• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan TIK oleh Siswa

Bab 7 TIK Lain untuk Mengajar, Belajar dan Administrasi

7.1   Penggunaan TIK oleh Siswa

Penggunaan TIK oleh siswa umumnya untuk mata pelajaran khusus TIK atau melalui integrasi ke dalam mata pelajaran lain.

Sebelum perubahan ke Kurikulum 2013, semua siswa di Papua diwajibkan untuk mengambil mata pelajaran TIK beberapa jam seminggu, dengan maksud untuk membangun keterampilan mereka dalam teknologi. Beberapa sekolah yang lebih besar memiliki guru khusus TIK yang mengajarkan TIK dan di beberapa sekolah bahkan terdapat laboratorium komputer.

Gambar 5 menunjukkan tanggapan siswa dari semua kabupaten tentang frekuensi penggunaan komputer di laboratorium komputer.

Bab 7 TIK Lain untuk Mengajar, Belajar dan Administrasi

Gambar 5. Frekuensi Penggunaan Komputer di Lab. Komputer - Tanggapan Survei Siswa

Gambar 5 menunjukkan bahwa sekitar 75% siswa di semua kabupaten tidak pernah menggunakan komputer di laboratorium komputer. Hanya sekitar 20% siswa menggunakan TIK setidaknya seminggu sekali dan ini terjadi di Kabupaten Jayapura dan Keerom.

Gambar 6 di bawah ini menunjukkan bahwa Nabire memiliki penggunaan TIK tertinggi di laboratorium komputer. Sekitar 41% siswa menggunakannya setidaknya seminggu sekali.

Gambar 6. Penggunaan Lab. Komputer oleh Siswa di Nabire

1 = Tidak Pernah 2 = Kurang dari sebulan sekali 3 = Sekitar sebulan sekali 4 = Sekitar seminggu sekali 5 = Dua atau tiga kali seminggu 6 = Sekali sehari atau lebih

1 = Tidak pernah 2 = Kurang dari sebulan sekali 3 =Sekitar sebulan sekali 4 = Sekitar seminggu sekali 5=Dua sampai tiga kali seminggu 6 = Sekali sehari atau lebih

Namun, ada variasi diantara kabupaten dalam hal frekuensi penggunaan komputer oleh siswa dilaboratorium. Banyak sekolah tidak memiliki komputer, listrik atau guru khusus, tetapi kelas khusus TIK berjalan terus dan menjadi mata pelajaran yang diajarkan seminggu sekali pada setiap kelas. Kabupaten Lanny Jaya adalah contoh kebupaten dengan kondisi yang seperti ini.

Para siswa yang tidak memiliki akses terhadap laboratorium komputer, sepertinya belajar TIK secara teori dan tanpa praktek secara langsung. Sebuah buku teks disediakan untuk kelas khusus TIK, yang menjabarkan program yang dibutuhkan untuk setiap kelas. Dari informasi yang diberikan oleh siswa, pada dasarnya mata pelajaran khusus TIK diajarkan oleh guru dengan cara belajar daribuku teks. Ketergantungan pada buku dan pendekatan ‘ceramah’ TI Kini terungkap melalui wawancara yang dilakukan di beberapa studi kasus pada saat kunjungan sekolah.

Pada survei dan FGD, siswa mengungkapkan bahwa dalam mata pelajaran TIK mereka mempelajari proses komputer dasar, keterampilan mengetik, menggunakan Excel, Power Point dan Word. Hal ini diungkapkan oleh seorang siswa dalam respon survei. Ia menjelaskan bahwa guru biasanya 'meminta kami untuk membuka Microsoft Word, Excel, PowerPoint'. Di tingkat sekolah menengah, siswa juga kadang-kadang menggunakan internet untuk mencari informasi, belajar tentang facebook dan kadang-kadang blog, serta belajar tentang keamanan dan perawatan komputer. Mayoritas siswa, pada pertanyaan terbuka tentang penggunaan komputer di sekolah, mengatakan bahwa mereka tidak memiliki akses terhadap peralatan TIK di sekolah atau hanya belajar TIK melalui buku. Beberapa tanggapan mereka: 'Guru memperkenalkan (TIK) melalui buku-buku cetak TIK'; 'Kami belajar melalui buku' dan 'Saya tidak pernah menggunakan TIK untuk belajar di sekolah'.

Sekelompok kecil siswa dalam sesi FGD ini juga menyatakan bahwa mereka melakukan kegiatan-kegiatan tambahan di kelas khusus TIK seperti animasi, Corel Draw, robotika atau menggunakan Publisher. Sebagai contoh, dalam studi kasus yang dilakukan untuk evaluasi ini, para peneliti bertemu perwakilan dari sebuah sekolah SMK Nabire yang telah menambahkan materi tambahan untuk program khusus TIK. Dalam salah satu kegiatan tambahan, guru TIK bekerja dengan siswa untuk mengembangkan sebuah amplifier untuk meningkatkan konektivitas internet. Pada sekolah lain di daerah itu, guru yang sama telah memperkenalkan robotika dan sekelompok siswa dipilih secara khusus untuk melakukan kegiatan ini sebagai kegiatan ekstra kurikuler setiap minggu.

7.1.2 Integrasi TIK ke Mata Pelajaran Lain: Data Siswa

Pada mata pelajaran lain dimana TIK memiliki potensi untuk diintegrasikan keseluruh kurikulum, siswa dan guru pada survei dan FGD mengungkapkan bahwa guru kadang-kadang menggunakan proyektor LCD untuk mengajarkan beberapa materi, seperti bagaimana menggunakan mesin fotokopi, kamera digital atau internet untuk pencarian web. Hal ini terungkap dalam komentar salah satu siswa responden survei. Ia mengungkapkan penggunaan TIK, seperti: 'materi yang ditampilkan melalui LCD’; ‘membawa laptop ke sekolah untuk presentasi dan mengerjakan tugas’.

Masalah utama yang diangkat dalam survei siswa dan FGD adalah tidak tersedianya perangkat TIK di dalam kelas, selain laboratorium komputer yang dipakai untuk kelas khusus TIK atau kadang-kadang kelas bahasa. Hanya ada sejumlah kecil tanggapan yang mengungkapkan penggunaan teknologi ponsel untuk menyelesaikan tugas-tugas. Walaupun demikian, ada beberapa contoh yang diberikan tentang penggunaan kalkulator pada ponsel untuk menyelesaikan tugas matematika atau untuk mengakses internet. Contoh komentar siswa: 'kami menggunakan teknologi ponsel untuk mengakses internet di sekolah dalam kegiatan belajar'.

Bab 7 TIK Lain untuk Mengajar, Belajar dan Administrasi

Komentar siswa ini bertentangan dengan situasi yang sesungguhnya. Secara umum, tanggapan-tanggapan siswa mengindikasikan bahwa siswa tidak diijinkan untuk membawa ponsel ke sekolah dan laptop hanya diperbolehkan dalam situasi-situasi tertentu.

Gambar 7 merinci tentang survei siswa dan indikasi penggunaan TIK di kelas di beberapa kabupaten dan frekuensi penggunaannya.

Gambar 7. Penggunaan Komputer dalam Mata Pelajaran di Sekolah: Perbandingan antar Kabupaten

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari semua siswa di semua kabupaten (3.124 siswa), hanya sekitar 15,5% siswa yang menggunakan komputer/laptop/tablet di sekolah setiap hari/beberapa kali seminggu. Sekitar 70,7% dari mereka tidak pernah menggunakan TIK di sekolah dan di dalam kelas. Respon siswa di Jayapura dan Keerom menguatkan tanggapan ini. Di Nabire, 62,8% (sedikit lebih rendah) dari 196 siswa yang menyatakan tidak menggunakan TIK di dalam kelas. Deiyai, Lanny Jaya dan Supiori, umumnya lebih dari 90% yang memberi tanggapan 'tidak pernah'.

Dalam menanggapi jenis peralatan, frekuensi penggunaan dan kegiatan TIK yang melibatkan siswa di sekolah-sekolah di semua kabupaten, 72,5% siswa tidak menggunakan, 16,5% menggunakan setiap hari/2-3 kali seminggu. Antara 81% dan 93% mengatakan laptop tidak digunakan di sekolah (85,4%), tidak ada tablet (88,2%) dan tidak memiliki email (81,4%). Tanggapan lain mengatakan tidak menggunakan SMS (90,1%) atau tidak menggunakan kamera digital (93,5%). Sekitar 73% mengatakan mereka tidak menggunakan internet di sekolah.

Ini dapat dibandingkan dengan indikasi siswa yang menggunakan komputer, laptop atau tablet di rumah setiap hari atau 2-3 kali seminggu (41,4%). Sekitar 50% siswa dari Jayapura, Keerom, Boven Digoel, Merauke dan Nabire mengatakan bahwa mereka menggunakan di rumah setiap hari/2-3 kali seminggu. Di Supiori ada 96,4% siswa yang tidak pernah menggunakan TIK di rumah. Untuk Lanny Jaya (83,2%) dan Deiyai (74,5%) mengatakan bahwa tidak menggunakan TIK di rumah.

Ada 23,2% siswa yang mengindikasikan penggunaan internet dirumah, walau di Jayapura, Keerom, Boven Digoel dan Nabire angkanya sekitar 30% (dan di Supiori dan Lanny Jaya sekitar 1%). Sekitar 40-50% siswa mengakses internet melalui warung internet atau di tempat umum, tetapi tidak demikian dengan Lanny Jaya atau Supiori.

Kepemilikan ponsel di kalangan siswa umumnya mendekati 70%, tetapi untuk Supiori dan Deiyai hanya sekitar 30% (dan sekitar 14% bagi siswa Lanny Jaya). Bahkan di kelas 5, ada sekitar 40% yang memiliki ponsel, meningkat hingga 50% untuk kelas 6 dan 70-80% untuk kelas 7-9. Perbedaan lokasi menunjukkan sekitar 70% kepemilikan ponsel oleh siswa di daerah perkotaan, 60% di pinggiran kota dan 50% di wilayah terpencil.

Ada beberapa masalah menarik yang diangkat di sini, yang nanti akan dibahas lebih lanjut padabab berikutnya dalam laporan ini, yaitu di banyak kabupaten, penggunaan teknologi laptop dan ponsel oleh siswa di rumah cukup tinggi, tetapi akses pada peralatan TIK di sekolah, sangat kurang.

7.1.3 Integrasi TIK ke dalam Mata Pelajaran Lain: Data Kepala Sekolah dan

Guru tentang Penggunaan TIK Siswa

Guru dan kepala sekolah dalam survei ini juga merinci tentang penggunaan berbagai jenis peralatan TIK oleh siswa. Penggunaan ini meliputi komputer, laptop, tablet, fotokopi, internet, smartphone, ponsel, kamera digital (1380 guru, tetapi ada lebih dari 120 jenis data 216 kepala sekolah). Mirip dengan tanggapan siswa, tanggapan guru dan kepala sekolah bervariasi secara signifikan di seluruh kabupaten.

Tabel 15 merinci tentang penggunaan TIK oleh siswa di sekolah menurut kepala sekolah dan guru yang hasilnya tidak jauh berbeda. Para guru dan kepala sekolah menunjukkan bahwa komputer, televisi, dan ponsel digunakan oleh lebih dari 30% siswa sebagai kegiatan TIK. Namun, penggunaan laptop, printer, kamera digital dan media sosial atau email hanya digunakan oleh setengahnya. Penggunaan internet oleh siswa sekitar 21% dan penggunaan teknologi tablet, ponsel dan proyektor LCD sangat minim.

Tabel 15. Penggunaan berbagai TIK oleh Siswa di Sekolah: Respon Survei Kepala Sekolah/ Guru

Kepala sekolah N=216% Guru N=1380 % Komputer 33,2 32,2 Laptop 15,0 17,0 Tablet 5,3 8,0 Printer 19,1 15,2 Proyektor LCD 9,8 17,0 Kamera Digital 14,6 10,2

Telepon Pintar (Smart phone) 11,9 16,9

Ponsel 30,0 33,6

TV 35,4 26,5

DVD 22,2 17,2

Mesin Fotokopi 11,8 11,0

Bab 7 TIK Lain untuk Mengajar, Belajar dan Administrasi

Email 14,4 13,7

Web Sekolah 7,1 7,9

Internet 21,8 21,1

Walaupun ada beberapa siswa yang menggunakan TIK dalam beberapa mata pelajaran, siswa dalam survei tidak menjelaskan apakah penggunaan TIK ini cukup sering dilakukan. Gambar 8 menguraikan hal ini.

Gambar 8. Penggunaan TIK oleh Siswa dalam Mata Pelajaran

Seperti ditunjukkan pada Gambar 8, tanggapan terbanyak dari siswa adalah bahwa mereka 'tidak pernah' menggunakan komputer, laptop, dan TIK lain dalam mata pelajaran sekolah.

Ketika penggunaan TIK oleh siswa di SD dan SMP masih pada tingkat dasar, studi kasus yang dilakukan menunjukkan bahwa di Jayapura, Merauke, dan Nabire ditemukan ada siswa SMA yang dapat mengoperasikan perangkat lunak multimedia dan kadang-kadang mendapatkan bayaran dari pengusaha lokal dan masyarakat yang menggunakan keterampilan mereka (lihat Lampiran E). Sebagai contoh, untuk melihat bagaimana kerjasama antara sektor swasta dan publik dalam melakukan pembelajaran dunia nyata, SMK 3 Merauke adalah sekolah yang inovatif, yang mempersiapkan siswanya untuk memiliki kecakapan hidup setelah tamat sekolah dalam bidang non akademik. Ini membutuhkan kerjasama antara pihak pengusaha dan perusahaan publik/swasta seperti perusahaan telekomunikasi, produsen traktor, dan perusahaan media dan bisnis-bisnis lain. Ciri penting dari

1 = Tidak Pernah 2 = Kurang dari sebulan sekali 3 =Sekitar sebulan sekali 4 = Sekitar seminggu sekali 5 = Dua atau tiga kali seminggu 6=Sekali atau lebih dalam sehari