KETENTUAN PIDANA TERKAIT DENGAN IZN LINGKUNGAN BERDASARKAN UUPPLH
C. Penjatuhan Pidana Berdasarkan UUPPLH
Jaro Mayda dalam bukunya The Penal Pritection of the Environment menyatakan bahwa sanksi pidana dalam proteksi lingkungan hidup dipergunakan sebagai ultimum remedium. Di Amerika Serikat tuntutan pidana merupakan akhir dari suatu rantai yang panjang yang bertujuan untuk menghapuskan atau mengurangi akibat-akibat yang merugikan terhadap lingkungan hidup, mata rantai tersebut dikelompokkan sebagai berikut226
1. Penentuan kebijakan, desain dan perencanaan, pernyataan dampak lingkungan hidup;
:
2. Peraturan tentang standar atau pedoman minimum, prosedur perizinan;
226 Mardjono Reksodiputro dan Abdurrahman, Penegakan Sanksi Lingkungan Melalui Instrumen Sanksi Pidana, Fakultas Sanksi Universitas Indonesia, Jakarta, 1985, hal. 125.
3. Keputusan administrasi terhadap pelanggaran, penentuan tenggang waktu dan hari terakhir agar peraturan ditaati;
4. Gugatan perdata untuk mencegah atau menghambat pelanggaran, penilaian terhadap denda atau ganti rugi;
5. Gugatan masyarakat untuk memaksa atau mempercepat pemerintah mengambil tindakan gugatan ganti rugi;
6. Tuntutan pidana.
Pandangan yang demikian juga dianut oleh sarjana hukum kita, bahwa penegakan hukum lingkungan melalui instrumen hukum pidana hanya sebagai ultimum remedium (tambahan) saja, bukan sebagai primum remedium (utama atau pokok). Berarti pendayagunaan instrumen hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum lingkungan, setelah instrumen hukum administrasi dan hukum perdata tidak berdaya guna. Namun, dalam beberapa hal ternyata pendayagunaan instrumen hukum pidana sebagai ultimum remedium dalam penegakan hukum lingkungan kurang berdaya guna, sehingga terdapat pemikiran untuk menjadikan instrumen hukum pidana sebagai primum remedium dalam penegakan hukum lingkungan. Apalagi belakangan kuantitas dan kualitas pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup juga meningkat, sehingga diperlukan pendayagunaan instrumen hukum pidana tanpa harus menunggu pendayagunaan instrumen hukum administrasi dan hukum perdata.
Menurut hukum pidana, bahwa tidak berarti pelanggaran pasti berakhir dengan pidana (penjara). Banyak alternatif lain yang dapat diterapkan, baik oleh jaksa maupun oleh hakim. Di Belanda telah mencantumkan asas subsosialitas yang mengatakan bahwa hakim dapat tidak menjatuhkan pidana walaupun apa yang didakwakan telah terbukti dan terdakwa bersalah, jika tindak pidana itu terlalu ringan
atau melihat keadaan pada waktu perbuatan dilakukan atau sesudah perbuatan dilakukan. Dengan demikian, hukum pidana tidak harus berakhir dengan pidana (penjara). Dan oleh karena itu, tidak dapat dikatakan khususnya dalam penegakan hukum lingkungan, bahwa instrumen hukum pidana merupakan ultimum remedium.
Dengan kata lain penggunaan hukum pidana yang bersifat ultimum remedium terhadap pencemaran atau perusakan lingkungan yang bersifat tingkat kesalahan pelaku relatif tidak berat, dan/atau akibat perbuatannya relatif tidak besar, dan/atau perbuatannya tidak menimbulkan keresahan masyarakat. Akan tetapi untuk tingkat kesalahan pelaku relatif berat dan/atau perbuatannya relatif besar, dan/atau perbuatannya menimbulkan keresahan masyarakat, maka peran hukum pidana bukan lagi ultimum remedium akan tetapi sudah primum remedium (utama atau pokok).
Pendayagunaan hukum pidana yang disandarkan pada ketidakefektifan penegakan administrasi merupakan ketentuan hukum acara khusus yang diatur secara khusus dalam UUPPLH walaupun hanya terdapat dalam penjelasan umumnya saja.
UUPPLH mewajibkan penerapan penegakan hukum pidana terhadap delik formil tertentu sebagai upaya terakhir, setelah hukum administrasi dianggap gagal atau pelanggaran telah dilakukan lebih dari satu kali. Ketentuan hukum pidana dalam UUPPLH lebih lengkap bila dibandingkan dengan UULH maupun UUPLH. Karena pada UULH tersebut hanya mengatur tentang delik materiil saja. Sementara UUPLH selain mengatur tentang delik materiil juga mengatur delik formil. Sedangkan pada UUPPLH lebih terperinci delik yang dilakukan. Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin tidak dilengkapi dengan AMDAL, UKL, UPL maupun pejabat
pengawas yang tidak melakukan pengawasan dengan baik sehingga suatu usaha melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, juga memberi informasi palsu, menghilangkan atau merusak informasi yang diperlukan dalam pengawasan dan penegakan hukum juga dapat dipidanakan.
Pada UUPPLH berdasarkan Pasal 109 UUPPLH, sanksi pidana yang dapat dijatuhkan kepada orang yang melakukan tindak pidana berupa penjara dan denda ditambah dengan pidana tambahan atau tindakan sebagaimana diatur dalam Pasal 119 UUPPLH.
Pasal 119 UUPPLH berbunyi:
“Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, terhadap badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib, berupa:
a. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;
b. Penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan;
c. Perbaikan akibat tindak pidana;
d. Perwajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
e. Penempatan perusahaan di bawah pengampunan paling lama 3 (tiga) tahun”.
Pemidanaan berdimensi majemuk baik dari segi moral, melakukan rehabilitasi dan diharapkan mampu memumulihkan kualitas sosial dan moral seseorang agar dapat berintegrasi lagi dalam masyarakat, sehingga perlu diperhatikan secara terpisah tetapi tetap dalam kaitannya dengan totalitas sistem hukum.
Pola pemidanaan dalam UUPPLH sebagaimana yang diatur dalam Ketentuan Bab XV Ketentuan Pidana pada Pasal 97 UUPPLH sampai Pasal 120 UUPPLH, terdapat sanksi pidana dan sanksi tindakan. Sanksi tindakan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 119 UUPPLH hanya bersifat komplemen atau pelangkap yakni
tidak ada ada bedanya dengan sanksi pidana tambahan yang bersifat fakultatif. Hal tersebut dapat di simak dari adanya kata “dapat” dalam rumusan Pasal 119 UUPPLH tersebut.
Kata “dapat” dalam Pasal 119 UUPPLH menunjukkan legislator (pembuat undang-undang) memberi kebebasan bagi hakim yang memutuskan perkara tersebut untuk menjatuhkan jenis sanksi tindakan atau tidak terhadap terdakwa. Selanjutnya, berdasarkan ketentuan Pasal 119 UUPPLH, sanksi pidana tambahan atau tindakan hanya dikenakan terhadap badan usaha, hal ini dapat dilihat dari rumusan Pasal 119 UUPPLH yang menyebutkan:
“Selain pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang ini, terhadap badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa ...”.
Sanksi tindakan merupakan sanksi dalam hukum pidana yang bersifat antisipatif bukan reaktif terhadap pelaku tindak pidana yang berbasis pada filsafat determinisme227
Memperhatikan sanksi pidana yang ada dalam Pasal 98 UUPPLH sampai dengan Pasal 111 UUPPLH, Pasal 113 UUPPLH sampai dengan Pasal 115 UUPPLH yang mengenakan sanksi pidana penjara dan denda serta Pasal 119 UUPPLH yang dalam ragam bentuk sanksi yang dinamis dan spesifikasi bukan penderitaan fisik atau perampasan kemerdekaan, dengan tujuan untuk memulihkan keadaan tertentu bagi pelaku maupun korban.
227 Filsafat determinisme menyatakan pemidanaan menekakankan nilai-nilai kemanusiaan dan pendidikan, searah dengan hakikat sanksi tindakan yang menekankan tidak boleh adanya pencelaan terhadap perbuatan yang dilanggar oleh pelaku. Tujuan pemidanaan bersifat mendidik untuk mengubah tingkah laku pelaku tindak pidana dan orang lain yang cenderung melakukan tindak pidana.
dapat memberikan hukuman tambahan kepada badan usaha, maka hukuman bagi badan usaha yang melakukan tindak pidana dapat berupa sanksi pidana denda dan sanksi pidana tambahan atau tindakan tata tertib. Selanjutnya, sanksi pidana yang dijatuhkan kepada pengurus (pemberi perintah) yaitu ancaman pidana yang dijatuhkan berupa pidana penjara dan denda dperberat dengan sepertiga.
Memperhatikan dengan seksama ketentuan Pasal 116 UUPPLH yang berbunyi:
“(1) Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:
a. badan usaha; dan/atau
b. orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.
(2) Apabila tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang, yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalam lingkup kerja badan usaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau pemimpin dalam tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut dilakukan secara sendiri atau bersama-sama.”,
maka dapat dikemukakan bahwa sanksi pidana berdasarkan Pasal 116 ayat (1) UUPPLH dapat dijatuhkan kepada:
1. Badan usaha; atau
2. Badan usaha dan pemberi perintah untuk melakukan tindak pidana; atau 3. Badan usaha dan pemimpin kegiatan dalam tindak pidana; atau
4. Pemberi perintah untuk melakukan tindak pidana; atau 5. Pemimpin kegiatan dalam tindak pidana.
Sedangkan, sanksi pidana berdasarkan Pasal 116 ayat (2) UUPPLH, dapat dijatuhkan kepada:
1. Pemberi perintah; atau
2. Pemimpin dalam tindak pidana.
Ketentuan Pasal 117 UUPPLH, menetapkan bahwa terhadap orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana lingkungan atau orang yang bertindak sebagai pemimpin dalam tindak pidana lingkungan yang dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, ancaman pidana berupa penjara dan denda diperberat dengan sepertiga. Adapun bunyi Pasal 117 UUPPLH, sebagai berikut:
“Jika tuntutan pidana diajukan kepada pemberi perintah atau pemimpin tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) huruf b, ancaman pidana yang dijatuhkan berupa pidana penjara dan denda diperberat dengan sepertiga.”.
BAB V