan waktu. Jadi, paragraf deskripsi bersifat tata ruang atau tata letak dan juga waktu. Pembicaraannya dapat berurutan dan paling bawah hingga ke paling atas, dan paling atas hingga paling bawah, dan depan ke belakang, dan belakang ke depan, dan samping kiri ke kanan, dan seterusnya. Dengan kata lain, paragraf deskripsi berurusan dengan hal-hal kecil yang tertangkap oleh panca indra, terutama penglihatan. Untuk lebih jelasnya simak kutipan berikut ini.

Contoh 1

Wanagalih adalah sebuah ibu kota kabupaten. Meskipun kota itu suatu ibu kota lama yang hadir sejak pertengahan abad ke-19, kota itu tampak kecil. dan begitu-begitu saja. Seakan-akan usianya yang tua itu tidak memberinya kesempatan untuk tumbuh dan berkembang. Tentu, pohon-pohon asam yang besar dan rindang yang berderet sepanjang jalan raya yang membelah kota itu, yang saya kenal

Paragraf

dengan sangat akrab pada masa kecil saya, telah tidak ada lagi dan diganti dengan pohon akasia yang tampak lebih ramping.

Tentu, pasar di pusat kota itu tetah digincu dengan sederetan kios-kios yang melingkari pasar sehingga dari luar tampak seperti pusat pertokoan kecil gaya baru. Akan tetapi, di balik kios dan toko itu, di pasar, orang masih menjual barang-barang yang sejak dulu hadir di situ dan yang saya kenal dengan akrab juga sejak masa kecil saya. Celana kolor komprang hitam dan kain kastup, celana terpercaya dan para petani, digantung berderet berdampingan dengan kutang-kutang perempuan berwarna jambon, putih, dan hitam. Sabuk otok atau ikat pinggang besar dengan dompet di sebelah kiri dan kanan gesper, ikat pinggang terpercaya dari para petani bila pergi belanja ke pasar, cemeti dan caping.

Kemudian sayur-sayuran, nangka-nangka muda, ayam, dan bebek. Kemudian sederet penjual. makanan, jajan, dan minuman. Nasi pecet, wedang cemoe, tepo atau tahu ketupat, dan segala macam jajanan pasar. Bau pasar itu masih sama juga. Sengak, kecut, busuk, dan kecing. Tentu, di pinggir kota sebelah selatan, sekarang ada sebuah terminal bus yang cukup besar yang menampung bus-bus dari Solo dan Yogya, dari Madiun dan Surabaya, bahkan dari Denpasar, yang siang malam nyaris tanpa hentinya keluar masuk terminal itu. Tentu, di daerah pemukiman di dalam kota, kita melihat di sana-sini rumah-rumah dengan arsitektur gaya baru

Paragraf

dengan gaya lama masih tampak juga dalam jumlah cukup banyak.

Rumah dan papan yang sekarang tampak agak melesak ke bawah ditarik oleh tanah Wanagalih yang hitam dan pecah-pecah, di sana-sini berbongkah-bongkah. Konon karena sifat tanah yang begitulah pemerintah kolonial dulu melarang membangun gedung tembok. Tanah Wanagalih yang ganas itu akan segara menghancurkannya. Rumah papan akhirnya memang akan melesak juga ke bawah, tetapi setidaknya akan secara pelan-pelan dan tahun ke tahun. Meski ada pertimbangan begitu, sekarang orang semakin banyak juga yang membangun rumah mereka dengan tembok....

(Umar Kayam, 2008:1—2, Para Priya,4: Sebuah Novel)

Contoh paragraf deskripsi di uraikan diambil dan novel Para Priyayi karya Umar Kayam (Cetakan XII, Februari 2008, PT Pustaka Utama Grafiti, Jakarta). Contoh 1 paragraf deskripsi yang kami petik ini terdiri atas beberapa kalimat, lebih dari 21 kalimat. Semua kalimat membicarakan satu persoalan pokok, yaitu tentang deskripsi ibu kota kabupaten yang bernama Wanagalih. Oleh karena itu, paragraf deskripsi itu mempunyai satu topik pembicaraan tentang tempat yang bernama “Wanagalih” yang dijelaskan secara rinci oleh penulisnya melalui laporan pandangan mata yang berkaitan dengan ruang dan waktu, yaitu kota Wanagalih sudah hadir sejak pertengahan abad ke-19, kota kecil yang begitu-begitu saja, tidak banyak ada

Paragraf

perubahan, pohon-pohon asam di jalan raya Wanagalih diganti dengan pohon akasia yang lebih tampak ramping, pasar di pusat kota dihias dengan kios-kios dan toko-toko kecil gaya baru, sementara di dalam pasarnya masih sama keadaannya seperti dahulu ketika penulis masih anak-anak.

Kemajuan kota yang terletak antara Solo dan Madiun itu di pinggiran kota sebelah selatannya telah dibangun sebuah terminal bus, yang ramai hilir mudik sepanjang harinya, dan di permukiman kota sudah banyak dibangun rumah dan gedung yang bertembok, meskipun masih ada rumah-rumah yang terbuat dan papan. Rincian-rincian yang sekecil-kecilnya itulah yang membuat paragraf ini lebih jelas dipahami oleh pembaca tentang keadaan sebuah tempat bernama Wanagalih.

Untuk memperjelas pemahaman kalian, simaklah contoh lain berikut ini:

Abdul. Hadi W.M., nama lengkap penyair sufistik ini adalah Abdul Hadi Widji Muthari. Selain seorang penyair, ia dikenal pula sebagai budayawan dan cendekiawan muslim yang dilahirkan pada tanggat 24 Juni 1946 di kota Sumenep, Madura. Abdul Hadi lahir dari kalangan keluarga muslim yang taat beribadah berdasarkan agama Islam yang dipeluknya. Orang tuanya memiliki sebuah pesantren di kota kelahirannya, ‘Pesantren An-Naba’. Ia tidak suka menetap di kota kelahirannya yang tampak kecil dan gersang. Abdul Hadi lebih suka memilih mengembara meninggalkan kota kelahirannya untuk menuntut ilmu di luar pulau

Paragraf

penghasil garam dan jagung terbesar di Indonesia itu.

Pendidikan dasar dan sekolah menengah pertama diselesaikan Abdul Hadi di kota kelahirannya, Sumenep. Ketika memasuki sekolah menengah atas, Abdul Hadi mulai meninggalkan kota kelahirannya, pergi ke Surabaya, ibukota Provinsi Jawa Timur, untuk menuntut ilmu di kota tersebut. Setamatnya dari SMA bagian sastra di Surabaya, Abdul Hadi melanjutkan studinya ke Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gadjah Mada. Ia memasuki jurusan filologi dan sastra Indonesia hingga mencapai gelar sarjana muda (1965-1967). Kemudian, Abdul Hadi pindah studi ke Fakuttas Filsafat pada Universitas yang sama hingga mencapai tingkat doktoral (1968-1971).

Abdul Hadi selalu merasa haus terhadap ilmu pengetahuan. Ia pun belajar antropologi budaya pada Fakultas Sastra Universitas Pajajaran, Bandung (1971--1973). Namun, studinya ini tidak diselesaikannya karena ía bertemu dengan seorang gadis, Atiek Tejowati Kuntjoro, mahasiswi Akademi Seni Rupa Surabaya, yang kemudian dinikahinya, 25 November 1978. Dari pernikahannya itu, Abdul Hadi dikarunial 3 putri dan satu putra, yaitu Chen Chen Muttahari, Dian Kuswandini, Ayusha Ayutthaya, dan Fariz Moethari. Ia pun harus bekerja untuk menghidupi keluarga. Kemudian ia pindah ke kota Jakarta. Pada tahun 1991, Abdul Hadi mendapat tawaran menjadi penulis tamu dan mengajar (dosen) sastra Islam di Pusat Pengajian Ilmu Kemanusiaan,

Paragraf

Universitas Sains, Penang, Malaysia. Sambil mengajar, ía juga diberi kesempatan menyelesaikan studinya di sana. Universitas tersebut mampu menghantarkan Abdul Hadi meraih getar Master (MA) dan doktor (Ph.D), dengan mempertahankan disertasinya “Estetika Sastra Sufistik: Kajian Hermeneutik terhadap Karya-karya Shaykh Hamzah Fansuri’ (1997).

(Dikutip dan buku Estetika: Sastra, Sastrawan, dan Negara, 2010: 23 5—238)

Contoh yang terdiri atas tiga paragraf yang telah di uraikan semua berbentuk deskripsi. sama seperti contoh pertama tentang Wanagalih. Namun, sentra penceritaan berpusat pada sosok penyair sufistik yang bernama Abdul Hadi W.M. Bentuk paragraf yang mendeskripsikan seseorang semacam ini biasanya disebut dengan deskripsi tokoh. Selain deskripsi tokoh ada juga deskripsi benda atau barang, misalnya buku, majalah, surat kabar, meja, kursi, bangku, papan tulis, dan lemari. Paragraf-paragraf deskripsi tersebut dapat kita jumpai dalam penulisan kamus atau ensikiopedia. Jadi, apabila kita mau membuka buku kamus atau buku ensikiopedia, tentu dapat kita temukan paragraf-paragraf deskripsi tersebut.

2. Ciri-ciri Paragraf Deskripsi

Sebagaimana ciri paragraf lain, paragraf deskripsi memiliki ciri pokok menceritakan satu topik pembicaraan, atau satu subjek pembicaraan. Jika melihat

Paragraf

pembicaraan hanya mengacu pada Wanagalih dan Abdul Hadi. Jadi, dilihat dari kesatuan inti gagasan yang dikemukakan, paragraf deskripsi tentu memenuhi hal ini. Topik pembicaraan Wanagalih misalnya. dikembangkan dengan rinci dan jelas, terang-benderang, dan sangat detail sehingga kita sebagai pembaca dapat membayangkan bagaimana kondisi kota tersebut.

Ciri paragraf deskripsi yang paling membedakan dengan ciri paragraf lainnya adalah adanya keterjalinan kalimat-kalimat yang disusun dengan pancaindra pembacanya. Keterjalinan yang dibangun kadang juga menggambarkan dimensi ruang, waktu, suasana, atau bahkan rasa. Misalnya, jika si penulis mendeskripsikan suatu masakan khas Makassar, misalnya coto makassar, maka pembaca dapat membayangkan cita rasa, tampilan, dan hal lain yang berkaitan dengan masakan tersebut, termasuk sistem penyajian. yakni harga ketupat yang sudah termasuk dalam harga per porsi sehingga ketika pembeli memakan I atau 2 ketupat, maka harganya tetap seharga 1 mangkuk coto. Keterjalinan tersebut kadang sampai menghipnotis pembaca sehingga mereka seakan dibawa dalam suasana yang diceritakan.

Nah, apakah Anda sudah mampu menyimpulkan apa ciri-ciri paragraf deskripsi? Ya, Anda benar, ciri paragraf deskripsi adalah (a) menggambarkan sesuatu, (b) penggambaran tersebut dilakukan sejelas-jelasnya dengan melibatkan kesan indera, (c) membuat pembaca atau pendengar merasakan sendiri atau mengalami sendiri.

Paragraf

B. Pola Pengembangan dan Pendekatan Paragraf

Dalam dokumen Teknik Penulisan Karya Ilmiah (Halaman 103-111)