• Tidak ada hasil yang ditemukan

F. Metode Analisis

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. Pengukuran Persen Perubahan Kadar Glukosa Darah

Kadar glukosa darah tikus diamati selang empat hari sekali, sehingga dalam dua puluh delapan hari pengamatan didapat tujuh nilai kadar glukosa untuk masing-masing kelompok tikus. Pengamatan 28 hari dimaksudkan selain untuk mendapatkan titik pengamatan yang memadai juga diharapkan dalam 28 hari pengamatan kadar gula darah tikus turun sampai sembuh yaitu nilai di bawah 200 mg/dl (Subekti, 1995). Kadar glukosa darah tikus, didapatkan dengan cara mengukur darah yang diambil dari ujung ekor tikus dengan alat glukometer, seperti terlihat pada Gambar 11. Kadar glukosa darah yang sudah tercatat pada alat glukometer kemudian ditabulasi seperti terlihat pada Lampiran 19.

Gambar 11 Foto pelaksanaan pemeriksaan kadar glukosa dengan alat Glukometer.

Gambar 12 Rata-rata kadar glukosa darah tikus selama pengamatan.

Berdasarkan data dari Lampiran 19, dapat dibuat grafik rata-rata kadar glukosa selama pengamatan, seperti terlihat pada Gambar 12. Dari gambar tersebut terlihat bahwa nilai rata-rata kadar glukosa untuk tikus kontrol positif dan tikus perlakuan cekok minyak goreng cenderung kadar glukosanya berada terus di atas perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena khusus untuk tikus kelompok positif sengaja dibuat sakit diabetes namun tidak diberikan perlakuan untuk penyembuhan misalnya VCO atau minyak goreng, sehingga kadar glukosanya selama penelitian cenderung besar terus di atas 200 mg/dl. Sementara itu tikus perlakuan cekok minyak goreng, diduga karena minyak goreng kelapa dalam pengolahannya menggunakan suhu tinggi dan kimiawi, sehingga walaupun kadar asam- asam lemaknya relatif tidak berbeda, namun aktifitas dalam penurunan kadar glukosanya sudah berkurang dibanding dengan perlakuan VCO.

Kendala yang dihadapi dalam penelitian menggunakan hewan percobaan adalah tidak bisa menyeragamkan nilai kadar glukosa pada awal pengamatan. Hal ini diduga karena hewan percobaan tersebut dalam hal ini tikus putih Sprague Dawley masing-masing mempunyai sifat fisiologis yang berbeda-beda, walaupun dari segi umur, berat badan dan jenis kelamin diusahakan diseragamkan atau relatif tidak berbeda. Untuk

0 100 200 300 400 500 600 0 4 8 12 16 20 24 28 Pengamatan hari ke : R at a- ra ta k ada r gl u kos a ( m g/ dl )

mengatasi hal tersebut dalam keperluan penelitian, maka diamati persen perubahan kadar glukosa untuk masing-masing kelompok. Data pengamatan hasil perubahan kadar glukosa dan persen perubahan kadar glukosa dapat dilihat pada Lampiran 20 dan Lampiran 21. Berdasarkan data pada Lampiran 21, dapat dibuat suatu grafik yang menggambarkan persen perubahan kadar glukosa berdasarkan waktu pengamatan, yaitu tiap empat hari sekali, seperti terlihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Rata-rata persen perubahan kadar glukosa darah tikus dari kadar glukosa awal, selama pengamatan.

Berdasarkan grafik pada Gambar 13, terlihat bahwa perubahan kadar glukosa darah tikus untuk masing-masing perlakuan kelompok tikus berfluktuasi dari waktu ke waktu pengamatan. Persen perubahan kadar glukosa tersebut berfluktuasi positf atau naik dan negatif atau turun dari kadar glukosa awal. Hal ini diduga bahwa masing-masing tikus yang sakit diabetes mempunyai pola yang sama dalam respon terhadap perlakuan VCO dan minyak goreng yaitu tidak langsung secara spontan dan terus menerus menurunkan kadar glukosa.

Berdasarkan analisis varian seperti disajikan pada Lampiran 22, terlihat bahwa perbedaan teknologi proses pembuatan VCO dan juga minyak goreng tidak mempunyai pengaruh yang berbeda nyata terhadap persen perubahan kadar glukosa. Hal ini diduga karena suhu yang digunakan dalam proses pembuatan VCO tidak melampaui titik didih

-60% -50% -40% -30% -20% -10% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 4 8 12 16 20 24 28 Pengamatan hari k e : R a ta -r a ta % P er ub a ha n K a d a r G luk o sa da ri G luk o sa Aw a l

komponen bioaktifnya sehingga relatif tidak merusak kadar komponen bioaktif. Seperti disebutkan Kirk-Othmer (1965) bahwa asam-asam lemak minyak kelapa misalnya asam laurat mempunyai titik didih 298,9 oC. Sementara itu panas yang digunakan dalam pembuatan VCO B (teknologi IMC) 70 OC, demikian juga penggunaan suhu dalam proses deodorisasi minyak goreng kelapa seperti disampaikan oleh O’Brien (1998) bahwa umumnya pemakaian suhu tinggi dalam proses deodorisasi pemurnian minyak goreng bervariasi yaitu mulai dari 204 oC sampai dengan 246 oC. Jadi penggunaan suhu tersebut masih di bawah titik didihnya.

Seperti sudah dijelaskan di atas, bahwa berdasarkan analisis varian tidak memberikan perbedaan yang nyata, maka untuk kepentingan penelitian dianalisis juga korelasinya. Berdasarkan analisis korelasi Spearman’s rho seperti lebih detilnya disajikan pada Lampiran 23 dan disarikan pada Tabel 20, terlihat bahwa dibanding perlakuan lainnya, perlakuan VCO A mempunyai korelasi yang paling erat dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus penderita diabetes. Berdasarkan data dari Tabel 20 terlihat bahwa nilai korelasi perlakuan VCO A yaitu -0,929 yang artinya bahwa selama waktu pengamatan terjadi penurunan kadar glukosa yang sangat erat dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%. Sementara itu tikus kelompok VCO B mempunyai nilai korelasi -0,762 dan berbeda nyata pada taraf 5 %. Hal ini terbukti bahwa walaupun jumlah persentase komponen bioaktif kedua jenis VCO tersebut relatif tidak berbeda namun penggunaan panas dalam proses pembuatan VCO mempunyai pengaruh yang berbeda nyata terhadap aktifitas komponen bioaktif asam-asam lemak VCO dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus penderita diabetes.

Tabel 20 Korelasi Spearman’s rho waktu pengamatan dengan penurunan kadar glukosa masing-masing perlakuan

Waktu

Pengamatan K+ K- VCO A VCO B MG Waktu Pengamatan Koefisien Korelasi Sig. (2 tiled) N 1,000 - 8 -0,786* 0,021 8 0,857** 0,007 8 -0,929** 0,001 8 -0,762* 0,028 8 -0,524 0,183 8 *Korelasi signifikan pada taraf 5 % (2 tiled)

Minyak goreng yang dalam proses pembuatannya menggunakan suhu relatif tinggi dan penggunaan bahan kimiawi, berdasarkan data pada Tabel 20, terlihat bahwa nilai koefisien korelasinya -0,524 dan tidak berbeda nyata. Nilai koefisien korelasi tersebut artinya menurunkan kadar glukosa namun nilai penurunannya lebih kecil dari VCO A dan VCO B. Sehingga dapat dikatakan bahwa minyak goreng walaupun berdasarkan jumlah persentase asam-asam lemaknya relatif sama dengan VCO, namun korelasinya dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus lebih kecil dari VCO A dan VCO B. Penggunaan suhu dalam proses pembuatan minyak kelapa baik VCO maupun minyak goreng makin besar maka aktivitasnya dalam penurunan kadar glukosa makin berkurang. Hal ini terbukti dengan nilai koefisien korelasi waktu pengamatan terhadap penurunan kadar glukosa produk VCO A yang tidak menggunakan panas -0,929, produk VCO B dengan penggunaan panas terkedali (sekitar 70oC) -0,762, dan minyak goreng yang menggunakan panas relatif tinggi dan penggunaan bahan kimiawi -0,524.

Tikus percobaan kelompok kontrol negatif berdasarkan data dari Tabel 20, selama pengamatan mempunyai nilai koefisien korelasi positif yaitu 0,857 dan berbeda sangat nyata pada taraf 1 %. Hal ini menunjukkan bahwa tikus kelompok negatif (tidak menderita diabetes melitus) cenderung kadar glukosanya naik berdasarkan waktu pengamatan. Tikus sehat tersebut jumlah kadar glukosanya naik diduga karena berasal dari ransum basal yang diberikan yang didominasi oleh kandungan pati yaitu 69,55 %, sehingga kadar glukosa darahnya akan naik. Seperti yang disampaikan oleh International Starch Institute (1999) bahwa pati dalam tubuh dihidrolisis mulai di mulut dengan adanya enzim petialin kelenjar air ludah dan selanjutnmya di usus halus menjadi glukosa. Lebih lanjut dinyatakan bahwa tidak semua glukosa hasil proses pencernaan pati segera diserap tubuh namun dikonversi menjadi glikogen yang disimpan di hati dan apabila tubuh membutuhkannya maka glikogen dihidrolisis untuk melepaskan glukosa ke dalam aliran darah.

Berdasarkan hasil penelitian di atas terbukti bahwa asam-asam lemak yang didominasi rantai medium sebagai komponen bioaktif VCO yang diproses seminimal mungkin menggunakan panas berkorelasi negatif atau dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus penderita diabetes melitus dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fipe (2006) bahwa asam-asam lemak rantai medium atau

medium chain fatty acid (MCFA) minyak kelapa mempunyai berat molekul cukup kecil untuk dapat memasuki sel tanpa bantuan hormon insulin. Dengan kata lain MCFA dapat masuk ke dalam sel baik dalam kondisi tidak ada insulin ataupun insulin resisten. Dijelaskan lebih jauh oleh Garfinkel et al (1992) dan Han et al (2003) bahwa minyak kelapa dapat membantu mengatur gula darah, sebab komponen bioaktif yang terkandung didalam minyak kelapa tersebut yaitu MCFA dapat meningkatkan produksi dan sensitifitas insulin. Sesuai juga dengan hasil penelitian Opara et al (1994) yang menyatakan bahwa asam laurat sebagai asam lemak berantai medium merupakan asam lemak yang paling tinggi meningkatkan persen basal insulin output dibanding kelompok asam lemak berantai pendek ataupun rantai panjang.