• Tidak ada hasil yang ditemukan

(MODUL) ingka t Dasar Modul I. Oleh : Drs. A.J. MULJADI, MM. Pengantar Kepariwisataan 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "(MODUL) ingka t Dasar Modul I. Oleh : Drs. A.J. MULJADI, MM. Pengantar Kepariwisataan 1"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

(MODUL)

ingka

t Dasar

Modul I

Oleh :

Drs. A.J. MULJADI, MM

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. TUJUAN INSTRUKSIONAL

Setelah membaca buku ini diharapkan mampu menjelaskan tentang :

 Pengertian dasar pariwisata.

 Hakekat pariwisata.

 Filosofi pariwisata nasional.

 Sstem kepariwisataan nasional (tataran makro).

 Sistem pariwisata nasional (tataran mikro).

 Produk pariwisata.

 Usaha pariwisata.

 Perencanaan pariwisata.

 Pemasaran pariwisata.

 Pengaruh kepariwisataan terhadap perekonomian.

 Organisasi kepariwisataan.

 Bentuk pariwisata dan jenis wisata (tour).

B. MANFAAT

Kepariwisataan merupakan salah satu sub sektor andalan pembangunan nasional Indonesia, yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, dengan meningkatkan perolehan devisa, kesempatan usaha dan kesempatan kerja, sehingga dalam pembinaannya perlu dilaksanakan secara lebih optimal. Hal ini disebabkan sub sektor pariwisata relatif masih muda usianya dan masih dalam taraf perkembangan awal, oleh sebab itu belum secara luas dipahami oleh para generasi muda/pelajar/mahasiswa serta masyarakat luas umumnya.

(3)

Atas dasar itu, maka buku ini diterbitkan agar dapat menambah wawasan dan pengetahuan sekaligus sebagai upaya memasyarakatkan kepariwisataan kepada generasi muda/pelajar/mahasiswa pada khususnya dan masyarakat luas umumnya.

(4)

BAB II

PENGERTIAN DASAR PARIWISATA

A. PERKEMBANGAN KEPARIWISATAAN

Istilah pariwisata (Tourism) baru muncul di masyarakat kira-kira pada abad ke 18, khususnya sesudah Revolusi Industri di Inggris. Istilah pariwisata berasal dari dilaksanakannya kegiatan wisata (tour) yaitu suatu aktivitas perubahan tempat tinggal sementara dari seseorang, di luar tempat tinggal sehari-hari dengan suatu alasan apapun selain melakukan kegiatan yang bisa menghasilkan upah atau gaji.

Pariwisata merupakan aktivitas, pelayanan dan produk hasil industri pariwisata yang mampu menciptakan pengalaman perjalanan bagi wisatawan. McIntosh (1995:10), menyatakan bahwa pariwisata adalah “...a composite of activies, services and industries that delivers a travel experience: transportation, accommodation, eating and drinking establishment, shops, entertainment, activity, and other hospitality service available for individuals or group that are away from home“. Unsur pembentuk pengalaman wisatawan yang utama adalah adanya daya tarik dari suatu tempat atau lokasi (Gartner:1996).

Dengan meningkatnya peradaban manusia, dorongan untuk melakukan perjalanan semakin kuat, kebutuhan yang harus dipenuhi semakin kompleks, dimana pada saat ini melakukan perjalanan wisata merupakan salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi, terutama bagi penduduk dari negara-negara yang telah maju.

Manfaat dan peranan pariwisata bagi suatu wilayah, negara dan dunia telah banyak diakui, sehingga pariwisata telah menjadi salah satu bidang

(5)

yang cukup penting disamping bidang-bidang lainnya, seperti bidang pertanian, pertambangan, industri, politik dan sosial budaya dan lain-lain.

1. Perkembangan Pariwisata Internasional

Kegiatan pariwisata di tataran dunia selama dekade terakhir mengalami peningkatan, meskipun perkembangan ekonomi dunia terus menghadapi ketidakpastian. Berdasarkan laporan World Tourism Organization (WTO = Organisasi Kepariwisataan Dunia), pada tahun 1970 jumlah wisatawan dunia tercatat sebanyak 172 juta, sepuluh tahun kemudian yakni tahun 1980 meningkat menjadi 285 juta orang, sementara di tahun 1990 telah mencapai 443 juta orang. WTO juga menyebutkan telah terjadi lonjakan jumlah wisatawan dunia yang tinggi memasuki milenium baru, tercatat 699 juta penduduk dunia melakukan perjalanan ke berbagai belahan dunia pada tahun 2000, dan pada tahun 2004 melonjak menjadi 763 juta orang. Sedangkan pada tahun 2010 diperkirakan sebanyak 1.018 juta orang dengan pengeluaran sebesar US $1.5 trilyun dan pada tahun 2020 sebanyak 1,6 milyar orang dengan pengeluaran sebesar US $ 2 trilyun.

Demikian pula dalam penerimaan devisa, WTO menyampaikan bahwa pada tahun 1970 baru tercatat US$ 18 milyar, pada tahun 1980 melonjak hampir 6 kali lipat menjadi US$ 102 miliar, sementara pada tahun 2000 telah mencapai US$ 476 milyar, dan pada tahun 2004 menjadi US$ 623 milyar. Peningkatan jumlah penerimaaan devisa ini memperlihatkan arti penting kepariwisataan sebagai salah satu sektor perekonomian dunia yang sangat berpengaruh.

Data dan informasi menyangkut jumlah perjalanan wisata dan penerimaan devisa ini sangat berarti bagi perkembangan kepariwisataan dunia. Metode penghitungan jumlah wisatawan dan penerimaan devisa direkomendasikan oleh Komisi Statistik PBB (The United Nation

(6)

Statistical Commission) pada bulan Maret 1993 sebagai hasil dari konferensi internasional tentang statistik perjalanan dan pariwisata yang diadakan di Ottawa atas kerjasama WTO dan pemerintah Kanada pada bulan Juni 1991.

Metode penghitungan yang direkomendasikan PBB itu menunjukkan pengakuan pariwisata secara statistik dan persamaan pada level internasional.

Walaupun jumlah perjalanan wisata internasional di kawasan Asia Pasifik pada tahun 2004 baru mewakili 20% perjalanan dunia atau setara dengan 152,5 juta perjalanan wisata, namun demikian pertumbuhan perjalanan wisata di kawasan ini merupakan yang tertinggi di dunia (27,9%) dibandingkan kawasan lainnya. Asia Pasifik sampai saat ini merupakan kawasan pariwisata dunia yang paling dinamis. Pada tahun 1990 jumlah perjalanan wisata di kawasan ini baru mencapai 57,7 juta perjalanan namun dalam waktu lima belas tahun berlipat tiga menjadi lebih dari 150 juta perjalanan, walaupun sempat mengalami penurunan jumlah kunjungan yang signifikan di tahun 2003 (-9,0%). Pendapatan pariwisata di kawasan Asia Pasifik pada tahun 2004 mencapai US$ 124,97 milyar, meningkat 31,8% dibanding tahun 2003.

Pada kawasan Asia Pasifik terdapat 4 (empat) sub kawasan pariwisata yaitu Asia Timur Jauh, Asia Tenggara, Oseania dan Asia Selatan. Pada tahun 2004 keseluruhan kawasan ini rata-rata mengalami pertumbuhan di atas 12%. Hanya saja kawasan Asia Tenggara mengalami pertumbuhan tertinggi, yaitu lebih dari 30% diikuti Asia Timur Jauh (29,6%), Asia Selatan (16,7%) dan Oseania (12,5%).

Pariwisata mempunyai potensi yang besar untuk berkembang di masa yang akan datang dan mengalami perubahan yang sangat besar dan alami yang merupakan syarat yang sangat penting untuk berkembang dengan hebat dari sudut pandang statistik pariwisata. Hal

(7)

ini tidak hanya dilakukan oleh instansi pemerintah di bidang pariwisata tiap negara, yang mempunyai persyaratan khusus berdasarkan data yang diinginkan, akan tetapi juga memberi kesamaan persepsi bagi kelompok pemerhati lainnya seperti industri pariwisata, asosiasi industri kepariwisataan, masyarakat lokal dan akademisi.

2. Perkembangan Kunjungan Wisatawan Mancanegara Ke Indonesia

Sejak Repelita I dimulai sampai tahun ke empat Repelita IV, arus wisatawan mancanegara ke Indonesia terus meningkat, kecuali pada tahun 1982 yang mengalami penurunan sebesar 1,4%. Pada Repelita I (1969-1973) tercatat rata-rata pertumbuhan sebesar 39,6% dari 86.000 menjadi 270.000 wisatawan. Pada empat tahun pertama Pelita IV (1984-1987) tingkat rata-rata pertumbuhan mencapai 14,4% dari 700.910 menjadi 1.060.347 wisatawan. Pada tahun 1990 jumlah wisatawan mancanegara ke Indonesia telah mencapai jumlah 2.177.566 orang sedangkan pada tahun 1995 tercatat 4.324.229 orang wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia. Di tahun 2000 jumlah wisatawan mancanegara ke Indonesia telah mengalami pertumbuhan kembali menjadi 5.064.217 orang dan setelah mengalami penurunan pertumbuhan seiring dengan krisis multidimensi yang dialami Indonesia pada akhir dekade 1990, maka pada tahun 2002 telah mengalami penurunan menjadi 5.033.400 orang, namun pada tahun 2001 mengalami kenaikan dibanding tahun 2000, yaitu sebanyak 5.153.620 orang. Pada tahun 2003 menurun menjadi 4.467.021 orang. Sedangkan pada tahun 2005 jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia sebanyak 5,002 juta orang jumlahnya menurun dibanding tahun 2004 sebanyak 5,321 juta orang (lihat Tabel 1).

(8)

Tabel 1

Jumlah Kunjungan Wisman ke Indonesia Tahun 2002-2005

BULAN 2002 2003 2004 2005 Januari 372.678 340.972 426.465 405.609 Februari 392.683 355.345 379.614 372.343 Maret 449.151 353.877 410.128 409.122 April 409.802 249.491 383.693 379.272 Mei 444.173 268.959 434.792 410.133 Juni 454.029 371.642 477.017 410.133 Juli 486.749 431.512 488.096 471.412 Agustus 503.447 441.144 519.615 462.291 September 461.135 411.791 466.500 453.876 Oktober 382.004 424.965 449.865 332.468 November 318.442 372.261 392.821 387.651 Desember 359.107 445.062 492.559 465.178 Total 5.033.400 4.467.021 5.321.165 5.006.797 Sumber : Pusdatin Dep. Budpar, 2006.

Berdasarkan devisa yang diterima Indonesia dari kedatangan wisatawan mancanegara ini tercatat perkembangan yang signifikan. Pada tahun 1990 devisa yang berhasil diperoleh Indonesia dari kegiatan pariwisata mencapai US$ 2,105 Milyar dan tetap meningkat menjadi US$ 5,228 Milyar pada tahun 1995. Pada tahun 2000 angka penerimaan devisa dari jumlah kunjungan wisatawan mancanegara telah mengalami peningkatan yang cukup berarti di tengah gejolak krisis menjadi US$ 5,749 Milyar, sedangkan penerimaan devisa tahun 2001 sebesar US $ 5,396 milyar dan tahun 2002 sebesar US $ 4,243 milyar, serta tahun 2003 sebesar US$ 4,037 milyar. Pada tahun 2005 sebesar US$ 4,526 milyar menurun dibanding tahun 2004 sebanyak US$ 4,798 milyar (lihat Tabel 2)

(9)

Tabel 2

Penerimaan Devisa Dari Kunjungan Wisman Tahun 2004 vs 2005

BULAN 2004 (Juta USD) 2005 (Juta USD) Perubahan (%) Januari 323,13 314,36 -2,71 Februari 289,95 278,62 -3,91 Maret 319,45 311,94 -2,35 April 290,47 300,88 3,58 Mei 332,79 310,09 -6,82 Juni 367,76 332,05 -9,71 Juli 383,00 364,52 -4,83 Agustus 405,57 353,60 -12,81 September 363,77 349,23 -4,00 Oktober 346,52 241,49 -30,31 November 354,19 350,44 -1,00 Desember 444,12 420,52 -24,00 Total 4.797,88 4.526,14 -5,66

Sumber: Pusdatin Dep. Budpar, 2006

3. Perkembangan Pariwisata Nusantara

Di samping pertumbuhan kedatangan wisatawan mancanegara ke Indonesia, hal lain yang juga perlu dicermati adalah perkembangan kepariwisataan domestik di Indonesia yang lebih dikenal dengan istilah pariwisata nusantara.

Pariwisata Nusantara memberikan pula andil penting dalam perkembangan kegiatan pariwisata di Indonesia dengan pemerataan pendapatan antara wilayah urban (daerah perkotaan) yang memiliki tingkat pendapatan rata-rata penduduk yang lebih tinggi ke daerah pedesaan lainnya yang lebih rendah tingkat kesejahteraan masyarakatnya.

Pada tahun 1997 tercatat 98,1 juta warga negara Indonesia yang melakukan perjalanan wisata di dalam negeri dengan menghabiskan pengeluaran wisata mereka sejumlah Rp 73,411 Trilyun. Kondisi tersebut meningkat secara drastis sehingga pada tahun 2000 telah

(10)

mencapai angka 109,4 juta orang wisatawan nusantara dengan pengeluaran sebesar Rp 77,630 Trilyun. Namun pada tahun 2002-2005 terdapat jumlah wisatawan nusantara yang melakukan perjalanan dan pengeluarannya sebagai berikut (lihat Tabel 3) :

Tabel 3

Jumlah Perjalanan dan Pengeluaran Wisatawan Nusantara Tahun 2002-2005

TAHUN JUMLAH

WISNUS

JUMLAH

PERJALANAN PENGELUARAN

2002 105,4 juta 198,5 juta Rp 68,8 Triliun 2003 106,9 juta 201,3 juta Rp 70,9 Triliun 2004 108,3 juta 204,1 juta Rp 77,8 Triliun 2005 109,9 juta 206,8 juta Rp 86,6 Triliun Sumber: Pusdatin Dep. Budpar, 2006

B. PENGERTIAN PARIWISATA

Terdapat beberapa peristilahan atau kata-kata yang perlu dipahami secara baik, dan penjelasannya lebih lanjut secara rinci.

Arti dari istilah pariwisata belum banyak diungkapkan oleh para ahli bahasa dan pariwisata Indonesia, yang jelas kata pariwisata, berasal dari dua suku kata yaitu pari dan wisata. Pari berarti banyak, berkali-kali dan berputar-putar sedangkan wisata berarti perjalanan atau bepergian. Jadi pariwisata berarti perjalanan atau bepergian yang dilakukan secara berkali-kali atau berkeliling. Pariwisata adalah padanan bahasa Indonesia untuk istilah tourism dalam bahasa Inggris.

Selain definisi menurut McIntosh seperti yang telah dikemukakan di awal bab ini, Norval menyatakan bahwa pariwisata atau tourism adalah “the sum total of operations, mainly of an economic nature, wich directly relate to the entry, stay and movement of foreigners inside and outside a certain country, city or region". Pariwisata adalah keseluruhan kegiatan yang

(11)

berhubungan dengan masuk, tinggal, dan pergerakan penduduk asing di dalam atau di luar suatu negara, kota atau wilayah tertentu.

Selain itu Hunziker dan Kraft (1942) mendefinisikan pariwisata sebagai

“the totality of relationship and phenomena arising from the travel and stay of strangers, provided the stay does not empty the establishment permanent residence and is not connected with a remunerated activity”

atau pariwisata adalah keseluruhan hubungan dan gejala-gejala yang timbul dari adanya orang asing dimana perjalanannya tidak untuk bertempat tinggal menetap dan tidak ada hubungan dengan kegiatan untuk mencari nafkah.

Menurut Instruksi Presiden No. 19 tahun 1969 kepariwisataan adalah merupakan kegiatan jasa yang memanfaatkan kekayaan alam dan lingkungan hidup yang khas, seperti hasil budaya, peninggalan sejarah, pemandangan alam yang indah dan iklim yang nyaman.

Menurut Undang-Undang No. 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan, “pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang ini”.

Di lain sisi, WTO mendefinisikan pariwisata sebagai “the activities of persons travelling to and staying in places outside their usual environment for not more than one concecutive year for leisure, business and other purposes” atau berbagai aktivitas yang dilakukan orang-orang yang mengadakan perjalanan untuk dan tinggal di luar kebiasaan lingkungannya dan tidak lebih dari satu tahun berturut-turut untuk kesenangan, bisnis dan keperluan lain.

(12)

C. PENGERTIAN WISATAWAN

Usaha pertama kali untuk memberikan batasan tentang fenomena pariwisata (tourism) di Forum Internasional, dilakukan tahun 1937 oleh Komisi Ekonomi Liga Bangsa-Bangsa (Economic Commission of the League of Nations). Formulasi batasan pengertian wisatawan yang diterima secara internasional pada saat itu adalah tourist is any person travelling for a period of 24 hours or more in a country other than that in wich be usually resides. Batasan umum ini kemudian dianggap kurang cukup tepat, sehingga komisi menganggap perlu menyempurnakannya dengan mengkatagorikan orang-orang yang seharusnya dianggap wisatawan.

Untuk selanjutnya Komisi Liga Bangsa-Bangsa menyempurnakan pengertian tersebut dengan pengelompokan orang-orang yang dapat disebut wisatawan dan bukan wisatawan. Komisi merumuskan bahwa yang bisa dianggap wisatawan adalah :

 Mereka yang mengadakan perjalanan untuk kesenangan karena alasan keluarga, kesehatan dan lain-lain.

 Mereka yang mengadakan perjalanan untuk keperluan pertemuan-pertemuan atau tugas-tugas tertentu (ilmu pengetahuan, tugas pemerintah diplomasi, agama, olah raga dan lain-lain).

 Mereka yang mengadakan perjalan dengan tujuan usaha.

 Mereka yang datang dalam rangka perjalanan dengan kapal laut walaupun berada di suatu negara kurang dari 24 jam.

Sedangkan yang tidak bisa dikategorikan sebagai wisatawan adalah :

 Mereka yang datang baik dengan maupun tanpa kontrak kerja, dengan tujuan mencari pekerjaan atau mengadakan kegiatan usaha di suatu negara.

(13)

 Mereka yang datang untuk mengusahakan tempat tinggal tetap di suatu negara.

 Penduduk di suatu tapal batas negara dan mereka bekerja di negara yang berdekatan.

 Wisatawan-wisatawan yang melewati suatu negara tanpa tinggal, walaupun perjalanan tersebut berlangsung lebih dari 24 jam.

Pada perkembangan selanjutnya, dua lembaga internasional yaitu Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) maupun Komisi Fasilitas Internasional Civil Aviation Organization (ICAO), tidak dapat menerima batasan pengertian dari Liga Bangsa-Bangsa tersebut dan menyiapkan batasan arti sendiri, batasan baru tersebut bukan lagi menggunakan istilah tourist tetapi foreign visitor. Intisari perbedaan tersebut antara keduanya ialah bahwa dua komisi tersebut menentukan batasan waktu tinggal maksimum di negara yang dikunjungi, masing-masing 6 bulan dan 3 bulan, serta menyampingkan kriteria tinggal minimum 24 jam lebih lanjut batasan komisi statistik PBB memasukkan pula dalam kategori visitor tersebut, mereka yang jalan terus tanpa singgah untuk menginap (in transit), suatu hal yang tidak dimasukkan dalam batasan-batasan lainnya. Batasan pengertian tourist yang diambil dalam konvensi PBB tahun 1954 dan diratifikasi oleh lebih dari 70 negara ialah “setiap orang yang datang ke suatu negara karena alasan lain untuk tujuan berimigrasi dan yang tinggal paling sedikit 24 jam, serta paling lama 6 bulan dalam tahun yang sama”. Batasan IUOTO yang memakai istilah umum visitor adalah dimaksudkan untuk “any person traveling to a country other than that in which he has his usual place of residence, for any reason other than the exercise of a renumerated activity”. (Setiap orang yang mengadakan perjalanan ke suatu negara lain di luar tempat tinggal biasanya, dengan alasan apapun, selain melakukan kegiatan yang mendapatkan upah).

(14)

Definisi pengunjung (visitor) menurut the International Union of Office Travel Organization (IUOTO) dan World Tourism Organization (WTO) adalah :

“any person who travels to a country other than that in which she/he has his/her usual residence but outside his/her usual environment for a period not exceeding 12 months and whose main purpose of visit is other than the exercise of an activity remunerated from within the country visited

atau bisa diartikan sebagai seseorang yang melakukan perjalanan ke negara lain selain negaranya di luar tempat kediamannya dengan tujuan utama kunjungan selain alasan untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan upah. Termasuk dalam definisi ini penumpang kapal pesiar yang kembali ke kapal pesiarnya untuk menginap walaupun kapal tersebut berlabuh di pelabuhan untuk jangka waktu beberapa hari.

The International Union of Office Travel Organization (IUOTO) dan World Tourism Organization (WTO) turut pula mendefinisikan pelacong sebagai “temporary visitors staying only one day in the country visited without staying over night (include cruise passanger)”. Definisi tersebut mengandung arti pelancong adalah pengunjung sementara, tinggal satu hari di negara atau tempat yang dikunjungi tanpa menginap, termasuk di dalamnya penumpang kapal pesiar.

Menurut Undang-undang No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan, bahwa wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata, sedangkan wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata.

(15)

D. PENGERTIAN PRASARANA DAN SARANA KEPARIWISATAAN 1. Prasarana Kepariwisataan

Prasarana kepariwisataan adalah semua fasilitas yang memungkinkan agar sarana pariwisata dapat hidup dan berkembang serta dapat memberikan pelayanan pada wisatawan untuk memenuhi kebutuhan mereka yang beraneka ragam, antara lain :

■ Prasarana perhubungan, seperti jaringan jalan raya dan kereta api, pelabuhan udara (airport), pelabuhan laut (sea-port), terminal dan stasion.

■ Instalasi pembangkit, tenaga listrik dan instalasi penjernihan air bersih.

■ Instalasi penyulingan bahan bakar minyak, dan lain-lain.

■ Sistem pengairan atau irigasi untuk kepentingan pertanian, peternakan dan perkebunan.

■ Sistem perbankan dan moneter.

■ Sistem telekomunikasi, seperti tilpon, pos dan telegraf, telex, dan lain-lain.

■ Pelayanan kesehatan, keamanan dan pendidikan.

2. Sarana Kepariwisataan

Adapun yang dimaksudkan dengan sarana kepariwisataan adalah perusahaan-perusahaan yang memberikan pelayanan kepada wisatawan, baik secara langsung atau tidak langsung dan hidup serta kehidupannya banyak tergantung pada kedatangan wisatawan.

Jenis-jenis sarana pokok kepariwisataan, antara lain :

■ Travel Agent atau Tour Operator atau Biro Perjalanan Wisata. ■ Perusahaan-perusahaan angkutan wisata.

(16)

■ Bar dan restoran, serta rumah makan lainnya. ■ Obyek dan daya tarik wisata dan hiburan. ■ Toko cinderamata atau art shops.

Pada dasarnya perusahaan tersebut merupakan fasilitas minimal yang harus ada pada suatu daerah tujuan wisata, jika salah satunya tidak ada, maka dapat dikatakan perjalanan wisata yang dilakukan tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.

Bagi wisatawan sebenarnya dengan tersedianya sarana kepariwisataan diatas belum sepenuhnya dianggap mencukupi kebutuhannya, sehingga perlu adanya sarana lain sebagai pendukung antara lain : bank/ATM, money changer, kantor pos, kantor telepon, supermarket, fasilitas umum, dan lain-lain.

(17)

BAB III

HAKEKAT PARIWISATA

A. PARIWISATA BERKAITAN DENGAN HAK ASASI MANUSIA

Kegiatan pariwisata yang pada hakekatnya merupakan perjalanan yang dilakukan oleh wisatawan secara bebas, sukarela dan memiliki kaitan yang sangat erat dengan kehidupan dan eksistensi manusia itu sendiri. Hak yang sangat mendasar adalah kebebasan untuk bergerak dan untuk memperoleh istirahat, mengisi waktu senggang dengan berlibur, kegiatan ini disebut pariwisata. Jadi tidak salah apabila dikatakan bahwa pariwisata merupakan perwujudan dari Hak Asasi Manusia (HAM).

Di Dalam the Universal Declaration of Human Rights tercantum pernyataan sebagai berikut :

1. Setiap orang memiliki hak untuk secara bebas melakukan pergerakan dan tinggal di dalam batas wilayah setiap negara atau everyone has the right to freedom of movement and residence within the borders of each state (Pasal 13 ayat 1).

2. Setiap orang memiliki hak untuk beristirahat dan berpesiar, termasuk di dalamnya pembatasan waktu bekerja yang memadai dan waktu liburan dengan tetap digaji (everyone has the right to rest and leisure, including reasonable limitation of working hours and periodic holiday with pay) (Pasal 24).

Kedua pasal tersebut di atas menunjukkan bahwa secara jelas dapat diketahui adanya hak yang sangat mendasar atas kebebasan untuk bergerak, beristirahat dan berlibur. Sedangkan pariwisata merupakan alat pelaksana HAM seperti yang dikemukakan dalam pasal 2 the Universal Declaration of

(18)

Human Right sebagai berikut : “Everyone is entitled to all the right and freedoms set forth in this declaration, with one destination of any kinds, such as race, color, sex, language, religion, political or other opinion, national or social origin, property, birth or other status.

Jelaslah bahwa pariwisata mampu menempatkan diri menjadi penghubung antara wisatawan dan tempat-tempat yang dikunjunginya tanpa membedakan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik, kewarganegaran, kebangsaan, tempat kelahiran dan status lainnya. Prinsip ini secara tegas telah dicantumkan dalam preambul Global Code of Ethics for Tourism yang telah ditetapkan oleh World Tourism Organization (WTO).

Tujuan dan sasaran pembangunan kepariwisataan Indonesia tidak bertentangan, bahkan mendukung HAM dimana pariwisata ingin mewujudkan Indonesia sebagai daerah tujuan wisata yang aman, nyaman, menarik, mudah dicapai dan berdaya saing tinggi. Guna mendapat kenyamanan yang hakiki, perlu adanya aturan main yang jelas, sehingga tidak akan menyalahi hak-hak azasi manusia baik bagi pendatang maupun yang didatangi artinya bahwa peraturan yang datang dari pemerintah maupun lembaga adat di desa-desa, yang selama ini hanya mengatur masalah adat saja, maka saat ini pula banyak mengatur bagi pendatang (misal : desa adat di Bali).

Pembangunan kepariwisataan terwujud dalam gaya hidup dan kesadaran baru akan penghargaan yang lebih mendalam terhadap nilai-nilai hubungan antar manusia maupun dengan lingkungan alam secara fisik atau sosial. Undang-undang Republik Indonesia No. 39 tahun 1999 tentang HAM didasarkan pada pemikiran bahwa manusia merupakan mahluk sosial, maka HAM bukanlah tanpa batas.

Ini berarti bahwa setiap orang mengemban kewajiban untuk mengakui dan menghormati hak azasi orang lain, hal ini sejalan dengan pandangan di atas, dan pengaturan mengenai HAM pada dasarnya juga tercantum dalam

(19)

berbagai peraturan perundang-undangan termasuk Undang-Undang No. 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan .

Undang-Undang RI No. 39 tahun 1999, khususnya bab IV pasal 69 ayat 1 dan 2 mencantumkan dasar manusia sebagai berikut :

Ayat 1 : Setiap orang wajib menghormati HAM orang lain, moral, etika dan tata tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ayat 2 : Setiap HAM seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan

tanggung jawab untuk menghormati hak azasi orang lain secara timbal balik serta menjadi tugas pemerintah untuk menghormati, melindungi dan menegakkan serta memajukannya.

Hal-hal yang diperkirakan berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap kesinambungan pembangunan kepariwisataan Indonesia pada skala internasional antara lain meliputi Hak Asasi Manusia (HAM) yang telah menjadi isu sentral secara global dan telah mengkristal dalam seluruh aspek kehidupan manusia dalam konteks berbangsa dan bernegara. Tingkat apresiasi dan jaminan suatu bangsa dan negara terhadap HAM secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi persahabatan dan kerjasama antar bangsa.

Aspek HAM sebagai kekuatan eksternal yang sewaktu-waktu dapat mengancam kesinambungan pembangunan, agar diupayakan untuk dijadikan sebagai pendorong dengan menempatkan pada skala prioritas dalam setiap proses pembangunan. Oleh karena itu pembangunan dan pengembangan kepariwisataan di Indonesia, kepedulian dan jaminan HAM mutlak diutamakan.

(20)

B. KEUNIKAN DAN KEKHASAN (LINGKUNGAN ALAM DAN SOSIAL BUDAYA)

Pada hakekatnya pariwisata sangat mengandalkan adanya keunikan, kekhasan dan keaslian alam dan budaya yang tumbuh dalam masyarakat. Hakekat ini merupakan kerangka dasar konsepsi kepariwisataan yang kemudian berkembang menjadi sukma pariwisata nasional. Konsepsi tersebut dibangun dari konsep kehidupan bangsa Indonesia yang mengutamakan adanya keseimbangan. Keseimbangan yang harmonis antara lain adanya hubungan yaitu :

1. Manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, artinya agama harus selalu ditempatkan sebagai acuan nilai-nilai fundamental yang tertinggi.

2. Manusia dengan manusia artinya perlu adanya keseimbangan hubungan antar individu dengan individu dan masyarakat dimana kita hidup, demikian pula dalam memenuhi kebutuhan rohani dan jasmani.

3. Manusia dengan alam sekitarnya, artinya mutlak pula adanya keseimbangan antara pemanfaatan alam dan pelestarian alam demi timbulnya pembangunan yang berkelanjutan. (lihat Gambar 1)

(21)

Gambar 1 LANDASAN FILOSOFIS

PENGEMBANGAN PARIWISATA INDONESIA

Semua agama yang diakui di Indonesia pada dasarnya mengajarkan prinsip-prinsip kehidupan yang berkesinambungan, misalnya: agama Islam dengan prinsip Hablumminallah dan Hablumminannas, agama Nasrani mengajarkan hukum kasih, agama Budha mengajarkan Mangalasutta, agama Hindu Dharma dengan Tri Hita Karana dan Khonghucu mengajarkan Tian Di Ren (Tuhan, Manusia dan Alam).

Demikian pula dengan nilai-nilai budaya yang berkembang di Indonesia seperti upacara Boras Sipir Ni Tondi di Tapanuli yang dimaksudkan untuk memperteguh jiwa dengan menggambarkan rasa syukur manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, dan lingkungan sekitar.

Dengan kata lain bahwa pada dasarnya ada tuntutan untuk mampu mengendalikan diri dalam pembangunan kepariwisataan di Indonesia, yang mengutamakan manusia sebagai subyek sentral. Kepariwisataan Indonesia berorientasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, sehingga kekuatan inti

(22)

pariwisata Indonesia adalah berada ditangan rakyat atau disebut pembangunan kepariwisataan berbasis masyarakat (Community Based Tourism Development).

Berangkat dari konsep tersebut di atas, maka kepariwisataan Indonesia memiliki misi yaitu :

1. Pemberdayaan dan peningkatan peranserta masyarakat dalam pengembangan kepariwisataan.

2. Pemanfaatan kebudayaan untuk kepariwisataan guna kepentingan agama, pendidikan, ilmu pengetahuan, ekonomi, persatuan dan kesatuan serta persahabatan antar bangsa.

3. Pengembangan produk kepariwisataan yang berwawasan lingkungan bertumpu pada budaya daerah, pesona alam, pelayanan prima dan berdaya saing global.

4. Pengembangan SDM kepariwisataan yang sehat, berakhlak mulia dan profesional yang mampu berkiprah di arena internasional.

Dengan demikian pariwisata Indonesia dapat diharapkan mampu memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pembangunan nasional, sehingga dapat menggerakan perekonomian nasional, menghasilkan devisa, negara menciptakan kesempatan kerja, menciptakan kesempatan usaha, melestarikan nilai-nilai budaya dan sebagainya.

C. KEPARIWISATAAN DAN PELESTARIANNYA

Kepariwisataan yang hakekatnya adalah bertumpu pada keunikan dan kekhasan serta kelokalan, sehingga menempatkan keanekaragaman sebagai suatu hal yang prinsip dan hakiki, maka pengembangan kepariwisataan pada dasarnya untuk kelestarian dan memperkukuh jati diri Pembangunan kepariwisataan Indonesia harus tetap menjaga terpeliharanya kepribadian dan budaya bangsa, terlindunginya kepemilikan aset masyarakat setempat,

(23)

tertangkalnya dampak negatif serta terpeliharanya kelestarian lingkungan hidup. Guna mewujudkan tekad agar sektor pariwisata menjadi salah satu aset bangsa perlu dimantapkan keragamaan perangkat lunak dan perangkat keras sehingga memberikan sinergi dukungan yang lebih handal, dan yang paling penting bahwa kepariwisataan merupakan wahana pendamaian dan keadilan sosial serta kesejahteraan secara merata.

Kegiatan kepariwisataan Indonesia mempunyai akar yang sangat kuat dalam masyarakat yang bersumber pada nilai-nilai agama dan budaya yang dianut oleh bangsa Indonesia.

Masyarakat adalah pelaku aktif dalam kegiatan kepariwisataan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat sendiri dan kepariwisataan merupakan aktualisasi dari sistem ekonomi kerakyatan dimana pariwisata merupakan kegiatan seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

Adalah benar bila dikatakan bahwa produsen pariwisata adalah seluruh lapisan masyarakat. Pendapat ini diperkuat dengan bukti nyata yaitu tumbuh dan berkembangnya desa wisata, suatu produk pariwisata yang melibatkan anggota masyarakat desa dengan segala perangkat yang dimilikinya. Desa wisata tidak hanya berpengaruh pada ekonominya, tetapi juga sekaligus dapat melestarikan lingkungan alam dan sosial budaya masyarakat terutama berkaitan dengan nilai-nilai kebersamaan, kekeluargaan, kegotongroyongan dan lain-lain. Dengan demikian, maka kelestarian alam dan sosial budaya masyarakat akan menjadi daya tarik bagi wisatawan yang melakukan perjalanan wisata.

(24)

BAB IV

FILOSOFI PARIWISATA NASIONAL

A. AWAL PERKEMBANGAN PARIWISATA

Jika kita perhatikan motivasi perjalanan sejak jaman kuno, banyak pedagang-pedagang Yunani, Arab, India dan Eropa Barat melakukan perjalanan, disamping bertujuan mencari peluang bisnis, memenuhi keinginan tahu atau menyebarkan agama, dengan tujuan untuk mempelajari budaya bangsa-bangsa yang dikunjungi.

Cukup banyak bukti prasasti yang menunjukkan bahwa mereka selama kunjungannya mengajar budayanya sendiri dan sekaligus pula mempelajari budaya seperti yang dapat ditemui di situs-situs bekas kejayaan Kerajaan Sriwijaya. Kerajaan Kutai, Kerajaan Banten, Kerajaan Mataram dan lain-lain.

Dorongan keagamaan membuat seseorang sering melakukan ziarah jauh ke tempat-tempat ibadah yang dihormati, sebagai contoh :

 Seorang bernama Ibnu Batuta melakukan perjalanan dari Afrika ke Mekah dan Madinah selama 7 tahun dengan jarak tempuh 79.000 mil dan menyebut dirinya “The First Traveller of Islam”.

 Kaum Budhis Cina berkunjung ke India dengan menyeberangi ribuan kilometer padang pasir.

 Kaum Yunani dan Roma yang pergi ke Delphi untuk mendengarkan ramalan masa depan dari filsuf Oracle.

Selain dorongan keagamaan, dorongan untuk memperlebar hubungan ekonomi dan kemajuan suatu bangsa juga telah mendorong orang melakukan perjalanan jauh dari tempat kediamannya di masa lalu seperti :

(25)

 Tahun 1854 Commodor Perry dari Amerika Serikat membuka isolasi budaya Kaisar Meiji di Jepang. Setelah itu budaya Jepang terbuka untuk dunia luas dan menerima modernisasi barat.

 Tahun 1596 Cornelis de Houtman mulai membuka isolasi budaya nusantara, setelah mendarat di pelabuhan Banten dan sejak itu menyusul bangsa Belanda dan mengubah isolasi budaya bangsa nusantara.

Perjalanan-perjalanan tersebut membuka lembaran dunia baru dengan adanya penemuan-penemuan dunia baru yang berakibat terjadinya pertemuan budaya berbagai bangsa dan terjadi pula pergeseran nilai-nilai hidup di dalam masyarakat dan menyadari hal ini mulailah diupayakan langkah-langkah pengamanan dan pelestarian nilai-nilai budaya yang terancam kelangsungannya dan terus menggali upaya-upaya untuk mengembangkannya sesuai peruntukkan ilmu dan teknologi.

Nilai-nilai budaya yang tadinya ditulis di atas daun lontar dan batu prasasti, lambat laun mulai ditulis kembali di dalam buku dan huruf-huruf pun mulai dipergunakan aksara Latin atau Arab.

Dengan penulisan ini khasanah budaya dalam bentuk buku dengan huruf Latin atau Arab atau bahasa yang umum menjadi lebih kaya dan telah banyak budaya asli yang dilestarikan dan terus dikembangkan selaras dengan tuntutan zaman perkembangannya.

B. PRINSIP HIDUP BERKESEIMBANGAN

Pengembangan pariwisata dalam negeri telah diarahkan untuk memupuk cinta tanah air dan bangsa, menanamkan jiwa dan semangat serta nilai-nilai luhur berbangsa, meningkatkan kualitas budaya bangsa, memperkenalkan peninggalan sejarah, keindahan alam termasuk bahari dengan terus meningkatkan wisata remaja-remaja pemuda. Peningkatan kesadaran dan pariwisata masyarakat melalui usaha penyuluhan dan

(26)

pembinaan kelompok-kelompok seni budaya, industri kerajinan, memperkenalkan dan mengembangkan budaya bangsa, terpeliharanya kepribadian bangsa dan kelestarian lingkungan.

Berdasarkan Undang-undang No. 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan, kebijaksanaan yang digariskan bahwa yang dapat dijadikan objek dan daya tarik wisata berupa keadaan alam, flora dan fauna hasil karya manusia, serta peninggalan sejarah dan budaya yang merupakan model bagi perkembangan dan peningkatan kepariwisataan di Indonesia model ini harus di manfaatkan secara optimal melalui penyelenggaraan kepariwisataan untuk berbagai tujuan nasional termasuk untuk masyarakat dan persahabatan antar bangsa.

Penyelenggaraan kepariwisataan tersebut dilaksanakan dengan tetap memelihara kelestarian dan mendorong upaya peningkatan mutu lingkungan hidup serta objek dan daya tarik wisata itu sendiri.

Nilai-nilai budaya bangsa yang menuju kearah kemajuan adab, mempertinggi derajat kemanusiaan, kesusilaan dan ketertiban umum guna memperkokoh jati diri bangsa dan dalam rangka perwujudan wawasan nusantara. Karena itu untuk mewujudkan pembangunan pariwisata harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Kemampuan untuk mendorong dan meningkatkan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya.

2. Nilai-nilai agama, adat istiadat, serta pandangan dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

3. Kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup. 4. Kelanjutan dari usaha pariwisata itu sendiri.

Asas perikehidupan dalam keseimbangan adalah bahwa penyelenggaraan kepariwisataan, tidak hanya memberikan manfaat ekonomi tetapi juga meningkatkan kehidupan sosial budaya serta hubungan antar

(27)

manusia dalam upaya meningkatkan kehidupan bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia.

Asas kepercayaan terhadap diri sendiri adalah bahwa segala usaha dan kegiatan penyelenggaraan kepariwisataan harus mampu membangkitkan kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan diri sendiri serta dilakukan dalam rangka keseimbangan aspek material dan spiritual.

C. KEPARIWISATAAN BERDASARKAN FALSAFAH HIDUP SEHARI-HARI

Landasan pertama dalam penyelenggaraan kepariwisataan di Indonesia adalah Pancasila. Pancasila yang juga sekaligus falsafah negara dan dasar negara menjadi pedoman dalam pengembangan kepariwisataan. Pengembangannya harus berpedoman dan tidak bertentangan dengan Pancasila. Butir-butir dalam Pancasila harus menjadi tujuan dari pengembangan kepariwisataan nasional. Pancasila dijadikan penyaring atau filter dari pembangunan kepariwisataan, oleh karena merupakan bagian yang tidak bisa terlepas dari pembangunan nasional.

Dalam Undang-undang No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan pasal 2 ditegaskan bahwa penyelenggaraan kepariwisataan dilaksanakan berdasarkan azas manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan kepercayaan pada diri sendiri. Berdasarkan pasal tersebut, penyelenggaraan kepariwisataan diarahkan untuk dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan negara dan bangsa Indonesia.

Dengan asas usaha bersama dan kekeluargaan yang berarti bahwa kepariwisataan harus merupakan usaha bersama dan gotong royong dan bukan merupakan seseorang atau satu golongan kalau ada persoalan harus diselesaikan secara musyawarah berdasarkan kekeluargaan.

Penyelenggaraan kepariwisataan diarahkan agar tercipta suasana yang adil dan merata bagi seluruh bangsa Indonesia serta suasana yang

(28)

penuh dengan peri kehidupan yang seimbang menuju kemakmuran yang adil sejahtera.

Penyelenggaraan kepariwisataan tidak semata-mata memberi manfaat dalam bidang ekonomi saja tetapi, juga dapat meningkatkan kehidupan sosial. Pasal 3 Undang-undang tentang Kepariwisataan menyebutkan tujuan dari penyelenggaraan kepariwisataan Indonesia adalah :

1. Memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan dan meningkatkan mutu dan daya tarik wisata.

2. Memupuk rasa cinta tanah air dan meningkatkan persahabatan antar bangsa.

3. Memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja.

4. Meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

D. MANUSIA SEBAGAI TITIK SENTRAL KEPARIWISATAAN

Dalam kepariwisataan terdapat keterkaitan yang erat antara kegiatan kepariwisataan dalam aspek sosial dimana menyangkut hubungan antar manusia, yaitu wisatawan dengan masyarakat lokal di daerah tujuan wisata, di samping itu kegiatan kepariwisataan tidak menutup kemungkinan akan membawa dampak terhadap lingkungan fisik di daerah tujuan tersebut.

Sebagaimana telah diuraikan dalam pembahasan sebelumnya bahwa aktivitas perjalanan manusia di latar belakangi oleh adanya keinginan dan kebutuhan yang beraneka ragam. Dalam kaitannya dengan perjalanan wisata, faktor motivasi merupakan hal yang berpengaruh terhadap terselenggaranya perjalanan tersebut. Motivasi perjalanan sebenarnya timbul akibat adanya realisasi manusia untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya. (lihat Gambar 2)

(29)

Gambar 2

HUBUNGAN ANTARA KEBUTUHAN DAN KEINGINAN MANUSIA DENGAN MOTIVASI UNTUK MELAKUKAN PERJALANAN WISATA

Adapun bentuk motivasi perjalanan wisata yang dapat dilakukan antara lain adalah :

 Berlibur, rekreasi, bertamasya

 Bisnis

 Kesehatan

 Studi

 Misi, rapat, konvensi dan sejenisnya

 Mengunjungi kerabat, famili

 Keagamaan

 Olahraga

 Dan sebagainya

Berdasarkan uraian tersebut di atas, motivasi dapat diartikan sebagai suatu terminologi yang menggambarkan atau menjelaskan mengapa manusia melakukan perjalanan serta menunjukkan adanya motivasi yang sifatnya umum maupun spesifik.

(30)

E. KEPARIWISATAAN MENDORONG PENDAYAGUNAAN NASIONAL

Tujuan penyelenggaraan pembangunan dan pengembangan kepariwisataan Indonesia adalah agar obyek dan daya tarik wisata yang sedemikian banyak dimiliki bangsa Indonesia dapat dikenal, baik oleh masyarakat Indonesia sendiri maupun masyarakat dunia, serta dapat didayagunakan secara optimal, namun dengan tetap menjaga keutuhan dan keasliannya serta menghindarkan dari kerusakan-kerusakan. Sebaliknya, dengan adanya penyelenggaraan kepariwisataan tersebut, maka obyek dan daya tarik wisata tersebut harus senantiasa ditingkatkan.

Penyelenggaraan kepariwisataan harus mampu mendorong upaya memupuk rakyat dan bangsa Indonesia untuk mencintai tanah air, mempertebal rasa memiliki terhadap apa yang ada dinegara ini, menimbulkan rasa persatuan dan kesatuan di antara satu suku dengan suku lainnya dan saling memahami adat dan kebudayaan masing-masing daerah.

Penyelenggaraan kepariwisataan diarahkan pula untuk meningkatkan persahabatan antar bangsa khususnya antar bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain melalui pengembangan kepariwisataan mancanegara atau internasional.

Pembangunan kepariwisataan Indonesia sebagai bagian integral pembangunan nasional dilaksanakan secara berkelanjutan bertujuan untuk mewujudkan peningkatan kepribadian dan kemampuan manusia dan masyarakat Indonesia, dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global.

Kepariwisataan dikembangkan oleh banyak negara di dunia sebagai salah satu alternatif dalam pembangunan ekonominya melalui berbagai macam pendekatan dan cara. Pembangunan kepariwisataan di Indonesia dilakukan melalui suatu konsepsi pembangunan yang bertumpu kepada asas kehidupan yang berkesinambungan. Untuk itu diperlukan suatu konsepsi

(31)

yang menjadi landasan dalam pembangunan kepariwisataan Indonesia. Konsepsi tersebut meliputi falsafah pembangunan kepariwisataan Indonesia, yaitu “Sistem Kepariwisataan Nasional” dan “Sistem Pariwisata Nasional”.

(32)

BAB V

SISTEM KEPARIWISATAAN NASIONAL

(TATARAN MAKRO)

A. PENJABARAN LANDASAN

Pembangunan kepariwisataan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan sektor kepariwisataan secara nasional yang berkesinambungan meliputi seluruh kegiatan masyarakat, bangsa dan negara untuk terwujudnya tujuan pembangunan nasional yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan, kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Untuk itu pembangunan kepariwisataan nasional dilandasi konsep kehidupan yang seimbang dan selaras, yaitu :

1. Hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maka Esa. 2. Hubungan antar manusia dengan sesama manusia.

3. Hubungan manusia dengan masyarakat dan manusia dengan lingkungan alam baik berupa sumber daya alam maupun kondisi geografis.

Konsepsi tersebut di atas, jelas sejalan dengan Pancasila sebagai landasan idiil, Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional serta dalam operasionalnya adalah bahwa pembangunan kepariwisataan nasional menempatkan manusia sebagai titik sentral pembangunan, baik sebagai subyek pembangunan maupun sebagai objek pembangunan.

Dengan demikian, pembangunan kepariwisataan nasional harus bertumpu di atas semua aspek kehidupan masyarakat berupa Ideologi,

(33)

Politik, Ekonomi, Sosial Budaya dan Hankam sebagai struktur fundamental. (Gambar 3).

Sedangkan kekuatan inti untuk menggerakan pembangunan kepariwisataan nasional adalah perpaduan kekuatan (sinergi) yang terdiri dari unsur-unsur Dunia Usaha, Masyarakat (termasuk LSM, Akademisi, Media Massa dan Pekerja) dan Pemerintah.

B. KEPARIWISATAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

Sistem kepariwisataan nasional dilandasi oleh konsep kehidupan bangsa Indonesia yang berkesinambungan yaitu hubungan manusia dengan masyarakat dan manusia dengan lingkungan alam baik yang berupa sumber daya alam maupun kondisi geografi dengan menggunakan pendekatan ketahanan nasional.

(34)

Hubungan secara vertikal manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa menempatkan nilai-nilai agama sebagai nilai tertinggi dalam pembangunan kepariwisataan nasional. Segala usaha dan kegiatan pembangunan kepariwisataan digerakkan dan dikendalikan oleh keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spiritual, moral dan etika kepariwisataan nasional.

Masyarakat Indonesia dengan segala hasil budayanya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara menjadi titik sentral, subyek pembangunan dan kekuatan dasar pembangunan kepariwisataan. Peranserta dan keterlibatan masyarakat secara langsung menjadi utama dalam wujud partisipasi masyarakat secara nyata.

Kepariwisataan nasional yang bertumpu pada masyarakat sebagai kekuatan dasar, maka kepariwisataan bertumpu pula pada semua aspek kehidupan masyarakat yaitu ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam. Kepariwisataan mampu membangun kondisi semua aspek kehidupan bangsa dan pariwisata akan mampu turut membangun :

1. Ketahanan Ideologi, yaitu kondisi mental bangsa Indonesia yang berlandaskan keyakinan dan kebenaran ideologi pancasila yang mengandung kemampuan untuk menggalang dan memelihara persatuan dan kesatuan nasional dan kemampuan untuk menangkal penetrasi ideologi asing serta nilai-nilai yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.

2. Ketahanan Politik, yaitu kondisi kehidupan politik bangsa yang berlandaskan demokrasi yang mengandung kemampuan memelihara stabilitas politik yang sehat dan dinamis serta kemampuan menerapkan politik luar negeri yang bebas dan proaktif.

3. Ketahanan Ekonomi, yaitu kondisi perekonomian bangsa yang berlandaskan ekonomi kerakyatan, yang mengandung kemampuan

(35)

memelihara stabilitas ekonomi, kemampuan daya saing yang tinggi dan mewujudkan kemakmuran rakyat yang adil dan merata.

4. Ketahanan Sosial budaya, yaitu kondisi kehidupan sosial budaya bangsa yang dijiwai kepribadian nasional yang mengandung kemampuan membentuk dan mengembangkan sosial budaya manusia dan masyarakat Indonesia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, rukun, bersatu dalam kehidupan yang serba selaras, serasi, dan seimbang serta kemampuan menangkal penetrasi budaya asing yang tidak sesuai dengan kebudayaan nasional.

5. Ketahanan Hankam, yaitu kondisi daya tangkal bangsa yang dilandasi kesadaran bela negara seluruh insan pariwisata yang mengandung kemampuan memelihara stabiltas keamanan, mengamankan pembangunan dan hasil-hasilnya, mempertahankan kedaulatan negara dan menangkal segala bentuk ancaman.

Selain kelima aspek tersebut di atas berpengaruh dan dipengaruhi oleh pembangunan kepariwisataan, ada 3 (tiga) faktor dominan yang berperan dalam pembangunan kepariwisataan di Indonesia, yaitu :

1. Sumber Daya Alam

Telah diketahui secara umum bahwa Indonesia memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan mempunyai unsur-unsur keindahan alam (natural beauty), keaslian (originality), kelangkaan (scarcity), dan keutuhan (wholeness) dan diperkaya dengan kekayaan alam keanekaragaman flora dan fauna, ekosistem, serta gejala alam yang kesemuanya itu merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan dalam rangka pembangunan kepariwisataan Indonesia.

2. Penduduk

Jumlah penduduk Indonesia yang beradat ramah tamah, terdiri dari beberapa suku bangsa dengan keanekaragaman budaya yang

(36)

merupakan faktor dominan sangat berpengaruh bagi upaya pembangunan nasional, yang secara tidak langsung akan berpengaruh kepada pembangunan kepariwisataan Indonesia.

3. Geografi

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari kurang lebih 17.508 pulau mencakup wilayah yang luasnya lebih dari 1,9 juta km2 dan dua pertiganya merupakan wilayah perairan dan memiliki garis pantai lebih 81.000 km, disamping posisi Indonesia yang sangat strategis yang terletak di antara dua benua dan dua samudra merupakan faktor dominan yang sangat berpengaruh bagi pembangunan bangsa dan negara. Dengan kondisi geografi yang demikian memberikan peluang yang besar bagi upaya pembangunan kepariwisataan.

Melalui pembangunan kepariwisataan yang komprehensif dan integral dengan memanfaatkan kekayaan sumber daya alam, budaya dan kondisi geografis, maka akan tercipta kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia, yang pada akhirnya akan mampu mendorong terciptanya ketahanan Nasional yang tangguh.

C. PELAKU-PELAKU UTAMA KEPARIWISATAAN NASIONAL

Kepariwisataan meliputi berbagai kegiatan yang berhubungan dengan wisata, pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha lainnya yang terkait. Pembangunan kepariwisataan pada hakekatnya merupakan upaya untuk mengembangkan dan memanfaatkan obyek dan daya tarik wisata, yang terwujud dalam bentuk antara lain kekayaan alam yang indah, keragaman flora dan fauna, kemajemukan tradisi dan seni budaya serta peninggalan sejarah dan purbakala. Pengembangan objek dan daya tarik wisata tersebut apabila dipadukan dengan pengembangan usaha jasa dan sarana pariwisata, seperti : Biro Perjalanan, jasa konvensi, penyediaan

(37)

akomodasi dan transportasi wisata, akan berfungsi dapat meningkatkan daya tarik bagi berkembangnya jumlah wisatawan dan juga mendukung pengembangan obyek dan daya tarik wisata yang baru. Hasil yang optimal dapat diperoleh apabila upaya pengembangan tersebut didukung oleh pembangunan prasarana yang memadai.

Pembangunan kepariwisataan di Indonesia dilakukan secara terpadu melalui koordinasi lintas sektoral, agar pembangunan komponen pariwisata dapat mencapai keberhasilan yang maksimal. Keberhasilan pembangunan juga tergantung dari komponen lain misalnya : obyek dan daya tarik wisata, akomodasi, restaurant dan transportasi, telekomunikasi, listrik, air bersih dan industri cenderamata. Semuanya itu tentunya melibatkan koperasi, swasta dan masyarakat luas. Selain itu, sumber daya manusia yang merupakan pelaku utama dalam pembangunan kepariwisataan untuk ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya.

Kekuatan inti untuk menggerakan roda pembangunan pariwisata dilakukan oleh para pelaku Utama yaitu dunia usaha pariwisata, masyarakat dan pemerintah. Peran pemerintah hanyalah sebagai fasiltator atau sebagai pemicu, sedangkan swasta dan masyarakat adalah merupakan pelaku-pelaku langsung dalam kegiatan pariwisata.

(38)

BAB VI

SISTEM PARIWISATA NASIONAL

(TATARAN MIKRO)

A. FENOMENA PERJALANAN MANUSIA

Kepariwisataan pada dasarnya merupakan fenomena perjalanan manusia secara perorangan atau kelompok dengan berbagai macam tujuan asalkan bukan untuk mencari nafkah atau menetap. Manusia melakukan perjalanan secara bebas atas kemauan sendiri dengan tujuan damai untuk memenuhi kebutuhan hakikinya yaitu untuk mengetahui, belajar, menemukenali, dan mengalami secara langsung segala sesuatunya yang tidak ada ditempat tinggalnya dan mencari sesuatu keunikan atau kekhasan budaya atau alam yang unik, yang khas, yang berbeda itu harus diakui dan dihargai serta dilestarikan, sebagai objek dan daya tarik wisata.

Melalui pengaturan akan keragaman tersebut dapat menumbuhkan saling pengertian dan saling menghargai diantara manusia, kelompok masyarakat dan bangsa-bangsa yang pada akhirnya akan membawa pada kesadaran sebagai umat manusia yang sama derajatnya tak mengenal perbedaan suku, ras, agama dan bahasa yang turut berkontribusi dalam menciptakan perdamaian dunia.

Pada saat kegiatan kepariwisataan berlangsung, wisatawan melakukan berbagai aktivitas untuk memenuhi keingintahuan dan kebutuhannya. Aktivitas wisata yang dilakukan sangat beragam sesuai dengan motivasi dan minat wisatawan yang berkunjung ke suatu destinasi wisata baik untuk berlibur, kunjungan sosial budaya, kunjungan usaha, konferensi dan pameran.

(39)

B. UNSUR-UNSUR YANG BERKAITAN DENGAN PERJALANAN WISATA

Wisatawan melakukan perjalanan untuk mengunjungi obyek dan daya tarik wisata serta menggunakan sarana wisata dan jasa wisata seperti : Biro Perjalanan, angkutan wisata, akomodasi, restaurant, dan lain-lain. (lihat Gambar 4).

Gambar 4

SISTEM PARIWISATA NASIONAL

Kelompok unsur yang berkaitan langsung dengan perjalanan wisata antara lain :KK

1. Objek dan daya tarik wisata, misalnya :

a. Alam (gunung, pantai, danau, laut);

b. buatan (candi, tempat hiburan, adat istiadat atau kebiasaan orang lain); dan

(40)

2. Prasarana wisata, misalnya :

a. Jaringan jalan raya, jaringan jalan kereta api, pelabuhan udara, laut dan terminal atau stasiun.

b. Instalasi listrik, air bersih dan sistem telekomunikasi.

3. Sarana Wisata, yaitu perusahaan yang hidup dan kehidupannya sangat tergantung dari arus kedatangan orang yang melakukan perjalanan wisata, misalnya : Biro Perjalanan, angkutan wisata, akomodasi, restauran atau rumah makan serta obyek dan daya tarik wisata.

4. Aksesibilitas, misalnya :

a. Sistem transportasi udara, laut dan darat;

b. CIQ (Custom, Immigration, Quarantine = bea cukai, imigrasi, dan karantina).

Kelompok unsur pendukung yang tak berkaitan langsung dengan perjalanan wisata baik bersifat ke hulu maupun ke hilir antara lain : hasil-hasil pertanian, holtikultura, perikanan dan perternakan industri besar dan kecil, jasa rumah sakit, jasa perbankan, dan lain-lain.

Keterkaitan dan keterpaduan antara unsur-unsur dalam kelompok unsur yang terkait maupun yang tak terkait langsung dengan perjalanan wisata disebut Sistem Pariwisata Nasional (Tataran Mikro).

(41)

BAB VII

PRODUK WISATA

A. MOTIVASI PERJALANAN WISATA

Sejak dulu manusia selalu bergerak dan berpindah dari satu tempat ketempat lain. Ciri itu selalu nampak pada pola kehidupan manusia baik sebagai bangsa primitif maupun modern. Pada hakekatnya moralitas manusia merupakan salah satu sifat utama kehidupan manusia itu sendiri yang tidak bisa puas dan terpaku pada suatu tempat untuk memenuhi kelangsungan hidupnya.

Zaman modern ditandai dengan meningkatnya pertambahan penduduk, perkembangan sosial ekonomi yang ditunjang dengan kemajuan teknologi, mendorong manusia memenuhi kebutuhannya. Teori motivasi yang dikemukakan Abraham Maslow menyebutkan bahwa manusia selalu terdorong untuk memenuhi kebutuhan yang kuat sesuai waktu, keadaan dan pengalaman yang bersangkutan dengan mengikuti suatu hirarki. Dalam tingkatan ini kebutuhan pertama yang harus dipenuhi terlebih dulu adalah kebutuhan fisiologis, antara lain, istirahat. Setelah kebutuhan pertama dipuaskan, kebutuhan yang lebih tinggi berikutnya akan menjadi kebutuhan utama, yaitu kebutuhan akan keamanan dan rasa aman. Kebutuhan ketiga akan muncul setelah kebutuhan kedua terpuaskan. Proses ini berjalan terus sampai terpenuhinya kebutuhan aktualisasi diri, dimana manajemen dapat memberikan insentif untuk memotivasi hubungan kerja sama, kewibawaan pribadi suatu rasa tanggung jawab untuk mencapai hasil prestasi yang tinggi.

Berdasarkan teori tersebut di atas, maka setiap manusia terdorong berbagai macam dorongan melakukan mobilitas untuk memenuhi kebutuhannya antara lain :

(42)

2. Kebutuhan kepentingan politik 3. Kebutuhan keamanan

4. Kebutuhan kesehatan 5. Kebutuhan pemukiman

6. Kebutuhan kepentingan agama 7. Kebutuhan kepentingan pendidikan 8. Kebutuhan minat kebudayaan 9. Kebutuhan hubungan keluarga 10. Kebutuhan untuk rekreasi 11. Kebutuhan untuk konferensi

Dorongan kebutuhan tersebut timbul demi kepentingan-kepentingan hidup manusia, karena kehidupan dalam suatu masyarakat wajar dan aktivitas-aktivitas permintaan yang timbul tersebut dapat dipenuhi dan disediakan.

Motivasi atau dorongan orang untuk melakukan perjalanan akan menimbulkan permintaan-permintaan berupa jasa pariwisata yang disediakan oleh masyarakat, sehingga permintaan akan jasa pariwisata tersebut juga akan meningkat apabila terjadi peningkatan jumlah orang yang melakukan perjalanan.

Pada saat ini terdapat kecenderungan untuk melihat pariwisata sebagai suatu aktivitas yang wajar dan merupakan suatu permintaan yang wajar pula untuk dipenuhi. Pariwisata tidak saja dilihat sebagai suatu fenomena dimana sejak zaman purbakala manusia mempunyai dorongan untuk mengadakan perjalanan.

Fenomena pariwisata baik dalam arti sempit adalah kenikmatan perjalanan atau kunjungan sebagai dorongan atau motivasinya maupun dalam arti luas adalah segala macam motivasi dan mempunyai dampak pada sendi-sendi kehidupan orang dan masyarakat antara lain sosial ekonomi, sosial budaya, politik dan lingkungan hidup. Dampak dari pariwisata tersebut

(43)

bersifat positif, maka perlu dikembangkan tetapi juga bersifat negatif yang sedapat mungkin dihindari atau dikurangi.

B. PENGERTIAN PRODUK WISATA

Sebagaimana diketahui perjalanan wisata (tour) bersifat lebih lengkap dibandingkan dengan bentuk perjalanan biasa, hal ini dapat dilihat dari jenis aktivitas yang dilakukan biasanya bervariasi dan jenis fasilitas yang digunakan juga beraneka ragam, mulai dari daerah asal sampai daerah tujuan perjalanan.

Untuk memberikan dukungan terhadap kegiatan perjalanan wisata ini, berbagai bentuk unsur dan lembaga saling berintegrasi satu sama lainnya membentuk suatu tatanan atau sistem. Unsur-unsur ini saling terkait yaitu melibatkan wisatawan, masyarakat, dunia usaha dan pemerintah. Jenis aktivitas yang terintegrasi tersebut di atas merupakan suatu gejala atau fenomena sosial yang disebut sebagai kepariwisataan (tourism).

Keterkaitan antara kepariwisataan dan lingkungan alam adalah lingkungan alam sebagai daya tarik bagi wisatawan serta sebagai wadah bagi dibangunnya fasilitas-fasilitas wisata. Aspek sosial budaya juga merupakan aspek penting yang tidak boleh terlepas dari perhatian bagi suatu pengembangan kepariwisataan di daerah tujuan wisata. Hal ini menyangkut peranan masyarakat setempat dan pengaruh yang mereka terima dengan adanya pengembangan kepariwisataan baik yang menyangkut aktivitas sosial maupun kebudayaan yang mereka miliki.

Ada sebagian wisatawan yang menginginkan suasana lingkungan yang dikunjungi merupakan suasana baru yang lain dari yang biasanya dia temukan sehari-hari (novelty) dan ada pula wisatawan yang menginginkan suatu bentuk perjalanan yang dapat memberikan suasana lingkungan di daerah tujuan wisata seperti di daerah tempat asalnya (familiarity).

(44)

Upaya untuk memahami karakteristik keinginan dan kebutuhan wisatawan adalah suatu hal yang penting untuk diketahui oleh para pelaku pariwisata agar perjalanan dapat dirasakan nyaman bagi wisatawan.

Dengan diketahuinya berbagai karakteristik wisatawan yang datang dan potensial untuk datang, maka dapat diketahui apakah produk wisata yang dimiliki oleh suatu destinasi memiliki kecocokan satu sama lainnya. Apabila terdapat kekurangcocokan diantara produk dan pasar wisatanya akan dapat dilakukan upaya-upaya pengembangan baik produk maupun pemasaran sehingga potensi yang dimiliki oleh suatu daerah tujuan wisata dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan wisatawan yang datang sehingga tercipta pengalaman berwisata yang tidak terlupakan. Dalam konteks ini peran produk wisata menjadi sangat penting dalam pengembangan kepariwisataan.

Produk wisata adalah suatu bentukan yang nyata dan tidak nyata, dalam suatu kesatuan rangkaian perjalanan yang hanya dapat dinikmati apabila seluruh rangkaian perjalanan tersebut dapat memberikan pengalaman yang baik bagi yang melakukan perjalanan tersebut.

Untuk memenuhi kebutuhan wisatawan yang melakukan kegiatan wisata diperlukan serangkaian upaya yang saling terkait dan terpadu oleh dunia usaha, masyarakat dan pemerintah.

C. CIRI-CIRI PRODUK WISATA

Dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan disebutkan bahwa usaha pariwisata adalah suatu perusahaan di bidang pariwisata yang menghasilkan produk tertentu. Produk wisata sebenarnya bukan saja merupakan produk yang nyata (tangible), akan tetapi merupakan rangkaian produk (barang dan jasa) yang tidak hanya mempunyai segi-segi yang bersifat ekonomis, namun juga bersifat sosial, psikologis dan alam.

(45)

Produk wisata merupakan berbagai jasa dimana satu dengan lainnya saling terkait dan dihasilkan oleh berbagai perusahaan pariwisata misalnya : akomodasi, angkutan wisata, biro perjalanan, restoran, obyek dan daya tarik wisata dan perusahaan lain yang terkait.

Rangkaian jasa dari produk wisata dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi satu kesatuan produk jasa yang diperlukan oleh wisatawan dan dibentuk menjadi satu paket wisata. Paket wisata adalah suatu rencana acara perjalanan wisata yang telah tersusun secara tetap, dengan harga tertentu yang di dalamnya termasuk biaya untuk angkutan, penginapan, perjalanan wisata dan sebagainya.

Unsur-unsur jasa dalam suatu paket wisata masing-masing harus memberi pelayanan yang baik, sebab bila salah satu urusan pelayanan kurang baik sedangkan unsur-unsur yang lain bagus, maka secara keseluruhan pelayanan jasa secara paket tersebut dikatakan kurang baik.

Sebagai suatu produk yang kompleks, produk wisata berbeda dari jenis produk dan jasa yang dihasilkan oleh industri lainnya, terutama industri manufaktur. Kekhasan inilah yang menjadikan produk wisata suatu jenis barang dan jasa yang unik dan memerlukan penanganan yang khusus pula. Pemahaman yang memadai menyangkut ciri-ciri produk wisata akan dapat memberikan pemahaman yang baik terhadap perencanaan, pengembangan, pengelolaan dan pemasaran kepariwisataan. Adapun ciri-ciri utama produk wisata adalah ;

1. Tidak dapat disimpan

Barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan pariwisata pada umumnya bersifat mudah rusak dan tidak dapat disimpan untuk kemudian dijual kembali keesokan hari.

(46)

2. Tidak dapat dipindahkan

Wisatawan atau pengguna barang dan jasa pariwisata tidak dapat membawa produk wisata pada pelanggan tetapi pelanggan itu sendiri yang harus mengunjungi atau datang sendiri untuk menikmati produk wisata itu.

3. Produksi dan proses konsumsi terjadi atau berlangsung bersamaan Wisatawan maupun pengunjung yang akan menikmati produk wisata harus datang ke tempat dimana proses produksi sedang berlangsung, tanpa keberadaan pembeli, untuk mempergunakan atau menikmati jasa-jasa tersebut, tidak akan terjadi produksi.

4. Tidak ada standar ukuran yang pasti atau objektif

Karena dibuat untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pengunjung maupun wisatawan yang beragam, umumnya produk wisata dibuat dan dijual dengan variasi yang beraneka. Produk wisata memiliki keragaman jenis dan harga yang ditentukan oleh bermacam-macam faktor seperti misalnya musim dan status sosial pembeli.

5. Pelanggan tidak dapat mencicipi produk itu sebelumnya

Oleh karena pembeli harus datang sendiri ke tempat dimana proses produksi barang dan jasa pariwisata berlangsung, mereka tidak akan dapat mengetahui kondisi produk tersebut secara nyata karena hanya mengetahui melalui brosur dan media promosi lainnya.

6. Pengelolaan produk wisata mengandung risiko besar

Usaha pariwisata memerlukan investasi yang sangat besar sedangkan permintaan sangat peka terhadap perubahan kondisi ekonomi, politik, keamanan dan sikap masyarakat, sehingga perubahan-perubahan tersebut yang terjadi akan menimbulkan pengurangan permintaan dan apabila hal ini berlanjut terus-menerus akan mengakibatkan

(47)

tergoyahnya sendi-sendi investasi. Dengan demikian maka dalam mengembangkan kepariwisataan harus benar-benar dilandaskan pada hasil penelitian yang cermat/akurat, perencanaan dan pertimbangan yang matang untuk mengurangi resiko yang lebih besar.

D. JENIS-JENIS PRODUK PARIWISATA

Berkart dan Medlik mengemukakan bahwa produk industri pariwisata terdiri dari bermacam-macam unsur yang merupakan suatu paket yang satu sama lain tidak terpisah. Menurut mereka yang dimaksudkan dengan produk industri pariwisata adalah : “semua jasa-jasa (service) yang dibutuhkan wisatawan semenjak ia berangkat meninggalkan rumah sampai di daerah tujuan wisata yang telah dipilihnya, sampai ia kembali ke rumah di mana biasanya ia tinggal.

Bila ketiga unsur tersebut di atas dikembangkan sesuai dengan urutannya, yaitu semenjak seorang wisatawan meninggalkan tempat tinggalnya, sampai di tempat tujuan dan kembali ke rumah di mana ia biasanya tinggal, maka ada delapan macam unsur pokok yang membentuk produk, sehingga merupakan suatu paket, yaitu :

1. Jasa-jasa Travel Agent atau Tour Operator, yang memberikan informasi, advis, pengurusan dokumen perjalanan, perencanaan perjalanan itu sendiri pada waktu akan berangkat.

2. Jasa-jasa perusahaan angkutan (darat, laut dan udara) yang akan membawa wisatawan dari dan ke daerah tujuan wisata yang telah ditentukannya.

3. Jasa-jasa pelayanan dari perusahaan : akomodasi perhotelan, bar dan restoran, fasilitas rekreasi, entertainment dan hiburan lainnya.

4. Jasa-jasa Retail Travel Agent atau Tour Operator Lokal yang menyelenggarakan City Sightseeing, tours atau excursion tour, berikut jasa pramuwisatanya, yang dikenal dengan optional tour.

Gambar

Gambar 1  LANDASAN FILOSOFIS

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua dan Minat Baca dengan Prestasi Belajar Sosiologi Siswa Kelas XI Ilmu Sosial SMA AL- Islam Surakarta... dengan Prestasi Belajar Siswa

Dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini mengharuskan mahasiswa untuk sering pindah posisi tempat duduk (kelas tradisional-asal-ahli-asal-tradisional),

1) Menyusun program dasar/master program pembangunan Kota Samarinda dalam bidang Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, bidang Perencanaan Sumber Daya Manusia, bidang Perencanaan

LAPORAN KONVERGENSI PENCEGAHAN STUNTING TINGKAT DESA TERHADAP SASARAN 1.000 HARI PERTAMA KEHIDUPAN (HPK).. KABUPATEN KECAMATAN

sekolah/madrasah penyelenggara yang dihadiri oleh perwakilan serta kepala sekolah penggabung dan minimum seluruh guru kelas IX untuk SMP/MTs atau XII untuk

Bahkan banyak dari perwira Polri angkatan pertama pernah menjadi perwira atau ka det dari ketiga angkatan dalam militer Indonesia, yang kemudian berpindah, salah

Pada interaksi pola pengairan dan beberapa umpan perangkap menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah populasi keong mas, intensitas serangan, serta pada berat gabah

Untuk mengetahui hubungan antara kebutuhan pelatihan K3 dengan peningkatan performa K3 pada sumber daya manusia maka penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan