• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRADISI RUWATAN ANAK GIMBAL DI DIENG Eki Satria

B. Pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan studi mengenai analisis makna dari tradisi ruwatan anak gimbal di Dieng. Metode penelitian yang digunakan adalah semiotika. Semiotika merupakan sebuah cabang disiplin ilmu yang mengkaji tentang tanda. Pendekatan yang dipilih dalam penelitian ini menggunakan analisis semiotika sebagai teori dan pendekatan. Konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan konsep representasi dari Roland Barthes. Dalam representasi ini mencakup dua hal, yaitu teks (makna sebenarnya) dan konteks (makna ganda yang lahir dari pengalaman kultural dan personal) dimana keduanya harus dibedah dulu sehingga terlihat penanda dan petandanya. Peneliti melakukan pencarian dan pengumpulan sumber berupa literatur yang berkaitan dengan tradisi Ruwatan anak Gimbal di Dieng.

C. Temuan Dan Pembahasan

Anak berambut gimbal dipercaya memiliki daya linuwih (orang yang doanya senantiasa dikabulkan Tuhan) dibanding anak sebayanya yang berambut normal dan dipercaya mampu berhubungan dengan dunia maya. Maka jarang ada yang berani sembrono dengan si gimbal. Keberadaan anak berambut gimbal di lingkungan keluarga, justru dianggap sebagai berkah, bisa melindungi keluarga dari marabahaya. Tak heran setiap permintaan dan ucapannya, dinilai sebagai sabda kyai,

harus dituruti. Kalau tidak, petaka bisa menyergap keluarga. Bahkan dampaknya bisa meluas ke warga sekitarnya.

Fenomena seperti ini sering terjadi pada masyarakat tradisional Jawa mengingat masyarakat tradisional Jawa masih percaya pada kekuatan di luar diri manusia seperti yang diungkapkan oleh Koentjoroningrat: Orang Jawa percaya kepada suatu kekuatan yang melebihi segala kekuatan dimana saja yang pernah dikenal, yaitu kesakten, kemudian arwah atau ruh leluhur, dan mahluk-mahluk halus seperti misalnya memedi, lelembut, tuyul, dhemit, serta jin, dan lain sebagainya yang menempati sekitar tempat tinggal mereka (Koentjoroningrat ,1993: 46).

Cerita dibalik rambut gimbal ini adalah kisah dari Kyai Kolodete. Kyai Kolodite dipercaya sebagai kyai berilmu kanuragan sangat tinggi. Jadi pembela kaum miskin dan lemah. Kyai Kolodete adalah anak Kyai Badar, perangkat desa di masa kejayaan Mataram. Kesaktian Kyai Badar, tentu melebihi anaknya. Kolodite muda dikenal memiliki rambut gimbal. Dianggap pula sebagai cikalbakal pendiri Kota Wonosobo. Selain punya ilmu tinggi, Kolodite juga sebagai sosok kyai pengayom. Disegani musuhnya, dicintai teman dan warganya. Ketika berlangsung pemilihan kepala desa di daerahnya, Kolodite didorong mencalonkan diri. Tapi tanpa diketahui sebabnya, Mataram menolak pencalonannya. Untuk memupus kekecewaan, Kolodite memutuskan untuk menyepi. Mencoba mendalami makna hidup di tengah kesepian, sekaligus mengadu kepada Sang Khalik, pengatur semesta.

Dalam setiap doa dan semedinya, Kolodete memohon agar keinginannnya untuk mengayomi masyarakat terkabul. Dia juga bersumpah, bila keinginannya tak terkabul, dia akan menitiskan rohnya pada anak yang baru lahir atau sedang mulai bisa berjalan. Sebagai tanda titisannya, si anak akan berambut gimbal dan dianggap sebagai cucu dari Kyai Kolodete yang berkekuatan gaib itu. Berangkat dari legenda itu, warga Dieng menempatkan anak berambut gimbal lebih tinggi dari sebayanya. Secara spiritual, perilakunya dinilai sama dengan Kyai Kolodete. Tapi berkah rambut gimbal berakhir saat anak berumur 7 tahun. Sebab anak mulai menginjak akhilbaligh. Kemudian diruwat dengan upacara khusus.

Gambar 1. Kyai Kolodete

Rambut gimbal atau gembel yang dimiliki sejumlah anak di Dataran Tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara, itu bukanlah tren rambut yang mereka ikuti melainkan terbentuk dengan sendirinya. Konon, anak-anak berambut gimbal ini memiliki keistimewaan

dibanding anak-anak lainnya. Mereka yang berambut gimbal ini juga memiliki impian maupun cita-cita seperti halnya anak-anak sebaya termasuk ingin berambut normal. Sebenarnya fenomena anak berambut gimbal dapat dijumpai tidak hanya di Dataran Tinggi Dieng (2010 mdpl), tapi juga di di Kawasan lereng Gunung Merbabu dan Sindoro (Wonosobo). Rambut gimbal ini bukan mode yang meniru gaya artis Bob Marley, atau pesepakbola Ruth Gulith, tetapi merupakan fenomena alam yang muncul secara misterius di kawasan tersebut.

Gambar 2. Anak Gimbal

Kendati demikian, rambut gimbal yang mereka miliki tidak bisa dihilangkan begitu saja atau dipotong karena gimbalnya akan kembali tumbuh meskipun telah dihilangkan. Rambut-rambut gimbal tersebut harus dipotong melalui sebuah prosesi ruwatan agar bisa tumbuh normal dan dilaksanakan atas dasar keinginan si anak, bukan kemauan orang tuanya. Selain itu, orang tua juga harus memenuhi permintaan si

anak berambut gimbal yang sudah bersedia untuk diruwat. Oleh karenanya, ruwatan rambut gimbal ini tidak dilaksanakan setiap saat.

Bahkan dalam satu tahun, belum tentu ada anak berambut gimbal yang diruwat karena kadang kala orang tuanya belum mampu menyiapkan permintaan si anak termasuk biaya untuk menggelar ruwatan. Terkait hal itu, Kelompok Sadar Wisata ( Pokdarwis ) Dieng Pandawa, Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Banjarnegara, menggelar ruwatan massal anak berambut gimbal yang dirangkaikan dengan ajang"Dieng Culture Festival”.

Masyarakat di kawasan lereng Sindoro dan Merbabu mempercayai bahwa anak-anak berambut gimbal merupakan karunia atau anugerah dari para dewa, bukan musibah atau kutukan, sehingga mereka akan merasa bersyukur jika salah satu anak atau anggota keluarga mereka mempunyai rambut gimbal. Hal ini tidak dipandang sebagai aib keluarga. Bahkan, orangtua dari anak gimbal ini yakin bahwa anak tersebut bukan murni anaknya sendiri, melainkan titipan dari dewa, sehingga orang tua akan sangat memberikan perhatian kepada anak-anak ini. Apapun permintaan anak ini akan dituruti, sehingga dalam banyak hal, anak gimbal tampak lebih manja dari anak lain yang tidak gimbal. Dalam kehidupan sehari-hari anak-anak rambut gimbal ini tidaklah berbeda dengan anak normal lainnya, dari sisi anak-anak mereka juga suka bermain dan bersenda gurau bersama teman-temannya. Anak-anak lain memanggil anak gimbal ini bukan dengan namanya, melainkan dengan sebutan “mbel”, pemendekan dari gembel.

Satu hal yang membedakan adalah kekuatan fisik mereka yang melebihi anak-anak pada umumnya (yang tidak gimbal). Perilaku yang agresif yang cenderung nakal dan manja, serta ketahanan dari berbagai serangan penyakit yang sering menyerang anak-anak seperti flu, pilek, adalah keunggulan anak-anak ini. Tetapi bukan berarti anak-anak gimbal ini tanpa hambatan, karena biasanya pada setiap malam jumat mereka rewel.

1. Makna Secara Teks

Ruwatan atau memotong rambut dari anak gimbal yang melalui proses panjang layaknya sebuah acara atau pagelaran besar padahal intinya hanya untuk memotong rambut yang berbentuk gimbal tersebut. Ruwatan pemotongan rambut gimbal yang dilakukan sendiri tidak sulit. Orangtua hanya perlu mengadakan sebuah acara pengajian, memenuhi permintaan dari sang anak, dan menyediakan beberapa sesaji terutama tumpeng. Sementara, jika dilakukan secara massal, acara ruwatan akan melalui proses yang amat panjang. Dalam acara ruwatan masal ini tidak hanya satu anak yang diruwat, biasanya terdiri dari beberapa anak yang memang sudah siap diruwat dan orang tua sudah memenuhi permintaan dari anak yang akan diruwat tersebut. Biasanya dalam satu tahun hanya diadakan beberapa kali ruwatan saja, mengingat dalam proses ruwatan tidak sedikit biaya yang dikeluarkan tetapi itu semua tergantung dari kemauan anak itu sendiri kapan siap dan mau untuk diruwat. Biasanya ruwatan diadakan pada saat liburan sekolah anak. Ruwatan masal ini termasuk dalam acara Dieng Culture Festival

yang menjadi acara tahunan di Dieng, selain itu juga banyak acara pertunjukan lainnya seperti pesta kembang api, menerbangkan sampai 2000 lampion secara serentak, Musik Festival Jazz Negeri di Atas Awan, Acara Kesenian Daerah Dieng, pesta kembang api dan banyak lainnya.

Gambar 3. Poster Dieng Culture Festival 2014

Gambar 5. Pelepasan Lampion

1. Makna Secara Konteks

Makna dari pemotongan rambut gimbal ini sendiri sebagai upaya dan tadisi untuk membersihkan lahir dan batinnya dari pengaruh jahat, agar dalam kehidupan dan perkembangannya terhindar dari gangguan kekuatan gaib yang berada dalam dirinya. Akan tetapi banyak sekali makna dibalik acara ruwatan dan prosesi acaranya yang panjang. Menurut Budiono Herusatoto (1987: 9) “Secara umum tradisi itu biasanya dimaksudkan untuk menunjukan kepada suatu nilai, norma, dan adat kebiasaan tertentu yang berkembang lama dan berlangsung hingga kini masih diterima, dan diikuti bahkan dipertahankan oleh masyarakat tertentu”. Tradisi diartikan sebagai adat kebiasaan yang dilakukan turun temurun dan masih terus dilakukan dalam masyarakat dan setiap tempat atau daerah atau suku yang berbeda-beda.

Rangkaian dimulai beberapa hari sebelum dilakukan ruwatan. Para tetua adat akan melakukan ziarah ke tempat-tempat

yang dianggap suci dan mengambil air dari tujuh sumber mata air yang ada di Dataran Tinggi Dieng. Tempat-tempat yang diziarahi berjumlah 21, termasuk tujuh sumber mata air. Prosesi ini dapat dilakukan dalam satu hari atau beberapa hari. Ziarah ini bertujuan meminta izin agar acara yang akan dilakukan dapat berjalan dengan lancar. Selain itu, sekaligus berdoa agar acara ruwatan dapat membawa keberkahan bagi si anak, keluarga, maupun seluruh masyarakat Dataran Tinggi Dieng.

Pada hari pelaksanaan, rangkaian dimulai pada pagi hari. Anak-anak berambut gimbal yang akan diruwat berkumpul di rumah tetua adat. Di setiap desa yang ada di Dataran Tinggi Dieng, terdapat seorang tetua adat. Tetua adat yang memimpin acara ruwatan massal tergantung dari tempat pelaksanaan ruwatan massal tersebut. Selain anak-anak rambut gimbal, di sini juga berkumpul wanita pengiring yang membawa berbagai makanan persembahan atau biasa disebut dengan nama domas. Kelompok-kelompok kesenian, serta para tetua adat. Rombongan ini kemudian akan berkeliling kampung.

Setelah berkeliling kampung, arak-arakan akan menuju Kompleks Candi Arjuna. Tempat pertama yang didatangi adalah Sedang Sedayu. Di sumber mata air ini, anak-anak berambut gimbal akan melalui ritual pensucian atau dikenal dengan nama penjamasan. Setelah itu, ke Dharmasala untuk merapikan pakaian mereka. Acara lalu dilanjutkan ke salah satu candi yang ada di Kompleks Candi Arjuna. Di candi ini, dilakukan pemotongan rambut gimbal.

Diadakannya ruwatan massal, selain menjadi tujuan wisata, juga lebih untuk memudahkan orangtua anak-anak berambut gimbal. Sebelum dipotong, anak-anak berambut gimbal akan meminta sesuatu yang harus dituruti. Permintaan ini dapat berwujud benda atau yang lain. Pada suatu ketika, ada seorang anak berambut gimbal yang ingin rambutnya dipotong oleh seorang pejabat. Adanya ruwatan massal yang diadakan oleh pihak pemerintah daerah, dapat meringankan beban orangtua dari permintaan semacam itu.

Selain itu, permintaan yang sering diajukan pun terdengar ‘aneh’. Misalnya, seorang anak berambut gimbal yang meminta dua buah ikan asin. Masyarakat Dieng percaya bahwa permintaan tersebut bukanlah permintaan si anak, tapi permintaan mahluk lain yang menjaga si anak berambut gimbal. Rambut gimbal yang telah dipotong kemudian akan dilarung di sumber air yang ada di Dieng. Tempat yang biasanya dijadikan tempat pelarungan adalah Telaga Warna, Telaga Balaikambang, atau Sungai Serayu. Setelah melalui prosesi ini, rambut gimbal pada anak tersebut tidak akan tumbuh kembali.

Gambar 6. Prosesi pemotongan rambut yang diadakan di kompleks Candi Arjuna

Gambar 7. Prosesi iring-iringan ruwatan

Gambar 8. Iringan sesaji yang akan di tempatkan di tempat yang dianggap sakral.

Gambar 9. Barang permintaan anak berambut gimbal.

Gambar 11. Sendang Sedayu dan Dharma sala tempat penyucian diri sebelum prosesi pemotongan rambut.

Gambar 12. Prosesi pelarungan rambut gimbal yang sudah dipotong.

Gambar 13. Ruwatan massal yang menjadi daya tarik pariwisata di Dieng

B. Kesimpulan

Fenomena ruwatan pemotong rambut gimbal di Dieng menjadi bentuk budaya yang perlu dilestarikan dan dijadikan aset pariwisata

budaya bagi masyarakat setempat dan pemerintah. Dari sisi kepercayaan masyarakat Dieng tradisi ruwatan bertujuan untuk meminta suatu berkat dan kemakmuran untuk desa dan anak gimbal tersebut, tapi di sisi ekonomi dan seni pertunjukan acara ruwatan seperti itu mendatangkan daya tarik tersendiri kepada wisatawan lokal maupun mancanegara sehingga mendatangkan rejeki dan keuntungan kepada masyarakat disana. Pemanfaatan potensi pariwisata budaya oleh masyarakat Dieng (Dieng Culture Festival) dalam mempertahankan identitas sosial pada tradisi ruwatan anak rambut gimbal di dataran tinggi Dieng dengan cara berperan aktif dan melaksanakan tradisi ruwatan rambut gimbal secara rutin. Pemerintah setempat memotivasi masyarakat Dieng, berperan aktif mementaskan seni pertunjukan kesenian daerah untuk mempertahankan kebudayaan daerah dan mendukung dalam tradisi ruwatan anak rambut gimbal.

Daftar Pustaka

Brandon, 2003. Jejak-Jejak Seni Pertunjukan Di Asia Tenggara. Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Seni Tradisional UPI

Fajrin, 2009. Identitas Sosial Dalam Pelestarian Tradisi Ruwatan

Anak Rambut Gimbal Dieng Sebagai Peningkatan Potensi Pariwisata Budaya (Studi Kasus di Dataran Tinggi Dieng, Dieng Kulon Banjarnegara ). Surakarta : FKIP Universitas

Sebelas Maret

Horton, Paul. B & Chester L. Hunt, 1984. Sosiologi. Jakarta: Erlangga Imam Sutardjo, 2008. Kajian Budaya Jawa. Surakarta : FSSR UNS

Inglis & Hughson, 2005. The Sociology of Art Ways of Seeing. London : Palgrave Macmilan

Koentjaraningrat, 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : PT RINEKA CIPTA

Soedarsono, 2003. Seni Pertunjukan Dari Perspektif Politik, Sosial,

dan Ekonomi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Sunarti, 2005. Tradisi Upacara Ruwatan Anak Massal ( Studi Kasus Di

Kelurahan Kadilangu Kabupaten Demak). Semarang : FIS

UNNES

Svasek, 2007. Anthropology, Art and Cultural Production. London : Pluto Press http://www.indonesiakaya.com/kanal/detail/anak-anak-rambut-gimbal-di-dieng-titipan-kyai-kolo-dete http://travel.kompas.com/read/2014/10/04/084500227/asal.muasal.leg enda.rambut.gimbal http://www.merdeka.com/foto/peristiwa/kisah-ruwatan-potong-rambut-7-anak-gimbal-di-pegunungan-dieng.html https://hendsmountenerings.wordpress.com/tentang-rambut-gimbal-di-dieng/