• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian dan Ciri-ciri Paragraf Narasi 1. Pengertian Paragraf Narasi

Dalam dokumen Teknik Penulisan Karya Ilmiah (Halaman 130-139)

Kegiatan Belajar 2 Paragraf Narasi

A. Pengertian dan Ciri-ciri Paragraf Narasi 1. Pengertian Paragraf Narasi

Paragraf

Kegiatan Belajar 2

Paragraf Narasi

Kegiatan belajar selanjutnya adalah membahas masalah memperbaiki dan menyusun paragraf narasi. Namun, sebelum membahas lebih lanjut lebih baik mengetahui terlebih dahulu apa itu paragraf narasi, ciri-ciri paragraf narasi, dan jenis-jenis paragraf narasi. Agar lebih jelasnya jenis-jenis paragraf berdasarkan keempat hal tersebut, marilah kita ikuti penjelasannya sebagai berikut:

A. Pengertian dan Ciri-ciri Paragraf Narasi 1. Pengertian Paragraf Narasi

Narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat atau mengalami sendiri peristiwa itu. Oleh sebab itu, unsur yang paling penting pada sebuah narasi adalah unsur peristiwa atau tindakan (Keraf, 1983:136). Unsur peristiwa atau tindakan dalam suatu rangkaian waktu. Unsur peristiwa dan tindakan yang membuat narasi tampak hidup dan dinamis dalam suatu rangkaian waktu. Jadi, narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca tentang tindak tanduk (perbuatan) yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang telah terjadi dalam suatu kesatuan waktu. Dengan narasi orang akan menjawab pertanyaan: “Apa yang telah

Paragraf

terjadi?” sehingga kejadian tersebut seperti nyata yang dinarasikan.

Berdasarkan perbedaan jenis narasi dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu: (1) narasi ekspositoris atau narasi teknis, dan (2) narasi sugestif:

a. Narasi ekspositoris

Narasi ekspositoris adalah narasi yang hanya bertujuan untuk memberikan informasi kepada pembaca agar wawasannya bertambah luas (memperluas pengetahuan orang). Dengan narasi ekspositoris penulis ingin menggugah pikiran pembaca untuk mengetahui apa yang dikisahkan. Sasaran utamanya adalah rasio, yaitu berupa perluasan pengetahuan para pembaca sesudah membaca kisah tersebut. Narasi ekspositoris dapat bersifat: (1) umum (generalisasi) dan dapat pula bersifat (2) khusus atau khas.

Narasi ekspositoris yang bersifat umum adalah narasi yang menyampaikan suatu proses atau peristiwa yang umum, yang dapat dilakukan oleh siapa saja, dan dapat pula dilakukan secara berulang-ulang. Dengan melaksanakan tipe atau pola kejadian itu secara berulang-ulang, maka seseorang dapat memperoleh kemahiran yang tinggi mengenai hal itu. Perhatikan contoh berikut.

Contoh 1

Sewaktu musim kemarau, di beberapa wilayah Jakarta dan daerah lain akhir-akhir ini, masyarakat mengalami kekurangan air. Pada saat yang demikian, sudah tentu kita perlu melakukan penghematan dalam soal air. Sebagai orang yang

Paragraf

beriman, kita tidak terlalu panik. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk hemat air, antara Lain:

Handuk tidak dicuci bila baru satu kali dipakai. Ganti baju agar menghemat, misalnya, sehabis mandi ganti baju, tiba-tiba papa mama mengajak anak-anak ke mal atau toko buku. Otomatis anak-anak ganti baju lagi. Apabila nanti pulang dan toko buku atau mall, baju tadi dipakai lagi, jangan terus asal ganti baju.

Sebaiknya, tahu mengarahkan pembantu agar menampung air bekas cucian baju untuk digunakan menyiram tanaman, kebun, tanah kering dan berdebu. Jadi, air jangan dibuang sia-sia, pergunakan dan manfaatkan sebaik-baiknya.

Pastikan pemakaian air terkendali, buka seperlunya, jangan biarkan air kran mengalir selagi kita menggosok alat-alat dapur yang kotor. Sebaiknya, sikat terlebih dahulu semua alat yang akan dicuci, baru kemudian dibilas dengan air kran. Usahakan air kran tidak terbuang sia-sia.

Demikian juga saat gosok gigi, matikan dahulu kran selagi kita menyikat gigi, agar air tidak mengucur terbuang sia-sia.

Saat berwudu sering anak-anak berlama-lama mencuci tangan, kaki, dan muka. Hendaknya diingatkan agar anak-anak tidak membuang air dengan sia-sia.

Di dalam kegiatan apa pun, seperti mencuci kaki, tangan, baju, pining, dan mandi hendaknya berhemat air. Pendek kata, hemat daam segala hal

Paragraf

bukan berarti pelit. Hemat pada tempatnya itu termasuk ibadah.

(Dikutip dengan perubahan dan “Hemat Itu Ibadah”. Amanah Nomor33 Tahun XVI, Desember 2002:85)

Contoh narasi yang di uraikan bersifat narasi ekspositoris generalisasi. Narasi itu menyampaikan proses yang umum, yang dapat dilakukan atau dialami oleh siapa saja, dan dapat dilakukan berulang kali.

Narasi ekspositoris yang bersifat khnsus atau khas adalah narasi yang berusaha mengisahkan suatu peristiwa yang khas, yang hanya terjadi satu kali. Peristiwa khas adalah peristiwa yang tidak dapat diulang kembali, karena merupakan pengalaman atau kejadian pada suatu waktu tertentu, misalnya pengalaman pertama diterima di perguruan tinggi setelah lulus SLTA, pengalaman pertama diterima masuk menjadi karyawan Departemen Agama, pengalaman pertama kali naik haji, dan pengalaman pertama kali naik pesawat terbang. Perhatikan contoh berikut.

Contoh 2

Khaeruddin (bukan nama sebenarnya), pemilik sebuah klinik di kawasan Jakarta, tidak punya firasat buruk sore itu, Rabu 16 April 2003. Pria yang dikenal taat beribadah itu sedang ditemani supir dan adiknya, ketika tiba-tiba beberapa pria berbadan tegap menghentikan laju kendaraannya.

Mereka mengaku petugas gabungan dan Polda Metro Jaya dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia. Tentu saja pria paruh baya ini terkejut

Paragraf

dikenalnya tidak memperlihatkan surat penangkapan sesuai dengan prosedur tazim.

Tanpa ba bi bu, mereka bertiga pun digelandang ke Polsek Pondok Indah. “Sebenarnya, saya sudah tidak ingin mengingat lagi peristiwa naas itu,” ujarnya seperti ingin menghapus sisa trauma. Pria yang aktif mengadakan pengajian di rumahnya ini layak tertekan. Pasalnya, Khaeruddin bersama sopir dan adiknya sempat “menikmati” bogem mentah aparat,

(Dikutip dan M. Adnan Firdaus. 2003. “Aktivis Islam Duncan (Lagi)”. Sabiu Nomor 22 Tahun X, 22 Mei 2003:111)

Contoh narasi di atas bersifat khusus atau khas karena hanya terjadi pada suatu saat tertentu. Pengalaman pertama tokoh Khaeruddin yang mungkin tidak terulang kembali persis seperti kejadian yang dialaminya.

b. Alarasi sugestif

Narasi sugestif adalah narasi yang berusaha memberi makna atas peristiwa atau kejadian itu sebagai suatu pengalaman. Sasaran utama narasi sugestif adalah makna peristiwa atau kejadian sehingga menimbulkan atau merangsang imajinasi atau daya khayal pembaca. Pembaca menarik suatu makna baru di luar apa yang diungkapkan secara eksplisit atau yang tersurat dalam teks. Makna baru yang melibatkan daya imajinasi pembaca itu sesuatu yang implisit atau tersirat. Pembaca memperoleh makna baru itu tentu setelah membaca keseluruhan narasi yang disajikan. Perhatikan kutipan berikut.

Paragraf

Contoh 3 Nuh

Pada hari Ahad kedua, kota tua itu tumpas. Curah hujan tak lagi deras, meskipun angkasa masih ungu, dan hari gusar. Rumah-rumah runtuh, seluruh permukaan rumpang, dan tamasya mati bunyi, kecuali gemuruh air. Memang ada jerit terakhir, yakni teriak seorang anak.

“Ia jatuh’, kata laporan yang disampaikan kepada Nakhoda, “dan sebuah atap yang bongkah. Mr bah menyeretnya. Kakinya memang lumpuh sebelah. Dengan cepat ia pun tenggelam, seperti yang lain-lain: neneknya, ibu-bapaknya, saudara-saudaranya sekandung. Ia tenggelam, seraya memekik, begitu juga seluruh kota. Nakhoda itu tersenyum. Segera diberitakannya kabar terakhir itu kepada Nuh yang sedang berdoa di kamarnya dalam bahtera. Orang alim itu terdiam sebentar, lalu bangun dan berjalan ke buritan. Ia ingin menyaksikan sendiri benarkah gelombang telah selesai membunuh.

Memang: banjir itu tak lagi ganas, seakan-akan naga yang kenyang bangkai.

Dan di sisa kota itu ia lihat mayat, terapung, menggelembung, hampir hitam, beribu-ribu, seperti menantikan sesuatu. Ia lihat gagak dan burung-burung merabu, bertengger di atas

Paragraf

air itu bahkan hutan-hutan takluk dan senja seakan terbalik, seperti pagi, Nuh pun berbisik, “Kaum yang musyrik, yang tak dikehendaki....”

(Goenawan Mohamad. 1998. Misalkan Kita di Sarajevo. him. 60-61)

Narasi sugestif tidak bercerita atau memberi komentar mengenai sebuah cerita dengan lugas, tetapi mengisahkan suatu peristiwa atau kejadian yang dialami seorang tokoh untuk memperluas wawasan, dan kemudian dari kisah itu mampu menggugah daya imajinasi atau mengembangkan daya khayal pembaca, seperti dalam narasi kisah Nabi Nuh di atas. Pembaca akan menarik makna, hikmah, atau pelajaran dan kisah Nabi Nuh yang disampaikan dalam narasi tersebut, misalnya tentang ketawakalan dan ketabahan Nabi Nuh menghadapi bencana air bah, keadilan perkara besar yang telah dibereskan oleh Tuhan, dan kota-kota Nuh yang kukuh dan patuh itu dibangun di atas puing-puing kehancuran, sehingga menunjukkan kekuasaan, kebesaran, keadilan, dan kebijaksanaan Tuhan atas umatnya yang hidup di dunia.

Agar lebih jelas perbedaan antara narasi ekspositoris dan narasi sugestif. berikut diterangkan secara singkat.

Narasi Ekspositoris Narasi Sugestif

1. Memperluas pengetahuan. 2. Menyampaikan

informasi

1. Menyampaikan suatu makna atau suatu amanat yang tersirat.

Paragraf mengenai suatu kejadian. 3. Didasarkan pada penalaran untuk 4. Bahasanya Iebih condong ke bahasa informatif, lugas, dengan titik berat penggunaan kata-kata denotative. 2. Menimbulkan daya khayal atau menggugah daya imajinasi pembaca. 3. Penalaran hanya berfungsi sebagai alat mencapai kesepakatan rasional. Untuk menyampaikan makna, sehingga kalau perlu penalaran dapat dilanggar. 4. Bahasanya lebih condong ke bahasa pada figuratif, kias, majas, dengan menitik beratkan penggunaan kata-kata konotatif.

Dalam kenyataannya antara kedua jenis narasi tersebut masih terdapat pencampuran, dan narasi ekspositoris murni berangsur-angsur mengandung ciri-ciri narasi sugestif yang semakin lama semakin meningkat hingga ke narasi sugestif murni. Artinya, dalam narasi ekspositoris (baik umum atau khusus) masih terselip kata-kata kias atau bahasa figuratif yang menjadi ciri narasi sugestif. Dalam teks pengalaman

Paragraf

beberapa kata kias, misalnya “orang-orang asing” untuk menyebut para aparat yang tidak dikenal, “ba bi bu” untuk mengganti kata basa-basi, “digelandang” untuk menyebut dibawa atau diajak, dan “bogem mentah” untuk menggantikan pukulan, hantaman, atau penyiksaan fisik dengan benda keras. Tentu dengan selipan beberapa bahasa kias seperti itu dapat menimbulkan imajinasi pembaca yang bukan-bukan atau interpretasi makna yang lain.

Sebuah novel, cerpen, roman, dongeng, dan hikayat (yang termasuk karya sastra) mengandung semua ciri narasi sugestif, karena ditulis berdasarkan pada imajinasi pengarang. Pembaca karya sastra juga memetik hikmah, mendapatkan pesan atau amanat, dan menemukan makna dan hal- hal yang tersirat dalam teks narasi yang dibacanya.

2. Ciri-ciri Paragraf Narasi

Saudara, ciri-ciri paragraf narasi yang paling mudah diidentifikasi adalah adanya pola secara sederhana berbentuk susunan dengan urutan awal- tengah- akhir (Wikipedia, 2011).

a. Awal narasi biasanya berisi pengantar yaitu memperkenalkan suasana dan tokoh. Bagian awal harus dibuat menarik agar dapat mengikat pembaca. b. Bagian tengah merupakan bagian yang

memunculkan suatu konflik. Konflik lalu diarahkan menuju klimaks cerita. Setelah konflik timbul dan mecapai klimaks, secara berangsur-angsur cerita akan mereda.

Paragraf c. Akhir cerita yang mereda mememiliki cara

pengungkapan bermacam-macam. Ada yang menceritakannya dengan panjang, ada yang singkat, ada pula yang berusaha menggantungkan akhir cerita dengan mempersilakan pembaca untuk menebaknya sendiri.

Ciri paragraf yang ditandai dengan terbentuknya susunan urutan awal-tengah-akhir ini kemudian menjadi pedoman bagaimana langkah menyusun narasi (terutama yang berbentuk fiksi) yang cenderung dilakukan melalui proses kreatif.

Narasi dapat berisi fakta atau fiksi. Narasi yang berisi fakta disebut narasi ekspositoris, sedangkan narasi yang berisi fiksi disebut narasi sugestif. Contoh narasi ekspositoris adalah biografi, autobiografi, atau kisah pengalaman. Sedangkan contoh narasi sugestif adalah novel, cerpen, cerbung, ataupun cergam.

B. Narasi Fakta dan Narasi Fiktif

Dalam dokumen Teknik Penulisan Karya Ilmiah (Halaman 130-139)