• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP PERIZINAN BERDASARKAN UU NO. 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

B. Konsep Perizinan Berdasarkan UUPPLH

1.1. Unsur-Unsur Perizinan

Izin sebagai perbuatan pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk diterapkan pada peristiwa konkret menurut prosedur dan persyaratan tertentu. Adapun unsur-unsur dalam perizinan tersebut105

a. Instrumen Yuridis;

, yaitu:

b. Peraturan Perundang-undangan;

c. Organ Pemerintah;

d. Peristiwa Konkret;

e. Prosedur dan Persyaratan.

a. Instrumen Yuridis

Negara hukum memiliki tugas dan kewenangan pemerintahannya tidak hanya sekedar menjaga ketertiban dan keamanan (rust en orde), tetapi juga mengupayakan

104 Misalnya keputusan tentang pembebasan tanah untuk keperluan pembuatan atau pelebaran jalan, maka dalam lampiran keputusan tersebut harus memuat dan menyebutkan nama-nama yang terkena keputusan tata usaha negara pembebasan tanah tersebut.

105 Ridwan HR, Sanksi Administrasi Negara, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006.

kesejahteraan umum (bestuurszorg). Tugas dan kewenangan pemerintah untuk menjaga ketertiban dan keamanan yang merupakan tugas klasik yang sampai sekarang masih tetap dipertahankan.

Dalam rangka melaksanakan tugas tersebut kepada pemerintah diberikan wewenang dalam bidang pengaturan, yang dari fungsi pengaturan ini muncul beberapa instrumen yuridis untuk menghadapi peristiwa individual dan konkret, yaitu dalam bentuk ketetapan. Sesuai dengan sifatnya, individual dan konkret, ketetapan ini merupakan ujung tombak dari instrumen hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan106 atau sebagai norma penutup dalam rangkaian norma hukum.107

Dengan demikian, izin merupakan instrumen yuridis dalam bentuk ketetapan yang bersifat konstitutif dan yang digunakan oleh pemerintah untuk menghadapi atau menetapkan peristiwa konkret. Sebagai ketetapan, izin tersebut dibuat dengan ketentuan dan persyaratan yang berlaku pada ketetapan pada umumnya, sebagaimana yang telah disebutkan diatas.

Salah satu wujud dari ketetapan ini adalah izin. Berdasarkan jenis-jenis ketetapan, izin termasuk sebagai ketetapan yang bersifat konstitutif, yakni ketetapan yang menimbulkan hak baru yang sebelumnya tidak dimiliki oleh seseorang yang namanya tercantum dalam ketetapan tersebut atau ketetapan yang memperkenankan sesuatu yang sebelumnya tidak dibolehkan.

106 Sjachran Basah, Pencabutan Izin Salah Satu Sanksi Sanksi Administrasi, Makalah pada Penataran Sanksi Administrasi dan Sanksi Lingkungan di Fakultas Sanksi UNAIR, Surabaya, 1995, hal. 2.

107 Philipus M. Hadjon, Pengantar Sanksi Administrasi Indonesia, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 1993, hal. 125.

b. Peraturan Perundang-undangan

Salah satu prinsip dalam negara hukum adalah wetmatigheid van bestuur atau pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, setiap tindakan hukum pemerintah, baik dalam menjalankan fungsi pengaturan maupun fungsi pelayanan, harus didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk dapat melaksanakan dan menegakan ketentuan hukum positif perlu wewenang. Tanpa wewenang tidak dapat dibuat keputusan yuridis yang bersifat konkret.

Pembuatan dan penertiban ketetapan izin merupakan tindakan hukum pemerintahan. Sebagai tindakan hukum, maka harus ada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan atau harus berdasarkan pada asas legalitas.

Tanpa dasar wewenang, tindakan hukum itu menjadi tidak sah. Oleh karena itu, dalam hal membuat dan menerbitkan izin haruslah didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku karena tanpa adanya dasar wewenang tersebut ketetapan izin tersebut menjadi tidak sah.

Pada umumnya wewenang pemerintah untuk mengeluarkan izin itu ditentukan secara tegas dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dari perizinan tersebut. Akan tetapi, dalam penerapannya, menurut Marcus Lukman, kewenangan pemerintah dalam bidang izin bersifat diskresionare power atau berupa kewenangan

bebas, yang dalam artinya kepada pemerintah diberi kewenangan untuk mempertimbangkan hal-hal yang berkaitan dengan izin, misalkan: 108

1. Kondisi apa yang memungkinkan suatu izin dapat diberikan kepada pemohon;

2. Bagaimana mempertimbangkan kondisi-kondisi tersebut;

3. Konsekuensi yuridis yang mungkin timbul akibat pemberian atau penolakan izin yang dikaitkan dengan pembatasan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

4. Prosedur apa yang harus diikuti atau dipersiapkan pada saat dan sesudah keputusan diberikan baik penerimaan maupun penolakan pemberian izin.

c. Organ Pemerintah

Organ pemerintah merupakan organ yang menjalankan urusan pemerintahan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Menurut Sjachran Basah, dari penelusuran berbagai ketentuan penyelenggaraan pemerintahan dapat diketahui bahwa mulai dari administrasi negara tertinggi yaitu Presiden, sampai dengan administrasi negara terendah yaitu Lurah, berwenang memberikan izin. Ini berarti bahwa terdapat aneka ragam administrasi negara yang termasuk instansinya pemberi izin, yang didasarkan pada jabatan yang dijabatnya baik di tingkat pusat maupun daerah.109

Begitu beragamnya organ pemerintahan atau administrasi negara yang mengeluarkan izin, namun izin hanya boleh dikeluarkan oleh organ pemerintahan.

Menurut N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, keputusan yang memberikan izin harus

108 Marcus Lukman, Eksistensi Peraturan Kebijaksanaan dalam Bidang Perencanaan dan Pelaksanaan Rencana Pembangunan di Daerah serta Dampaknya terhadap Pembangunan Materi Sanksi Tertulis Nasional, Disertasi, Universitas Padjajaran, Bandung, 1996, hal. 189.

109 Sjachran Basah, Sistem Perizinan sebagai Instrumen Pengendali Lingkungan, Makalah pada Seminar Sanksi Lingkungan, Jakarta, 1996, hal. 3.

diambil oleh organ yang berwenang, dan hampir selalu yang terkait yaitu organ-organ pemerintahan atau administrasi negara. Dalam hal ini organ-organ pada tingkat penguasa nasional (seorang menteri) atau tingkat penguasa-penguasa daerah.110

Menurut Soehardjo, pada tingkat tertentu regulasi ini menimbulkan kejenuhan dan timbul gagasan yang mendorong untuk menyederhankan pengaturan, prosedur dan birokrasi. Keputusan-keputusan pejabat sering membutuhkan waktu lama, misalnya pengeluaran izin yang memakan waktu berbulan-bulan, sementara dunia usaha perlu berjalan cepat, dan terlalu banyak mata rantai dalam prosedur perizinan yang banyak membuang waktu dan biaya.

Akibat dari beragamnya organ pemerintahan yang berwenang memberikan atau mengeluarkan izin, dapat menyebabkan tujuan dari kegiatan yang membutuhkan izin tertentu menjadi terhambat, bahkan tidak mencapai sasaran yang hendak dicapai.

Artinya, campur tangan pemerintah dalam bentuk regulasi perizinan dapat menimbulkan kejenuhan bagi pelaku kegiatan yang membutuhkan izin, apalagi bagi kegiatan usaha yang menghendaki kecepatan pelayanan dan menuntut efisiensi.

111

Oleh karena itu, biasanya dalam perizinan dilakukan deregulasi yang mengandung arti peniadaan berbagai peraturan perundang-undangan yang dipandang berlebihan. Karena peraturan perundang-undangan yang berlebihan itu pada umumnya berkenaan dengan campur tangan pemerintah atau negara, deregulasi itu

110 N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, Pengantar Sanksi Perizinan, disunting oleh Philipus M.

Hadjon, Yuridika, Surabaya, 1993, hal. 11.

111 Soehardjo, Sanksi Administrasi Negara Pokok-Pokok Pengertian serta Perkembangannya di Indonesia, Semarang, Univeristas Diponegoro, 1991.

pada dasarnya bermakna mengurangi campur tangan pemerintah atau negara dalam kegiatan kemasyarakatan tertentu terutama di bidang ekonomi sehingga deregulasi itu pada ujungnya bermakna debirokratisasi.112

Deregulasi dan debirokratisasi dalam perizinan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut

Meskipun deregulasi dan debirokratisasi ini dimungkinkan dalam bidang perizinan dan hampir selalu dipraktikkan dalam kegiatan pemerintahan, namun dalam suatu negara hukum tentu saja harus ada batas-batas atau rambu-rambu yang ditentukan oleh hukum.

113

1) Jangan sampai menghilangkan esensi dari sistem perizinan itu sendiri, terutama dalam fungsinya sebagai pengarah kegiatan tertentu;

:

2) Deregulasi hanya diterapkan pada hal-hal yang bersifat teknis administratif dan finansial;

3) Deregulasi dan debirokratisasi tidak menghilangkan hal-hal prinsip dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar perizinan;

4) Deregulasi dan debirokratisasi harus memperhatikan asas-asas umum pemerintahan yang layak.

d. Peristiwa Konkret

Izin merupakan instrumen yuridis berbentuk ketetapan, yang digunakan oleh pemerintah dalam menghadapi peristiwa konkret dan individual. Peristiwa konkret artinya peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu, orang tertentu, tempat tertentu, dan fakta hukum tertentu. Karena peristiwa konkret ini beragam, sejalan dengan keragaman perkembangan masyarakat, izin pun memiliki berbagai keragaman. Izin yang jenisnya beragam tersebut dibuat dalam proses yang cara prosedurnya

112Bagir Manan, Ketentuan-Ketentuan Mengenai Pengaturan Penyelenggaraan Hak Kemerdekaan Berkumpul Ditinjau dari Perspektif UUD 1945, Jakarta, 1995, hal. 33.

113 Ridwan HR, ibid, hal. 216.

tergantung dari kewenangan pemberi izin, macam izin, dan struktur organisasi instansi yang menerbitkannya. Berbagai jenis izin dan instansi pemberi izin dapat saja berubah seiring dengan perubahan kebijakan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan izin tersebut. Meskipun demikian, izin akan tetap ada dan digunakan dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kemasyarakatan.

e. Prosedur dan Persyaratan

Permohonan izin pada umumnya harus menempuh prosedur tertentu yang ditentukan oleh pemerintah, selaku pemberi izin. Disamping harus menempuh prosedur tertentu, pemohon izin juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah atau pemberi izin. Prosedur dan persyaratan perizinan itu berbeda-beda tergantung jenis izin, tujuan izin, dan instansi pemberi izin.

Menurut Soehino, syarat-syarat dalam izin tersebut bersifat konstitutif dan kondisional. Bersifat konstitutif karena ditentukan suatu perbuatan atau tingkah laku tertentu yang harus terlebih dahulu dipenuhi, artinya dalam hal pemberian izin itu ditentukan suatu perbuatan konkret, dan bila tidak dipenuhi dapat dikenakan sanksi.

Sementara bersifat kondisinal, karena penilaian tersebut baru ada dan dapat dilihat serta dapat dinilai setelah perbuatan atau tingkah laku yang disyaratkan itu terjadi.114

Penentuan prosedur dan persyaratan perizinan ini dilakukan secara sepihak oleh pemerintah. Meskipun demikian, pemerintah tidak boleh membuat atau menentukan

114 Soehino, Asas-asas Tata Pemerintahan, Yogyakarta, Liberty, 1984, hal. 97.

prosedur dan persyaratan menurut kehendaknya sendiri secara sewenang-wenang (arbitrer), tetapi harus sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dari perizinan tersebut. Dengan kata lain, pemerintah tidak boleh menentukan syarat yang melampaui batas tujuan yang hendak dicapai oleh peraturan hukum yang menjadi dasar perizinan bersangkutan.115