KETENTUAN PIDANA TERKAIT DENGAN IZN LINGKUNGAN BERDASARKAN UUPPLH
A. Tindak Pidana Terkait Izin Lingkungan
Perbuatan mencemari dan menimbulkan kerusakan lingkungan merupakan kegiatan yang secara langsung atau tidak langsung dapat membahayakan kehidupan dan jiwa manusia. Hukum pidana pada dasarnya bertujuan untk melindungi jiwa dan kehormatan manusia dan harta benda. Namun pada waktu Kitab Undang-Undang Huku m Pidana disusun, masalah lingkungan belum lagi merupakan masalah-masalah yang menarik perhatian banyak orang. Pada waktu itu, masalah-masalah-masalah-masalah lingkungan belum lagi muncul sebagai masalah yang serius yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia perorangan ataupun masyarakat karena industri belum berkembang sebagaimana adanya pada zaman kini.
Ketika masalah-masalah lingkungan, terutama pencemaran, telah menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan manusia, maka banyak orang berpendapat bahwa perbuatan yang menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan manusia, maka banyak orang berpendapat bahwa perbuatan yang menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan harus dipandang sebagai suatu perbuatan, yang tidak saja bertentangan dengan moral, tetapi juga layak untuk dikenakan pidana lingkungan karena perbuatan itu dapat mengancam kesehatan dan jiwa manusia perorangan maupun kelompok.
Tetapi tidak semua perbuatan dapat dikategorikan sebagai suatu tindak pidana (delict), terkecuali perbuatan itu dapat mendatangkan kerugian pada orang lain dan itu dilarang dan diancam dengan pidana oleh Undang-Undang. Artinya, perbuatan yang dapat mendatangkan kerugian pada orang lain, tetapi tidak dilarang dan diancam dengan pidana oleh Undang-Undang bukan suatu tindak pidana. Penetapan apakah suatu perbuatan sebagai masalah kriminalisasi dan dekriminalisasi didasarkan pada politik kriminal bangsa yang bersangkutan. Oleh karena itu, tidak semua perbuatan yang mendatangkan kerugian pada orang lain dijadikan sebagai suatu tindak pidana, tetapi disesuaikan dengan politik kriminal dari bangsa yang bersangkutan.202
202 Rachmadi Usman, Sanksi Lingkungan Nasional, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal.
400-410.
Pada UULH dan UUPLH dilakukan kriminalisasi dan penalisasi perbuatan tersebut diartikan dengan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Pada UUPPLH pengertian tindak pidana lingkungan hidup diatur dalam Pasal 98 UUPPLH sampai dengan Pasal 115 UUPPLH melalui metode konstruksi hukum dapat diperoleh pengertian bahwa inti dari tindak pidana lingkungan (perbuatan yang dilarang) adalah “mencemarkan atau merusak lingkungan”. Rumusan ini dikatakan sebagai rumusan umum (genus) dan selanjutnya dijadikan dasar untuk menjelaskan perbuatan pidana lainnya yang bersifat khusus (species), baik dalam ketentuan dalam UUPPLH maupun dalam ketentuan Undang-Undang lain (ketentuan sektoral di luar UUPPLH) yang mengatur perlindungan Hukum Pidana bagi lingkungan hidup.
Kata “mencemarkan” dengan “pencemaran” dan “merusak” dengan
“perusakan” adalah memiliki makna substansi yang sama, yaitu tercemarnya atau rusaknya lingkungan. Tetapi keduanya berbeda dalam memberikan penekanan mengenai suatu hal, yakni dengan kalimat aktif dan dengan kalimat pasif (kata benda) dalam proses menimbulkan akibat.203
203Perhatikan juga, Mudzakir, “Aspek Sanksi Pidana Dalam Pelanggaran Lingkungan”, dalam Erman Rajagukguk dan Ridwan Khairandy (ed), 2001, Sanksi Lingkungan Hidup di Indonesia, 75 Tahun Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri, SH, ML, hal. 527, Universitas Indonesia, Jakarta.
Pengertian secara otentik mengenai istilah “pencemaran lingkungan hidup”, yang dicantumkan pada Pasal 1 angka (14) UUPPLH adalah:
“Masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan”
Sedangkan Pasal 20 ayat (1) UUPPLH menyatakan bahwa penentuannya terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur melalui baku mutu lingkungan hidup. Dan sementara pengertian istilah “perusakan lingkungan hidup” secara otentik dirumuskan dalam Pasal 1 angka (16) UUPPLH, yaitu sebagai berikut:
“tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup”.
Sedangkan Pasal 21 ayat (1) UUPPLH menyatakan bahwa untuk menentukan terjadinya kerusakan lingkungan, ditetapkan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Memperhatikan uraian diatas tampak bahwa rumusan dalam UUPPLH tidak dapat memberi ruang gerak bagi penegak hukum untuk melakukan inovasi hukum dalam menafsirkan hukum pidana lingkungan hidup sebagaimana yang diatur dalam UUPLH guna merespon perkembangan yang terjadi dalam masyarakat di bidang lingkungan hidup, jika penegak hukum mempunyai semangat dan keperdulian untuk menegakkan hukum dan keadilan dalam melindungi lingkungan hidup, dan juga UUPPLH tidak menyulitkan penegak hukum pidana lingkungan, sehingga jika ada aparat penegak hukum (termasuk Hakim) tidak peka dalam merespon perkembangan yang terjadi didalam masyarakat di bidang lingkungan hidup, peluang bagi penegak hukum untuk menyelewengkan hukum untuk kepentingan lain (kepentingan pribadi) dapat diminimalkan .
Perumusan tindak pidana pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup berdasarkan UUPPLH tidak lagi abstrak dan luas sebagaimana diatur terlebih dahulu dalam UUPLH, karena UUPPLH telah memberikan kata kunci bagi tindak pidana dan/atau kerusakan lingkungan, yaitu “melampaui baku mutu lingkungan yang telah ditetapkan” atau “melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan”.
Pada ketentuan tindak pidana yang diatur dalam Bab XV yaitu dari Pasal 97 sampai dengan Pasal 120 UUPPLH, dimaksudkan ditujukan untuk melindungi lingkungan hidup dengan memberikan ancaman sanksi pidana. Untuk membahas tindak pidana lingkungan tersebut perlu diperhatikan konsep dasar tindak pidana lingkungan hidup yang ditetapkan sebagai tindak pidana umum (delic species) dan mendasari pengkajiannya pada tindak pidana khususnya (delic species).
Jika ditinjau dari perumusan tindak pidana pada ketentuan Pasal 98 UUPPLH s/d Pasal 115 UUPPLH terdapat tindak pidana materiil dan tindak pidana formil. Pada tindak pidana materiil menekankan pada akibat perbuatan dan memerlukan pembuktian yang adanya akibat yang dalam hal ini terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan.
Sementara tindak pidana formil menekankan pada perbuatan dan tidak memerlukan adanya akibat, namun jika telah melanggar rumusan ketentuan pidana (ketentuan peraturan perundang-undangan), maka telah dapat dinyatakan sebagai telah terjadi tindak pidana dan karenanya pelaku dapat dijatuhi hukuman.
Pada tindak pidana formil, dapat digunakan untuk memperkuat sistem tindak pidana materiil jika tindak pidana materiil tersebut tidak berhasil mencapai target bagi pelaku yang melakukan tindak pidana yang berskala ecological Impact, yang artinya tindak pidana formil dapat digunakan sebagai pelaku tindak pidana lingkungan yang sulit ditemukan bukti-bukti kausalitasnya. Tindak pidana formil ini tidak diperlukan adanya akibat (terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan) yang timbul, sehingga tidak perlu dibuktikan adanya hubungan sebab akibat (causality) dari suatu tindak pidana lingkungan. Hal yang perlu diketahui dalam tindak pidana formil dalam UUPPLH adalah seseorang yang telah melakukan pelanggaran atas peraturan perundangan-undangan dan/atau izin.204
204 Alvi Syahrin, Ketentuan Pidana Dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, PT. Sofmedia, Jakarta, 2011, hal. 49.
Selanjutnya ketentuan pidana dalam UUPPLH yang terkait dengan izin lingkungan diatur dalam Pasal 109, Pasal 111 dan Pasal 112 UUPPLH. Pasal 109 UUPPLH terkait dengan orang dan/atau badan usaha baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Sedangkan Pasal 111 dan Pasal 112 UUPPLH terkait dengan aparatur administratif di bidang lingkungan dalam hal ini Pejabat yang mengeluarkan izin lingkungan atau izin usaha dan/atau kegiatan dan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH).
Ketentuan Pasal 109 UUPPLH berbunyi:
“setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)”.
Ketentuan Pasal 109 UUPPLH merupakan tindak pidana formil, artinya tindak pidana yang tidak memerlukan adanya akibat atas perbuatan tersebut. tindak pidana dinyatakan telah selesai dilakukan jika ada orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan.
Ketentuan Pasal 111 UUPPLH berbunyi:
(1) Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan Amdal atau UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dipidana dengan pidana pnjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah);
(2) Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalm Pasal 40 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Ketentuan Pasal 111 UUPPLH merupakan tindak pidana formil yaitu tindak pidana yang tidak memerlukan adanya akibat. Tindak pidana sebagaimana di atur dalam Pasal 111 ayat (1) UUPPLH merupakan perbuatan yang dilakukan oleh pejabat pemberi izin lingkungan yang dalam memberikan/menerbitkan izin lingkungan tersebut pejabat pemberi izin lingkungan tidak memperhatikan AMDAL atau UKL-UPL artinya pejabat pemberi izin lingkungan menerbitkan izin lingkungan namun yang mengajukan izin lingkungan tidak melengkapi AMDAL atau UKL-UPL, dengan kata lain walaupun pengaju izin lingkungan tidak memiliki AMDAL atau UKL-UPL pejabat pemberi izin lingkungan tetap juga menerbitkan izin lingkungan.
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang selanjutnya disebut dengan AMDAL merupakan kajian mengendai dampak besar dan penting bagi suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia.
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah salah satu perangkat premitif pengelolaan lingkungan hidup yang terus diperkuat melalui peningkatan akuntabilitas dalam pelaksanaan penyusunan amdal dengan mempersyaratkan lisensi bagi penilai amdal dan diterapkannya sertifikasi bagi penyusun dokumen amdal, serta dengan memperjelas sanksi hukum bagi pelanggar di bidang amdal.
Menyadari potensi dampak negatif yang ditimbulkan sebagai konsekuensi dari pembangunan, maka terus dikembangkan upaya pengendalian dampak secara dini.
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal. Adapun dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria205
a. Besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;
:
b. Luas wilayah penyebaran dampak;
c. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
e. Sifat kumulatif dampak;
f. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau
g. Kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting yang wajib dilengkapi dengan Amdal terdiri atas206
205 Lihat Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2) UUPPLH.
206 Lihat Pasal 23 ayat (1) UUPPLH.
:
a. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
b. Eksploitasi sumber daya alam baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan;
c. Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya;
d. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
e. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya;
f. Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik;
g. Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati;
h. Kegiatan yang mempunyai resiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan negara; dan/atau
i Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup.
Dokumen Amdal memuat207
a. Pengkajian mengenai dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;
:
b. Evaluasi kegiatan di sekitar lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan;
c. Saran dan masukan serta tanggapan masyarakat terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan;
d. Prakiraan terhadap besaran dampak serta sifat pentingg dampak yang terjadi jika rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut dilaksanakan;
e. Evaluais secara holistik terhadap dampak yang terjadi untuk menentukan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup; dan
f. Rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
Amdal juga menjadi salah satu persyaratan utama dalam memperoleh izin lingkungan yang mutlak dimiliki sebelum memperoleh izin usaha. Ada beberapa hal penting yang terkait dengan AMDAL yang termuat dalam UUPPLH, antara lain208
1. AMDAL dan UKL/UPL merupakan salah satu instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
:
2. Penyusunan dokumen AMDAL wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun dokumen AMDAL;
3. Komisi penilai AMDAL Pusat, Propinsi, maupun Kab./Kota wajib memiliki lisensi AMDAL;
4. Amdal dan UKL/UPL merupakan persyaratan untuk penerbitan izin lingkungan;
5. Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.
Selain ke 5 (lima) hal tersebut diatas, ada pengaturan yang tegas yang diamanatkan dalam UUPPLH yaitu dikenakannya sanksi pidana dan sanksi perdata terkait pelanggaran bidang AMDAL. Adapun sanksi-sanksi tersebut, yaitu209
207 Lihat Pasal 25 UUPPLH.
:
208http://amdal-indonesia.blogspot.com/2009/11/amdal-dalam-uu-no-32-tahun-209.html diakses pada tanggal 3 September 2013.
209 Ibid.
a. Sanksi terhadap orang yang melakukan usaha/kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan;
b. Sanksi terhadap orang yang menyusun dokumen AMDAL tanpa memiliki sertifikat kompetensi;
c. Sanksi terhadap pejabat yang memberikan izin lingkungan yang tanpa dilengkapi dengan dokumen AMDAl atau UKL-UPL.
Sementara ketentuan Pasal 111 ayat (2) UUPPLH merupakan perbuatan yang dilakukan oleh pejabat yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan yang dalam memberikan/menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan tidak memperhatikan izin lingkungan, artinya izin usaha dan/atau kegiatan tetap diterbitkan oleh pejabat tersebut walaupun pengurus izin usaha dan/atau kegiatan tidak memiliki izin lingkungan.
Selanjutnya, ketentuan Pasal 112 UUPPLH terkait dengan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup tidak melakukan tugasnya dengan baik sehingga terjadi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia.
Ketentuan Pasal 112 UUPPLH, berbunyi:
“setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”.
Memperhatikan rumusan Pasal 112 UUPPLH tersebut Pejabat Pengawas dinyatakan sebagai telah melakukan tindak pidana jika ia tidak melakukan
kewajibannya sesuai kewenangannya melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam izin lingkungan sehingga terjadi pencemaran dan/atau keusakan lingkungan yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain.
B. Pertanggungjawaban Pidana Terkait dengan Pasal 109, Pasal 111, dan