• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknik Analisis Data

Dalam dokumen LITERASI DIGITAL DI ERA PANDEMI COVID-19 (Halaman 54-0)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.6 Teknik Analisis Data

Peningkatan pemahaman untuk mengetahui suatu cara dalam menata data secara teratur dari hasil observasi wawancara dan lainnya disebut analisis data.

Setelah data diperoleh dari observasi dan wawancara, jawaban akan disortir untuk memudahkan menganalisis data yang telah didapat dari informan, lalu dihubungkan satu dengan yang lainnya. Oleh karena untuk menemukan makna dari setiap data yang terkumpul maka dilakukan analisis data (Martines, 2020).

Menurut Sugiyono (2016) menyatakan bahwa teknik dalam penelitian dilakukan dengan menganalisis tiga tahap, diantaranya yaitu:

a. Reduksi data, diartikan sebagi proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data ―kasar‖ yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung terus menerus selama penelitian berlangsung. Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Dalam hal ini, mereduksi artinya lebih memfokuskan, menyederhanakan, dan memindahkan data mentah ke dalam bentuk yang lebih mudah dikelola. Dengan demikian data yang direduksi dapat memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.

b. Penyajian data, merupakan pendepskrisian sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data kualitatif berbentuk teks naratif diubah menjadi berbagai jenis bentuk seperti, matriks, grafiks, jaringan dan bagan. Semuanya dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam bentuk padu dan mudah dipahami sehingga peneliti dapat mengetahui apa yang terjadi untuk menarik kesimpulan.

c. Penarikan kesimpulan, merupakan kegiatan terakhir penelitian kualitatif.

Peneliti harus sampai kepada kesimpulan dan melakukan verifikasi baik dari segi makna maupun kebenaran kesimpulan yang disepakati oleh

subjek tempat penelitian itu dilaksanakan. Kesimpulan pada tahap pertama bersifat longgar, tetap terbuka dan skeptis, belum jelas kemudian meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar dengan kokoh. Kesimpulan pada tahap ini masih sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Kesimpulan akhir mungkin belum muncul sampai pengumpulan data terakhir, tergantung pada besarnya kumpulan-kumpulan catatan lapangan, pengodeannya, penyimpanannya dan metode pencarian ulang yang digunakan, kecakapan peneliti dalam menarik kesimpulan.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian

Hasil penelitian merupakan hasil yang diperoleh peneliti dari wawancara, observasi dan data yang didapat oleh peneliti selama proses penelitian. Pada penelitian ini, proses wawancara dilakukan dengan lima orang informan yang merupakan masyarakat Desa Paya Bedi Kabupaten Aceh Tamiang. Pada bab ini akan dijelaskan hasil dari penelitian yang diperoleh peneliti disertai dengan pembahasan berdasarkan tujuan penelitian, yakni mengetahui tingkat literasi media berdasarkan Individual Competence Framework pada masyarakat Desa Paya Bedi Kabupaten Aceh Tamiang di masa pandemi Covid-19.

4.1.1. Gambaran Proses Penelitian

Proses penelitian diawali dengan mendiskusikan judul bersama dosen pembimbing akademik dan beberapa dosen Ilmu Komunikasi lainnya. Setelah beberapa kali diskusi, akhirnya peneliti mendapatkan tiga judul, yakni mengenai literasi media di era infodemi, komunikasi keluarga di era pandemi, serta framing media terhadap vaksin Covid-19. Di antara tiga judul tersebut, literasi media adalah judul yang paling membuat peneliti tertarik, karena literasi media merupakan kompetensi yang begitu krusial dan penting untuk dimiliki masyarakat, apalagi di era pandemi Covid-19 saat ini. Setelah mengajukan ketiga judul tersebut kepada jurusan, peneliti bersyukur karena judul yang paling membuat peneliti tertarik yang disetujui sebagai judul skripsi peneliti.

Selanjutnya, setelah judul tersebut ditentukan, peneliti menghubungi dosen pembimbing peneliti, yakni Ibu Dra. Mazdalifah,M.Si., Ph.D untuk menentukan waktu diskusi bersama. Selama proses diskusi, peneliti dibimbing dengan baik oleh Ibu Mazda, proses diskusi pun berjalan dengan lancar. Diskusi berlangsung dengan mulai dari mendiskusikan judul, menyusun draft proposal, menyusun bab 1 hingga 3, menyusun pendoman wawancara, hingga penyusunan bab 4 dan 5.

Proses penelitian dilanjutkan dengan melakukan observasi terhadap salah satu masyarakat, yakni Husna atau yang akrab disapa Una yang merupakan informan pertama dalam penelitian ini. Peneliti mengamati bahwa Una sangat aktif

menggunakan media sosial. Una bisa terlihat online selama terus-menerus di WhatsApp dan Instagram, selain itu dia juga terpantau aktif mencari berita tentang Covid-19 di Instagram. Saat peneliti mengamati lebih dalam, Una tidak pernah menyebarkan hoaks mengenai infodemi Covid-19 kepada pengikutnya di media sosial, hal tersebut karena Una tidak pernah mengunggah atau membagikan informasi Covid-19 apapun di media sosial miliknya. Selain itu, dari pantauan media sosialnya, Una paling sering memberikan tanda suka untuk informasi tentang Covid-19 atau infodemi Covid-19 kepada akun-akun influencer seperti Najwa Shihab ataupun akun-akun media online di Instagram. Umumnya, ia selalu memberikan tanda suka terhadap postingan tentang informasi Covid-19 dari influencer ataupun media online tersebut. Peneliti juga mengamati bahwa di media sosialnya Una tidak pernah meninggalkan komentar apapun di postingan yang mengandung informasi Covid-19.

Selanjutnya, proses penelitian berlanjut pada tahap wawancara mendalam.

Dalam tahap ini, peneliti mencari informan yang sesuai dengan kriteria penelitian yang telah ditetapkan. Penentuan kriteria ditetapkan atas dasar kebutuhan peneliti atas informan yang dianggap layak dan mampu untuk memberikan pandangannya tentang perilaku bermedia sosialnya. Karena sudah cukup mengenal masyarakat di desa tersebut, maka peneliti memulai langsung wawancara dengan informan pertama pada 11 Mei 2021. Husna atau yang akrab dipanggil Una merupakan informan pertama dalam penelitian ini. Awalnya, peneliti terlebih dahulu menyepakati jadwal untuk melakukan wawancara karena Una merupakan mahasiswa Universitas Syiah Kuala dan saat peneliti mulai melakukan penelitian, Una masih berada di Banda Aceh. Jadi, setelah menanyakan tanggal kepulangannya yang kebetulan hanya berjarak dua hari dari pertama kali peneliti mengontak dia, maka peneliti segera mengatur jadwal untuk mewawancarainya.

Una merupakan anak yang cukup terbuka, dan saat peneliti meminta kesediaannya untuk wawancara dia dengan senang hati menjawab pertanyaan dari peneliti.

Wawancara bersama Una dilakukan selama kurang lebih satu jam. Saat mewawancarai Una, setelah melakukan transkrip wawancara, peneliti menemukan data yang peneliti ambil masih kurang. Sehingga pada 12 Mei 2021 peneliti kembali menghubungi Una untuk melakukan wawancara lanjutan di rumahnya.

Setelah mewawancarai Una pada tanggal 11 Mei 2021, penelitian terpaksa dihentikan beberapa hari karena libur Idul Fitri. Penelitian kemudian dilanjutkan lagi pada tanggal 18 Mei 2021. Informan kedua dalam penelitian ini adalah Reza Fahlevi yang merupakan pelajar di SMA Negeri 1 Kejuruan Muda Aceh Tamiang.

Karena berada di kelas 12 SMA dan sedang menunggu jadwal daftar ulang universitas, maka komunikasi awal dan wawancara bersama Reza terbilang sangat mudah karena ia memiliki waktu yang fleksibel. Peneliti memilih Reza sebagai informan kedua karena berdasarkan observasi yang peneliti lakukan dengan mengamati perilaku media sosialnya, Reza termasuk orang yang peduli dengan isu Covid-19 dan sangat aktif bermedia sosial. Wawancara bersama Reza dilakukan kurang lebih selama satu jam. Setelah melakukan transkrip wawancara, peneliti juga merasa masih merasa jawaban yang Reza berikan belum cukup dalam, sehingga pada 19 Mei 2021 peneliti kembali menghubungi Reza untuk melakukan wawancara lebih lanjut.

Wawancara selanjutnya dilakukan bersama Farida Cut Defryanti atau yang akrab dipanggil Kak Cut pada 20 Mei 2021. Kak Cut merupakan pegawai swasta di salah satu minimarket di Kabupaten Aceh Tamiang. Saat peneliti datang ke rumahnya, Kak Cut baru pulang bekerja. Ia meminta izin untuk mengganti baju sebentar, lalu sesi wawancara dimulai. Berbeda dengan Una, Kak Cut lebih memiliki kepribadian yang agak tertutup sebelum peneliti banyak berdiskusi dengannya. Namun, setelah berdiskusi tentang kehidupan sehari-hari, Kak Cut sedikit-sedikit mulai terbuka menceritakan kegiatannya di media sosial selama pandemi. Wawancara bersama Kak Cut dilakukan selama lima puluh menit.

Informan keempat peneliti adalah Bu Santi yang merupakan ibu rumah tangga dan memiliki 4 anak. Bu Santi sedang menjaga tiga anaknya saat peneliti datang ke rumahnya. Namun, walaupun sibuk mengurusi ketiganya, Bu Santi tidak menolak saat peneliti meminta waktunya untuk diwawancarai. Wawancara bersama Bu Santi sedikit memiliki hambatan karena beberapa kali satu dari anaknya menangis sehingga beberapa kali wawancara harus dihentikan sementara.

Peneliti melakukan wawancara bersama Bu Santi selama satu jam pada 21 Mei 2021.

4.1.2. Hasil Temuan Penelitian berdasarkan Tingkat Literasi Media Internet di Era Pandemi Covid-19

4.1.2.1. Gambaran Informan

Informan pertama dalam penelitian ini adalah Husna, atau yang akrab disapa Una. Una berusia 21 tahun dan merupakan mahasiswa Pendidikan Fisika di Universitas Syiah Kuala. Una lahir di Bereneuen, 18 September 1999. Saat ini, Una sudah memasuki tahap akhir dunia perkuliahan dan sedang melakukan penelitian di SMA Negeri 4 Kejuruan Muda Aceh Tamiang, sehingga karena aktivitasnya tersebut ia cukup sering pulang-pergi dari Banda Aceh ke Aceh Tamiang. Saat di Banda Aceh, Una tinggal di indekos yang jaraknya tidak jauh dari kampus. Sementara saat pulang ke Aceh Tamiang ia tinggal bersama orang tuanya.

Informan kedua dalam penelitian ini adalah Reza Fahlevi atau yang akrab disapa Reza. Reza merupakan pelajar di SMA Negeri 1 Kejuruan Muda jurusan Matematika dan Ilmu-Ilmu Alam (MIA) dan baru berusia 18 tahun. Saat ini Reza sudah lulus di program studi Agroteknologi Universitas Syah Kuala, sehingga ia hanya menunggu pengumuman untuk mendaftar ulang di kampusnya tersebut.

Reza merupakan anak ke empat dari lima bersaudara, terdiri dari kakak perempuan, dua abang laki-laki dan satu adik laki-laki. Ayah dan ibunya merupakan tenaga pengajar mata pelajaran sejarah di SMAN 1 Kejuruan Muda.

Informan ketiga dalam penelitian ini adalah Farida Cut Defryanti, atau yang lebih akrab dipanggil Kak Cut. Kak Cut berusia 25 tahun dan merupakan salah satu pegawai swasta di salah satu mini market di Aceh Tamiang. Ibu dan ayahnya merupakan seorang wiraswasta. Adik pertamanya, Fera Aysha merupakan mahasiswa akhir jurusan Teknik Sipil Universitas Samudera Langsa. Sementara adik bungsunya, Aysha Ardelia merupakan pelajar kelas XII di SMA Negeri 1 Kejuruan Muda Aceh Tamiang.

Informan keempat dalam penelitian ini adalah Bu Santi yang merupakan Ibu Rumah Tangga berumur 30 tahun yang memiliki 4 anak. Dalam aktivitas sehari-hari, Bu Santi memiliki rutinitas sebagai ibu rumah tangga pada umumnya, selain itu dia juga memiliki usaha online shop kecil-kecilan yang dibangunnya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Suami Bu Santi merupakan karyawan di salah

satu toko yang menjual handphone di Aceh Tamiang. Anak pertamanya yang bernama Adzra berumur 12 tahun sedang menimba ilmu di pesantren yang terletak di Aceh Tamiang. Anak keduanya Aulia, berumur 5 tahun dan baru mau memasuki Taman Kanak-Kanak, anaknya yang ketiga bernama Asyiqa berumur dua tahun, dan yang paling bungsu bernama Kenzie masih berumur satu tahun.

4.1. Tabel Karakteristik Informan

No Keterangan Informan I Informan II Informan III Informan IV

1. Nama Husna Reza Fahlevi Farida Cut

Defryanti

Santi

2. Usia 21 tahun 18 tahun 25 tahun 30 tahun

3. Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan

4. Pendidikan S1 SMA S1 D3

5. Pekerjaan Mahasiswa Pelajar Karyawan

Swasta

Ibu Rumah Tangga

6. Merk Gadget iPhone 11 iPhone 6S Xiaomi Oppo

4.1.2.2. Penggunaan Media Sosial Masyarakat di Masa Pandemi Covid-19 (Use Skills)

Use Skills (keterampilan teknis) merupakan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam menggunakan media, baik mengakses ataupun menggunakan media secara efektif. Keterampilan teknis memungkinkan individu untuk menggunakan alat-alat media sesuai dengan fungsinya. Keterampilan teknis ini mencakup kemampuan pengguna untuk menggunakan dan memahami alat-alat tersebut, yang terdiri dari beberapa kriteria, diantaranya: kemampuan individu dalam mengoperasikan media elektronik seperti komputer dan Internet;

kemampuan individu dalam menggunakan media secara seimbang; dan kemampuan penggunaan Internet yang lebih canggih.

Dalam penelitian ini, peneliti memasukkan beberapa komponen yang mendukung indikator use skills untuk melihat tingkat literasi media masyarakat di masa pandemi Covid-19, yaitu kepemilikan dan keaktifan di media sosial selama

masa pandemi Covid-19, intensitas pemakaian media sosial selama masa pandemi Covid-19, dan pemahaman terhadap fitur-fitur yang ada di media sosial.

Una sebagai informan pertama termasuk aktif menggunakan media sosial dalam kegiatannya sehari-hari, terutama pada masa pandemi. Hal tersebut dibuktikan dengan waktu yang ia habiskan untuk bermain media sosial yang memiliki rata-rata 5 jam perhari yang terbagi dari pagi hari (pukul 10.00 WIB), siang hari (pukul 15.00 WIB) dan malam hari (pukul 00.00 WIB). Selain itu, Una cukup banyak memiliki media sosial. Beberapa media sosial yang ia gunakan di antaranya: Instagram, WhatsApp (WA), Twitter, YouTube, dan TikTok. Namun, dari semua media sosial tersebut Una lebih sering menggunakan WhatsApp karena dari aplikasi tersebut ia paling banyak berinteraksi dengan orang lain melalui fitur chat yang tersedia.

Saat menggunakan media sosial, Una mengaku cukup paham dengan fitur-fitur di media sosial yang digunakannya. Menurut Una, jika hanya fitur-fitur-fitur-fitur biasa seperti fitur like, comment, share, add story, ataupun mengunggah sesuatu dia sudah mahir dan sudah mampu menggunakannya dengan baik.

―Kalau masalah fitur di media sosial ya paham lah. Fitur like, komen, share, gitu-gitu kan. Kalau sering pakai yang mana, beda-beda tiap media sosial. Kalau di TikTok biasanya like sama share aja, kalau di Instagram fitur like, sama ada fitur story. Kalau kayak Twitter ya nge-tweet, kalau WA kebanyakan chat sama add story,”

Informan kedua dalam penelitian ini adalah Reza yang merupakan salah satu siswa yang aktif dan gemar bersoisalisasi di sekolahnya. Semasa sekolah, ia merupakan ketua OSIS untuk dua periode berturut-turut, selain itu dia juga aktif mengikuti berbagai olimpiade dan lomba-lomba di sekolahnya. Sebagai seorang generasi milenial yang gemar bersosialisasi, Reza juga sangat aktif di media sosial. Media sosial yang ia gunakan antara lain Instagram, Twitter, WA, TikTok, dan YouTube. Dalam satu hari, Reza terhitung dapat menghabiskan rata-rata 4-5 jam untuk berselancar di media sosial. Waktu tersebut kebanyakan ia habiskan untuk bersosialisasi dengan teman-temannya sekaligus memantau isu-isu terkini di media sosial. Sementara, walaupun sangat aktif di media sosial, Reza mengaku hanya mengetahui fitur-fitur media sosial yang digunakannya secara umum saja, seperti menggunakan fitur like, comment, share, ataupun add story.

―Ada (media sosial) Instagram, Twitter tapi jarang aktif, WA, TikTok, sama YouTube. Dalam sehari mainin media sosial kalau dilihat dari pengingatnya rata-rata 4-5 jam. (Menghabiskan 4-5 jam itu) yah (dengan) chat-an sama kawan-kawan sambil scrolling-scrolling ngeliatin ada apa aja yang terjadi hari ini. (Mengenai fitur di media sosial) paham, tapi ya sekedar paham gitu aja. Standar-nya aja. Kayak share itu tau gimana cara gunakannya, kayak like, add story, ya tapi paham-paham gitu ajalah.,‖

Selama pandemi terjadi, Reza merupakan salah satu orang yang antusias mengikuti perkembangan isu tentang Covid-19. Ia mengaku dapat menghabiskan waktu sekitar satu jam perhari untuk mengakses berita tentang Covid-19. Satu jam tersebut terbagi dalam Pagi (jam 9-11 WIB), Sore (jam 14.30 sampai 14.30 WIB) dan malam (di atas jam 20.00 WIB).

―Hmm.. mungkin (menghabiskan waktu untuk mengakses berita tentang Covid-19)sebagaian dari 4-5 jam itulah. Bisa jadi sejam.

Biasanya kalau lagi nggak ada tugas dan nggak ngapa-ngapain jam 9 pagi bangun tidur sampai jam 11 pagi. Abis itu sore jam-jam setengah 3 sampai ashar jam-jam setengah 4. Abis itu malam, biasanya abis Isya,‖

Untuk mengakses informasi tentang Covid-19, Reza mengaku lebih sering mengaksesnya melalui Instagram dan TikTok, karena kedua media sosial tersebut yang paling banyak digunakannya.

Hampir serupa dengan informan pertama dan kedua, informan ketiga dalam penelitian ini, yakni Kak Cut juga menggunakan media sosial hingga 5 jam perhari. Selama mewawancarai Kak Cut, peneliti lebih banyak memakai bahasa sehari-hari dan pertanyaan yang ditanyakan tidak sesuai urutan agar menjaga Kak Cut tetap relaks dan paham dengan pertanyaan yang peneliti lontarkan. Saat diwawancarai, Kak Cut mengaku bahwa ia cukup aktif menggunakan media sosial dalam kegiatan sehari-hari, apalagi selama pandemi melanda. Dalam satu hari, Kak Cut bisa mengakses media sosial hingga 5 jam perhari. Penggunaan media sosial tersebut meningkat, karena sebelum pandemi melanda, Kak Cut hanya menggunakan media sosial rata-rata 3 jam perhari.

Media sosial yang Kak Cut sering gunakan adalah Instagram, Facebook, Whatsap. Kak Cut mengaku bahwa biasanya lebih sering mengakses media sosial tersebut di malam hari, karena pada siang hari waktu yang Kak Cut gunakan

sudah habis untuk bekerja, sehingga hanya mempunyai waktu kosong untuk berselancar di media sosial pada malam hari.

Walaupun sangat aktif di media sosial, kak Cut mengaku hanya memahami fitur-fitur utama di media sosial, seperti fitur like, share, dan komentar. Namun untuk fitur-fitur lanjut seperti memasang iklan di Instagram, atau mensinkronkan Instagram ke media sosial lain seperti Facebook dia belum memahaminya.

Sementara, fitur yang paling sering dipakainya adalah fitur like dan komentar.

―Paham, tapi paham-paham kayak gitu aja. Like, share, komentar, gitu. tapi kalau sampai bikin iklan di Instagram atau kayak kan ada tuh fitur yang baru bisa baca inbox Facebook di Instagram, itu saya belum paham cara pakainya. Paling sering pakai fitur like sama komentar kalau sesuai sama saya, share ada juga tapi jarang kali,‖

Saat ditanyakan mengenai aktivitas media sosialnya selama pandemi, Kak Cut menjawab ia paling sering menggunakan Instagram dan WhatsApp untuk mengakses berita tentang Covid-19. Namun, dari kedua aplikasi tersebut Kak Cut mengaku bahwa ia lebih banyak melihat berita tentang Covid-19 melalui Instagram. Hal tersebut dikarenakan Instagram lebih banyak memuat informasi yang ingin diketahui olehnya, sementara informasi Covid-19 di WhatsApp lebih banyak ia lihat melalui status atau kiriman orang lain sehingga informasi yang dilihatnya lebih terbatas.

“Instagram, Whatsapp ada juga, tapi nggak selalu gitu tergantung ada nggak yang buat status. Kalau mengakses sendiri gitu biasanya dari Instagram. Karena Instagram kan lebih bisa kita cari apa yang mau kita tau, kalau di WhatsApp kan enggak‖

Informan keempat dalam penelitian ini adalah Bu Santi. Bu Santi mengaku sangat aktif di media sosial. Hal tersebut dikarenakan Bu Santi memiliki online shop yang mengharuskannya lebih banyak aktif di media sosial, sehingga penggunaan media sosialnya mencapai 5 jam perhari, dan bisa lebih dari 5 jam jika ia memiliki waktu yang lebih santai. Media sosial yang paling sering diakses oleh Bu Santi adalah Facebook, Instagram, dan WhatsApp karena media sosial tersebut yang digunakannya untuk berjualan. Namun, walaupun cukup sering mengakses media sosial, Bu Santi mengaku ia hanya memahami fitur-fitur basic di media sosial seperti fitur like, share dan komen.

―Punya, saya kan punya olshop (online shop), jadi saya pakai Facebook, Instagram, sama WhatsApp untuk jualan itu. (Untuk fitur), kalau cuma fitur kayak gitu aja ya paham, kalau kayak fitur like, komen, yang standar-standar ajalah,‖

Saat ditanyakan aktivitas media sosialnya saat pandemi, Bu Santi mengaku lebih banyak menggunakan Facebook dan Whatsapp untuk mengakses informasi mengenai Covid-19.

―Pernah, maksudnya ya berita-berita seliweran gitu aja tapi. Seringnya dari Facebook sama Whatsapp, kalau dari Instagram jarang buka, jadi jarang juga lihatnya,‖

Sementara untuk mengakses berita tentang Covid-19, Bu Santi tidak memiliki waktu khusus untuk mengaksesnya. Ia hanya melihat berita tersebut di tengah-tengah berselancar di media sosial.

―Nggak ada. Kalau dulu pas masih booming-booming ada sih kayak mau tau gitu, tapi kalau sekarang-sekarang kan udah biasa, jadi apa yang pas ada seliweran di Facebook atau Whatsapp aja yaudah itu yang dilihat.‖

Tabel 4.2 Penggunaan Media Sosial Masyarakat di Masa Pandemi Covid-19

No Indikator Informan I Informan II Informan III Informan IV 1. Kepemilikan

No Indikator Informan I Informan II Informan III Informan IV

4.1.2.3. Pemahaman Kritis Masyarakat tentang Infodemi Covid-19 di Media Sosial (Critical Understanding)

Critical Understanding (pemahaman kritis) yaitu merupakan pengetahuan, perilaku dan pemahaman konteks dan konten media, serta bagaimana masyarakat mewujudkan dirinya dalam berperilaku. Critical understanding merupakan aspek terpenting antara masyarakat dengan media. Bagaimana masyarakat berinteraksi dengan media ditentukan oleh pemahaman kritis mereka tentang konten dan konteksnya. Untuk dapat memahami dan memanfaatkan konten, pengguna harus dapat menerjemahkan untuk memahami pesan konten tersebut. Critical Understanding merupakan indikator kedua dalam Personal Competence. Personal Competence ini diperlukan karena masyarakat harus memiliki kemampuan pada dirinya sendiri sebelum ia kemudian akan bersosialisasi malalui media sosial.

Critical Understanding bermaksud agar masyarakat dapat memahami dan

Critical Understanding bermaksud agar masyarakat dapat memahami dan

Dalam dokumen LITERASI DIGITAL DI ERA PANDEMI COVID-19 (Halaman 54-0)