• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN PARIWISATA

A. ARTI PERENCANAAN PARIWISATA

6. Peningkatan Kerjasama Lintas Sektoral

a. Peningkatan pembinaan media masa

Upaya menyebarluaskan obyek dan daya tarik wisata perlu terus ditingkatkan dengan mengajak serta keterlibatan media massa dalam pemberitaan secara nasional dan internasional. Oleh karena penyampaian data dan informasi mengenai Pembangunan Kepariwisataan Nasional perlu lebih ditingkatkan melalui berbagai forum dan kesempatan, dan dilakukan pembinaan terhadap wartawannya.

b. Peningkatan pembinaan terhadap organisasi kemasyarakatan

Penyertaan masyarakat dalam kegiatan kepariwisataan dapat ditempuh melalui pembinaan organisasi-organisasi kemasyarakatan, khususnya yang berhubungan dengan penyelenggaraan kegiatan kepariwisataan, seperti upacara-upacara adat setempat.

c. Peningkatan pembinaan unit ekonomi setempat

Penyertaan lembaga-lembaga ekonomi daerah, seperti koperasi, unit usaha cenderamata, dan unit usaha lainnya sangat diperlukan untuk lebih memperbanyak akses ekonomi kepariwisataan. Penyertaan ini dilakukan secara bersama-sama dengan upaya pembinaan,agar penyelenggaran kewirausahaan ini mengikuti selera pasar bagi wisatawan mancanegara dan nusantara.

d. Mendorong peran serta organisasi kemasyarakatan dalam meningkatkan pemahaman terhadap pembangunan kepariwisataan.

6. Peningkatan Kerjasama Lintas Sektoral

Pembangunan sektor pariwisata menyentuh segala aspek kehidupan masyarakat, oleh karena itu keterpaduan pembangunan

pariwisata memerlukan peningkatan kerja sama lintas sektoral, sehingga perlu ditempuh kebijaksanaan sebagai berikut :

a. Memantapkan pengaturan dan kelembagaan dalam penyelenggaraan kepariwisataan.

b. Menanamkan pengertian yang sama tentang pentingnya sektor pariwisata kepada lembaga-lembaga terkait, baik pusat maupun daerah.

c. Meningkatkan kerjasama antar lembaga dengan memfungsikan lembaga-lembaga koordinasi yang ada.

d. Meningkatkan keterpaduan pembinaan unit-unit usaha yang terkait dengan bidang kepariwisataan.

e. Pemantapan keterpaduan pengembangan DTW yang didukung pengembagan jaringan perhubungan.

f. Penyusunan perencanaan pengembangan kepariwisataan secara menyeluruh dan terpadu serta pemantapan konsolidasi antar sektor terkait.

Sesuai dengan Rencana Strategis Pembangunan Kebudayaan dan Kepariwisataan Nasional tahun 2005-2009, maka kebijakan dalam pembangunan kepariwisataan nasional diarahkan untuk :

1. peningkatan daya saing destinasi, produk dan usaha pariwisata nasional;

2. peningkatan pangsa pasar pariwisata melalui pemasaran terpadu di dalam maupun di luar negeri;

3. peningkatan kualitas, pelayanan dan informasi wisata;

4. pengembangan incentive system usaha dan investasi di bidang pariwisata;

6. pengembangan SDM (standarisasi, akreditasi dan sertifikasi kompetensi);

7. sinergi multi-stakeholders dalam desain program kepariwisataan.

Untuk menanggulangi berbagai permasalahan dan potensi yang telah disebutkan di atas dengan tetap mengacu pada arah kebijakan pembangunan kepariwisataan yang telah disebutkan, perlu dilakukan serangkaian tindakan yang berbasis pada strategi :

1. Kebijakan fiscal (fiscal policy)

Dengan jalan memberikan berbagai kebijakan fiskal bagi pengembangan kepariwisataan di berbagai daerah khususnya di kawasan timur Indonesia, seperti tax holiday, pendukungan permodalan, bunga pinjaman yang kompetitif dan sebagainya.

2. Kebijakan investasi (investment policy)

Melalui penerapan peraturan perundangan baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah yang kondusif terhadap pembangunan usaha pariwisata baru maupun pengembangan usaha yang telah ada.

3. Pengembangan infrastruktur

Dengan memperbesar aksesibilitas menuju dan dalam destinasi pariwisata melalui pembangunan serta perluasan jaringan jalan, bandara, pelabuhan laut, jaringan telekomunikasi, penyediaan listrik dan air bersih. Ketersediaan infrastruktur yang memadai akan meningkatkan daya saing serta daya tarik dalam penyediaan fasilitas kepariwisataan di suatu daerah tertentu.

4. Pengembangan SDM

Melalui peningkatan kegiatan pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat lokal guna mengembangkan kompetensi masyarakat dalam penyediaan barang dan jasa kepariwisataan serta pelayanan bagi wisatawan baik mancanegara maupun nusantara.

5. Koordinasi lintas sektor

Mengembangkan kemitraan antara seluruh stakeholders pembangunan kepariwisataan melalui upaya koordinasi, sinkronisasi dan konsolidasi yang melibatkan lembaga swadaya masyarakat, asosiasi/usaha pariwisata, DPR/DPRD, maupun pemerintah.

Seluruh kondisi tersebut di atas memerlukan pendekatan yang ditujukan untuk meningkatan keunggulan daya saing (competitive advantage) yang dimiliki Indonesia dalam pengembangan kepariwisataan. Michael E. Porter (2004) menyebutkan bahwa competitive advantage membutuhkan faktor-faktor pembangun seperti :

1. Cost advantages

Keunggulan atas biaya yang harus dikeluarkan dalam penyediaan produk dan pelayanan wisata merupakan faktor penting dalam membangun keunggulan kompetitif destinasi pariwisata. Di dalamnya bergabung berbagai faktor yang mampu mengembangkan kinerja destinasi seperti perencanaan (desain); pengembangan produk wisata; pemasaran; pelayanan; serta harga. Dalam konteks pemerintahan, keunggulan biaya dapat pula dibantu dengan harmonisasi regulasi antara pemerintah pusat dan daerah yang terkait dengan insentif keuangan, penetapan tarif serta skema perpajakan atau retribusi.

2. Differentiation

Membedakan destinasi dan produk wisata merupakan fokus dalam mengembangkan keunggulan komparatif kepariwisataan. Suatu destinasi pariwisata harus mampu menjadi berbeda dengan pesaingnya ketika menghasilkan aksesibilitas, atraksi dan amenitas yang unik dan berharga bagi wisatawan yang datang. Diferensiasi tidak melulu dilakukan dengan hanya menawarkan harga produk dan pelayanan yang lebih rendah.

3. Business linkages

Mengembangkan hubungan yang saling menguntungkan merupakan suatu proses integratif dalam membangun keunggulan kompetitif kepariwisataan. Hubungan yang dibangun bersifat vertikal dan horisontal serta saling terintegrasi satu sama lainnya.

4. Services

Pelayanan yang konsisten semenjak wisatawan tiba di pintu masuk (entry point), pada saat berada di destinasi pariwisata sampai dengan kepulangannya. Seluruh pihak yang terkait seperti administratur bandara dan pelabuhan, seyogyanya mampu memberikan pelayanan prima dan baku sehingga meninggalkan kesan yang dalam bagi wisatawan.

5. Infrastructures

Kondisi prasarana dan sarana pendukung kepariwisataan yang terpelihara dan beropasi dengan baik juga merupakan faktor penting pembangun keunggulan kompetitif suatu destinasi pariwisata.

6. Technology

Penggunaan teknologi yang tepat dan mudah digunakan akan mampu memberikan dukungan bagi pelayanan kepada wisatawan yang datang selain mampu juga mendukung proses pengambilan keputusan dalam pengembangan, pengelolaan dan pemasaran destinasi pariwisata.

7. Human resources

Kompetensi sumberdaya manusia pelayanan dan pembinaan kepariwiastaan menjadi kunci penting pelaksanaan berbagai faktor pembentuk keunggulan kompetitif tersebut di atas.

Berbagai faktor pembentuk keunggulan kompetitif tersebut mengambarkan kompleksitas pengembangan kepariwisataan yang bersifat multisektor dan multidisipliner bagi di tingkat pusat, provinsi maupun lokal.

Namun demikian untuk melaksanakannya secara berhasil diperlukan 3 elemen penting yaitu : visi, kepemimpinan (leadership), dan komitmen. Ketiga elemen ini harus pula ditunjukkan secara nyata dalam proses pengembangan, pengelolaan dan pemasaran kepariwisataan.

D. DAMPAK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN

Pembangunan kepariwisataan diperlukan perencanaan yang terpadu dan matang untuk dapat mengidentifikasikan dampak positif dan negatif serta berusaha meminimalkan dampak negatifnya. Dampak tersebut pasti ada dan biasanya sangat dirasakan oleh masyarakat, antara lain dampak ekonomi, budaya dan lingkungan dan sosial.