Green accounting adalah biaya-biaya lingkungan yang dimasukkannya ke dalam praktik akuntansi perusahaan atau lembaga
pemerintah. Menurut Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat atau United States Environment Protection Agency (US EPA) dalam Ikhsan (2010), akuntansi lingkungan merupakan fungsi yang menggambarkan biaya-biaya lingkungan yang harus diperhatikan oleh pemangku kepentingan perusahaan di dalam pengidentifikasian cara-cara yang dapat mengurangi atau menghindari biaya-biaya pada waktu yang bersamaan dengan usaha memperbaiki kualitas lingkungan.
Menurut Prof. Dr. Andreas Lako dalam bukunya Akuntansi Hijau (2018:99) menjelaskan bahwa green accounting adalah sebagai berikut:
“Suatu proses pengakuan, pengukuran nilai, pencatatan, peringkasan, pelaporan, dan pengungkapan secara terintegrasi terhadap objek, transaksi, atau peristiwa keuangan, sosial, dan lingkungan dalam proses akuntansi agar menghasilkan informasi akuntansi keuangan, sosial, dan lingkungan yang utuh, terpadu, dan relevan yang bermanfaat bagi para pemakai dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan ekonomi dan non-ekonomi”
Setiap industri dituntut untuk dapat menerapkan green accounting sebagai bagian dari tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan.
Tujuan dari adanya green accounting sebenarnya untuk mengurangi biaya dampak lingkungan atau sociental cost sehingga perusahaan tidak perlu lagi mengeluarkan biaya tersebut jika telah diantisipasi di awal produksi (Magablih, 2017). Penerapan green accounting merupakan salah satu metode yang memperhitungkan sumber daya dan jasa lingkungan serta perubahan dalam upaya meningkatkan pendapatan dan mempertahankan pembangunan serta pertumbuhan berkelanjutan dengan memperhatikan kebutuhan saat ini dan masa yang akan datang (Dewi, 2020)
Green accounting memberikan laporan bagi pihak internal dan eksternal perushaan. Tujuan dari akuntansi lingkungan sebagai sebuah alat manajemen lingkungan dan sebagai alat komunikasi dengan masyarakat dan untuk meningkatkan jumlah informasi relevan yang dibuat bagi mereka yang memerlukan atau dapat menggunakannya, sehingga dapat mengetahui kegiatan perusahaan dalam upaya menangani pencemaran lingkungan serta kewajiban perusahaan atas masalah tersebut melalui laporan keuangan perusahaan. Perusahaan yang ingin mencapai corporate sustainability di samping harus memperhatikan aspek ekonomi dan sosial, juga harus memperhatikan aspek lingkungan sehingga akan terjaga eksistensi perusahaannya dan sekaligus kelestarian lingkungannya (Hardiyanti, 2017).
Banyak dampak dan berbagai kasus kerusakan lingkungan yang terjadi terhadap lingkungan akibat kegiatan perusahaan, diantaranya seperti kebisingan, pencemaran tanah, air, dan polusi udara merupakan dampak negatif yang diakibatkan oleh aktivitas-aktivitas perusahaan yang hanya mencari laba, keuntungan (profit) setinggi-tinggi mungkin tanpa menghiraukan dampak yang akan terjadi terhadap lingkungan di sekitar.
Seperti contoh kerusakan lingkungan yang diakibatkan semburan lumpur pertambangan gas PT Lapindo Brantas. Selain tanggung jawab terhadap pengelolaan perusahaan untuk mencapai keuntungan, perusahaan juga memiliki tanggung jawab sosial dan lingkungan, tanggung jawab terhadap maupun secara tidak langsung.
Akuntansi lingkungan menurut American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) adalah akuntansi yang di dalamnya terdapat
identifikasi, pengukuran, dan alokasi biaya lingkungan, di mana biaya-biaya lingkungan ini diintegrasikan dalam pengambilan keputusan bisnis, dan selanjutnya di komunikasikan kepada para stakeholder. Akuntansi lingkungan adalah alat untuk menangani semua bidang akuntansi manajemen yang dapat di pengaruhi orgnisasi bisnis untuk isu lingkungan.
Definisi lain oleh komite Akuntan Publik dan Estimasi, yang mendefinisikan sebagai sebuah proses yang memberikan informasi tentang lingkungan dan dampak aktivitas manusia pada lingkungan dalam mengambil keputusan yang tepat pada tingkat manajemen (Malgorzata, 2019).
Menurut PSAK No 33 (2011), lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk didalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia, serta mahluk hidup lainnya.
Tanggung jawab perusahaan semakin luas, tidak hanya terbatas pada tanggungjawab ekonomik kepada investor dan kreditor, tetapi juga tanggung jawab sosial dan lingkungan (Abdullah, 2015). Perusahaan dituntut masyarakat untuk harus memperhatikan limbahnya agar kelestarian lingkungan tetap terjaga. Semakin meningkatnya kesadaran manusia akan dampak kerusakan lingkungan yang akan memengaruhi keberlangsungan hidup di masa yang akan datang, sehingga tuntutan masyarakat jauh lebih besar. Karena pelestarian lingkungan di samping bermanfaat bagi lingkungan di sekitar juga bermanfaat bagi perusahaan secara jangka panjang (Dewi, 2016).
Green accounting merupakan suatu istilah yang berupaya untuk menspesifikasikan pembiayaan yang dilakukan perusahaan dan
pemerintah dalam melakukan konservasi lingkungan ke dalam pos lingkungan didalam praktek bisnis perusahaan dan pemerintah. Dari kegiatan konservasi lingkungan ini pada akhirnya akan muncul biaya lingkungan yang harus ditanggung perusahaan. Green accounting merupakan salah satu konsep kontemporer dalam akuntansi yang mendukung Gerakan hijau di perusahaan dengan mengenali, mengkuantifikasi, mengukur dan menutup kontribusi lingkungan hidup terhadap proses bisnis (Fauzi & Chandra, 2016).
Green accounting berperan dalam upaya pelestarian lingkungan, yaitu melalui pengungkapan sukarela dalam laporan keuangan terkait dengan biaya lingkungan atau environmental costs. Sistem informasi yang ada didalamnya terdapat akun-akun terkait dengan biaya lingkungan ini disebut sebagai green accounting atau environmental accounting. Sedangkan lingkungan yang diartikan sebagai lingkungan hidup oleh Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolahan lingkungan hidup dalam pasal 1 angka 1 adalah Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk didalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia dan mahluk hidup lainnya.
Menurut UU Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 pasal 74, Perseroan yang menjalankan usaha berkaitan dengan sumber daya alam diwajibkan untuk melaksanakan program CSR. Indikator penerapan CSR dapat diketahui melalui pengungkapan pada laporan keberlanjutan perusahaan. Penilaian CSR sebuah perusahaan dapat dibantu dengan GRI (Global Reporting Initiative) yang berfokus pada indikator kinerja ekonomi,
indikator kinerja lingkungan, dan indikator kinerja sosial. Dengan hubungan yang baik antara perusahaan dan lingkungan sekitar akan memberikan dampak yang positif terhadap sustainability perusahaan.
International Federation of Accountants (IFAC) menyatakan bahwa akuntansi lingkungan adalah istilah yang di gunakan dalam konteks yang berbeda, seperti:
a. Penilaian dan pengungkapan informasi keuangan yang berkaitan dengan lingkungan dalam konteks akuntansi keuangan dan peloparan.
b. Penilaian dan penggunaan informasi fisik dan moneter yang terkait dengan lingkungan dalam konteks Environmental Management Accounting (EMA) atau manajemen akuntansi lingkungan.
c. Estimasi dampak lingkungan eksternal dan biaya sering disebut sebagai Full Cost Accounting (FCA) atau akuntansi biaya penuh.
d. Akuntansi untuk saham dan arus dari sumber daya alam baik secara fisik dan moneter, yaitu Natural Resource Accounting (NRA) atau akuntansi sumber daya alam.
e. Agregasi dan pelaporan informasi akuntansi tingkat organisasi informasi akuntansi sumber daya alam dan formasi lainnya untuk tujuan akuntansi sosial.
f. ertimbangan informasi fisik dan moneter yang terkait lingkungan lebih luas dalam konteks akuntansi berkelanjutan.
Akuntansi lingkungan di gunakan untuk memberikan gambaran bentuk komprehensif akuntansi yang memasukkan extrenalities ke dalam rekening perusahaan seperti informasi tenaga kerja, produk, dan pencemaran lingkungan. Dalam hal ini, pencemaran dan ilmiah produksi merupakan
salah satu contoh dampak negatif dari operasional perusahaan yang memerlukan sistem akuntansi lingkungan sebagai kontrol terhadap tanggung jawab perusahaan sebab pengelolaan limbah yang di lakukan oleh perusahaan memerlukan pengidentifikasian, pengukuran, penyajian, pengungkapan dan pelaporan biaya pengelolaan limbah dari hasil kegiatan operasional perusahaan.
Mengenai berbagai pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa akuntansi lingkungan adalah kegiatan pencatatan, pengukuran, dan pengidentifikasian biaya-biaya terkait lingkungan yang ditimbulkan akibat kegiatan operasional perusahaan yang berpengaruh pada lingkungan, dan dapat digunakan untuk pendukung keputusan manajemen terkait bisnis perusahaan serta sebagai upaya untuk meningkatkan pertanggungjawaban social dan lingkungan perusahaan serta untuk mengetahui kinerja operasional perusahaan yang berbasis pada perlindungan lingkungan.
2. Tujuan Implementasi Green Accounting
Secara umum yang terjadi dalam akuntansi adalah pengukuran dan pencatatan terhadap dampak yang timbul dari hubungan (transaksi) antara perusahaan dengan pelanggan atau konsumen produk namun dalam green accounting lebih terpaku pada masalah aspek sosial atau dampak dari kegiatan secara teknis, misalnya pada saat penggunaan alat atau bahan baku perushaan yang kemudian akan menghasilkan limbah produksi yang berbahaya. Akuntansi lingkungan sangat penting dalam hal ini sebab khususnya di Indoesia saat ini terlalu banyak perusahaan baik badan usaha milik Negara maupun swasta yang dalam pelaksanaan produksi
perusahaan yang tentu memerlukan alokasi biaya penanganan khusus untuk hal tersebut.
Tujuan dari akuntansi lingkungan menurut Ikhsan (2010) akuntansi lingkungan merupakan sarana informasi dalam sebuah alat manajemen lingkungan dalam menentukan fasilitas pengelolaan lingkungan dan akuntansi lingkungan sebagai alat komunikasi dengan masyarakat digunakan dalam menyampaikan dampak negatif lingkungan.
Ada 3 tujuan akuntansi pertanggungjawaban sosial menurut Ramanathan dalam Usmansyah (1989) yaitu:
1) Untuk mengidentifikasikan dan mengukur sumbangan sosial netto periodik dari suatu perusahaan, yang meliputi bukan hanya biaya dan manfaat yang diinternalisasikan ke dalam perusahaan, namun juga yang timbul dari eksternalitas yang mempengaruhi bagian-bagian sosial yang berbeda.
2) Untuk membantu menentukan apakah praktek dan strategi perusahaan yang secara langsung mempengaruhi sumber daya relatif dan keadaan sosial adalah konsisten dengan prioritas-prioritas sosial pada satu sisi dan aspirasi-aspirasi individu pada sisi lainnya.
3) Untuk menyediakan dengan cara yang optimal bagi semua kelompok sosial, informasi yang relevan mengenai tujuan, kebijakan, program, kinerja dan sumbangan perusahaan pada tujuan-tujuan sosial.
Berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997 mengenai Pengelolaan Lingkungan Hidup beserta peraturan pelaksanaannya, kinerja pengelolaan lingkungan wajib diungkapkan dan disampaikan oleh setiap orang/penanggungjawab kegiatan.
Terdapat beberapa macam bentuk aktivitas yang mencerminkan praktik green accounting dalam perusahaan, yaitu:
a. Adanya penggunaan bahan baku yang ramah lingkungan,
b. Adanya manajemen limbah yang tidak menimbulkan polusi ataupun kerusakan lingkungan sekitar,
c. Adanya Corporate Social Responsibility (CSR), yang menjadi bukti perhatian perusahaan akan lingkungan sekitar.
Praktik green accounting tersebut mencerminkan adanya suatu aktivitas lingkungan dalam operasional perusahaan yang mendorong perusahaan untuk meningkatkan kinerja lingkungan (Wireza, 2017).
Sebagai contoh pada bidang kehutanan, penerapan green company yang didasarkan pada FMC (Forest Management Certification) di Indonesia juga sedikit berhasil mengubah sentimen publik mengenai perusahaan kehutanan dan mengurangi deforestasi sehingga terciptanya good corporate governance, kepercayaan publik, dan terhindar klaim kerusakan lingkungan oleh pemerintah (Miteva, et. al, 2015).
Tujuan akuntansi lingkungan adalah untuk meningkatkan jumlah informasi relevan yang di buat bagi mereka yang memerlukan atau dapat menggunakannya. Keberhasilan akuntansi lingkungan tidak hanya tergantung pada ketetapan dalam menggolongkan semua biaya-biaya yang di buat perusahaan, akan tetapi kemampuan dan keakuratan data akuntansi perusahaan dalam menekan dampak lingkungan yang di timbulkan dari aktivitas perusahaan (Novie, dkk 2020).
Berikut ini merupakan masalah lingkungan yang terjadi diarea perindustrian (Bethan, 2013):
a. Udara disekitar industry menjadi sangat buruk, dikarenakan gas buang berupa asap membumbung tinggi diudara bebas.
b. Daerah sekitar industri menjadi panas, ini akibat adanya peninktan suhu yang ekstrim yang dihasilkan oleh gas-gas buang industri tersebut.
c. Tercemarnya sumber-sumber mata air sekitar industry, akibbat pembuangan limbah ke sumber-sumber mata air.
d. Industri juga dapat mempengaruhi peningkatan pemanasan global (global warming), yang saat ini sedang dilakukan pencegahan agar tidak lebih meluas.
e. Pembangunan industri dapat menyebabkan banjir karna kurangnya daerah resapan air, daerah-daerah hijau atau resapan air sudah berubah fungsi menjadi daerah perindustrian.
f. Pembangunan industri dapat menyebabkan banjir karna kurangnya daerah resapan air, daerah-daerah hijau atau resapan air sudah berubah fungsi menjadi daerah perindustrian.
3. Sistem Kerja Green Accounting
Sistem kerja akuntansi lingkungan yaitu sebagai berikut:
a. Kesesuaian antara evaluasi yang dibuat perusahaan terhadap dampak lingkungan.
b. Menentukan apa yang menjadi target perusahaan dengan cara mengindentifikasi faktor-faktor utama yang berdampak pada lingkungan.
c. Memilih alat ukur yang sesuai.
d. Melakukan penilaian administrasi untuk menetapkan target tersebut. Selain itu, sistem akuntansi lingkungan sendiri terdiri atas 2 lingkup, konvensional dan ekologis. Lingkungan akuntansi konvensional mengukur dampak-dampak dari lingkungan alam pada suatu perusahaan dalam istilah-istilah keuangan. Sedangkan akuntansi ekologis mengukur dampak suatu perusahaan berdasarkan lingkungan tetapi pengukurannya dilakukan dalam bentuk unit fisik, seperti sisa barang produksi, dll.
Terdapat beberapa macam bentuk aktivitas yang mencerminkan praktik green accounting dalam perusahaan, yaitu: (1) Adanya penggunaan bahan baku yang ramah lingkungan, (2) Adanya manajemen limbah yang tidak menimbulkan polusi ataupun kerusakan lingkungan sekitar, (3) Adanya Corporate Social Responsibility (CSR), yang menjadi bukti perhatian perusahaan akan lingkungan sekitar.
4. Fungsi Green Accounting a. Fungsi Internal
Sebagai salah satu langkah dari sistem informasi lingkungan organisasi. Fungsi internal memungkinkan untuk mengelola dan menganalisi biaya pelestarian lingkungan yang di bandingkan dengan manfaat yang di peroleh, serta mempertimbangkan pelestarian lingkungan yang efektif melalui pengambilan keputusan yang tepat. Hal ini sangat di perlukan keberadaan fungsi akuntansi
lingkungan sebagai alat manajemen bisnis untuk di gunakan para manajer dan unit bisnis terkait.
b. Fungsi Eksternal
Dengan mengungkapkan hasil pengukuran kegiatan pelestarian lingkungan, fungsi eksternal memungkinkan perusahaan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan stakeholder. Di harapkan bahwa publikasi hasil aluntansi lingkungan akan berfungsi baik sebagai alat organisasi untuk memenuhi tanggung jawab mereka atas akuntabilitas kepada stakeholder dan secara bersamaan sebaga sarana untuk evaluasi yang tepat dari kegiatan pelestarian lingkungan.
5. Green Accounting dalam Meningkatkan Keberlangsungan Perusahaan Green Accounting ini mengumpulkan biaya, produksi, persediaan, dan biaya limbah dan kinerja untuk perencanaan, pengembangan, evaluasi, dan kontrol atas keputusan-keputusan bisnis. Biaya lingkungan juga dapat dibedakan menjadi dua secara akuntansi, yaitu menjadi biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung adalah biaya-biaya yang dapat ditelusuri secara langsung pada objek (misalnya biaya-biaya tenaga kerja akibat proses, biaya manajer untuk suatu produk, biaya penggunaan energi untuk produk, dan lain-lain). Sedangkan biaya lingkungan tidak langsung adalah biaya yang dialokasikan untuk biaya obyek (Hardiyanti, 2017).
Diharapkan bahwa publikasi hasil akuntansi lingkungan akan berfungsi baik sebagai alat bagi organisasi untuk memenuhi tanggung jawab mereka atas akuntabilitas kepada stakeholder dan secara
bersamaan, sebagai sarana untuk evaluasi yang tepat dari kegiatan pelestarian lingkungan. Dalam hal pembangunan, dapat menciptakan lapangan kerja baru serta meningkatkan pertumbuhan perekonomian di sekitar daerah perusahaan. Namun seiring dengan perjalanan waktu, masyarakat semakin menyadari bahwa muncul dampak-dampak sosial dan lingkungan yang disebabkan oleh perusahaan dalam menjalankan operasinya untuk mencapai laba yang maksimal, yang semakin besar dan semakin sulit untuk dikendalikan. Oleh karena itu, masyarakat pun menuntut agar perusahaan senantiasa memperhatikan dampak-dampak sosial yang ditimbulkannya dan berupaya mengatasinya.
Di Indonesia pemerintah telah mulai mendorong industri untuk melaksanakan praktik Industri hijau sejak tahun 2010. Salah satu bentuk upaya pemerintah tersebut adalah dengan diberikan penghargaan kepada industri yang menjalankan praktek industri hijau. Peningkatan jumlah Industri yang secara sukarela ikut serta dalam penilaian industri hijau oleh pemerintah ini terjadi dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya penerapan serta implementasi green accounting akan berdampak baik pada perusahaan.
Dalam undang-undang disebutkan bahwa setiap perseroan mempunyai tanggung jawab sosial dan lingkungan yang menjalankan usahanya di bidang yang berkaitan dengan sumber daya alam.
6. Peraturan Tentang Green Accounting
Selain itu juga ada Undang-undang yang mendasari kewajiban dalam pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup, antara lain:
a. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. UU ini mengatur tentang kewajiban setiap orang yang berusaha atau berkegiatan untuk menjaga, mengelola, dan memberikan informasi yang benar dan akurat. mengenai lingkungan hidup. Akibat hukum juga telah ditentukan bagi pelanggaran yang menyebabkan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
b. Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Dalam UU ini diatur kewajiban bagi setiap penanam modal berbentuk badan usaha atau perorangan untuk melaksanakan tanggungjawab sosial perusahaan, menjaga kelestarian lingkungan hidup dan menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar.
Pelanggaran terhadap kewajiban tersebut dapat dikenai sanksi berupa peringatan tertulis, pembatasan, pembekuan, dan pencabutan kegiatan dan atau fasilitas penanaman modal.
c. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
UU ini mewajibkan bagi perseroan yang terkait dengan sumber daya alam untuk memasukkan perhitungan tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagai biaya yang dianggarkan secara patut dan wajar. Pelanggaran terhadap hal tersebut akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Biaya lingkungan merupakan dampak yang timbul dari sisi keuangan dan non-keuangan yang wajib dipikul sebagai akibat dari suatu usaha yang dilakukan yang berkaitan dengan lingkungan. Biaya lingkungan yang terjadi di perusahaan termasuk salah satu biaya overhead pabrik yang sulit diidentifikasi secara langsung, karena biaya
tersebut tersembunyi di dalam pusat biaya, tidak ada bukti pencatatan yang jelas mengenai biaya lingkungan.