• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

C. Pengujian Hipotesis

1. Hipotesis 1

a. Rumusan Hipotesis I

Ho = Tidak ada pengaruh positif locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa.

Ha = Ada pengaruh positif locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa.

76

b. Penarikan Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian ANOVA, model persamaan regresi dapat disajikan sebagai berikut (lampiran 10):

Y = 111,161 - 0,546X1- 3,158X + 0,039 X2 1X 2

Keterangan:

Y = Prestasi belajar X1 = Variabel kecerdasan emosional X2 = Variabel locus of control

X1X = Nilai interaksi antara variabel kecerdasan emosional dengan variabel locus of control

2

Hasil pengujian regresi di atas menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi (β 3) sebesar 0,039 menyatakan bahwa setiap penambahan 1% interaksi variabel locus of control dengan variabel kecerdasan emosional akan meningkatkan prestasi belajar sebesar 0,039%. Nilai signifikansi koefisien regresi (ρ) dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan variabel

locus of control menunjukkan lebih tinggi dari nilai alpha yang digunakan dalam penelitian ini (ρ= 0,000 < α = 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar adalah signifikan. Artinya semakin locus of control siswa cenderung internal, maka semakin kuat hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajarnya. Secara umum, hasil pengujian hipotesis ini sejalan dengan dugaan awal penelitian. Dengan kata lain ada pengaruh positif locus of control pada

hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa SMP negeri dan swasta di Kabupaten Bantul, Yogyakarta.

2. Pengujian Hipotesis 2 a. Rumusan Hipotesis

Ho = Tidak ada pengaruh positif kultur keluarga pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa.

Ha = Ada pengaruh positif kultur keluarga pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa.

b. Penarikan Kesimpulan

Variabel kultur keluarga terdiri dari 4 (empat) dimensi dan berikut ini disajikan hasil pengujian hipotesis masing-masing dimensi yang meliputi: 1) Dimensi power distance

Berdasarkan hasil pengujian ANOVA, model persamaan regresi dapat disajikan sebagai berikut (lampiran 10):

Y = 118,116 - 0,543X1 - 5,311 X3a + 0,059 X X3a 1

Keterangan:

Y = Prestasi belajar X1 = Variabel kecerdasan emosional X

3a = Variabel power distance X1X

3a = Nilai interaksi antara variabel kecerdasan emosional dengan variabel power distance

Hasil pengujian regresi di atas menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi (β 3) sebesar 0,059 menyatakan bahwa setiap penambahan 1% interaksi variabel kultur keluarga (power distance) dengan variabel

78

kecerdasan emosional akan meningkatkan prestasi belajar sebesar 0,059%. Nilai signifikansi koefisien regresi (ρ) dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan variabel kultur keluarga (power distance) terhadap prestasi belajar menunjukkan lebih rendah dari nilai alpha yang digunakan dalam penelitian ini (ρ= 0,016 < α = 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh kultur keluarga (power distance) pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar adalah signifikan. Artinya pada siswa yang berasal dari keluarga dengan jarak kekuasaan (power distance) orang tua dengan anak semakin kecil, maka semakin kuat hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa.

2) Dimensi collectivisme vs individualisme

Berdasarkan hasil pengujian ANOVA, model persamaan regresi dapat disajikan sebagai berikut (lampiran 10):

Y = 100,974 - 0,451X1 - 0,435 X3b + 0,030 X1X3b

Keterangan:

Y = Prestasi belajar X1 = Variabel kecerdasan emosional X

3b = Variabel collectivisme vs individualisme X1X

3b = Nilai interaksi antara variabel kecerdasan emosional dengan variabel collectivisme vs

individualisme

Hasil pengujian regresi di atas menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi (β 3) sebesar 0,030 menyatakan bahwa setiap penambahan 1% interaksi variabel kultur keluarga (collectivisme vs individualisme)

dengan variabel kecerdasan emosional akan meningkatkan prestasi belajar sebesar 0,030%. Nilai signifikansi koefisien regresi (ρ) dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan variabel kultur keluarga (collectivisme vs individualisme) terhadap prestasi belajar menunjukkan sama besar dengan nilai alpha yang digunakan dalam penelitian ini (ρ= 0,05 = α = 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh kultur keluarga (collectivisme vs individualisme) pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar adalah tidak signifikan. Artinya pada siswa yang berasal dari keluarga yang cenderung semakin kolektif, maka bisa dikatakan tidak menguatkan/ melemahkan hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa.

3) Dimensi femininity vs masculinity

Berdasarkan hasil pengujian ANOVA, model persamaan regresi dapat disajikan sebagai berikut (lampiran 10):

Y = 54,264 + 0,163X1- 0,184 X3c + 0,002 X1X3c

Keterangan:

Y = Prestasi belajar X1 = Variabel kecerdasan emosional X

3c = Variabel femininity vs masculinity X1X

3c = Nilai interaksi antara variabel kecerdasan emosional dengan variabel femininity vs

masculinity

Hasil pengujian regresi di atas menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi (β 3) sebesar 0,002 menyatakan bahwa setiap penambahan 1%

80

interaksi variabel kultur keluarga (femininity vs masculinity) dengan variabel kecerdasan emosional akan meningkatkan prestasi belajar sebesar 0,002%. Nilai signifikansi koefisien regresi (ρ) dari interaksi kecerdasan emosional dengan kultur keluarga (femininity vs masculinity) terhadap prestasi belajar menunjukkan lebih tinggi dari nilai alpha yang digunakan dalam penelitian ini (ρ= 0,915 > α= 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh kultur keluarga (femininity vs masculinity) pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar adalah tidak signifikan. Artinya pada siswa yang berasal dari keluarga yang cenderung semakin maskulin, maka bisa dikatakan tidak menguatkan/ melemahkan hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa. 4) Dimensi uncertainty avoidance

Berdasarkan hasil pengujian ANOVA, model persamaan regresi dapat disajikan sebagai berikut (lampiran 10):

Y = 90,927 - 0,285X1- 4,503 X3d + 0,055 X1X3d

Keterangan:

Y = Prestasi belajar X1 = Variabel kecerdasan emosional X

3d = Variabel uncertainty avoidance X1X

3d = Nilai interaksi antara variabel kecerdasan emosional dengan variabel uncertainty

avoidance

Hasil pengujian regresi di atas menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi (β 3) sebesar 0,055 menyatakan bahwa setiap penambahan 1%

interaksi variabel kultur keluarga (uncertainty avoidance) dengan variabel kecerdasan emosional akan menambah prestasi belajar sebesar 0,055 %. Nilai signifikansi koefisien regresi (ρ) dari interaksi kecerdasan emosional dengan kultur keluarga (uncertainty avoidance) terhadap prestasi belajar menunjukkan lebih rendah dari nilai alpha yang digunakan dalam penelitian ini (ρ= 0,047 < α = 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh kultur keluarga (uncertainty avoidance) pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar adalah signifikan. Artinya pada siswa yang berasal dari keluarga dengan tingkat kecemasan (uncertainty avoidance) semakin lemah, maka semakin kuat hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajarnya.

Hasil pengujian hipotesis 2, yaitu pengaruh kultur keluarga pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa adalah sebagai berikut (lampiran 10):

Y = 121,442 - 0,644X1- 1,302 X3 + 0,016 X1X3

Keterangan:

Y = Prestasi belajar X1 = Variabel kecerdasan emosional X

3 = Variabel kultur keluarga X1X

82

Hasil pengujian regresi di atas menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi (β 3) sebesar 0,016 menyatakan bahwa setiap penambahan 1% interaksi kultur keluarga dengan variabel kecerdasan emosional akan meningkatkan prestasi belajar sebesar 0,016%. Nilai signifikansi koefisien regresi (ρ) dari interaksi kecerdasan emosional dengan kultur keluarga terhadap prestasi belajar menunjukkan lebih rendah dari nilai alpha yang digunakan dalam penelitian ini (ρ= 0,032 < α = 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh kultur keluarga pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar adalah signifikan. Dengan kata lain ada pengaruh positif kultur keluarga pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa SMP negeri dan swasta di Kabupaten Bantul, Yogyakarta.

3. Pengujian Hipotesis 3 a. Rumusan Hipotesis

Ho = Tidak ada pengaruh positif kultur sekolah pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa.

Ha = Ada pengaruh positif kultur sekolah pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa.

b. Penarikan Kesimpulan

Variabel kultur sekolah terdiri dari 4 (empat) dimensi dan berikut ini disajikan hasil pengujian hipotesis masing-masing dimensi yang meliputi:

1) Dimensi power distance

Berdasarkan hasil pengujian ANOVA, model persamaan regresi dapat disajikan sebagai berikut (lampiran 10):

Y = 119,976 - 0,566X1- 2,777 X4a + 0,031 X X4a 1

Keterangan:

Y = Prestasi belajar X1 = Variabel kecerdasan emosional X

4a = Variabel power distance X1X

4a = Nilai interaksi antara variabel kecerdasan emosional dengan variabel power distance

Hasil pengujian regresi di atas menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi (β 3) sebesar 0,031 menyatakan bahwa setiap penambahan 1% interaksi kultur sekolah (power distance) dengan variabel kecerdasan emosional akan meningkatkan prestasi belajar sebesar 0,031%. Nilai signifikansi koefisien regresi (ρ) dari interaksi kecerdasan emosional dengan kultur sekolah (power distance) jenis kelamin terhadap prestasi belajar menunjukkan lebih rendah dari nilai alpha yang digunakan dalam penelitian ini (ρ= 0,031 < α = 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh kultur sekolah (power distance) pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar adalah signifikan. Artinya pada siswa yang berasal dari keluarga dengan jarak kekuasaan (power distance) orang tua dengan anak semakin kecil, maka semakin kuat hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa.

84

2) Dimensi collectivisme vs individualisme

Berdasarkan hasil pengujian ANOVA, model persamaan regresi dapat disajikan sebagai berikut (lampiran 10):

Y = 95,653 - 0,245X1- 2,665 X4b + 0,027 X1X4b

Keterangan:

Y = Prestasi belajar X1 = Variabel kecerdasan emosional X

4b = Variabel collectivisme vs individualisme X1X

4b = Nilai interaksi antara variabel kecerdasan emosional dengan variabel collectivisme vs

individualisme

Hasil pengujian regresi di atas menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi (β 3) sebesar 0,027 menyatakan bahwa setiap penambahan1% interaksi kultur sekolah (collectivisme vs individualisme) dengan variabel kecerdasan emosional akan meningkatkan prestasi belajar sebesar 0,027%. Nilai signifikansi koefisien regresi (ρ) dari interaksi variabel kecerdasan emosional dengan variabel kultur sekolah (collectivisme vs individualisme) terhadap prestasi belajar menunjukkan lebih tinggi dari nilai alpha yang digunakan dalam penelitian ini (ρ= 0,187 > α = 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh kultur sekolah (collectivisme vs individualisme) pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar adalah tidak signifikan. Artinya pada siswa yang berasal dari sekolah yang cenderung semakin kolektif, maka bisa

dikatakan tidak menguatkan/ melemahkan hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa.

3) Dimensi femininity vs masculinity

Berdasarkan hasil pengujian ANOVA, model persamaan regresi dapat disajikan sebagai berikut (lampiran 10):

Y = 68,946 - 0,39X1 - 1,737 X4c + 0,024 X X4c 1

Keterangan:

Y = Prestasi belajar X1 = Variabel kecerdasan emosional X

4c = Variabel femininity vs masculinity X1X

4c = Nilai interaksi antara variabel kecerdasan emosional dengan variabel femininity vs

masculinity

Hasil pengujian regresi di atas menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi (β 3) sebesar 0,024 menyatakan bahwa setiap penambahan 1% interaksi kultur sekolah (femininity vs masculinity) dengan variabel kecerdasan emosional akan menambah prestasi belajar sebesar 0,024%. Nilai signifikansi koefisien regresi (ρ) dari interaksi kecerdasan emosional dengan kultur sekolah (femininity vs masculinity) terhadap prestasi belajar menunjukkan lebih tinggi dari nilai alpha yang digunakan dalam penelitian ini (ρ= 0,396 > α= 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh kultur sekolah (femininity vs masculinity) pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar adalah tidak signifikan. Artinya pada siswa yang berasal dari sekolah yang cenderung semakin

86

maskulin, maka tidak menguatkan/ melemahkan hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa.

4) Dimensi uncertainty avoidance

Berdasarkan hasil pengujian ANOVA, model persamaan regresi dapat disajikan sebagai berikut (lampiran 10):

Y = 61,254 + 0,82X1- 1,186 X4d + 0,014 X1X4d

Keterangan:

Y = Prestasi belajar X1 = Variabel kecerdasan emosional X

4d = Variabel uncertainty avoidance X1X

4d = Nilai interaksi antara variabel kecerdasan emosional dengan variabel uncertainty

avoidance

Hasil pengujian regresi di atas menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi (β 3) sebesar 0,014 menyatakan bahwa setiap penambahan 1% interaksi kultur sekolah (uncertainty avoidance) dengan variabel kecerdasan emosional akan menambah prestasi belajar sebesar 0,014%. Nilai signifikansi koefisien regresi (ρ) dari interaksi kecerdasan emosional dengan kultur sekolah (uncertainty avoidance) terhadap prestasi belajar menunjukkan lebih tinggi dari nilai alpha yang digunakan dalam penelitian ini (ρ= 0,553 > α = 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh kultur sekolah (uncertainty avoidance) pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar adalah tidak signifikan. Artinya pada siswa yang berasal dari sekolah dengan tingkat kecemasan (uncertainty

avoidance) semakin lemah, maka tidak menguatkan/ melemahkan hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajarnya menjadi semakin kuat.

Hasil pengujian hipotesis 3, yaitu pengaruh kultur sekolah pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa adalah sebagai berikut (lampiran 10):

Y = 140,595 - 0,788X1- 1,532 X4 + 0,017 X1X4

Keterangan:

Y = Prestasi belajar X1 = Variabel kecerdasan emosional X

4 = Variabel kultur keluarga X1X

4 = Nilai interaksi antara variabel kecerdasan emosional dengan variabel kultur keluarga

Hasil pengujian regresi di atas menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi (β 3) sebesar 0,017 menyatakan bahwa setiap penambahan 1% interaksi kultur sekolah dengan variabel kecerdasan emosional akan meningkatkan prestasi belajar sebesar 0,017%. Nilai signifikansi koefisien regresi (ρ) dari interaksi kecerdasan emosional dengan kultur sekolah terhadap prestasi belajar menunjukkan lebih rendah dari nilai alpha yang digunakan dalam penelitian ini (ρ= 0,026 < α = 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengaruh kultur sekolah pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar adalah signifikan. Dengan kata lain ada pengaruh positif kultur sekolah pada hubungan antara

88

kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa SMP negeri dan swasta di Kabupaten Bantul, Yogyakarta.

Dokumen terkait