• Tidak ada hasil yang ditemukan

IZIN LINGKUNGAN DALAM KAITANNYA DENGAN PENEGAKAN ADMINISTRASI LINGKUNGAN DAN PIDANA LINGKUNGAN BERDASARKAN UU NO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IZIN LINGKUNGAN DALAM KAITANNYA DENGAN PENEGAKAN ADMINISTRASI LINGKUNGAN DAN PIDANA LINGKUNGAN BERDASARKAN UU NO"

Copied!
197
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

IZIN LINGKUNGAN DALAM KAITANNYA DENGAN PENEGAKAN ADMINISTRASI LINGKUNGAN DAN PIDANA LINGKUNGAN

BERDASARKAN UU NO. 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

(UUPPLH)

Disusun oleh:

DAHLIA KUSUMA DEWI 117005002/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2013

(2)

IZIN LINGKUNGAN DALAM KAITANNYA DENGAN PENEGAKAN ADMINISTRASI LINGKUNGAN DAN PIDANA LINGKUNGAN

BERDASARKAN UU NO. 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

(UUPPLH)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu Hukum Dalam Program Magister Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara OLEH:

DAHLIA KUSUMA DEWI 117005002/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMUU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2013

(3)

Judul Tesis : IZIN LINGKUNGAN DALAM KAITANNYA DENGAN PENEGAKAN ADMINISTRASI LINGKUNGAN DAN PIDANA LINGKUNGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (UUPPLH)

Nama Mahasiswa : Dahlia Kusuma Dewi Nomor Pokok : 117005002

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS)

(Prof. H. Syamsul Arifin, SH, MH) (Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS)

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH) (Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum)

(4)

Lulus Tanggal: 29 Oktober 2013 Telah diuji pada

Tanggal 29 Oktober 2013

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H., M..S Anggota : 1. Prof. H. Syamsul Arifin, S.H., M.H

2.Dr. Pendastaren Tarigan, S.H., M.S 3. Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H

4. Dr. Jelly Laviza, S.H., M.Hum

(5)

ABSTRAK

Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H., M.S.1 Prof. H. Syamsul Arifin, S.H., M.H.2 Dr. Pendastaren Tarigan, S.H., M.S.3

Dahlia Kusuma Dewi4

Metode penelitian hukum yuridis-normatif artinya data penelitian dianalisis menurut norma-norma hukum yang tertentu dalam peraturan perundang-undangan.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang mengungkapkan peraturan perundang- Izin lingkungan berdasarkan UUPPLH merupakan prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Berfungsi sebagai instrumen pencegahan kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pencemaran lingkungan merupakan masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Terjadinya pencemaran lingkungan hidup diperlukan suatu pengawasan lingkungan hidup. Pengawasan lingkungan hidup merupakan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara langsung atau tidak langsung oleh Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) untuk mengetahui, memastikan, dan menetapkan tingkat ketaatan penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam izin lingkungan dan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Hasil pengawasan tersebut ditujukan untuk mengembangkan penegakan hukum. Penegakan administrasi lingkungan merupakan pengawasan dan penerapan sanksi Administrasi. Penerapan sanksi Administrasi memiliki 2 (dua) sifat yaitu bersifat preventif (pengawasan) dan represif (sanksi administrasi). Tindak pidana lingkungan berdasarkan UUPPLH merupakan pelanggaran yang dilakukan seseorang atas peraturan perundang-undangan dan/atau ketentuan perizinan lingkungan. Selanjutnya ketentuan pidana lingkungan berdasarkan UUPPLH dalam menerapkan sanksi pidana terkait dengan izin lingkungan diatur dalam Pasal 109, Pasal 111 dan Pasal 112 UUPPLH.

Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan diatas, maka perumusan masalahnya adalah sebagai berikut: Bagaimana konsep perizinan berdasarkan UUPPLH? Bagaimana gugatan administrasi lingkungan dan penegakan administrasi lingkungan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan Pasal 121 UUPPLH Jo. PermenLH No. 14/2010? Bagaimana ketentuan pidana terkait dengan izin lingkungan berdasarkan UUPPLH?

1 Ketua Komisi Pembimbing.

2 Dosen Pembimbing Kedua.

3 Dosen Pembimbing Ketiga.

4 Mahasiswi Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara

(6)

undangan yang berkaitan dengan izin lingkungan dalam kaitannya dengan penegakan administrasi lingkungan dan pidana lingkungan berdasarkan UUPPLH.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa izin adalah dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah secara tertulis yang diberikan dalam bentuk keputusan tata usaha negara yang merupakan bukti legalitas yang menyatakan diperkenankannya seseorang atau badan hukum untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan tertentu dengan tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Berdasarkan UUPPLH terdapat 2 (dua) konsep perizinan, yaitu: izin lingkungan dan izin usaha dan/atau kegiatan. Dan konsep perizinan tersebut saling keterkaitan satu sama lain.

Gugatan administrasi lingkungan terjadi karena kesalahan dalam proses penerbitan surat keputusan tata usaha negara yang salah satunya mengenai badan atau pejabat tata usaha negara yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan yang tidak dilengkapi dengan izin lingkungan. Dan pelaku usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan Pasal 121 UUPPLH maka pelaku usaha dan/atau kegiatan tersebut tidak akan memiliki dokumen lingkungan yang berdasarkan Pasal 73 PP No. 27/2012 bahwa dokumen lingkungan tersebut dipersamakan sebagai izin lingkungan. Berarti bahwa pelaku usaha dan/atau kegiatan tersebut ditafsirkan sebagai pelaku usaha dan/atau kegiatan yang tidak memiliki izin lingkungan. Hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap izin lingkungan (Pasal 76 ayat (1) UUPPLH) dan dapat dikenakan sanksi administrasi (Pasal 76 ayat (2) UUPPLH). Ketentuan pidana dalam UUPPLH terkait dengan izin lingkungan diatur dalam Pasal 109, Pasal 111 dan Pasal 112 UUPPLH.

Penelitian ini menyarankan agar penegakan administrasi lingkungan di bidang perizinan lingkungan berupa izin lingkungan dan izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (Izin PPLH) perlu dilaksanakan secara terpadu dengan penegakan hukum terhadap izin usaha dan/atau kegiatan agar peranan penegakan administrasi lingkungan tersebut dapat lebih optimal dalam mencegah pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang lebih parah dan pelanggaran terhadap izin lingkungan dan pendayagunaan hukum pidana sebagai ultimum remidum terhadap pelanggaran izin lingkungan juga harus lebih efektif.

Kata kunci: Izin Lingkungan, Penegakan Administrasi Lingkungan, Pidana Lingkungan.

(7)

ABSTRACT

Environmental licence based on the Law on Living Environmental Management and Protection (UUPPLH) is a condition to obtain a business licence and/or activity.

Functioning as an instrument of damage prevention and/or living environmental pollution in the framework of protecting and managing living environment.

Environmental pollution belongs to living creature, substance, energy and/or other components polluted by human activities which is greater than the set standard quality of living environment. A control is needed to monitor the incident of living environmental pollution. Living environmental control or control for short is a sequence of activities which is directly or indirectly by the Living Environmental Controlling Official (PPLH) to find out, to ensure, and to determine the level of compliance of guarantor of business and/or activity set in the evironmental licence and the legislations in the field of living environmental management and protection.

The control activity is intended to develop law reinforcement. The reinforcement of administrative environmental law is the control and application of the administrative sanction which are preventive (control) and repressive (administrative sanction) in nature. According to the UUPPLH criminal act is a violation done by an individual on the regulation of legislation and/or the provision of environmental licence. The criminal provision according to the UUPPLH to apply the criminal sanction related to environmental licence as regulated in Article 109, Article 111, and Article 112 of UUPPLH.

The research questions answered in this study were how the concept of licensing was set according to UUPPLH; how the environmental administrative law and administrative claim toward the business and/or the activity that does not implement Article 121 of UUPPLH with connection to the Regulation of Minister of Environmental Affairs No. 14/2010 was reinforced; and how the criminal provision related to environmental licence was applied based on UUPPLH.

This analytical descriptive normative juridical study revealed the regulation of legislation related to the environmental licence in relation to reinforcement of administrative sanction and criminal sanction based on UUPPLH. The data obtained were analyzed through certain legal norms stated in the regulation of legislation.

The result of this study showed that licence is the written document issued by the gonvernment given in the form of the decision of state administration as a legal evidence stating that an individual or a legal entity is permitted to run a business

(8)

and/or certain activity with the intention of protecting and managing the living environment. Based on UUPPLH, there are two concepts of licencing, they are environmental licence and business and/or certain activity licence. The licencing concepts is related to each other. Admnistrative claim of environmental law occurs due to the mistake made during the process of issuing the decree of state administration which, one of them, is related to the instituition and the official of the state administration issuing the business licence and/or activity licence that is not equipped with environmental licence. The business and/or activity practitioner that does not implement Article 121 of UUPPLH will not have the document of environment based on Article 73 of PP (Government Regulation) No. 27/2012 stating that the document of environment can be equally functioned as environmental licence. It means that the business and/or activity practitioners are considered as those who have no environmental licence. This practice belongs to the violation of environmental licence (Article 76 paragraph (1) of UUPPLH) and can be given an administrative sanction (Article 76 paragraph (2) of UUPPLH). Criminal provision related to environmental licence is regulated in Article 109, Article 111, and Article 112 of UUPPLH.

It is suggested that the reinforcement of environmental law be carried out under one-roof management to materialize an integrated licencing system that the reinforcement of administrative sanction can play a more optimal role in preventing the worse environmental pollution and/or damage and the violation of environmental licence.

Keywords: Environmental Licence, Reinforcement of Administrative, Sanction, Environmental Criminal Provision.

(9)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan yang tiada henti-hentinya akan kehadhirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya yang telah memberikan kesempatan penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan Thesis ini, yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Hukum pada Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Shalawat dan salam tak lupa penulis panjatkan kepada junjungan Nabi Muhammad saw yang telah memberikan jalan dan menuntun umatnya dari jalan yang gelap menuju jalan yang terang yang disinari oleh nur iman dan Islam.

Thesis ini berjudul: “Izin Lingkungan dalam Kaitannya dengan Penegakan Administrasi Lingkungan dan Pidana Lingkungan Berdasarkan UUPPLH”. Penulis menyadari bahwa di dalam pelaksanaan pendidikan ini banyak mengalami kesulitan-kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen pembimbing, maka penulis dapat menyelesaikan penulisan Thesis ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Thesis ini masih banyak kelemahan serta kekurangan-kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya suatu masukan serta saran yang bersifat membangun di masa yang akan datang.

Untuk Almarhum Ayahanda H. Munar Hamid tercinta dan untuk Ibunda Hj.

Fatimah tercinta, penulis mengucapkan beribu terima kasih atas dukungan dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah di Program Pascasarjana Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini Penulis dengan rasa hormat yang dalam, menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.

(10)

2. Prof. Dr. Runtung, SH, M. Hum sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MH, sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum USU.

4. Syafruddin Hasibuan, SH, MH, DFM, sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Hukum USU.

5. Muhammad Husni, SH, M. Hum sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Hukum USU.

6. Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing yang berkenan telah mendorong dan memberikan semangat belajar kepada penulis dan banyak memberikan nasehat, memberikan arahan dalam bimbingan Thesis, serta perhatian kepada penulis dapat segera menyelesaikan kuliah di Program Magister Hukum Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Prof. H. Syamsul Arifin, SH, MH dan Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah berkenan memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan Thesis, sehingga membantu keberhasilan penulis dalam menyelesaikan studi Magister Hukum Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH selaku Ketua Program Studi Magister Hukum Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah menyetujui judul Thesis ini.

9. Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum selaku Sekretaris Program Studi Magister Hukum Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH dan Dr. Jelly Leviza, SH, M.Hum selaku Dosen Penguji yang telah berkenan menguji dan memberi masukan dalam penyelesaian Thesis ini.

11. Kepada Bapak Drs. Raja Bongsu Hutagalung, M.Si selaku PUREK III USU yang telah memberikan izin kepada Penulis dalam menyelesaikan Thesis ini.

(11)

12. Kepada Bapak Sugeng Priyanto selaku Asisten Deputi Bidang Penanganan Pengaduan dan Penataan Hukum Administrasi Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup R.I. yang telah memberikan kesempatan penulis untuk beraudiensi langsung mengenai terkait judul Thesis ini.

13. Kepada para staf Kementerian Lingkungan Hidup R.I. (Mbak Rini dan Mbak Novi) yang telah membantu penulis saat melakukan penelitian di Kementerian Lingkungan Hidup R.I., Jakarta.

14. Kepada para pegawai S2 Ilmu Hukum Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara terutama Kak Fitri, Bu Suganti, Bu Niar, Kak Juli, Kak Yani, Kak Ria, Bang Udin, Bang Hendra dan dll, yang sudah membantu Penulis selama mengikuti kuliah sampai selesai kuliah di Magister Hukum Pascasarjana Fakultas Hukum USU.

15. Seluruh Dosen Magister S2 Ilmu Hukum SPs Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

16. Kepada adik-adik ku, Ade Maulana Ibrahim, Amd., Soraya Febrianty, Mhd.

Reza Mufti, terima kasih atas dukungan, doa dan perhatian yang sangat besar yang selalu mendukung, terima kasih kepada seluruh keluarga besarku yang memberikan dorongan semangat kepada penulis selama mengikuti perkuliahan hingga selesai Thesis ini.

17. Teman-teman kuliah stambuk 2011 Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yaitu Andi, Kak Lisbet, Bang Poltak, Dimas, Bejo’ dan yang lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu terima kasih atas segalanya.

18. Kepada Dr. Masdani MS, SH, M.Hum yang telah memberikan support kepada penulis dalam menyelesaikan Thesis ini.

19. Kepada Om Chatib yang telah membantu penulis dalam pembuatan Thesis ini.

20. Kepada Pak Armansah, SH., yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Thesis ini.

(12)

21. Kepada teman-teman di Biro Rektor Universitas Sumatera Utara, terima kasih.

22. Kepada Staf Ahli PUREK III (Bang Izal dan Bang Haris) yang sudah menghibur dan memberikan saran/kritik kepada penulis.

23. Kepada sahabat-sahabat terbaik ku, Ferdinan Hadi Irawan, SH., Rabiatul Hasanah, SE., Bang Joko Lesmono Irsan, ST., yang sudah membantu dan mendukung penulis selama penyelesaian Thesis ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan berlipat ganda atas semua bantuan yang diberikan. Semoga Thesis ini dapat memberi manfaat kepada siapa saja yang membaca dan mempelajarinya khususnya bagi diri penulis.

Hormat Penulis,

Dahlia Kusuma Dewi

(13)

RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Dahlia Kusuma Dewi

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 24 Februari 1984 Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jln. KL. Yos Sudarso Link. III No. 96 Medan Deli Pekerjan/Instansi : Sekretariat PUREK III Universitas Sumatera Utara

II. DATA KELUARGA

Nama Ayah : Alm.. H. Munar Hamid Nama Ibu : Hj. Fatimah

Nama Saudara/i Kandung : Ade Maulana Ibrahim, Amd

Soraya Febrianty

Mhd. Reza Mufti

III. PENDIDIKAN FORMAL

1990 – 1996 SD Swasta Pertiwi Medan 1996 – 1999 SLTP Negeri 11 Medan

1999 – 2002 SMA Swasta Dharmawangsa Medan

2002 – 2005 Diploma Tiga (DIII) Jurusan Kesekretariatan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

2006 – 2009 Strata Satu (S1) Fakultas Hukum Universitas Muslim Nusantara Medan

2011 – 2013 Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii

RIWAYAT HIDUP vii

DAFTAR ISI viii

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Perumusan Masalah 15

C. Tujuan Penelitian 15

D. Manfaat Penelitian 16

E. Keaslian Penelitian 16

F. Kerangka Teori dan Konseptual

1. Kerangka Teori 17

2. Konseptual 27

G. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian dan Sifat Penelitian 31

2. Sumber Data Penelitian 32

3. Teknik Pengumpulan Data 33

4. Alat Pengumpulan Data 34

5. Analisis Data 35

BAB II: KONSEP PERIZINAN BERDASARKAN UU NO. 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

A. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 36

1. Pengertian PPLH 37

(15)

2. Asas dan Tujuan PPLH 42 B. Konsep Perizinan Berdasarkan UUPPLH 46

1. Perizinan 49

1.1. Unsur-unsur Perizinan 56

1.2. Fungsi dan Tujuan Perizinan 63

1.3. Bentuk dan Isi Izin 64

2. Izin Lingkungan 66

2.1. Ruang Lingkup Izin Lingkungan 71

2.2. Izin PPLH 74

2.3. Pelaksanaan Izin Lingkungan 75

BABIII: GUGATAN ADMINISTRATIF DAN PENEGAKAN ADMINISTRASI LINGKUNGAN ATAS IZIN USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG DIMILIKI SUATU USAHA DAN/ATAU KEGIATAN DIKARENAKAN TIDAK MELAKSANAKAN PASAL 121 UUPPLH JO. PERMENLH NO. 14/2010

A. Pengertian Penegakan Hukum 79

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum 86 C. Penegakan Hukum Lingkungan Administratif 87

1. Pengawasan 94

2. Penerapan Sanksi Administratif 101 3. Penegakan Hukum Lingkungan Melalui Gugatan

Tata Usaha Negara 125

D. Gugatan Administratif Lingkungan 130 E. Penegakan Sanksi Administratif atas Izin Usaha dan/atau Kegiatan yang

Dimiliki Suatu Usaha dan/atau Kegiatan Dikarenakan Tidak Melaksanakan Pasal 121 UUPPLH Jo.

PermenLH No. 14 Tahun 2010 135

BAB IV: KETENTUAN PIDANA TERKAIT DENGAN IZIN LINGKUNGAN BERDASARKAN UUPPLH

(16)

A. Tindak Pidana Terkait Izin Lingkungan 139 B. Pertanggungjawaban Pidana Terkait dengan Pasal 109, Pasal 111

dan Pasal 112 UUPPLH 149

C. Penjatuhan Pidana Berdasarkan UUPPLH 161

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 168

B. Saran 170

DAFTAR PUSTAKA 171

(17)

ABSTRAK

Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H., M.S.1 Prof. H. Syamsul Arifin, S.H., M.H.2 Dr. Pendastaren Tarigan, S.H., M.S.3

Dahlia Kusuma Dewi4

Metode penelitian hukum yuridis-normatif artinya data penelitian dianalisis menurut norma-norma hukum yang tertentu dalam peraturan perundang-undangan.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang mengungkapkan peraturan perundang- Izin lingkungan berdasarkan UUPPLH merupakan prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Berfungsi sebagai instrumen pencegahan kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pencemaran lingkungan merupakan masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Terjadinya pencemaran lingkungan hidup diperlukan suatu pengawasan lingkungan hidup. Pengawasan lingkungan hidup merupakan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara langsung atau tidak langsung oleh Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) untuk mengetahui, memastikan, dan menetapkan tingkat ketaatan penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam izin lingkungan dan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Hasil pengawasan tersebut ditujukan untuk mengembangkan penegakan hukum. Penegakan administrasi lingkungan merupakan pengawasan dan penerapan sanksi Administrasi. Penerapan sanksi Administrasi memiliki 2 (dua) sifat yaitu bersifat preventif (pengawasan) dan represif (sanksi administrasi). Tindak pidana lingkungan berdasarkan UUPPLH merupakan pelanggaran yang dilakukan seseorang atas peraturan perundang-undangan dan/atau ketentuan perizinan lingkungan. Selanjutnya ketentuan pidana lingkungan berdasarkan UUPPLH dalam menerapkan sanksi pidana terkait dengan izin lingkungan diatur dalam Pasal 109, Pasal 111 dan Pasal 112 UUPPLH.

Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan diatas, maka perumusan masalahnya adalah sebagai berikut: Bagaimana konsep perizinan berdasarkan UUPPLH? Bagaimana gugatan administrasi lingkungan dan penegakan administrasi lingkungan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan Pasal 121 UUPPLH Jo. PermenLH No. 14/2010? Bagaimana ketentuan pidana terkait dengan izin lingkungan berdasarkan UUPPLH?

1 Ketua Komisi Pembimbing.

2 Dosen Pembimbing Kedua.

3 Dosen Pembimbing Ketiga.

4 Mahasiswi Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara

(18)

undangan yang berkaitan dengan izin lingkungan dalam kaitannya dengan penegakan administrasi lingkungan dan pidana lingkungan berdasarkan UUPPLH.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa izin adalah dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah secara tertulis yang diberikan dalam bentuk keputusan tata usaha negara yang merupakan bukti legalitas yang menyatakan diperkenankannya seseorang atau badan hukum untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan tertentu dengan tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Berdasarkan UUPPLH terdapat 2 (dua) konsep perizinan, yaitu: izin lingkungan dan izin usaha dan/atau kegiatan. Dan konsep perizinan tersebut saling keterkaitan satu sama lain.

Gugatan administrasi lingkungan terjadi karena kesalahan dalam proses penerbitan surat keputusan tata usaha negara yang salah satunya mengenai badan atau pejabat tata usaha negara yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan yang tidak dilengkapi dengan izin lingkungan. Dan pelaku usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan Pasal 121 UUPPLH maka pelaku usaha dan/atau kegiatan tersebut tidak akan memiliki dokumen lingkungan yang berdasarkan Pasal 73 PP No. 27/2012 bahwa dokumen lingkungan tersebut dipersamakan sebagai izin lingkungan. Berarti bahwa pelaku usaha dan/atau kegiatan tersebut ditafsirkan sebagai pelaku usaha dan/atau kegiatan yang tidak memiliki izin lingkungan. Hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap izin lingkungan (Pasal 76 ayat (1) UUPPLH) dan dapat dikenakan sanksi administrasi (Pasal 76 ayat (2) UUPPLH). Ketentuan pidana dalam UUPPLH terkait dengan izin lingkungan diatur dalam Pasal 109, Pasal 111 dan Pasal 112 UUPPLH.

Penelitian ini menyarankan agar penegakan administrasi lingkungan di bidang perizinan lingkungan berupa izin lingkungan dan izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (Izin PPLH) perlu dilaksanakan secara terpadu dengan penegakan hukum terhadap izin usaha dan/atau kegiatan agar peranan penegakan administrasi lingkungan tersebut dapat lebih optimal dalam mencegah pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang lebih parah dan pelanggaran terhadap izin lingkungan dan pendayagunaan hukum pidana sebagai ultimum remidum terhadap pelanggaran izin lingkungan juga harus lebih efektif.

Kata kunci: Izin Lingkungan, Penegakan Administrasi Lingkungan, Pidana Lingkungan.

(19)

ABSTRACT

Environmental licence based on the Law on Living Environmental Management and Protection (UUPPLH) is a condition to obtain a business licence and/or activity.

Functioning as an instrument of damage prevention and/or living environmental pollution in the framework of protecting and managing living environment.

Environmental pollution belongs to living creature, substance, energy and/or other components polluted by human activities which is greater than the set standard quality of living environment. A control is needed to monitor the incident of living environmental pollution. Living environmental control or control for short is a sequence of activities which is directly or indirectly by the Living Environmental Controlling Official (PPLH) to find out, to ensure, and to determine the level of compliance of guarantor of business and/or activity set in the evironmental licence and the legislations in the field of living environmental management and protection.

The control activity is intended to develop law reinforcement. The reinforcement of administrative environmental law is the control and application of the administrative sanction which are preventive (control) and repressive (administrative sanction) in nature. According to the UUPPLH criminal act is a violation done by an individual on the regulation of legislation and/or the provision of environmental licence. The criminal provision according to the UUPPLH to apply the criminal sanction related to environmental licence as regulated in Article 109, Article 111, and Article 112 of UUPPLH.

The research questions answered in this study were how the concept of licensing was set according to UUPPLH; how the environmental administrative law and administrative claim toward the business and/or the activity that does not implement Article 121 of UUPPLH with connection to the Regulation of Minister of Environmental Affairs No. 14/2010 was reinforced; and how the criminal provision related to environmental licence was applied based on UUPPLH.

This analytical descriptive normative juridical study revealed the regulation of legislation related to the environmental licence in relation to reinforcement of administrative sanction and criminal sanction based on UUPPLH. The data obtained were analyzed through certain legal norms stated in the regulation of legislation.

The result of this study showed that licence is the written document issued by the gonvernment given in the form of the decision of state administration as a legal evidence stating that an individual or a legal entity is permitted to run a business

(20)

and/or certain activity with the intention of protecting and managing the living environment. Based on UUPPLH, there are two concepts of licencing, they are environmental licence and business and/or certain activity licence. The licencing concepts is related to each other. Admnistrative claim of environmental law occurs due to the mistake made during the process of issuing the decree of state administration which, one of them, is related to the instituition and the official of the state administration issuing the business licence and/or activity licence that is not equipped with environmental licence. The business and/or activity practitioner that does not implement Article 121 of UUPPLH will not have the document of environment based on Article 73 of PP (Government Regulation) No. 27/2012 stating that the document of environment can be equally functioned as environmental licence. It means that the business and/or activity practitioners are considered as those who have no environmental licence. This practice belongs to the violation of environmental licence (Article 76 paragraph (1) of UUPPLH) and can be given an administrative sanction (Article 76 paragraph (2) of UUPPLH). Criminal provision related to environmental licence is regulated in Article 109, Article 111, and Article 112 of UUPPLH.

It is suggested that the reinforcement of environmental law be carried out under one-roof management to materialize an integrated licencing system that the reinforcement of administrative sanction can play a more optimal role in preventing the worse environmental pollution and/or damage and the violation of environmental licence.

Keywords: Environmental Licence, Reinforcement of Administrative, Sanction, Environmental Criminal Provision.

(21)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Merosotnya kualitas lingkungan yang dibarengi dengan semakin menipisnya persediaan sumber daya alam serta timbulnya berbagai permasalahan lingkungan, telah menyadarkan manusia betapa pentingnya daya dukungan lingkungan dan peran sumber daya alam terhadap kehidupan manusia di alam semesta. Lingkungan tidak dapat mendukung jumlah kehidupan manusia dan makhluk hidup yang tanpa batas.

Apabila bumi ini sudah tidak mampu lagi menyangga ledakan jumlah manusia beserta aktivitasnya, maka manusia akan mengalami berbagai kesulitan. Pertumbuhan jumlah penduduk bumi mutlak harus dikendalikan dan aktivitas manusianya pun harus memperhatikan pelestarian fungsi lingkungan hidup.5

Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup6. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya7

5 Pramudya Sunu, Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2001, hal. 7.

6 Pasal 1 angka 6 UUPPLH.

7 Pasal 1 angka 7 UUPPLH.

. Sementara daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup

(22)

untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya8.

Pelestarian fungsi lingkungan hidup ini dimaknai sebagai upaya mewujudkan lingkungan hidup terhindar dari resiko pencemaran atau perusakan akibat kecerobohan atau kelalaian pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan yang dilakukannya.

Semua pengaturan tentang lingkungan hidup pada dasarnya dimaksudkan agar alam dapat dimanfaatkan bagi kepentingan kesejahteraan umat manusia pada saat ini dan juga yang tidak kalah pentingnya yaitu untuk kepentingan kesejahteraan umat yang akan datang (sustainable development), dengan kata lain pembuatan UUPPLH

Hal tersebut diatas dapat dijadikan sebagai suatu latar belakang dalam tujuan dan sasaran utama dari ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disingkat dengan UUPPLH).

UUPPLH yang merupakan “ketentuan” bagi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, maka undang-undang sektoral bidang lingkungan hidup yang diantaranya, kehutanan, perkebunan, dan pertambangan, harus memenuhi beberapa kondisi. Antara lain, Pertama, UU tersebut harus tunduk pada UUPPLH. Kedua, pelaksanaan UU sektoral bidang lingkungan hidup tidak boleh bertentangan dengan UUPPLH. Ketiga, segala penegakan hukum yang berkaitan dengan lingkungan hidup harus berpedoman kepada UUPPLH.

8 Pasal 1 angka 8 UUPPLH.

(23)

serta aturan sektoral lainnya dimaksudkan atau dijiwai untuk menyelamatkan lingkungan. Sebagaimana diketahui bahwa lingkungan hidup Indonesia telah mengalami berbagai kerusakan yang sangat mengkhawatirkan dan untuk itu diperlukan pengaturan yang memadai.

UUPPLH berfungsi sebagai Umbrella act atau umbrella provision atau dalam ilmu hukum disebut kadarwet atau raamwet yang utama terhadap masalah lingkungan hidup. UUPPLH ini menjadikan ketentuan pokok bagi peraturan- peraturan lingkungan hidup yang sudah ada (lex lata) maupun bagi peraturan lebih lanjut dibawahnya (lex ferandai atau ketentuan organik) atas lingkungan hidup.

Ketentuan Pasal 36 UUPPLH, menetapkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) wajib memiliki izin lingkungan. Izin lingkungan diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 UUPPLH atau rekomendasi UKL-UPL. Ketentuan Pasal 2 ayat (2) PP 27/2012 tentang Izin Lingkungan juga menetapkan tahapan-tahapan kegiatan memperoleh izin lingkungan yang meliputi: penyusunan Amdal dan UKL-UPL; penilaian Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL dan permohonan dan penerbitan izin lingkungan. Izin lingkungan wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL. Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib diintegrasikan ke dalam izin lingkungan paling lama 1 (satu)

(24)

tahun sejak undang-undang ini ditetapkan. Dan berdasarkan Pasal 39 UUPPLH, permohonan izin lingkungan dan izin lingkungan wajib diumumkan, dan dilakukan dengan cara yang mudah diketahui oleh masyarakat.

Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan9

Dalam hukum lingkungan hidup, pencemaran merupakan kemasukan bahan pencemar seperti bahan kimia kedalam alam sekitar yang mengakibatkan kesan yang memusnahkan sehingga membahayakan kesehatan manusia, mengancam sumber alam dan ekosistem

. Izin lingkungan yang merupakan instrumen pencegahan kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup hakikatnya merupakan pengendalian aktivitas pengelolaan lingkungan hidup.

10

Pada Pasal 1 angka 7 UU No. 4 Tahun 1982 tentang Lingkungan Hidup (selanjutnya disingkat dengan UULH) menjelaskan bahwa pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain kedalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi bagi sesuai dengan peruntukannya.

.

9 Pasal 1 angka 1 PP No. 27/2012 tentang Izin Lingkungan.

10 http://www.ecoconsult.ch/uploads/1144-IEL_Slide4_Pollution-hazwastes.pdf diakses pada tanggal 3 Juli 2013.

(25)

Pasal 1 angka 12 UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disingkat dengan UUPLH) menerangkan bahwa pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.

Sementara menurut Pasal 1 angka 14 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disingkat dengan UUPPLH) menyebutkan bahwa pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Adapun unsur-unsur pencemaran lingkungan meliputi11

Dengan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diperlukan suatu pengawasan lingkungan hidup. Pengawasan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut Pengawasan adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara langsung atau tidak langsung oleh Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) dan Pejabat : 1. Adanya mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain yang masuk atau

dimasukannya ke media lingkungan yang menyebabkan lingkungan tercemar;

2. Adanya baku mutu yang dilanggar berdasarkan hasil uji laboratorium;

3. Kejelasan siapa yang melakukan atau subyek hukum pelaku;

4. Kegiatan tersebut dilakukan karena ”kelalaian” atau”sengaja” (masuk atau dimasukannya);

5. Sifat dampak yang ditimbulkan.

11 Sugeng Priyanto, Aspek Sanksi Pengawasan dan Sanksi Administrasi berdasarkan UU No.

32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, 2012.

(26)

Pengawas Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD) untuk mengetahui, memastikan, dan menetapkan tingkat ketaatan penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam izin lingkungan dan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup12

Dasar hukum pengawasan yaitu Bab XII tentang Pengawasan dan Sanksi Administratif pada Pasal 71 sampai dengan Pasal 75 UUPPLH. Tujuan dilakukan Pengawasan Lingkungan Hidup tersebut adalah untuk memantau, mengevaluasi dan menetapkan status ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap

.

13

a. kewajiban yang tercantum dalam Peraturan Perundang-Undangan bidang pencemaran dan/atau kerusakan LH;

:

b. Kewajiban untuk melakukan pengelolaan LH dan pemantauan LH sebagaimana tercantum dalam dokumen Amdal atau UKL-UPL atau persyaratan lingkungan yang tercantum dalam izin yg terkait.

Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat PPLH dan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah yang selanjutnya juga disingkat dengan PPLHD14

12 Lihat Pasal 1 angka 4 Permen LH No. 02 Tahun 2013 tentang Pedoman Penerapan Sanksi Administratif di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

13Sugeng Priyanto, Presentasi Sosialisasi tentang Aspek Sanksi Pengawasan dan Sanksi Administratif Berdasarkan UUPPLH, Tangerang, 2012.

14 Pasal 1 angka 6 Permen LH No. 02 Tahun 2013 tentang Pedoman Penerapan Sanksi Administratif di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

merupakan Pegawai Negeri Sipil maupun Pegawai Negeri Sipil di daerah yang diberi tugas, wewenang, kewajiban dan tanggungjawab untuk melaksanakan kegiatan pengawasan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-

(27)

undangan15

1. Terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap UU LH dan terhadap izin lingkungan serta yang izin lingkungannya diterbitkan oleh pemerintah daerah jika Pemerintah menganggap terjadi pelanggaran yang serius di bidang LH

. Dan PPLH tersebut berada pada instansi yang bertanggungjawab yang memenuhi persyaratan tertentu yang diangkat oleh Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota. Adapun tugas Menteri, gubernur, atau bupati/walikota yaitu:

16

2. Dapat mendelegasikan kewenangannya dalam melakukan pengawasan kepada pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

;

17

3. Dapat menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional

;

18.

Kewenangan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH)19

a. melakukan pemantauan;

yang merupakan pejabat fungsional, yaitu:

b. meminta keterangan;

c. membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan;

d. memasuki tempat tertentu;

e. memotret;

f. membuat rekaman audio visual;

g. mengambil sampel;

h. memeriksa peralatan;

i. memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi; dan/atau j. menghentikan pelanggaran tertentu.

15 Pasal 1 angka 5 Permen LH No. 02 Tahun 2013 tentang Pedoman Penerapan Sanksi Administratif di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

16 Pasal 71 ayat (1), Pasal 72 dan Pasal 73 UUPPLH.

17 Lihat Pasal 71 ayat (2) UUPPLH.

18 Lihat Pasal 71 ayat (3) UUPPLH.

19 Pasal 74 ayat (1) UUPPLH.

(28)

Dalam menjalankan kewenangan dan tugasnya tersebut Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup dapat melakukan koordinasi dengan pejabat penyidik pegawai PNS20 dan penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan dilarang menghalanginya21

Pengawasan yang dilakukan terhadap kegiatan yang memiliki izin lingkungan sebagai upaya pemantauan penataan persyaratan perizinan oleh instansi yang berwenang memberi izin lingkungan.

.

22 Hasil pengawasan tersebut ditujukan untuk mengembangkan penegakan hukum.23

Mas Achmad Santoso

24

Penegakan hukum lingkungan dapat dimaknai sebagai penggunaan atau penerapan instrumen-instrumen dan sanksi-sanksi dalam hukum administrasi, hukum perdata dan hukum pidana dengan tujuan memaksa subjek hukum yang menjadi sasaran mematuhi peraturan perundang-undangan lingkungan hidup. Penegakan hukum lingkungan yang berkaitan erat dengan kemampuan aparatur dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku adalah penegakan administrasi mengatakan bahwa, penegakan hukum lingkungan (environmental enforcement) harus dilihat sebagai sebuah alat (an end). Tujuan penegakan hukum lingkungan yaitu penataan (compliance) terhadap nilai-nilai perlindungan daya dukung ekosistem dan fungsi lingkungan hidup yang pada umumnya diformalkan kedalam peraturan perundang-undangan.

20 Pasal 74 ayat (2) UUPPLH.

21 Pasal 74 ayat (3) UUPPLH.

22 Siti Sundari Rangkuti, Izin Lingkungan sebagai Instrumen Pencegahan Pencemaran Lingkungan, Universitas Airlangga, Surabaya, 2000, hal. 488.

23 Suparto Wijoyo, Refleksi Mata Rantai Pengaturan Sanksi Pengelolaan Lingkungan Seacra Terpadu, Airlangga University Press, hal. 494.

24 Mas Achmad Santoso, Good Governance & Sanksi Lingkungan, ICEL, Jakarta, 2001, hal.

234.

(29)

lingkungan. Penegakan administratif lingkungan bersifat preventif (pengawasan) dan represif (sanksi administrasi).

Instrumen bagi penegakan administratif lingkungan yang bersifat preventif adalah penyulihan, pemantauan, dan penggunaan kewenangan yang sifatnya pengawasan. Preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan hidup perlu dilaksanakan dengan mendayagunakan secara maksimal instrumen pengawasan dengan memperhatikan syarat-syarat yang tercantum dalam perizinan. Dalam hal pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi, perlu dilakukan upaya represif berupa penegakan hukum yang efektif, konsekuen, dan konsisten terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi. Sehingga perlu dikembangkan satu sistem hukum perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum sebagai landasan bagi perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam serta kegiatan pembangunan lain.

Sementara penegakan administratif lingkungan yang bersifat represif yang dilakukan dalam hal perbuatan yang melanggar peraturan dan bertujuan untuk mengakhiri secara langsung perbuatan terlarang (pencemaran).

Penegakan administratif lingkungan memiliki beberapa manfaat strategis bila dibandingkan dengan penegakan perdata maupun pidana. Dan manfaat strategis25

25 Mas Achmad Santosa, Good Governance & Sanksi Lingkungan, ICEL, Jakarta, 2003, hal.

248.

tersebut, yaitu:

(30)

a. Penegakan administrasi dibidang lingkungan hidup dapat dioptimalkan sebagai perangkat pencegahan (preventive).

b. Penegakan administrasi (yang bersifat pencegahan) dapat lebih efisien dari sudut pembiayaan dibandingkan penegakan pidana dan perdata. Pembiayaan untuk penegakan administrasi lingkungan meliputi biaya pengawasan lapangan yang dilakukan secara rutin dan pengujian laboratorium lebih murah dibandingkan dengan upaya pengumpulan bukti, investigasi lapangan, memperkerjakan saksi ahli untuk membuktikan aspek kausalitas (sebab akibat) dalam kasus pidana dan perdata.

c. Penegakan administrasi lingkungan lebih memiliki kemampuan mengundang partisipasi masyarakat. Partispasi masyarakat dilakukan mulai dari proses perizinan, pemantauan penataan/pengawasan, dan partisipasi dalam mengajukan keberatan dan meminta pejabat tata usaha negara untuk memberlakukan sanksi administrasi.

Penegakan administratif lingkungan dalam sebuah sistem hukum dan pemerintahan minimal mempunyai 5 (lima) prasyarat awal dari efektivitas penegakannya26

Mendayagunakan berbagai ketentuan hukum, baik hukum administrasi, hukum perdata, maupun hukum pidana, diharapkan selain akan menimbulkan efek jera juga

, yaitu:

a. Izin yang didayagunakan sebagai perangkat pengawasan dan pengendalian;

b. Persyaratan dalam izin dengan merujuk pada AMDAL;

c. Standar baku mutu lingkungan;

d. Peraturan perundang-undangan, mekanisme pengawasan penataan, keberadaan pejabat pengawas (inspektur) dengan kuantitas dan kualitas yang memadai, dan sanksi administrasi.

Upaya penegakan administrasi lingkungan oleh pemerintah secara konsisten sesuai dengan kewenangan yang ada akan berdampak bagi penegakan hukum, dalam rangka menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup. Sehubungan dengan hal ini, penegakan administrasi lingkungan merupakan garda terdepan dalam penegakan hukum lingkungan (primum remedium).

26 ibid.

(31)

akan meningkatkan kesadaran seluruh pemangku kepentingan tentang betapa pentingnya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup demi kehidupan generasi masa kini dan masa depan, sebagaimana diatur pada Pasal 3 UUPPLH yang berbunyi sebagai berikut:

1. Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;

2. Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;

3. Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem;

4. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;

5. Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup;

6. Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan;

7. Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia;

8. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;

9. Mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan 10. Mengantisipasi isu lingkungan global.

Adapun contoh kasus penegakan administrasi lingkungan yaitu kasus lumpur Lapindo di Porong Jatim. Bagaimana bisa Amdal terakhir baru dibuat sebelum izin lain atau izin IUP (Izin Usaha Pertambangan) yang ada di Kota Samarinda yang tumbuh pesat sejak UU Otonomi digulirkan, IUP yang dikeluarkan disinyalir banyak mengabaikan izin lingkungan, dalam membuat Amdal/UKL-UPL. Hal-hal ini yang membuat tata lingkungan di sekitar hancur dan mengganggu keseimbangan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Samarinda, sebagai pejabat pengawas lingkungan hidup berwenang antara lain:

a. melakukan pemantauan;

b. meminta keterangan;

c. membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan;

d. memasuki tempat tertentu;

e. memotret;

(32)

f. membuat rekaman audio visual;

g. mengambil sampel;

h. memeriksa peralatan;

i. memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi; dan/atau j. menghentikan pelanggaran tertentu.

Dalam paparan BLH Kota Samarinda, mereka sudah melakukan 31 kali surat teguran kepada pemilik IUP di Kota Samarinda, 8 IUP yang dihentikan sementara, (PT Buana Rizki Armia, PT Graha Benua Etam, PT Panca Bara Sejahtera, CV Bismillahi Res Kaltim, CV Prima Coal Mining, CV Tunggal Firdaus, CV UtiaIlma Jaya, serta KOPTAM Bara Sumber Makmur) dan 2 IUP (Izin CV Prima Coal Mining maupun CV Bumi Batuah) dicabut. Ini memberi peringatan dalam kontek penegakan adminitrasi lingkungan, BLH sudah dijalankan, hal ini sesuai dengan fungsi pengawasan yang diatur dalam Pasal 71 UUPPLH bahwa Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Kemudian menteri, gubernur, atau bupati/walikota dapat mendelegasikan kewenangannya dalam melakukan pengawasan kepada pejabat/instansi teknis yang bertanggungjawab di bidang perlindungan dan jawab di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Sanksi Administratif yang diterapkan terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan IUP Kota samarinda, juga sudah dilakukan dengan beberapa bentuk yang diatur dalam adminitrasi berupa:

a. teguran tertulis;

b. paksaan pemerintah;

(33)

c. pembekuan izin lingkungan; atau d. pencabutan izin lingkungan.

Penegakan administratif lingkungan merupakan pilihan yang dapat dilakukan secara bertahap, bebas, dan/atau alternatif/kumulatif27

Keterjalinan antara hukum pidana dengan hukum administrasi dalam hukum lingkungan kepidanaan, delege lata, merupakan suatu fakta yang harus diterima . Penegakan administratif lingkungan secara bertahap yaitu penerapan sanksi yang didahului dengan sanksi adminstratif yang ringan hingga sanksi yang terberat, dimulai dengan teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin.

Sementara penegakan administrasi lingkungan secara bebas yaitu adanya keleluasaan bagi pejabat yang berwenang mengenakan sanksi untuk menentukan pilihan jenis sanksi yang didasarkan pada tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.

Sedangkan penegakan administrasi lingkungan secara kumulatif terdiri atas kumulatif internal dan kumulatif eksternal. Yang dimaksud dengan kumulatif internal yaitu penerapan sanksi yang dilakukan dengan menggabungkan beberapa jenis sanksi administratif pada satu pelanggaran. Dan yang dimaksud dengan kumulatif eksternal yaitu penerapan sanksi yang dilakukan dengan menggabungkan penerapan salah satu jenis sanksi administratif dengan penerapan sanksi lainnya, misalnya yaitu sanksi pidana.

27 Lihat Pasal 5 ayat (2) PermenLH No. 02 Tahun 2013 tentang Pedoman Penerapan Sanksi Administratif di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

(34)

keberadaannya dan akan menjadikan penegakan hukum lingkungan lebih baik jika berjalan dengan bersinergi, atau menjadi kendala jika tidak bersinergi28

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diangkat berbagai permasalahan yang timbul dari latar belakang diatas menjadi sebuah karya ilmiah berbentuk tesis dengan judul: “Izin Lingkungan dalam kaitannya dengan Penegakan Administrasi

.

Suatu perbuatan yang diatur dalam hukum pidana lingkungan untuk dapat dinyatakan sebagai tindak pidana selalu dikaitkan dengan pengaturan lebih lanjut dalam hukum administrasi, oleh karena dalam rumusan tindak pidana lingkungan, suatu perbuatan dinyatakan sebagai suatu tindak pidana jika dilakukan bertentangan dengan izin lingkungan.

Pandangan hukum pidana dapat dipergunakan sebagai instrumen dalam rangka perlindungan terhadap lingkungan hidup, membawa konsekuensi terhadap keterjalinan hukum pidana dengan hukum administrasi. Keterjalinan upaya penyidikan hukum pidana dengan sarana hukum administrasi (yang lebih cenderung melaksanakan tugasnya dalam rangka prevensi atau memandang pelanggaran masalah lingkungan sebagai yang harus dipecahkan, diberi nasehat dan/atau perbaikan keadaan) akan menjadikan penegakan hukum lingkungan lebih baik jika berjalan dengan bersinergi, atau menjadi kendala jika tidak bersinergi.

28 Alvi Syahrin, Ketentuan Dalam UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Cetakan PT. Sofmedia, Jakarta, 2011, hal. 23.

(35)

Lingkungan dan Pidana Lingkungan Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka yang menjadi pokok permasalahan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Konsep Perizinan berdasarkan UUPPLH?

2. Bagaimana Gugatan Administratif dan Penegakan Administrasi Lingkungan terhadap Izin Usaha dan/atau Kegiatan yang Dimiliki Suatu Usaha dan/atau Kegiatan dikarenakan Tidak Melaksanakan Pasal 121 UUPPLH Jo. PermenLH No. 14 Tahun 20110?

3. Bagaimana Ketentuan Pidana terkait dengan Izin Lingkungan Berdasarkan UUPPLH?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui dan menganalisa konsep perizinan berdasarkan UUPPLH;

2. Mengetahui dan menganalisa gugatan administratif dan penegakan administrasi lingkungan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang berkaitan dengan izin lingkungan;

(36)

3. Mengetahui dan menganalisa tentang ketentuan pidana terkait dengan izin lingkungan berdasarkan UUPPLH.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, sebagai berikut:

1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya izin lingkungan dan penegakan sanksi administratif lingkungan dan sanksi pidana lingkungan berdasarkan UUPPLH.

2. Manfaat Praktis, yaitu terjawabnya permasalahan dalam penelitian ini, sehingga dapat:

a. Diketahuinya Konsep Perizinan berdasarkan UUPPLH;

b. Diketahuinya Gugatan Administratif dan Penegakan Administrasi Lingkungan terhadap Usaha dan/atau Kegiatan yang Berkaitan dengan Izin Lingkungan;

c. Diketahuinya Ketentuan Pidana terkait dengan Izin Lingkungan Berdasarkan UUPPLH.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pemeriksaan dan penelusuran kepustakaan dari hasil penelitian yang telah dilakukan khususnya di Universitas Sumatera Utara maka penulis menerangkan bahwa penelitian mengenai “Izin Lingkungan dalam kaitannya dengan

(37)

Penegakan Administrasi Lingkungan dan Pidana Lingkungan Berdasarkan UU No.

32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH)” belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama oleh peneliti yang lainnya. Kalaupun ada pendapat atau kutipan yang sama dalam penelitian ini semata-mata adalah sebagai faktor pendukung dan pelengkap dalam penelitian yang memang sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan penelitian ini.

F. Kerangka Teori dan Konseptual 1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan garis besar dari suatu rancangan atas dasar pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai suatu peristiwa29. Peristiwa sebagaimana dimaksud didalam penelitian tersebut adalah Izin Lingkungan dan Penegakan Administrasi Lingkungan dan Pidana Lingkungan dalam UUPPLH.

Dalam penelitian hukum kerangka teori diperlukan untuk membuat jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofisnya yang tertinggi.30 Teori hukum sendiri boleh disebut sebagai kelanjutan dari mempelajari hukum positif, setidak-tidaknya dalam urutan yang demikian itulah kita merekonstruksikan kehadiran teori hukum secara jelas.31

Defenisi landasan teori pada suatu penelitian merupakan dasar-dasar operasional penelitian. Landasan teori dalam suatu penelitian bersifat strategis artinya

29 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, (Jakarta; Balai Pustaka, 1995), hal. 520

30 Satjipto Rahardjo, Ilmu Sanksi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 254.

31Ibid, hal. 253.

(38)

memberikan realisasi pelaksanaan penelitian32

Izin merupakan salah satu wujud tindakan pemerintahan. Tindakan pemerintahan tersebut berdasarkan kewenangan publik yaitu membolehkan atau memperkenankan menurut hukum bagi seseorang atau badan hukum untuk melakukan sesuatu kegiatan

. Landasan teori yang digunakan untuk membahas permasalahan dalam penelitian ini adalah Teori Izin Lingkungan.

Berdasarkan tujuan negara pada Alinea Keempat UUD 1945, Indonesia termasuk negara hukum kesejahteraan. Tujuan negara tersebut dilaksanakan salah satunya di bidang lingkungan hidup yang dituangkan dalam peraturan perundang- undangan. Dan peraturan perundang-undangan tersebut yaitu UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disingkat dengan UUPPLH) yang merupakan suatu pengaturan mengenai lingkungan hidup yang mengatur pokok-pokok pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia. Dan dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia, maka salah satu otoritas pemerintah yaitu menerapkan izin lingkungan (environmental licence).

33

Menurut Philipus M. Hadjon, tindakan pemerintahan berarti tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh administrasi negara dalam melaksanakan pemerintahan yang bersifat izin (vergunning).

.

34

32 Kaelan M.S., Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat (Paradigma bagi Pengembangan Penelitian Interdisipliner Bidang Filsafat, Budaya, Sosial, Semiotika, Sastra, Sanksi dan Seni), Yogyakarta: Paradigma, 2005), hal. 239.

33Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, Tata Perizinan Pada Era Otonomi Daerah, Makalah, Surabaya, November, 2001, hal. 1.

34Philipus M. Hadjon, Pengertian-Pengertian Dasar Tentang Tindak Pemerintahan (Bestuurshandelling), Djumali, Surabaya, 1985, hal. 1.

(39)

N.M.Spelt dan JBJM. Ten Berge membedakan penggunaan istilah perizinan dan izin, dimana perizinan merupakan pengertian izin dalam arti luas, sedangkan istilah izin digunakan untuk pengertian izin dalam arti sempit. Pengertian perizinan (izin dalam arti luas) adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang- undang atau peraturan pemerintah, untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan perundangan. Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang.35

Ridwan HR

Sedangkan yang pokok dari izin dalam arti sempit (izin) ialah bahwa suatu tindakan dilarang, terkecuali diperkenankan, dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang disangkutkan dengan perkenaan dapat dengan teliti diberikan batas-batas tertentu bagi tiap-tiap kasus. Jadi persoalannya bukanlah untuk hanya memberi perkenan dalam keadaan-keadaan khusus, tetapi agar tindakan-tindakan yang diperkenankan dilakukan dengan cara-cara tertentu (dicantumkan berbagai persyaratan dalam ketentuan-ketentuan yang bersangkutan).

36

35 NM Spelt, dan JBJM Ten Berge, 1993, Pengantar Sanksi Perizinan, disunting oleh Philipus M.Hadjon, Yuridika, Surabaya, hal.2.

36 Ridwan, H. R., Sanksi Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2007, hal. 217.

mengatakan bahwa izin merupakan instrumen yuridis yang digunakan oleh pemerintah, oleh karena itu, izin berfungsi selaku ujung tombak instrumen hukum sebagai pengarah, perekayasa dan perancang masyarakat adil dan makmur tersebut dijelmakan. Hal ini berarti, melalui izin dapat diketahui bagaimana

(40)

gambaran masyarakat yang adil dan makmur itu terwujud. Adapun unsur-unsur dalam perizinan tersebut, yaitu37

a. Instrumen Yuridis;

:

b. Peraturan Perundang-undangan;

c. Organ Pemerintah;

d. Peristiwa Konkret; dan e. Prosedur dan Persyaratan.

Selanjutnya, pengertian lain dari izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah, untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan perundang-undangan38

Ketentuan tentang perizinan mempunyai beberapa fungsi, antara lain fungsi penertib dan fungsi pengatur. Sebagai fungsi penertib yang bersifat pengendalian, yang dimiliki oleh Pemerintah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, dimaksudkan agar izin atau setiap izin atau tempat-tempat usaha, bangunan dan bentuk kegiatan masyarakat lainnya tidak bertentangan satu sama lain, sehingga ketertiban dalam setiap segi kehidupan masyarakat dapat terwujud. Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang demi memperhatikan kepentingan umum yang mengharuskan adanya pengawasan.

atau dapat diartikan sebagai dispensasi atau pelepasan/pembebasan dari suatu larangan izin.

39

37 Ibid, hal. 217.

38N.M.Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, Ibid., hal. 2.

39 Adrian Sutedi, Sanksi Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika, hal. 168, 2010.

Dan sebagai fungsi pengatur dimaksudkan agar izin yang ada dapat dilaksanakan sesuai dengan

(41)

peruntukkannya, sehingga terdapat penyalahgunaan izin yang telah diberikan, dengan kata lain, fungsi pengaturan ini dapat disebut sebagai fungsi yang dimiliki oleh pemerintah.40

1. Sebagai instrumen rekayasa pembangunan Dan fungsi yang lain, antara lain:

41

2. Sebagai instrumen yuridis yang digunakan oleh pemerintah untuk mempengaruhi masyarakat agar mau mengikuti cara yang dianjurkannya guna mencapai suatu tujuan konkret

. Pemerintah dapat membuat regulasi dan keputusan yang memberikan insentif bagi pertumbuhan sosial ekonomi.

Demikian juga sebaliknya, regulasi dan keputusan tersebut dapat pula jadi penghambat (sekaligus sumber korupsi) bagi pembangunan.

42

3. Sebagai fungsi keuangan (budgetering), yaitu sumber pendapatan bagi negara .

43

4. Sebagai fungsi pengaturan (reguleren), yaitu menjadi instrumen pengaturan tindakan dan prilaku masyarakat

.

44.

Dalam perizinan, yang berwenang mengeluarkan izin adalah pejabat pemerintah atau pejabat administratif, yang kaitannya adalah dengan tugas pemerintah dalam hal memberikan pelayanan umum kepada masyarakat. Dalam hal pelayanan publik, izin merupakan bentuk pelayanan yang harus diberikan kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan administratif, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik. Izin dapat berbentuk tertulis dan atau tidak tertulis, namun dalam Hukum Administrasi Negara, izin harus tertulis, kaitannya apabila terjadi sesuatu hal yang tidak diingikan,

40 Adrian Sutedi, Sanksi Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Poublik, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal. 193.

41 Adrian Sutedi, Sanksi Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 193.

42 Philipus Hadjon, M. et al. Pengantar Sanksi Administrasi Indonesia, Gajah Mada University Press, Yogjakarta, 2005.

43 Adrian Sutedi, Sanksi Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 199.

44Ibid, hlm. 200.

(42)

maka izin yang berbentuk suatu keputusan adminstrasi negara (beschicking) dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam pengadilan. Izin yang berbentuk beschiking, sudah tentu mempunyai sifat konkrit (objeknya tidak abstrak, melainkan berwujud, tertentu dan ditentukan), individual (siapa yang diberikan izin), final (seseorang yang telah mempunyai hak untuk melakukan suatu perbuatan hukum sesuai dengan isinya yang secara definitif dapat menimbulkan akibat hukum tertentu).

Hal pokok dalam perizinan yaitu bahwa sesuatu tindakan dilarang kecuali diperkenankan dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang bersangkutan dilakukan dengan cara-cara tertentu. Penolakan izin, pencabutan izin maupun pembekuan izin juga dengan penerapan sanksi pidana dapat terjadi bila kriteria- kriteria yang telah ditetapkan oleh penguasa tidak dipenuhi maupun dilanggar.

Misalnya, tentang hal izin lingkungan yang merupakan syarat untuk mendapatkan izin usaha dan/atau kegiatan. Apabila pejabat, pengusaha atau siapapun yang melakukan pelanggaran atas izin lingkungan sehingga terjadi pencemaran dan/atau perusakan lingkungan.

Sebagai suatu instrumen, izin lingkungan berfungsi selaku ujung tombak instrumen hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang pelaku usaha dan/atau kegiatan untuk mencapai tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan untuk menanggulangi masalah lingkungan disebabkan aktivitas manusia yang melekat dengan dasar izin dan juga dapat berfungsi sebagai sarana yuridis untuk mencegah serta menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan.

(43)

Jika ditelaah lebih mendalam, makna izin lingkungan sebagaimana diatur dalam UUPPLH, berisikan suatu keputusan tentang kelayakan lingkungan atas suatu usaha dan/atau kegiatan. Hal tersebut juga sejalan dengan ketentuan Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan yang memberikan batasan izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.

Dari beberapa pengertian izin lingkungan diatas, dapat diambil 2 (dua) konsep perizinan dalam UUPPLH, yaitu:

1. Pasal 1 angka 35 UUPPLH bahwa izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL/UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.

2. Pasal 1 angka 36 UUPPLH bahwa izin usaha dan/atau kegiatan yakni izin yang diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan.

Kemudian akan dilanjutkan dengan Teori Penegakan Hukum. Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma- norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai salah satu instansi yang bertugas dan berwenang dalam melakukan pengelolaan lingkungan hidup, Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Kalimantan Barat juga

BIDANG DATA, INFORMASI PELAYANAN UMUM, & PENGADUAN DAN BIDANG PENGOLAHAN & PENERBITAN PERIZINAN & NON PERIZINAN NAMA SOP : Pelayanan Izin Study Kelayakan Lingkungan

Menurut Badan Lingkungan Hidup Daerah Jambi ada banyak faktor ataupun kendala dalam penegakan hukum lingkungan khususnya penegakan hukum tindak pidana dumping

Karena terkait dengan Amdal, UKL-UPL, usaha dan/atau kegiatan pengelolaan lingkungan hidup, izin lingkungan hidup juga harus memperhatikan ketentuan

(2) Dalam hal Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan Pemrakarsa wajib memiliki izin perlindungan dan jjengelolaan Lingkungan Hidup, Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup

32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU-PPLH) terdapat 2 (dua) jenis izin yakni; pertama, izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap

Penegakan Hukum Lingkungan Administratif yang berupa pengawasan dan penerapan sanksi administrasi dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan