• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

B. Pengertian Produk Halal

Produk Halal adalah salah satu terminology dalam aturan Islam. Lawan kata dari halal adalah haram . Terkait dengan produk pangan , maka kehalalan produk ditinjau dari segi bahan dan prosesnya.

Produk Halal adalah produk yang selain dari yang diharamkan oleh Alquran atau berdasarkan hadist . Dalil tentang keharaman suatu produk seperti pada ayat berikut :

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang disembelih dengan nama selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas,maka tidak

5

ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha

Penyayang” [QS. Al Baqarah:173].

Dengan perkembangan ilmu dan teknologi dimana kedua hal tersebut dikuasai oleh non muslim, maka rambu-rambu diatas menjadi tidak sederhana dan terkadang sulit untuk dideteksi dalam bentuk pangan yang beredar di pasaran.

Al Qadarawi (1984) didalam Riaz (2004) menyampaikan ada 11 prinsip yang secara umum diterima terkait dengan kehalalan dan keharaman suatu produk yaitu :

1. Prinsip dasar bahwa semua yang diciptakan oleh Sang Pencipta adalah mubah kecuali yang dilarang.

2. Hanya Sang Pencipta yang memiliki otoritas untuk menyatakan status mubah dan pelarangan atas sesuatu.

3. Melarang sesuatu yang mubah dan membolehkan sesuatu yang diharamkan sama halnya menyamakan posisinya seperti sang Pencipta. 4. Pelarangan atas suatu bahan karena semata untuk kebaikan manusia. 5. Sesuatu yang dibolehkan lebih banyak daripada yang dilarang.

PelaranganNya atas sesuatu karena memang tidak terdapat manfaat untuk manusia justru malah membahayakan.

6. Sesuatu yang memfasilitasi untuk mengarah pada sesuatu yang diharamkan, maka media ata cara tersebut menjadi haram pula.

7. Tidak dibolehkan mengatakan yang haram menjadi halal.

8. Niat yang baik tidak menjadikan sesuatu yang tidak dibolehkan menjadi dapat diterima

9. Hal yang meragukan sangat dianjurkan untuk dihindari dan ditinggalkan 10.Segala sesuatu yang diharamkan tidak ada pengecualian untuk semua

muslim, pengecualian hanya untuk non muslim 11.Persyaratan/ketentuan yang bersifat darurat.

Elemen dasar halal dalam rantai suplai memiliki pengertian ketaatan terhadap hukum syariah, tingkatan produk yang berkualitas tinggi,keamanan produk, kesejahteraan hewan dan perdagangan yang adil (Sungkar, I dan D.Hasim.,2009).

Dalam menjalankan fungsi sertifikasi halal di Indonesia LP POM MUI melakukan audit berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Beberapa fatwa yang telah dikeluarkan oleh MUI terkait dengan audit halal yaitu (1) air daur ulang , (2)produk mikrobial, (3) penyembelihan, (4) alkohol, (5) vaksin polio, (6) kepiting, (7) penggunaan organ tubuh untuk obat dan kosmetika, (8) kloning, (9) pemanfaatan cacing dan jangkrik, (10) budidaya kodok, (11) konsumsi daging kelinci, (12) kopi luwak, (13) pencucian alat yang terkena najis dan (14) cara pencucian ekstraks ragi dari hasil pengolahan bir (Indonesia Halal Directory 2011)

C. Product Domestic Bruto dan Jumlah Muslim Dunia

Product Domestic Bruto (PDB) dan jumlah penduduk muslim di beberapa negara yang menjadi objek penelitian ini disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Produk Domestik Bruto dan Jumlah Penduduk Muslim

No Negara Jumlah Populasi

Muslim*

PDB (milyar)

dalamUS$**

1 Indonesia (88%) 215.998.410 (109) 3.910

2 Arab Saudi (100%) 27.019.713 (29) 25.085

3 Uni Arab Emirat (99%) 2.576.686 (6) 64.840

6 Singapura (20%) 898.430 (10) 51.162

7 Belanda (3 %) 494.744 (14) 46.142

8 Jerman (1.7% ) 1.401.179 (21) 41.513

9 Australia (1.5%) 303.961 (7) 67.723

*data dari www.asoon.org/a-world.htm ** Data IMF, 2012

Indonesia saat ini memiliki jumlah muslim terbesar di dunia. Ditinjau dari urutan nilai PDB (product domestic bruto) terbesar dari negara yang ada dalam penelitian ini adalah Negara Uni Emirat, Australia dan Singapore. Berdasarkan sumber data dari Pew Research Center’s Forum on Religion & Public Life, (2011) jumlah penduduk muslim diharapkan meningkat 35 % dalam waktu 20 tahun mendatang yaitu dari 1.6 milyar pada tahun 2010 menjadi 2.2 milyar pada tahun 2030. Diperkirakan populasi muslim akan meningkat dua kali lebih besar dibanding dengan populasi non muslim selama dua dekade. Peningkatan jumlah populasi muslim di dunia dapat dilihat pada grafik yang tersaji pada gambar 1. Sedangkan Populasi Muslim per kawasan dapat dilihat pada tabel 2.

Gambar 1. Perkiraan Jumlah Populasi Muslim pada tahun 2030 (Sumber : Pew Research Center’s Forum, 2011)

7

Tabel 2. Populasi Muslim per kawasan

2010 2030 Estimasi populasi muslim Estimasi persentase populasi muslim global Proyeksi populasi muslim Proyeksi persentase populasi muslim global Dunia 1,619,314,000 100,0% 2,190,154,000 100,0% Asia-Pacific 1,005,507,000 62,1% 1,295,625,000 59.2% Sub Saharan Afrika 242,544,000 15,0% 385,939,000 17,6% Eropa 44,138,000 2,7% 58,209,000 2,7 Amerika 5,256,000 0,3% 10,927,000 0,5%

Sumber : Pew Research Center’s Forum,2011

D. Potensi Pasar Halal Dunia

Pasar halal merupakan pasar yang menjanjikan. Secara global pasar halal diperkirakan bernilai US $ 2.3 triliun (di luar perbankan Islam) dengan rincian

Food &Beverages sekitar 67% , farmasi 22%, kosmetika dan personal care 10 persen. Pertumbuhan pasar halal pun cukup menjanjikan yaitu 1.8 % per tahunnya. (Kassim, AM. 2010).

Jumlah penduduk muslim di wilayah Asia Pacific merupakan penduduk dengan persentase muslim terbesar yaitu 61.9%, Timur Tengah 20.1 %, Sub Sahara 15.3% , Eropa 2.4 % serta Amerika 0.3 % serta sisanya sebesar 22.9 persen (Kassim, AM.2010).

Berdasarkan data dari Kementrian Perdagangan Republik Indonesia (2012) diperkirakan potensi ekspor produk Halal dari Indonesia senilai US$ 146.52 milyar dari target ekspor produk Indonesia tahun 2012 senilai US$ 186.10 milyar.

Sedangkan berdasarkan harian Bernama Malaysia (2012) pasar global untuk pangan berada pada nilai US$ 720 miliar berdasarkan harga tahun 2009 , dimana pasar halal untuk Malaysia senilai US$ 12,21 milyar atau 6.3 % dari nominal GDP Malaysia yaitu US$ 192.82 milyar.

E. Penerapan Halal di berbagai negara

Dengan berkembangnya ilmu dan industri yang terkait dengan pangan, penggunaan bahan yang meragukan bagi konsumen muslim menjadi suatu permasalahan yang cukup penting. Karenanya jaminan kehalalan dalam bentuk sertifikasi atau penandaan produk menjadi salah satu bentuk jaminan kehalalan dan ketersediaan produk yang aman bagi konsumen muslim.

Produk pangan segar yang beredar di wilayah Indonesia baik produk lokal ataupun impor dikendalikan oleh Kementrian Pertanian melalui badan karantina pertanian. Untuk pangan olahan berada dalam wilayah otoritas Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) baik produk impor atau lokal. Sedangkan untuk produk pangan siap saji merupakan otoritas Departemen Kesehatan.

Ketersediaan Pangan Halal di Indonesia belum menjadi suatu kewajiban (mandatory). Sertifikasi halal adalah bagian dari jaminan. Di Indonesia peran sertifikasi halal dilakukan oleh LP POM MUI sejak tahun 1988. Persyaratan Halal yang baru saja diluncurkan oleh LP POM MUI adalah HAS (Halal Assurance System ) 23000, berisi 11 kriteria persyaratan sertifikasi halal. HAS 23000 merupakan induk dari 12 persyaratan atau Kriteria lainnya.

Kriteria Sistem Jaminan kehalalan berdasarkan HAS 23000: 2012 adalah : (1) Kebijakan Halal, (2) Tim Manajemen Halal, (3) Pelatihan dan Pendidikan, (4) Bahan, (5)Produk, (6) Fasilitas produksi, (7) Prosedur tertulis untuk aktifitas kritis, (8) Penanganan produk tidak sesuai, (9) Mampu telusur, (10) Audit Internal dan (11) Tinjauan Manajemen.

Di Malaysia proses sertifikasi dilakukan oleh pemerintah melalui Jabatan Kemajuan Islam (JAKIM) berdasarkan standar MS 15000:2009 Halal Food serta MS 22000:2008 Halal Cosmetic and Personal Care . Sementara Thailand proses sertifikasi berdasarkan TAS :8400: 2007 dan Singapura berdasarkan standar MUIS-HC-S001 - General Guidelines for the Handling & Processing of Halal Food dan MUIS-HC-S002 - General Guidelines for the Development &Implementation of Halal Quality Management.

Bentuk lain jaminan kehalalan yang dikembangkan di Singapura adalah memberikan kesempatan kepada pengusaha muslim untuk “self declaration” terhadap produk yang dijualnya. Pengusaha muslim yang akan melalukan self declaration harus memiliki izin atau licence dari pemerintah terhadap usaha yang dijalankannya.(Salleh,MA, 2012).

F. Indonesia sebagai Pusat Halal Dunia

Indonesia dikukuhkan sebagai pusat halal dunia oleh Mentri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa pada Juni 2011 (Jurnal halal,2012). Indonesia mengukuhkan diri sebagai Pusat halal Dunia dengan beberapa alasan yang dikemukakan oleh Shaberah,Amidhan (2012) yaitu :

1. Penduduk Muslim terbesar di dunia; 210 juta jiwa

2. Indonesia sebagai pasar halal terbesar dengan jumlah penduduk muslim terbesar

3. Indonesia melalui MUI memiliki persyaratan Halal yang akurat yang umumnya diterima diseluruh dunia

4. Memiliki pengalaman dalam melakukan sertifikasi halal dalam dan luar negeri selama 22 tahun

5. Indonesia memiliki system Jaminan kehalalan/ Halal Assurance System (HAS) yang memberikan jaminan untuk konsumen dan produsen 6. Peraturan dan regulasi mendukung halal yaitu Undang-Undang Pangan

dan Undang Undang Perlindungan Konsumen

7. Indonesia memiliki peran penting dalam bisnis halal di seluruh dunia. Majelis Ulama Indonesia juga mengeluarkan persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelaku sertifikasi luar negeri. Ada 7 kriteria persyaratan terhadap lembaga sertifikasi yang dapat diakui oleh Majelis Ulama Indonesia yaitu :

9

Lembaga Sertifikasi halal harus didirikan oleh organisasi Islam atau pusat Islam yang memiliki tugas utama untuk mendidik dan syiar Islam juga menyediakan fasilitas ibadah dan pendidikan /pengajaran ilmu agama

1. Organisasi Islam tersebut harus memiliki kantor tetap dinegara yang beroperasi dengan dukungan sumber daya manusia yang berkualifikasi dan kredibel

2. Organisasi Islam tersebut harus memiliki komisi fatwa yang berfungsi memutuskan atau memberi fatwa tentang halal status dan juga memiliki sejumlah auditor yang berkualifikasi. Jumlah minimum aggota komisi fatwa 3 orang sementara auditor minimum 2 orang yang kompeten didalam bidang atau ruang lingkup auditnya.

3. Lembaga Sertifikasi tersebut harus memiliki prosedur operasional yang standar untuk melakukan proses sertifikasi halal termasuk prosedur untuk pelaksanaan fatwa

4. Memiliki system yang baik untuk memantau perusahaan yang telah diberi sertifikat halal

5. Lembaga sertifikasi halal harus memiliki jaringan yang luas terutama dengan World Halal Food Council dan World’s Halal Product Trade

Institution

6. Mampu bekerjasama dengan MUI untuk mengatur pemeliharaan dan aktifitas monitor produk halal di Indonesia. (Sabherah, 2012).

Indonesia memiliki visi pada tahun 2025 untuk menjadi 8 negara terbesar dengan beberapa pertimbangan, seperti yang disampaikan oleh Lukman, A (2012) sebagaimana gambar 2.

Gambar 2. Visi 2025 Indonesia

I

ndonesia akan menjadi potensi pasar pangan halal yang menjanjikan. Menurut data dari Pew Research Indonesia pada tahun 2011 memiliki jumlah penduduk muslim terbesar. Diperkirakan pada dekade 20 tahun mendatang Indonesia menempati posisi kedua setelah India.

G. Jaminan Halal dan kepentingan mayoritas penduduk Indonesia

Penduduk muslim Indonesia menurut data Pew Research (2011) sekitar 88 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Bagi konsumen muslim jaminan kehalalan terhadap produk yang akan dikonsumsi adalah bagian dari kenyamanan bathin yang harus dipenuhi. Menurut Hariyadi (2008) keamanan pangan merupakan prasyarat bagi pangan yang bermutu dan bergizi. Keamanan pangan yang dimaksud adalah keamanan pangan rohani (yaitu yang sesuai dengan keyakinan,kehalalan misalnya) juga faktor keamanan jasmani.

Di Inggris 1-2 % populasi dewasa dan 5-7% populasi anak-anak atau sekitar 1.5 juta penduduk Inggris menderita alergi (Hariyadi,2008). Uni Eropa melalui

European Commission menetapkan aturan label pangan yang wajib mencantumkan semua ingredien termasuk bahan yang menyebabkan alergi yang telah diketahui pada Directive 2000/13/EC.

Kasus alergi dapat disetarakan dengan kasus halal. Salah satu amanah yang disampaikan pada konferensi internasional tentang gizi di Roma ,Itali pada tahun 1992 di dalam Hariyadi (2008) yaitu akses untuk mendapatkan kecukupan gizi dan pangan yang aman adalah hak setiap orang. Aman ini kemudian diterangkan lebih lanjut oleh Hariyadi (2008) sebagai keamanan bathin dan jasmani.

BAB III

METODOLOGI

A. Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua (2) tahapan utama yaitu : (A) Tahapan analisa jaminan kehalalan pada kelompok bisnis pangan di Indonesia dan (B ) Tahapan pembandingan sistem jaminan kehalalan yang ada pada beberapa negara dan sintesis untuk menggabungkan temuan tahapan A dan B.

Tahapan A terdiri dari beberapa langkah yaitu :

1. Penetapan tahapan dan identifikasi dari masing masing kelompok usaha pangan di Indonesia

2. Melakukan analisa konten regulasi yang ada terhadap keberadaan jaminan kehalalan secara eksplisit. Aturan yang dikaji dalam penelitian ini aturan jaminan kehalalan secara eksplisit pada kelompok bisnis pangan mulai dari Undang undang hingga turunannya.

3. Pemetaan keberadaan regulasi halal secara eksplisit pada setiap tahapan dan menelaah kesenjangan yang ada.

4. Usulan perbaikan bentuk jaminan kehalalan di Indonesia. Tahapan B terdiri dari beberapa langkah yaitu :

1. Penetapan wilayah/negara yang menjadi tempat pembandingan sistem jaminan kehalalan

11

2. Mengumpulkan data dan informasi dari negara yang sudah ditetapkan berdasarkan pendekatan kerangka infrastruktur sistem jaminan keamanan pangan.

3. Melakukan analisa konten terhadap informasi yang didapat

4. Menggabungkan hasil pada tahapan A dan B untuk memberikan usulan model sistem jaminan kehalalan untuk negara Indonesia.

B. Objek dan Pengumpulan Data

Regulasi di Indonesia pada setiap aktifitas bisnis di bidang pangan yaitu : Pangan segar, Produk Industri Rumah Tangga, Produk olahan Industri menengah besar dan Pangan Siap Saji. Aktifitas bisnis yang dikaji meliputi (1) perijinan, (2) proses penjaminan kualitas, (3) surveillance/pengawasan, dan (4) tindakan hukum.

Data dan informasi setiap negara yang ada dalam objek penelitian ini berdasarkan pendekatan kerangka infrastruktur sistem jaminan keamanan pangan yaitu : (1) persentase penduduk muslim, (2) PDB (Produk Domestik Bruto), (3) Regulasi dan pengawasan, (4) inspeksi, (5) Pelayanan laboratorium, (6) Informasi,edukasi dan pelatihan. Cara yang digunakan melalui wawancara langsung atau sumber internet. Kuesioner yang diajukan seperti tertera pada Lampiran 2.

C. Personal sebagai nara sumber

1. Arab Saudi dan UEA : Mr Saud Al Askar ( Conformity Assessment Director of GSO)

2. Australia ( Dr. M.Lotfi dan Br.Ali Chawk ; Australian Halal Food Services)

3. Singapura (Mohammed Ariff Mohammed Salleh: Senior Executive Halal Certification Strategic Unit; Majelis Ugama Islam )

4. Belanda ( Abdul Qayyum ; Halal Feed and Food Inspection Authorithy ) 5. Jerman ( Mahmoud Tatari, Dipl,Ing : Halal Control , Jerman)

BAB IV

ANALISIS KONTEN TERKAIT ATURAN HALAL

A. Aturan Halal di Indonesia

Berdasarkan PP No.28 tahun 2004 tentang Keamanan ,Mutu dan Gizi pangan, ada 4 kelompok bisnis pangan di Indonesia, yaitu (1) Pangan segar, (2) Industri Rumah Tangga, (3) Pangan Olahan Industri menengah besar, (4) Pangan Siap Saji. Undang undang Pangan terbaru yaitu UU No.18 tahun 2012 dapat menjadi payung hukum pelaksanaan pangan halal di Indonesia. Selain Undang undang Pangan, beberapa aturan yang memuat aturan halal secara eksplisit

adalah (1) Undang- Undang No.18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, (2) Undang Undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, (3) Peraturan Pemerintah No.69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, (4) Peraturan Pemerintah No.95 tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan, (5) Permentan 50-tahun 2011 tentang Rekomendasi Persetujuan Pemasukan Karkas, Daging, Jeroan dan/atau olahannya ke dalam Negara Republik Indonesia, (6) Permentan No. 13 tahun 2010 tentang persyaratan Rumah Potong Hewan (RPH) Ruminansia dan Unit Penanganan Daging, (7) Permenkes No. 924 tahun 1996 ketentuan teknis tentang pelaksanaan labelisasi dengan sertifikasi halal yang merupakan tindak lanjut terhadap Surat Keputusan (SK) bersama antara Menteri Kesehatan dan Menteri Agama No. 427/Menkes/SKBMII/1985 tentang pencantuman Tulisan Halal pada Label Makanan, (8) Peraturan Mentri Pertanian (Permentan) No. 34/2006 tentang Persyaratan dan tata cara penetapan instansi karantina hewan, pasal 10, (9) Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.03.1.123.12.11.10569/2011 tentang Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik, (10) Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.03.1.23.06.10.5166 tentang Pencantuman Informasi asal bahan tertentu, kandungan alkohol, dan batas kadaluwarsa pada penandaan/label obat, obat tradisional, suplemen makanan, dan pangan, (11) Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian No. 436/2007, Tindakan karantina hewan terhadap susu dan produk olahannya. Pelaksanaan halal di Indonesia dapat ditinjau secara lebih mendalam dengan melakukan pemetaan regulasi halal pada setiap langkah bisnis di berbagai kelompok bisnis seperti yang disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan informasi yang terlihat pada Tabel 3 regulasi halal terlengkap ada pada kelompok pangan segar, sementara regulasi halal yang paling kosong terdapat pada bisnis pangan siap saji.

Proses produksi merupakan tahapan kritis dalam menjamin suatu produk halal. Regulasi yang terkait jaminan kehalalan pada tahapan produksi hanya terdapat pada kelompok bisnis pangan segar, sementara untuk kelompok bisnis pangan PIRT, produk pangan olahan industry menengah besar dan siap saji belum memiliki pernyataan yang secara eksplisit memuat regulasi yang terkait dengan jaminan kehalalan.

Regulasi tentang label kemasan, distribusi dan peredaran juga merupakan isu kritis pada kelompok bisnis pangan segar, PIRT, dan produk olahan industri menengah besar. Peraturan Kepala BPOM No. HK.03.1.23.06.10.5166 tentang Pencantuman Informasi asal bahan tertentu, kandungan alkohol, dan batas kedaluwarsa pada penandaan/label obat, obat tradisional, suplemen makanan dan pangan, pasal 4 menyatakan bahwa suplemen makanan dan pangan yang mengandung bahan tertentu wajib mencantumkan informasi kandungan bahan tertentu pada penandaan/label. Jika bahan mengandung babi, maka wajib mencantumkan tanda khusus berupa tulisan “mengandung babi” atau gambar babi. Ketentuan tersebut hanya ditujukan untuk produk yang berkemasan dan berlabel seperti produk pangan olahan industri menengah besar dan pangan PIRT, tidak untuk pangan siap saji dan restauran. Sementara untuk distribusi dan peredaran pangan PIRT, pangan olahan industry menengah besar dan pangan siap saji yang didaftarkan diatur jaminan kehalalannya pada Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.03.1.123.12.11.10569/2011 tentang Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik

13

Keberadaan regulasi halal yang dianalisa dilakukan pada setiap tahapan mulai dari perizinan hingga pengawasan serta sanksi yang ada di setiap kelompok bisnis pangan. Secara lebih rinci jaminan kehalalan pada setiap kelompok bisnis pangan dijelaskan sebagai berikut:

1. Pangan segar

Pangan segar yang terkait dengan regulasi halal adalah rumah potong hewan dan produknya serta produk susu dan olahannya. Regulasi halal yang digunakan pada kelompok bisnis pangan segar ini adalah UU No. 18/2009 pasal 58 ayat 1 dan Pasal 62 ayat 1, Permentan No. 13/2010 pasal 38 dan 39 serta Permentan No. 50/2011 pasal 2 ayat 2.

Regulasi tersebut menyampaikan bahwa keberadaan RPH dan Usaha Pemotongan Daging dan atau penanganan daging harus mampu menyediakan produk daging yang memenuhi ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal). Sementara Permentan No. 50/2011 lebih menekankan pada aspek perizinan pemasukan produk daging dari luar Indonesia berupa rekomendasi persetujuan pemasukan (pasal 2).

Pada tataran produksi dan pelabelan, PP No. 95/2012 pasal 8 menyampaikan cara yang baik (good practices) di RPH. Permentan No. 13/2010 pasal 4, 6, dan 41 menyampaikan bahwa lokasi produksi harus terpisah dengan RPH babi dan harus memiliki juru sembelih halal di RPH. Untuk distribusi dan peredaran, PP No. 95 pasal 18, dan 21 menyampaikan tempat penjualan dan pengumpulan yang harus terpisah antara produk halal dan yang tidak halal. Permentan No. 50/2011 pasal 19 ayat 2 mengatur tentang daging yang bersertifikat halal dan yang tidak halal harus ditempatkan pada kontainer yang berbeda. Tabel 4 menunjukkan regulasi yang terkait dengan jaminan kehalalan yang eksplisit yang ada pada setiap tahapan.

Pengawasan produk pangan segar dapat dilakukan terhadap keberadaan sertifikat veteriner dan sertifikat halal. PP No. 95 pasal 31 dan 54, Permentan No. 50 pasal 15 ayat 3 e dan f serta keputusan kepala Badan Karantina Pertanian No. 436/2007 menyampaikan tentang keberadaan sertifikat veteriner dari negara asal dan sertifikat halal untuk yang dipersyaratkan.

Tabel 3. Regulasi halal di Indonesia pada kelompok bisnis pangan Aktifitas/Jenis bisnis

pangan

Pangan Segar Produk Industri Rumah Tangga Produk Industri Pengolahan Pangan Pangan Siap Saji Izin dan pendaftaran

(RPH) dan persyaratan (termasuk produk impor)

-PP No.22/1983 pasal 3 ayat 1,2 (izin usaha; tdak terkait tentang halal)

UU No.18/2009 Pasal 58 (1) dan Pasal 62

Permentan No.13/2010 pasal 38 (untuk pendirian RPH) dan pasal 39 (untuk izin usaha pemotongan hewan dan atau Unit penanganan daging) Permentan No.50/2011 pasal 2

Peraturan KBPOM RI

No.HK.03.1.23.04.12.2205/2012 (materi halal sebagai materi pendukung dalam proses pemberian izin PIRT)

PP No.13/1995 tentang izin industri (tidak ada terkait halal)

Permenkes No. 924/MENKES/SK/VIII/1996 tentang Aturan pencantuman tulisan Halal pada label makanan dan kewajiban bagi produsen dan importir untuk wajib diperiksa oleh tim gabungan MUI dan dirjen POM

Tidak ada terkait dengan halal dan persyaratannya

Proses Produksi (tempat produksi dan label kemasan)

UU No.18 pasal 58 ayat4 PP No.95/2012 pasal 8 .

924/MENKES/SK/VIII/1996

Permentan no.13/OT.140/2010 pasal 4 (a),6 (2g) dan 41 (11) Permentan 50/2011 (pasal 15 ayat 2 (b), 3 (d,e,f) dan pasal 17 (3 e,f))

PP No.69/1999 pasal 10 ayat 1,2 (aturan halal terkait label kemasan) tidak ada aturan terkait tempat produksi yang memenuhi persyaratan halal

Peraturan KBPOM No.HK.03.1.23.06.10.5166 tentang Pencantuman informasi asal bahan tertentu,kandungan alkohol, dan batas kedaluwarsa pada penandaan/label obat,obat tradisional,suplemen makanan dan pangan

PP No.69/1999 pasal 10 ayat 1,2 (aturan halal terkait label kemasan) tidak ada aturan terkait tempat produksi yang memenuhi persyaratan halal

Peraturan KBPOM No.HK.03.1.23.06.10.5166 tentang Pencantuman informasi asal bahan tertentu,kandungan alkohol, dan batas kedaluwarsa pada penandaan/label obat,obat tradisional,suplemen makanan dan pangan

PMK RI No.1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang higiene sanitasi jasa boga-

TIDAK TERKAIT dengan ATURAN /JAMINAN KEHALALAN

Distribusi dan Peredaran

(termasuk peredaran produk impor)

UU No.18/2009 pasal 58 ayat4 PP No.95/2012 pasal 18,21 Permentan No.50/2011 pasal 19

Peraturan KBPOM

No.HK.03.1.23.12.11.10569/2011 pedoman tentang cara ritel pangan yang baik .Untuk toko modern. Lampiran point 6.5, 7.6, 8.1.5, 9.2.3 (untuk pangan olahan yang memiliki izin MD/ML, IRTP dan pangan siap saji

Peraturan KBPOM

No.HK.03.1.23.12.11.10569/2011 pedoman tentang cara ritel pangan yang baik .Untuk toko modern. Lampiran point 6.5, 7.6, 8.1.5, 9.2.3 (untuk pangan olahan yang memiliki izin MD/ML, IRTP dan pangan siap saji

Peraturan KBPOM

No.HK.03.1.23.12.11.10569/2011 point 6.5, 7.6, 8.1.5, 9.2.3 (untuk pangan olahan yang memiliki izin MD/ML, IRTP dan pangan siap saji

Pengawasan: produk lokal dan impor

PP No.95/2012 pasal 31,54 Permentan No.50/2011 pasal 31-33 pengawasan terhadap persyaratan karantina hewan dan kesehatan masyarakat veteriner

Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian No.436/2007

UU No.8/1999 pasal 8 d,e,h PP No 69/1999 pasal 10 ayat 1,2

UU No.8/1999 pasal 8 d,e,h PP No 69/1999 pasal 10 ayat 1,2

Permenkes No. 924/MENKES/SK/VIII/1996 tentang Aturan pencantuman tulisan Halal pada label makanan dan kewajiban bagi produsen dan importir untuk wajib diperiksa oleh tim gabungan MUI dan dirjen POM

Tidak ditemukan aturan terkait cara pengawasan untuk pangan siap saji -

15

Tabel 4. Regulasi Halal pada kelompok bisnis Pangan Segar

Tahapan Regulasi Halal

Izin/pendaftaran (1)registrasi produk hewan sebagai salah satu menjamin produk hewan yang ASUH (aman sehat utuh dan halal), (2) pemda kabupaten/kota wajib memiliki RPH yang memenuhi persyaratan teknis. (3) izin mendirikan RPH dan izin pemotongan hewan dan atau penanganan daging, (4) izin pemasukan daging dan karkas oleh pelaku usaha

Produksi dan Label kemasan

(1) Produk hewan yang diproduksi di dan/atau dimasukkan ke wilayah